Teknik Analisis Data Makna Bangunan Pagoda Shwedagon Bagi Masyarakat Tionghoa di Berastagi

4. Selama wawancara berlangsung, penulis mencatat hal-hal yang dianggap penting dan merekam seluruh dialog antara informan dan penulis berupa rekaman video maupun rekaman suara. 5. Setelah wawancara selesai dan seluruh informasi telah didapat dari informan, penulis membaca hasil informasi yang dicatat dan memutar ulang hasil rekaman yang didapat.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antar konsep Hamidi, 2010:97. Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengiterpretasikan secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian. Adapun proses yang dilakukan adalah : 1. Semua data yang bersumber dari kepustakaan maupun lapangan dikumpulkan menjadi satu oleh penulis. 2. Data disusun dan diklasifikasi berdasarkan konsep yang telah ditentukan oleh penulis. 3. Berdasarkan data-data yang diambil, lalu penulis menganalisis data dengan menggunakan teori fungsionalisme yang harus berifat logis, deskriptif dan menjelaskan. Universitas Sumatera Utara 4. Mengambil kesimpulan dari hasil yang diteliti dalam proses jalannya penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Berastagi 4.1.1 Letak Geografis Berastagi merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan ibu Kota Kecamatan Berastagi. Jarak tempuh ke Kabanjahe sebagai ibu kota Kabupaten adalah 11 km dan 65 km ke Kota Medan sebagai ibu Kota Propinsi Sumatera Utara. Berastagi memiliki luas 3.050 Ha, dan berada pada ketinggian rata- rata 1.375 m di atas permukaan laut dengan temperature antara 19 ˚C sampai dengan 26 ˚C dengan kelembaban udara berkisar udara berkisar 79. Secara administratif kecamatan berastagi terdiri dari 6 desa yakni Desa Raya, Desa Rumah Berastagi, Desa Doulu, Desa Sempa Jaya, Desa Lau Gumba dan Desa Guru Singa serta 4 daerah kelurahan yakni kelurahan Gundaling I, kelurahan Gundaling II, kelurahan Tambak Lau Mulgap I dan kelurahan Tambak Lau Mulgap II dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah - Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Kabanjahe - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang EmpatKecamatan Merdeka Universitas Sumatera Utara Topografi Berastagi datar sampai dengan berombak 65, berombak sampai dengan berbukit 22, berbukit sampai dengan bergunung 13 dengan tingkat kesuburan tanahnya sampai dengan tinggi didukung lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun. Berastagi merupakan kota yang sangat subur karena diapit oleh dua gunung berapi aktif, yaitu Gunung Sibayak 2100 meter dpl dan Gunung Sinabung 2400 meter. Kota ini juga menyimpan banyak kisah sejarah masa Kolonial Hindia Belanda di awal abad ke-20. Kemunculan kota ini dipengaruhi oleh kebijakan Kolonialisme Belanda. Ketika itu, yakni sekitar tahun 1920, Berastagi merupakan sentra perkebunan di Sumatera Utara yang dikelola pihak Belanda. Dari kota inilah suplai sayur-mayur dan buah-buahan di kota Medan ataupun kota-kota lainnya di pulau Sumatera Utara dapat terpenuhi. Selain terkenal sebagai daerah penghasil tanaman buah dan sayur, Berastagi juga terkenal dengan berbagai ragam tanaman hias dan beberapa festival rutin yang digelar setiap tahunnya seperti pesta bunga dan buah serta pesta mejuah-juah. Festival tahunan ini juga digunakan sebagai ajang berkumpulnya kembali orang-orang karo dari perantauan untuk menjalin silaturahmi dengan para kerabat mereka. Selebihnya festival tersebut berfungsi untuk meningkatkan potensi kepariwisataan di Berastagi. Berastagi juga merupakan sebuah daerah yang memiliki potensi kepariwisataan yang besar. Hal ini ditandai dengan banyaknya tempat-tempat yang menjadi tujuan wisatawan lokal maupun manca negara, seperti Taman Hutan Raya Tahura Gundaling, pemandian air panas lau Sidebuk-debuk, Bukit Kubu, Taman Alam Universitas Sumatera Utara Lumbini, dan lain-lain. Hal ini tentunya turut menyumbangkan pendapatan yang besar bagi daerah Berastagi. Untuk itu pemerintah setempat juga berusaha menyeimbangkan dengan fasilitas atau sarana dan prasarana yang cukup dalam bidang kepariwisataan tersebut, yakni dengan membangun hotel, losmen, penginapan, restoranrumah makan, toko souvenircendera mata dan keamanan serta kenyamanan di daerah tersebut khususnya di Daerah Tujuan Wisata DTW.

4.1.2 Demografi

Kecamatan Berastagi sebagai salah satu wilayah pemerintahan yang terdiri dari 6 enam desa dan 4 empat kelurahan yang dimukimi oleh penduduk dengan jumlah 43.494 jiwa dengan jumlah 10.897 kepala keluarga. Mayoritas penduduk Berastagi adalah suku karo 75 dan selebihnya suku Batak Toba, Jawa, Aceh, Nias, Tionghoa dan sebagainya sebagai etnissuku pendatang. Bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah Bahasa Karo. Mata pencarian penduduk sebagian besar adalah bertani, selebihnya adalah pegawai negeri, pedagang, pengusaha, buruh, serta karyawan swasta. Hasil pertanian yang paling menonjol adalah sayur-mayur, buah-buahan, bunga-bungaan, dan tanaman palawija. Disamping itu penduduknya juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara ternak ayam, lembu, kerbau, kambing, serta kolam ikan untuk penambahan pendapatan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga menurut DesaKelurahan di Berastagi No DesaKelurahan Jumlah Rumah Tangga Jumlah Penduduk 1 Gurusinga 1003 3791 2 Raya 1263 5191 3 Rumah Berastagi 1968 7928 4 Sempajaya 1419 5580 5 Lau Gumba 350 1425 6 Doulu 624 2264 7 Tambak Lau Mulgap I 585 2195 8 Tambak Lau Mulgap II 631 2657 9 Gundaling I 1856 7596 10 Gundaling II 1180 4867 Jumlah 10897 43494 Sumber: Proyeksi Penduduk Pertengahan Tahun 2012 Universitas Sumatera Utara 4.2 Pagoda Shwedagon di Berastagi 4.2.1 Lokasi Pagoda Shwegadon terletak di komplek International Buddhis Centre Taman Alam Lumbini kota Berastagi, Sumatera Utara. Pagoda ini dibangun disebuah taman yang disebut Taman Alam Lumbini. Taman Alam Lumbini memiliki luas ± 4,8 ha, ketinggian sekitar 1.350 meter dari permukaan laut, jarak 60 km dari kota Medan dan suhu yang sejuk sekitar 19º-28º C. Taman Alam Lumbini juga memiliki tiga buah Baktisala, satu Sima Hall, tiga buah ruang serbaguna, dan kebun bunga yang ditata dengan indah dan asri. Di sekeliling taman dapat ditemui belasan Buddha Rupang dalam berbagai bentuk yang terbuat dari batu alam berwarna putih yang disumbangkan oleh masyarakat Myanmar untuk Taman Alam Lumbini. Didukung oleh suasana alam yang alami, hembusan angin yang sejuk dan kicauan burung yang merdu, membuat Pagoda Swedagon yang berlokasi pada sebuah taman ini menjadi tempat yang sangat cocok sebagai tempat kebaktian dan latihan meditasi. Sampai saat ini di Taman Alam Lumbini sering mengadakan acara puja dan perayaan, seperti pelatihan meditasi Atthasila, meditasi Dharmajala, Magha Puja, perayaan Waisak, Pemasangan Bodhisatta Kwan Im, Shang Bu Yi Bai, Fang Sheng, Chau Tu, dan lain sebagainya. Selain dari perayaan besar tersebut, juga terdapat kebaktian umum yang rutin dihadiri oleh para umat dari Berastagi dan Kabanjahe. Universitas Sumatera Utara Untuk lebih memperdalam agama Buddha seminggu sekali juga di adakan kunjungan ke rumah umat dengan kegiatan jamuan, kebaktian dan khotbah. Saat ini, juga telah di bentuk organisasi Gelanggang Anak Buddhis Indonesia TAL, dan organisasi sosial Buddhis Taman Alam Lumbini yang terdiri dari para simpatisan dan relawan dari daerah Berastagi dan Kabanjahe. Apapun kegiatan- kegiatan yang dilakukan organisasi tersebut adalah acara keagamaan, pengajaran Bahasa Mandarin, pendidikan etika dan moral, kegiatan kesenian dan kegiatan sosial. Taman Alam Lumbini juga memiliki ± 60 orang pekerja yang kebanyakan berasal dari Berastagi sendiri, masing-masing bertugas sebagai penjaga taman, penjaga pagoda, dan petugas kebersihan Sentosa, 2008:6. Taman Alam Lumbini juga mendapat kehormatan atas fasilitas dan hak khusus yang berhubungan dengan pemerintah Myanmar, khususnya dalam hal pembangunan replika Pagoda Shwedagon bagi pengembangan agama Buddha. Dengan adanya hak khusus tersebut diharapkan para pengurus Taman Alam Lumbini dapat lebih bersemangat dalam mengembangkan Buddha Dhamma khususnya di Berastagi, dan umat Buddha di Indonesia pada umumnya.

4.2.2 Sejarah

Sejarah agama Buddha di Indonesia tercatat pada abad ke-4. Sekitar abad ke-8 sampai abad ke-10, banyak raja-raja dari kerajaan di Indonesia yang menganut agama Universitas Sumatera Utara Buddha. Dinasti yang beragama Buddha meninggalkan banyak candi yang mencerminkan ajaran Theravada, Mahayana, dan Vajrayana. Untuk melanjutkan pengembangan agama Buddha yang telah dirintis para praktisi agama Buddha terdahulu, maka pada tahun 2004 dimulailah perataan dan perancangan Taman Alam Lumbini. Penataan Taman Alam Lumbini mengalami perkembangan setiap tahunnya, hingga akhirnya dimulailah pembangunan replika Pagoda Shwedagon. Replika bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi ini dirancang oleh Prof. Hla Than dari Myanmar. Pada tanggal 19 Maret 2007 dilakukan peletakan batu pertama yang dihadiri langsung oleh Sangharaja dari Myanmar dan anggota-angota Sangha lainnya, dilanjutkan dengan pemasangan pondasi bangunan pagoda pada bulan Juli 2007. Pada tanggal 19 April 2009 dilakukan pengecoran pertama pada kolom utama pagoda oleh ketua umum sekaligus pimpinan proyek Tongariodjo Angkasa Sentosa, 2009:6. Tanggal 30-31 Desember 2010, merupakan hari yang bersejarah bukan hanya bagi kota Berastagi-Sumatera Utara, namum juga Indonesia. Momen bersejarah tersebut merupakan hari pemberkahan atau peresmian replika Pagoda Shwedagon. Acara peresmian pagoda ini dihadiri oleh ribuan anggota Sangha dari mancanegara dan dari berbagai tradisi Buddhis. Acara tersebut juga dihadiri oleh Menteri Agama Republik Indonesia, para pendamping Sangha dayaka, pengamat, cendikiawan, dan umat Buddha dari dalam maupun luar negeri untuk menyaksikan peristiwa bersejarah agama Buddha di Indonesia Sentosa, 2011:4. Universitas Sumatera Utara Acara peresmian Pagoda Shedagon di Berastagi semakin istimewa dan patut dibangkakan karena menerima dua penghargaan sekaligus dari Museum Rekor Indonesia MURI yakni: ‘ Kebaktian yang dihadiri oleh Bhikkhu Terbanyak’ dan ‘ Pembuatan Replika Pagoda Shwedagon Tertinggi di Indonesia’. Berikut merupakan tabel daftar Bikkhu yang hadir dalam acara peresmian Pagoda Shwedagon di Berastagi. Tabel 4.2 Jumlah Bikkhu yang Hadir pada Acara Peresmian Pagoda Shwedagon di Berastagi No. NEGARA BIKKHU BIKKHUNI 1 Myanmar 637 7 2 Thailand 385 3 Vietnam 8 4 Cambodia 25 5 Laos 9 6 Malaysia 34 7 Singapore 5 8 Mexico 1 9 China 1 10 Taiwan 7 11 India 9 12 Banladesh 2 13 Tibet 14 14 Indonesia 83 11 15 America 5 16 England 3 17 Australia 3 18 Perancis 1 19 Jepang 9 20 Nepal 2 2 21 Jamaica 1 22 Sri Langka 41 23 Uganda 1 TOTAL 1285 21 Universitas Sumatera Utara Sumber: Media Cetak Lumbini 2011 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumblah bikkhu yang hadir mencapai 1285 orang perwakilan dari 23 negara. Jumlah bikkhu yang paling banyak berasal dari Negara Myanmar yang merupakan negara yang bangunan pagodanya direplika di Indonesia, kemudian diikuti oleh Negara Thailand, Indonesia, dan negara lainnya. Kehadiran para bikkhu dari berbagai negara pada hari peresmian Pagoda Shwedagon ini dapat mengindikasikan pentingnya bangunan ini bagi umat Buddha. Universitas Sumatera Utara

BAB V BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA BANGUNAN PAGODA SHWEDAGON

BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI BERASTAGI 5.1 Bentuk Pagoda Shwedagon di Berastagi 5.1.1 Bentuk Bangunan Replika Pagoda Shwedagon yang berada di komplek International Buddhis Centre Taman Alam Lumbini Desa Dolat Rayat kota Brastagi Kabupaten Karo merupakan replika Pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar. Keindahan dan kemegahan bentuk arsitektur Pagoda Shwedagon ini membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan terkagum. Bangunan Pagoda Shwedagon merupakan akulturasi dari ajaran agama Buddha yaitu Mahayana, Theravada, dan Vajrayana. Ajraran agama Buddha Mahayana berada di Negara Cina, Hong Kong, Jepang, Korea, Mongolia, Taiwan, Tibet, Vietnam, dan sebagian besar Nepal. Ajaran agama Buddha Theravada berada di Negara Birma Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan sebagian kecil Nepal dan beberapa bagian India. Sedangkan ajaran Buddha Vajrayana sebagian besar berada di Negara Tibet, Cina, Bhutan, Nepal, Sikkim, Kasmir dan Mongolia. Pagoda Shwedagon di Berstagi memiliki tinggi 46,8 meter, panjang 68 meter, lebar 68 meter. Bangunan pagoda tersebut berbentuk persegi empat dengan atap yang Universitas Sumatera Utara menyerupai kerucut dan pada bagian puncaknya terdapat Shwehtidaw yang menyerupai bentuk payung. Atap bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi terdiri dari 1 unit Pagoda Besar, dengan tinggi 42 meter, panjang 25,8 meter, lebar 25,8 meter, 8 unit Pagoda Kecil dengan tinggi 7,18 meter, panjang 5,38 meter, lebar 5,38 meter. Gambar 5.1 Atap Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Bangunan pagoda tersebut memiliki warna keemasan yang meliputi di seluruh dinding bangunan bagian luarnya. Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi terbuat dari bata dan lantainya terbuat dari keramik. Bagian luar bangunan Pagoda Shwedagon memiliki tembok atau dinding berlapis-lapis yang menyerupai benteng. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2 Tembok Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Bangunan Pagoda Shwedagon dikelilingi oleh pagar yang dihiasi oleh relief bunga teratai dan berwarna keemasan. Pagar Pagoda Shwedagon memiliki tinggi sekitar 1 meter yang terbuat dari bata. Gambar 5.3 Pagar Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara Pagoda Shwedagon di Berastagi mempunyai dua buah pintu utama yang terdapat di bagian depan dan di bagian belakang bangunan pagoda. Pintu pagoda terbuat dari kayu dan dihiasai oleh relief bunga, hewan gajah, dan relief Buddha. Pintu pagoda berwarna coklat dan berbentuk kubah Gambar 5.4 Pintu Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Di bagian luar bangunan juga terdapat sebuah Pilar Asoka dengan tinggi 19,8 meter, dan diameter tiang 0,8 meter. Pilar Asoka terbuat dari bata dan berwarna keemasan yang diameternya semakin ke atas semakin mengecil. Pilar Asoka dihiasi dengan empat buah patung Buddha. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5 Pilar Asoka Sumber: Dokumentasi Pribadi Pagoda ini juga mempunyai empat buah patung gajah putih setinggi 1 meter yang terbuat dari bata yang di letakkan sepasang pada bagian depan pintu. Gambar 5.6. Patung Gajah Putih Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara 5..1.2 Bentuk Ruang Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi hanya memiliki satu ruang utama. Ruang utama bangunan pagoda tersebut mampu menampung ± 300 orang saat upacara atau perayaan hari besar agama Buddha berlangsung. Di dalam ruangan terdapat meja altar yang berada di tengah-tengah ruangan, empat buah Rupang Buddha Sakyamuni yang terbuat dari bongkahan Batu Jade HijauGiok yang didatangkan utuh langsung dari Myanmar, dan perlengkapan kebaktian dari tiga tradisi ajaran agama Buddha. Gambar 5.7 Ruang Utama Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Berbeda dengan warna bangunan yang berwarna keemasan di bagian luar, di dalam bangunan ini hampir seluruh dinding bangunannya berwarna putih. Di dalam Universitas Sumatera Utara bangunan pagoda terdapat tiga puluh buah pilar penyangga yang terbuat dari keramik dan berwarna hitam, sementara lantai di dalam bangunan pagoda terbuat dari keramik yang berwarna putih. Diseluruh pilar penyangga dan atap bagian dalam bangunan pagoda dihiasi dengan lampu yang menyerupai lentera. Atap bagian dalam dan lantai juga dihiasi dengan ornamen bunga teratai. Di dalam ruangan juga terdapat sebuah patung Buddha Bohhi dan Bodhi Tree buatan yang sudah digantungi oleh kertas yang berisi doa para pengunjung pagoda. Gambar 5.8 Pilar, Atap, Lantai Pagoda, Patung Buddha Bodhi Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara

5.1.3 Bentuk Alat Kebaktian

Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi memiliki alat-alat kebaktian yang digunakan saat upacara dan kegiatan keagamaan sedang diadakan. Alat kebaktian berupa altar, tambur, gong, muk le mu yi, dan hiolo.

1. Altar

Altar pada bangunan Shwedagon di Berastagi berbentuk persegi yang diletakkan di tengah-tengah ruangan pagoda. Altar tersebut tersusun dari empat buah meja yang berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu. Setiap sisi altar terdapat satu buah Rupang Buddha Sakyamuni. Altar dibuat di tengah-tengah ruangan supaya siapa saja yang ingin berdoa dapat berdoa dari sisi mana saja dan dapat langsung menghadap ke bagian altar. Gambar 5.9 Altar Pagoda Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara

2. Tambur

Bangunan pagoda ini juga memiliki alat kebaktian tambur yang berbentuk raksasa yang ditempatkan di luar bangunan pagoda dan ada juga yang berbentuk kecil yang ditempatkan di dalam bangunan pagoda. Tambur pada pagoda ini terbuat dari kayu dan dihiasai ornamen hewan gajah. Gambar 5.10 Tambur Sumber: Dokumentasi Pribadi

3. Lonceng

Lonceng yang terdapat pada replika Pagoda Shwedagon berbentuk seperti kerucut yang tebuat dari kuningan. Lonceng tersebut memiliki tinggi sekitar ± 1 meter dan juga diameter sekitar ± 1 meter. Lonceng juga memiliki pemukul yang terbuat dari kayu yang memiliki panjang sekitar 1 meter dan diameter sekitar 10cm. Universitas Sumatera Utara Lonceng dan pemukul lonceng tersebut tergantung dan berada di luar bangunan pagoda. Gambar 5.11 Lonceng Sumber: Dokumentasi Pribadi

4. Muk le mu yi

Muk le mu yi berbentuk seperti lingkaran yang menyerupai kepala ikan dan terbuat dari kayu. Muk le mu yi memiliki lingkaran di bagian tengahnya sebagai tempat untuk meletakkan alat pemukulnya. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.12 Muk le Sumber: Dokumentasi Pribadi

5. Hiolo

Hiolo berbentuk seperti wadah atau mangkuk yang terbuat dari kuningan dan memiliki atap yang berbentuk persegi enam dan mempunyai ornamen hewan naga dan singa. Hiolo terbuat dari kuningan dan berada di luar pagoda tepatnya di depan pintu masuk. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.13 Hiolo Sumber: Dokumentasi Pribadi 5.2. Fungsi Pagoda Shwedagon di Berastagi 5.2.1 Fungsi Bangunan Pagoda adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menyimpan relik-relik para Buddha dan benda suci peninggalan para Buddha, sehingga pagoda merupakan tempat yang sangat sakral untuk melakukan puja bakti ataupun meditasi. Tujuan utama pembangunan replika Pagoda Shwedagon di Berastagi adalah untuk pengembangan agama Buddha dan memberi kesempatan bagi umat Buddha untuk mempelajari tradisi agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana, dan Vajrayana. menjadi lebih baik khususnya di Berastagi dan umumnya di Indonesia. Universitas Sumatera Utara Jika dikaitkan dengan teori Malinowski tentang fungsionalisme, maka secara umum bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi sangat berfungsi bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan landasan teori fungsionalisme Malinowski yang menganggap bahwa semua unsur kebudayaan itu berfungsi bagi kehidupan. Malionowski juga berpendapat bahwa kebudayaan itu bersifat biologis agama dan kesenian. Hal ini sesuai dengan fungsi Pagoda Shwedagon di Berastagi yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan berdoa meditasi bagi masyarakat. Menurut informan , Ia mengatakan bahwa bangunan pagoda merupakan bangunan yang sangat sakral baginya. Dia sering berkunjung dan berdoa di Pagoda Shwedagon untuk beribadah dan berdoa. Bangunan Pagoda Shwedagon mampu memberikan pengaruh positif dalam hidupnya terutama dalam hal untuk memperdalam ajaran agama Buddha. Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi juga berfungsi sebagai tempat untuk melakukan upacara perayaan keagamaan bagi umat Buddha di Berastagi. Upacara yang rutin dilakukan adalah Hari Raya Waisak, perayaan HUT Avalokistesvara, dan Kathina. Upacara yang dilakukan tersebut menjadi salah satu ajang atau kesempatan untuk berkumpul bagi masyarakat yang ada di Berastagi. Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan relik- relik Buddha , tersimpan 108 relik suci, 2.598 rupang Buddha dan 30 rupang Arahat dari berbagai negara. Bagian-bagian dari bangunan pagoda juga memiliki fungsinya masing-masing. Berikut adalah fungsi dari bagian-bagian bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi: Universitas Sumatera Utara

1. Atap Pagoda

Atap pagoda berfungsi untuk melindungi bagian ruang pagoda agar terhindar dari angin, panas, dan hujan.

2. Pagar Pagoda

Pagar pagoda berfungsi sebagai pembatas antara taman di sekitar pagoda dengan bangunan pagoda. Pagar juga berfungsi sebagai pengatur dan pengaman agar masyarakat yang ingin berkunjung ke dalam pagoda ini tidak sembarangan masuk dari segala arah atau sisi pagoda.

3. Pintu Pagoda

Pintu pagoda berfungsi sebagai jalur masuk ke dalam bangunan pagoda. Pintu juga berfungsi sebagai pengaman bangunan pagoda. Pada bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi terdapat dua buah pintu namun hanya satu pintu saja yang dibuka untuk jalur masuk ke dalam banguan kecuali pada perayaan hari besar agama.

4. Relief

Relief pada bangunan pagoda berfungsi sebagai hiasan yang membuat bangunan tersebut tampak semakin indah.

5.2.2 Fungsi Ruang

Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi hanya memiliki satu ruang utama yang berfungsi sebagai aula untuk tempat berdoa dan beribadah bagi para pengunjung. Ruang pada bangunan pagoda ini juga berfungsi sebagai tempat menyimpan rupang Buddha dan alat kebaktian. Lantai yang terdapat di dalam ruangan berfungsi sebagai Universitas Sumatera Utara tempat berlutut dan berdoa oleh para pengunjung. Pilar yang terdapat pada pagoda berfungsi sebagai penopang atau penyangga bangunan, tempat untuk menggantungkan lampu-lampu, dan sebagai hiasan yang membuat ruangan di dalam bangunan pagoda ini semagin tampak megah. Lampu pada bangunan pagoda ini berfungsi sebagai penerangan di ruang pagoda.

5.2.3 Fungsi Alat Kebaktian

Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi juga memiliki alat-alat kebaktian yang memiliki fungsinya masing-masing. Berikut adalah fungsi alat-alat kebaktian yang terdapat di pagoda:

1. Altar

Altar berfungsi sebagai sarana puja untuk memudahkan kita berkonsentrasi pada saat sembahyang dan mengigatkan kita akan ajaran-ajaran dari para Buddha. Altar juga berfungsi sebagai tempat yang sakral untuk meletakkan alat-alat kebaktian seperti lilin, dupa atau hio dan air.

2. Tambur

Tambur digunakan sebagai alat dalam memimpin kebaktian yang berfungsi untuk menentukan cepat atau lambatnya nyanyian pujian Buddha dinyanyikan. Jika alat ini dipukul sebelum kebaktian dimulai, maka hal ini memberitahukan kepada umat bahwa kebaktian akan segera dimulai. Universitas Sumatera Utara

3. Lonceng

Digunakan sebagai aba-aba bahwa kebaktian telah dimulai. Sebagai alat pemberitahuan pembacaan mantra atau sutra sudah hampir atau telah selesai. Sebagai aba-aba saat berdiri atau berlutut, sebagai aba-aba atau pemberitahuan penukaran posisi tangan dari anjali ke meditasi atau sebaliknya, pada zaman Sang Buddha, lonceng dipukul sebagai alat untuk mengumpulkan orang.

4. Mu yi muk le

Digunakan sebagai aba-aba dalam pembacaan mantra dan sutra, apakah pada saat membaca itu pelan, cepat atau sedang. Pemukulan mu yi muk le pada saat pembacaan mantra dan sutra maksudnya adalah menyuruh kita agar membaca dalam bentuk meditasi dengan mengarahkan dan melatih pikiran. dengan bentuk kepala ikan berfungsi untuk mengingatkan kita, bahwa pikiran manusia tidak pernah diam atau berhenti berubah-ubah bagaikan ikan yang tidak pernah diam.

5. Hiolo

Hiolo digunakan sebagai tempat untuk meletakkan atau menancapkan hio atau dupa yang sudah dibakar pada saat sembahyang atau berdoa. Universitas Sumatera Utara 5.3 Makna Bangunan Pagoda Shwedagon 5.3.1 Makna Bangunan Bangunan Pagoda Shwedagon memiliki bagian-bagian bangunan. Setiap baagian bangunan mempunyai makna tersendiri. Berikut adalah makna dari bagian bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi:

1. Atap Pagoda

Atap pagoda memiliki makna yang sangat sakral. Bagian puncak pagoda yang tertinggi memiliki makna sebagai tingkat kebuddhaan tertinggi.

2. Pagar Pagoda

Pagar pada pagoda ini memiliki makna sebagai sebuah seni karena terdiri dari relief-relief bunga yang diukir dengan sangat indah. Karena bangunan pagoda ini merupakan replika dari bangunan pagoda yang ada di Myanmar jadi relief dibanguan pagoda dianggap sebagai cerminan dari masyarakat Myanmar.

3. Relief dan Patung pada Pagoda

Bangunan pagoda memiliki relief bunga teratai hampir di seluruh bagian bangunannya mulai dari pagar,dinding, lantai, pintu, jendela hingga langit-lagit ruangan. Relief bunga teratai pada bangunan pagoda ini mempunyai makna kemurnian dan spiritual yang tinggi dan merupakan perwujudan dari kesempurnaan. Universitas Sumatera Utara Sementara patung gajah putih yang terdapat dari depan pintu pagoda dimaknai sebagai sebuah hewan suci yang membawa kebahagiaan dan keberuntungan.

5.3.2 Makna Ruang Ruang pada bangunan pagoda Shwedagon di Berastagi dianggap sangat

sakral dan suci. Hal tersebut dapat dilihat pada saat kita ingin memasuki ruangan. Ada aturan-aturan yang harus kita lakukan sebelum memasuki ruangan pagoda. Sebelum masuk ke dalam ruangan masyrakat tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman, tidak boleh memakai alas kaki, tidak boleh memakai topi, harus menggunakan pakaian yang sopan dan menjaga keamanan saat sedang berada di dalam ruangan. Ruangan dianggap sangat sakral karena di dalam ruangan ini terdapat rupang Buddha dan alat-alat kebaktian.

5.3.3 Makna Alat-alat Kebaktian

Alat-alat kebaktian yang terdapat pada bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi memiliki makna yang berbeda-beda. Altar pada bangunan pagoda dianggap sebagai pusat dari seluruh ruangan yang dianggap sangat sakral bagi masyarakat. Tambur dianggap sebagai alat kebaktian yang mampu membangkitkan semnagat siapa saja yang mendengar bunyinya. Suara lonceng pada pagoda dilambangkan Universitas Sumatera Utara sebagai batin yang menuju pencerahan. Muk le melambangkan kesadaranperhatian murni, bagaikan ikan yang tidur dengan mata yang terbuka. Hiolo simbol yang menandai semangat dari kesucian dan persembahan diri.

5.4. Makna Bangunan Pagoda Shwedagon Bagi Masyarakat Tionghoa di Berastagi

Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi merupakan salah bangunan yang cukup dibanggakan oleh masyarakat di Berastagi khususnya masyarakat Tionghoa yang berada di sana. Bangunan Pagoda Shwedagon juga mempunyai makna bagi masyarakat khususnya masyarakat Tionghoa di Berastagi. Dari segi kebudayaan Pagoda Shwedagon merupakan bangunan yang dianggap masyarakat sebagai bangunan yang universal karena merupakan gabungan dari kebudayaan Buddhis dari berbagai negara khususnya Asia. Dari segi keagamaan bangunan Pagoda Shwedagon dianggap masyarakat sebagai bagunan yang merupakan simbol agama Buddha. Masyarakat Tionghoa di Berastagi juga memaknai bangunan ini sebagai bangunan yang sakral dan suci. Hal ini dapat dilihat dari cara dan prilaku masyarakat yang berkunjung ke Pagoda Shwedagon. Masyarakat yang berkunjung selalu menjaga sikap dan prilaku mereka ketika berada di sekitar bangunan dengan mematuhi semua peraturan yang ditetapkan sesuai dengan agama Buddha ketika berkunjung atau melakukan ibadah di pagoda Universitas Sumatera Utara seperti melepas alas kaki saat memasuki bangunan pagoda, memakai pakaian yang sopan dan menjaga ketenangan dan kebersihan disekitar Pagoda Shwedagon. Masyarakat juga percaya keinginannya akan terkabul jika mereka berdoa dan melalukan pradaksina mengelilingi areal mandala searah jarum jam sebanyak 3 kali, lalu melakukan pelimpahan jasa. Keberadaan bangunan Pagoda Shwedagon juga membawa berkah bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Masyarakat setempat yang hidup di sekitar daerah tersebut memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami buah-buahan seperti strawberry dan juga sayur-sayuran seperti sawi. Hasil lahan pertanian mereka kemudian dijual di luar areal pagoda yang dibeli oleh pengunjung. Hasil penjualan tersebut tentu saja meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dari segi ekonomi. Banyaknya pengunjung yang datang dari dalam maupun luar daerah membuat ekonomi masyarakat semakin meningkat. Banyak masyarakat sekitar yang memanfaatkan lahan atau tanahnya untuk menanam tanaman stoberi dan sayur- sayuran yang banyak diminati atau dibeli pengunjung yang datang ke Pagoda Shwedagon. Universitas Sumatera Utara

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan