Peranan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa kelas Vii SMP Islam Ruhama

(1)

PERANAN ORANG TUA

DALAM MEMBINA PELAKSANAAN IBADAH SHALAT

SISWA KELAS VIII SMP ISLAM RUHAMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

Dewi Asih

Nim: 106011000029

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

Nama : Dewi Asih

Tempat/tanggal/lahir : Ponorogo, 24 November 1986

NIM : 106011000029

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul skripsi : Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa di SMP Islam Ruhama

Dosen Pembimbing : Heny Narendrany Hidayati, S.Ag, M.Pd

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 20 Juni 2011


(5)

ii ABSTRAK

Dewi Asih

“Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa di SMP Islam Ruhama”

Pembinaan ibadah shalat dalam lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah shalat siswa sehari-hari, karena dalam keluarga inilah siswa akan mendapatkan pendidikan keagamaan serta bimbingan yang sangat penting untuk perkembangan spiritual siswa. Oleh karena itu peran orang tua sangat penting dalam mewujudkan siswa yang cinta beribadah agar kelak terbiasa untuk menjalankannya.

Ibadah shalat merupakan sarana yang sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan melaksanakan ibadah shalat hati akan menjadi tenteram sehingga dengan melaksanakan ibadah shalat wajib manusia akan senantiasa terhindar dari perbuatan tercela. Oleh karena itu pendidikan mengenai ibadah shalat harus ditanamkan sejak kecil.

Oleh karenanya, berdasarkan pengetahuan di atas di sini penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa kelas VIII di SMP Islam Ruhama. Untuk teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan wawancara untuk guru fiqh dan angket (quisioner) untuk siswa. Selanjutnya data yang diperoleh dari penyebaran angket diolah dengan menggunakan rumus prosentase yang selanjutnya diinterpretasikan sebagai informasi yang tegas dan jelas mengenai data tersebut.

Dari hasil prosentase dapat diketahui bahwasanya peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa sudah cukup baik. Orang tua sering memberikan contoh yang baik dalam pelaksanaan ibadah shalat siswa, orang tua juga tidak lupa untuk mengawasi pelaksanaan ibadah shalat siswa. Jika ada siswa yang lalai orang tua tidak lupa menasihatinya atau menegurnya. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru fiqh sudah menunjukkan adanya perhatian yang cukup dari pihak sekolah untuk membantu orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa.


(6)

iii

Puji serta rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat

Siswa Studi Kasus di SMP Islam Ruhama”. Shalawat dan salam semoga

tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan keimanan dan ilmu pengetahuan teknologi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi hamba-hamba Allah swt yang mulia yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Heny Narendrany Hidayati, S.Ag,M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada umumnya dan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.

6. Drs.Juhdi Asidi, Kepala Sekolah SMP Islamiyah Ciputat, serta para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.


(7)

iv

7. Terkhusus buat kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan moril, materil, semangat dan do’a buat penulis

8. Buat kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa satu angkatan 2006 khususnya kelas A yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna warni kehidupan penulis.

10.Sahabat-sahabat dekatku yang selalu ada dan memberi semangat kepada penulis, khususnya maryati,S.Pdi, Endy Triono, iffan, Uny, Yanti Fatimah, Rini, dan Iin mutmainah, terima kasih untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang jauh lebih besar dari Allah swt.

Jakarta, 20 Juni 2011 Penulis,

Dewi Asih


(8)

v

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... . iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... .... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... .. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Peranan Orang Tua ... 10

1. Pengertian Peranan ... 10

2. Pengertian Orang Tua ... 11

3. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak ... 13

4. Tanggung Jawab Orang Tua ... 14

B. Siswa ... 17

1. Pengertian Siswa ... 17

2. Karakterisitik Siswa pada Masa Remaja ... 18

3. Kebutuhan-kebutuhan Siswa Masa Remaja ... 20


(9)

vi

5. Hak-hak Anak atas Orang Tuanya ... 23

C. Ibadah Shalat ... 25

1. Pengertian Ibadah ... 25

2. Pengertian Shalat ... 26

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat ... 27

4. Syarat, Rukun, dan Hal-hal yang membatalkan Shalat ... 28

5. Kedudukan Shalat dalam Islam ... 29

6. Hikmah Ibadah Shalat ... 30

7. Fungsi Ibadah Shalat ... 32

D. Peran Orang Tua dalam Membina Ibadah Shalat Siswa ... 34

E. Metode yang Digunakan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa ... 35

F. Kesulitan-kesulitan Orang Tua dalam Membina Pelaksanaan Ibadah Shalat Siswa ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Metode Penelitian ... 43

C. Populasi dan sampel ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil Obyek Penelitian ... 48

B. Temuan Penelitian ... 52


(10)

vii

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ……….78


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-kisi Quisioner peran orang tua dalam membina

pelaksanaan shalat siswa ... 46

Tabel 2 : Kisi-kisi Wawancara ... 47

Tabel 3 : Data Siswa Tahun Ajaran 2010/2011 ... 50

Tabel 4 : Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir ... 51

Tabel 5 : Orang Tua memberikan saya pemahaman tentang shalat ... 53

Tabel 6 : Orang Tua mengajarkan bacaan dan gerakan shalat ... 54

Tabel 7 : Orang tua memberikan dorongan untuk mengajarkan shalat tepat waktu ... 54

Tabel 8 : Orang tua menyediakan perlengkapan shalat siswa ... 55

Tabel 9 : Orang tua melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin ... 56

Tabel 10 : Orang tua selalu mengajak siswa shalat berjamaah di masjid .. 56

Tabel 11 : Orang tua membiasakan siswa mengerjakan ibadah sejak kcil 57

Tabel 12 : Orang tua memerintahkan siswa agar segera shalat jika adzan berkumandang ... 58

Tabel 13 : Orang tua menjelaskan kepada siswa akan pentingnya menunaikan shalat 5 waktu ... 58

Tabel 14 : Orang tua memberikan nasihat kepada siswa apabila tidak mau mengerjakan shalat ... 59

Tabel 15 : Orang tua menceritakan kepada siswa kisah-kisah tentang keuntungan bagi orang yang melaksanakan shalat dan kerugian bagi yang meninggalkan... 60

Tabel 16 : Orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat siswa ... 60

Tabel 17 : Orang tua memberikan pujian kepada siswa jika rajin melaksanakan shalat ... 61

Tabel 18 : Karena sibuk orang tua kurang memperhatikan apakah siswa sudah shalat atau belum ... 62


(12)

ix

Tabel 21 : Orang tua memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan saya di masjid atau di rumah ... 64 Tabel 22 : kesibukan membuat orang tua lalai dalam mengawasi

pelaksanaan shalat siswa ... 65 Tabel 23 : Saya mengerjakan shalat 5 waktu setiap hari ... 65 Tabel 24 : Saya malas mengerjakan shalat 5 waktu ... 66 Tabel 25 : Saya langsung melaksanakan shalat ketika adzan

berkumandang ... 67 Tabel 26 : Saya langsung mematikan TV jika telah datang waktu shalat .. 67 Tabel 27 : Saya suka mengulur-ulur waktu shalat ... 68 Tabel 28 : Saya suka mencari-cari alasan untuk tidak melaksanakan shalat 69 Tabel 29 : Saya tetap mengerjakan shalat ketika bepergian jauh ... 69 Tabel 30 : Saya senang mengerjakan shalat 5 waktu ... 70 Tabel 31 : Saya terpaksa dalam mengerjakan shalat ... 71 Tabel 32 : Saya suka membantah orang tua jika diperintahkan untuk shalat 71 Tabel 33 : Saya suka mengeluh jika diperintahkan untuk shalat... 72 Tabel 34 : Saya merasa menyesal jika tidak mengerjakan shalat ... 72


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat pengajuan proposal skripsi

2. Surat bimbingan skripsi 3. Surat permohonan penelitian

4. Berita wawancara dengan guru bidang study Fiqh 5. Contoh angket penelitian

6. Hasil wawancara dengan guru bidang study PAI 7. Surat keterangan penelitian


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Bahkan Allah SWT memberikan kepercayaan yang besar kepada manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Tidak hanya itu, Allah SWT juga menundukkan laut, darat, dan udara untuk manusia. Hal ini artinya Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengelola alam ini demi kesejahteraan hidupnya. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa syukur atas semua yang diberikan Allah SWT, sudah semestinya manusia menanamkan dalam dirinya sikap ketaatan dan rasa syukur serta cinta terhadap Allah SWT.

Pada dasarnya, Allah SWT menciptakan manusia semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-qur’an surah adz-dzariyat,31:56, di mana Allah SWT berfirman :



 









”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.1

Berdasarkan ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Bentuk pengabdian

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV J-ART,2004), h. 524.


(15)

2

seorang hamba (manusia) kepada penciptanya (Allah SWT) adalah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Adapun salah satu bentuk pengabdian tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan ibadah shalat. Karena ibadah shalat merupakan salah satu bentuk ketaatan dan kecintaan manusia kepada Allah SWT, dan ibadah shalat juga merupakan sarana komunikasi manusia untuk mendekatkan dirinya kepada penciptanya, yakni Allah SWT.

Ibadah shalat adalah salah satu sendi agama. Melalui shalat seseorang dapat kita bedakan muslim atau bukan. Apabila dia tekun melakukannya, maka dia dapat dikategorikan sebagai muslim.

Shalat termasuk salah satu dari rukun Islam. Oleh karena itu shalat merupakan tuntunan yang disyariatkan Islam, yang diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan yang sudah baligh. Dilihat dari arti secara bahasa shalat adalah do’a, sedangkan secara syar’i shalat ialah suatu pekerjaan dan ucapan yang didahului dengan takbir dan diakhiri dengan salam.2

Nabi Muhammad SAW menjadikan shalat sebagai tiangnya agama. Di mana agama tidak akan berdiri tegak kecuali dengannya. Yang lebih penting lagi shalat merupakan amalan seorang hamba Allah yang pertama kali akan di hisab pada hari kiamat nanti, apabila shalatnya ditolak maka amalan-amalan yang lainpun akan ditolak dan akan menjadi manusia yang merugi. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi :

“Sesungguhnya amal (manusia) yang pertama kali dihisab pada hari kiamat

adalah shalat. Jika shalatnya baik maka ia beruntung; dan kalau jelek maka ia

gagal dan akan merugi.” (H.R. at-Tirmidzi).3

Melihat betapa pentingnya ibadah shalat bagi manusia, maka pembinaan ibadah shalat harus dibiasakan sejak kecil agar kelak terbiasa menjalankannya.

2

Syarif Hidayatullah Husain, Shalat dalam Mazhab Ahlul bait, (Jakarta: Lentera, 2007), h. 87.

3


(16)

Pembinaan ibadah shalat ini tidak bisa dilepaskan dari peran orang tua, yang mana dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberikan pendidikan keagamaan sedini mungkin ke anak. Kebiasaan inilah yang harus ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Karena pada kenyataannya anak lebih banyak tinggal di rumah bersama keluarganya dibandingkan dengan orang lain. Maka frekuensi anak untuk meniru kedua orang tuanya pun lebih besar. Oleh sebab itu orang tua harus bisa memberikan contoh teladan yang baik untuk anak-anaknya, khususnya dalam pelaksanaan ibadah shalat.

Pada umumnya, pendidikan yang pertama kali diperolah seorang anak berasal dari lingkungan keluarga. Dibandingkan dengan sekolah keluarga sangat berperan bagi perkembangan anak. Pendidikan dalam keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akhlak siswa. Karena itu orang tua harus bisa meluangkan waktu dan memanfaatkan waktu tersebut agar setiap waktu yang diberikan untuk anak mereka menjadi lebih bermakna. Orang tua harus memulai dari diri mereka sendiri untuk memberikan contoh langsung kepada anak, misalnya saja memberikan contoh dalam pelaksanaan ibadah shalat dengan mengajak anak shalat berjamaah. Jika orang tua rajin memberikan contoh dan bahkan sering mengajak anak untuk melaksanakan ibadah shalat maka secara otomatis anak akan terbiasa untuk melaksanakan ibadah shalat.

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal anak sebelum anak mengenal dunia luar. Oleh karena itu keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama atau biasa disebut Primary Community”.4 Karena dalam keluarga inilah anak akan mendapatkan pendidikan keagamaan serta bimbingan yang sangat penting untuk perkembangan kepribadiannya dalam mengarungi kehidupan masa mendatang.

Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam mendidik anaknya. Orang tua merupakan figur yang dijadikan contoh bagi anak-anaknya. Baik dan buruknya seorang anak kelak tergantung dari peranan orang tua dalam mendidiknya. Begitu pun juga, berkualitas dan tidaknya anak dalam melaksanakan shalat tergantung dari peranan orang tua dalam membina ibadah shalat anaknya tersebut. Oleh sebab itu, dalam

4


(17)

4

mendidik anak orang tua jangan hanya menyuruh anak untuk berbuat begini begitu atau jangan begini dan begitu. Akan tetapi orang tua harus bisa memberikan contoh terlebih dahulu agar terdapat suri tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Karena masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak.5

Dalam ajaran Islam anak yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang tuanya, sebagai wujud tanggung jawab mereka kepada Allah SWT. Oleh karena itu, sudah semestinya bagi orang tua memberikan pendidikan keagamaan yang cukup untuk anak-anaknya. Dengan pendidikan keagamaan yang diberikan kepada anak di lingkungan keluarga, diharapkan kelak seorang anak dapat melaksanakan perintah Allah SWT dengan baik, memiliki perilaku yang baik, dan dapat menghargai kedua orang tuanya.

Setiap orang tua sudah pasti menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang shaleh dan shalehah, dan taat terhadap ajaran agamanya. Tidak hanya sebatas itu karena setiap manusia juga mengharapkan keselamatan bagi dirinya dan keturunannya agar dapat selamat hidup di dunia dan akhirat.

Untuk bisa memperoleh keselamatan hidup di dunia dan akhirat itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab banyak sekali hal-hal yang merintanginya. Terlebih lagi di masa modern ini, di mana arus informasi dan komunikasi begitu mudah untuk diakses, pergaulan semakin bebas, dan hiburan-hiburan yang ada semakin menjauhkan anak dari menjalankan ajaran agamanya. Baik hiburan yang disajikan melalui layar televisi, internet, game maupun bioskop. Hampir bisa dipastikan semua itu membawa dampak yang negatif terhadap pendidikan anak. Bahkan yang lebih parah lagi semua itu dapat melalaikan anak dalam beribadah khusunya ibadah shalat. Hal ini seharusnya menjadi moment tersendiri bagi orang tua untuk lebih memperhatikan ibadah anak agar anak tidak melalaikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.

5

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj.Tarbiyatul Aulad Fil Islam


(18)

Pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syari’at Allah6

. Oleh karena itu dalam hal beribadah orang tua harus memberikan contoh terlebih dahulu untuk anak-anaknya. Kebiasaan beribadah seperti shalat yang sering dilakukan orang tua akan mendorong anak untuk menirunya. Akan tetapi dalam kenyataannya sering kita temukan anak-anak belum sadar akan kewajiban menjalankan ibadah shalat. Banyak sekali alasan-alasan yang dilontarkan seorang anak apabila diperintahkan oleh orang tuanya untuk menunaikan ibadah shalat. Mereka sering sekali menunda-nunda waktu shalat. Bahkan tidak jarang seorang anak meninggalkan shalat karena ingin menonton acara TV kesukaannya atau sibuk dengan permainan gamenya. Padahal sebagaimana kita ketahui shalat merupakan tiangnya agama. Ibarat sebuah bangunan rumah, shalat adalah tiang penyangganya yang akan menyelamatkan dari keruntuhan. Dengan menunaikan shalat berarti kita menegakkan agama. Dengan begitu shalat merupakan ibadah yang dasyat sekali. Karena di samping menegakkan agama, melaksanakan ibadah shalat juga dapat memberikan ketenangan batin, kehidupan yang sehat dan dapat mengontrol emosi bagi orang yang melaksanakannya. Terlebih lagi jika shalat tersebut kita laksanakan dengan khusyuk maka kita dapat terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 45 :

                              



Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.7

6

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani,2004), h. 260. 7

Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: CV Ruhama,1996), h.13.


(19)

6

Begitu besarnya peranan shalat dalam kehidupan manusia maka perlu adanya pemahaman dan pengamalan pelaksanaan shalat yang khusuk bagi setiap anak muslim agar dapat menciptakan suasana kehidupan yang damai dan sejahtera lahir dan batin serta bahagia dunia dan akhirat. Dalam hal ini keluargalah yang memiliki peranan penting karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Untuk itulah dibutuhkan peran ekstra dari orang tua untuk memberikan pendidikan tentang shalat bagi anaknya semaksimal mungkin. Orang tua harus bisa membagi waktunya antara karir dan keluarga khususnya dalam mendidik anak. Ini berarti sesibuk apapun rutinitas orang tua tetap tidak boleh melalaikan tugasnya dalam mendidik anak. Di sini peranan orang tua dituntut untuk bisa memberikan contoh real kepada anak seperti ibadah rutinitas sehari-hari yakni ibadah shalat.

Namun dalam kenyataannya masih banyak orang tua yang tidak mau ambil pusing dan tidak memberikan perhatian khusus terhadap pelaksanaan ibadah shalat anaknya. Orang tua bahkan tidak peduli dengan apa yang dilakukan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Banyak orang tua yang tidak memperhatikan apakah anaknya sudah shalat atau belum. Mereka membiarkan anak-anaknya tidak melaksanakan shalat, padahal mereka tahu perintah shalat adalah wajib. Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh yang buruk terhadap anak dalam menyikapi perintah ibadah shalat. Jika hal ini dibiarkan anak-anak akan merasa tidak berdosa jika meninggalkan shalat, karena memang tidak ada teguran yang berarti dari orang tuanya apabila anak meninggalkan shalat.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak. khususnya di dalam beribadah orang tua harus memberikan pengarahan, perhatian, tauladan, sarana serta bimbingan yang cukup dan memadai untuk anak. Oleh karena itu orang tua bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi ibadah anak.8

8

Abdul Hakam Abdullathif ash-Sa’idi, Menuju Keluarga Sakinah,Terj.Al-Usrah

al-Muslimah: Ususun wa Mabaadi’u oleh Abdul Hayyie al-Katani, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004), h. 200.


(20)

Begitu besar dan pentingnya peran orang tua dalam membina anak agar anak mau melaksanakan dan tekun menjalankan ibadah shalat, maka penulis di sini ingin meneliti hal tersebut lebih dalam lagi dengan memilih judul

“PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA PELAKSANAAN

IBADAH SHALAT SISWA KELAS VIII SMP ISLAM RUHAMA”

Adapun alasan penulis memilih judul tersebut adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa besar peran orang tua dalam membina

pelaksanaan ibadah shalat siswa

2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pelaksanaan ibadah shalat siswa sebagai wujud dalam menjalankan ajaran Islam.

B.Identifikasi Masalah

Setelah penulis jelaskan permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan tersebut sebagai berikut:

1. Adanya kesibukan orang tua yang kurang memperhatikan anak dalam mengontrol ibadah shalat anaknya

2. Seringkali tidak ada kerjasama yang baik antara orang tua dengan anak untuk melatih agar anak rajin melaksanakan shalat

3. Shalat bagi anak-anak usia sekolah masih merupakan suatu beban, bukan suatu kebutuhan hidup

4. Seringkali siswa menunda-nunda pelaksanaan ibadah shalat dengan berbagai macam alasan

5. Banyak siswa yang tidak konsisten melaksanakan shalat lima waktu 6. Kesadaran melaksanakan ibadah shalat masih kurang

7. Kebiasaan orang tua di rumah berpengaruh pada sikap anak dalam beribadah

8. Upaya yang dilakukan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat anak belum maksimal.


(21)

8

C.Pembatasan Masalah

Agar skripsi ini lebih terarah dan mencapai sasaran yang hendak dibahas sebagaimana dalam judul tersebut, maka penulis memberikan batasan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang anaknya sekolah di SMP Islam Ruhama

2. Yang dimaksud ibadah shalat dalam penelitian ini adalah ibadah shalat fardhu yang wajib dilakukan oleh siswa sehari semalam lima kali yaitu subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya’

3. Siswa yang dimaksud disini adalah siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama tahun 2010/2011 yang berada pada masa remaja. Adapun alasan penulis memilih siswa kelas VIII dikarenakan pada tahap ini penyesuaian siswa terhadap mata pelajaran dan pembinaan pendidikan agama sudah matang. Hal ini tentu berbeda dengan siswa kelas VII dan kelas IX, dimana kelas VII masih dalam tahap penyesuaian. Sedangkan untuk kelas IX, mereka lebih dikonsentrasikan untuk menghadapi UN. Dari alasan inilah penulis akhirnya membatasi masalah yang ada hanya pada tingkat kelas VIII saja.

D.Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?

2. Metode apa sajakah yang digunakan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?

3. Kesulitan-kesulitan apa sajakah yang dihadapi orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa?

4. Bagaimanakah pelaksanaan shalat lima waktu siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama

E.Tujuan Penelitian

Sebagai konsekuensi dari sebuah penelitian maka pasti memiliki suatu tujuan. Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah:


(22)

1. Untuk mengetahui sejauh mana peran orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa

2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan oleh orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa

3. Untuk mengetahui kesulitan yang dialami orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa

4. Untuk mengetahui pelaksanaan shalat lima waktu siswa kelas VIII SMP Islam Ruhama

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya : 1. Orang tua, dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang

tua sebagai acuan dalam mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang saleh dan solehah.

2. Guru, melalui penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berarti sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pendidikan shalat untuk peserta didik.

3. Peserta didik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi ke siswa agar lebih giat lagi dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu.


(23)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A.Peranan Orang Tua

1. Pengertian Peranan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan1. Peranan menurut Levinson sebagaimana yang dikutip oleh Soejono Soekanto, sebagai berikut: “Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dan peranan sebagi perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat”2.

Sedangkan menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu3. Misalnya dalam keluarga, dimana perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberikan anjuran, bimbingan, penilaian, sangsi dan lain-lain. Jika peran seorang ibu digabungkan dengan peran seorang ayah maka akan menjadi peran orang tua dan tentu saja hal ini akan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. X, h.751.

2

Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1988), h.221 3

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 224-225.


(24)

Peran sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya di masa sekarang ini, karena menurut pengertian di atas peran itu harus dilaksanakan oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, seperti peran guru dalam mengatasi kebodohan, perlunya peran orang tua dalam mendidik anak, dan perlunya peran Negara dalam menyejahterakan penduduknya. Dan jika suatu peran dilaksanakan dengan baik maka dapat mewujudkan kehidupan manusia yang aman dan damai.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran itu sangat penting dan dapat diwujudkan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya dalam suatu masyarakat. Hal tersebut dapat terlaksana jika terdiri dari beberapa manusia, tidak individualis.

2. Pengertian Orang Tua

Pada umumnya, yang berkembang dalam masyarakat orang tua adalah orang yang melahirkan kita yakni ibu dan bapak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah orang tua diartikan dengan: ayah dan ibu kandung, orang tua-tua, dan orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, para ahli dan sebagainya)4.

Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu orang tua juga harus selalu setia mendampingi dan membantu anak-anaknya untuk mengenal hal-hal apa saja yang ada di dunia ini serta menjawab dengan jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh buah hati mereka. Orang tua juga merupakan pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab kenalnya seorang anak dengan dunia luar. Maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari sangat dipengaruhi oleh peran orang tuanya. Jadi orang tua memiliki peranan yang sangat penting atas pendidikan anak-anaknya dan sudah jelas pengetahuan pertama yang diterima seorang anak adalah dari orang tuanya.

4


(25)

12

Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu dapat dilakukan secara alami. Situasi pendidikan dapat terwujud karena adanya pergaulan dan hubungan timbal balik antara orang tua dan anak. Hubungan orang tua dan siswa sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama dasar-dasar kelakuan seperti reaksi, sikap, tingkah laku, dan agamanya.

Ajaran Islampun menganjurkan kepada setiap orang tua dan para pendidik agar mendidik anak dengan penuh kasih sayang, lemah lembut dan pergaulan yang baik. Dan memberi peringatan keras agar tidak teledor dan menyia-nyiakan amanah serta menipu dalam masalah tanggung jawab dalam pendidikan anak.5

Kini jelaslah bahwa orang tua sebagai keluarga bagi seorang siswa merupakan ajang pertama dimana sifat kepribadian siswa akan tumbuh dan terbentuk. Seorang siswa akan menjadi manusia yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga dimana siswa tersebut dibesarkan. Kelak kehidupan siswa tersebut juga akan mempengaruhi masyarakat sekitarnya sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting untuk kehidupan siswa sebelum masuk sekolah dan terjun ke masyarakat.

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua adalah ibu dan bapak yaitu orang yang melahirkan (bagi Ibu), merawat, mendidik, dan bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam semua aspek kehidupan yang dapat membentuk anak menjadi pribadi-pribadi yang mampu mensosialisasikan semua hal dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara.

3. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

5

Al-maghribi bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa, (Jakarta: Darul Haq,2004), h.136


(26)

Menurut Ramayulis dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga”, mengemukakan bahwa kewajiban-kewajiban terpenting orang tua terhadap anak-anaknya adalah sebagai berikut6:

a. Memilih nama yang baik bagi anaknya, sebab nama yang baik merupakan sebuah do‟a yang diharapkan mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkah laku, kepribadian, cita-cita dan masa depannya. b. Memperbaiki adab dan pengajaran anak-anaknya serta membina aqidah

yang benar dan menanamkan agama yang kuat.

c. Memuliakan anak-anaknya, berbuat adil dan kebaikan diantara mereka. d. Bekerja sama dengan lembaga-lembaga dalam masyarakat yang

berusaha menyadarkan dan memelihara kesehatan, akhlak dan social mereka.

e. Membina akhlak anak-anak7, karena membina tingkah laku dan etika anak merupakan suatu kewajiban agama yang lazim bagi setiap pendidik sesuai perintah Allah dalam al-qur‟an.

f. Memenuhi kebutuhan sehari-hari anaknya

g. Menjaga pergaulan anaknya agar tidak terpengaruh oleh lingkungan social yang buruk.8

h. Mengajarkan pokok-pokok Agama, menjadi kewajiban orang tua mengajarkan pokok-pokok agama kepada anak-anaknya sejak kecil, mulai dari kalimat tauhid sampai masalah ibadah.

i. Melatih beribadah shalat9, sejak dini sebaiknya orang tua sudah harus melatih anak untuk melaksanakan shalat agar kelak anak terbiasa menjalankannya, sehingga anak akan terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela.

4. Tanggung Jawab Orang Tua

6

Ramayulis,et all, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h.60

7

Al-maghribi bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan

Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa……h.201 8

Mahjuddin, Membina Akhlak Anak,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995),h.63 9

Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Terj.TarbiyatulIslamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, Jakarta: (Pustaka Al-Kautsar, 2001),h.126


(27)

14

Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah orang tuanya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak masih berada ditengah-tengah orang tuanya. Maka dari itu, orang tua memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pendidikan anaknya.

Menurut Hasbullah, tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain adalah sebagai berikut:10

a. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik dari segi jasmaniah maupun rohaniahnya.

b. Membahagiakan anak di dunia maupun diakhirat dengan memberinya pendidikan agama yang cukup.

Sedangkan menurut M.Thalib, ada empat puluh tanggung jawab orang tua terhadap anak, diantaranya:11

a. Memilihkan calon ibu dan ayah yang baik

Islam menganjurkan kepada setiap laki-laki muslim agar jauh sebelum menanamkan benihnya pada sang istri memikirkan kemampuan calon istrinya dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Karena ibu yang akhlaknya tidak baik kemungkinan besar akan memberi pengaruh buruk terhadap perkembangan akhlak anak yang berada dibawah asuhannya kelak.

Begitu juga perempuan, sebelum menikah harus memikirkan apakah calon suaminya dapat membimbing dirinya dan anaknya kelak dengan baik. Jadi sudah jelas bahwa tanggung jawab orang tua tidak hanya berawal dari anak dalam kandungan akan tetapi mulai dari memilih calon ibu yang baik.

b. Mencarikan calon ibu yang hubungannya tidak satu kakek

10

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.88

11

Muhammad Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1993), Cet.6, h.15


(28)

Sebelum menikah seorang calon suami harus memilih calon istri yang memiliki hubungan darah yang jauh dengan dirinya. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan darah yang jauh adalah tidak ada ikatan keluarga sama sekali.

Rasulullah saw berpesan agar jangan menikahi seorang wanita yang masih ada hubungan kerabat yang sangat dekat, karena hal itu biasanya dapat menimbulkan sifat-sifat keturunan yang buruk terhadap anak-anak.12

c. Mengutamakan perawan

Rasulullah saw memberikan dorongan agar menikah dengan perawan, karena perawan mempunyai kelebihan dalam hal membentuk suasana senda gurau. Dengan adanya istri yang mempunyai semangat dan gairah tinggi dalam bersenda gurau dengan suami diharapkan dapat membangkitkan rangsangan kepada suaminya sehingga cepat mendapatkan keturunan yaitu seorang anak.

d. Mohon perlindungan kepada Allah ketika berjima‟

Rasulullah saw menjanjikan bahwa bila suami istri dalam berhubungan badan mendahuluinya dengan do‟a memohon perlindungan kepada Allah agar kelak anaknya dijauhkan dari godaan syetan, maka Allah pasti akan menjaganya. Do‟a semacam ini sudah merupakan langkah awal yang membawanya pada usaha menyiapkan anak kearah hidup shalih dan shalihah.

e. Sikap ayah dalam menyambut kelahiran bayi perempuan

Cinta kepada anak merupakan suatu fitrah yang sudah melekat pada diri setiap manusia dan tidak pernah berubah. Jika sang ayah mengutamakan fitrahnya, maka ia tidak akan bersikap malu karena menghadapi pandangan masyarakat yang bertentangan dengan fitrahnya.

f. Bergembira menyambut kelahiran anak

12

Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim,

Terj.Tarbiyatul Islamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 108.


(29)

16

Anak adalah kebahagiaan, buah hati dan nikmat yang agung. Buah hati adalah puncak harapan, angan-angan, cinta kasih, ketergantungan hidup, kebajikan,keindahan dan kegembiraan. Oleh karena itu orang tua harus menyambut kelahiran anak dengan penuh kegembiraan.

g. Memberi nama yang baik kepada anak

Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan13. Diantara keindahan ialah member nama yang baik bagi anak dan tidak memberinya nama yang mengandung makna buruk. Oleh karena itu, Orang tua dalam memberi nama kepada anaknya hendaknya mencerminkan adanya pujian atau do‟a, harapan atau gambaran semangat dan dambaan indah dirinya kepada anak-anaknya, karena nama memiliki fungsi yang ideal.

h. Meng‟aqiqahi anak

Lahirnya seorang anak ditengah-tengah keluarga merupakan suatu kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh suami istri. Oleh karena itu, sebagai muslim kita wajib mensyukurinya dengan cara melakukan penyembelihan hewan yang disebut aqiqah.

Hukum aqiqah adalah sunah muakad14, artinya sunah yang sangat dianjurkan bagi orang tua yang melahirkan anaknya. Untuk anak laki-laki menyembelih dua ekor kambing atau domba dan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing atau domba.

i. Menyusui

Makanan yang paling cocok bagi bayi yang baru lahir adalah air susu ibu kandungnya. Oleh karena itu, para ibu hendaknya menyusui anak-anak mereka sepenuhnya yaitu selama kurang lebih dua tahun. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 223, yaitu:

13

Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Terj.

Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi Lc., ( Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), h. 5.

14

H.Multahim,dkk, Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Printing, 2007), h.50.


(30)

                 

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.

j. Mengkhitankan

Mengkhitankan adalah membersihkan alat kemaluan dari kulit yang menutup kepalanya. Khitan merupakan suatu tuntunan Rasulullah Saw yang harus dilakukan baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Berkhitan merupakan perlambang kesucian, kebersihan, hiasan, keindahan bentuk, dan keseimbangan syahwat15.

k. Mendidik akhlaknya

Menanamkan akhlak yang baik kepada anak merupakan suatu keharusan agar kelak anak mengetahui bagaimana harus bersikap baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat.

l. Melatih anak-anak mengajarkan shalat

Mengajarkan shalat kepada anak sebaiknya dilakukan sejak dini. Orang tua harus melatih anak-anaknya mengerjakan shalat agar kelak anak menyadari bahwa shalat bukan merupakan suatu beban tetapi suatu kebutuhan.

Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua sebagai wujud tanggung jawab orang tua terhadap anak mereka, terutama dalam konteks pendidikan. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus-menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua.

B.Siswa

1. Pengertian Siswa

Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, pengertian siswa adalah orang yang pekerjaannya belajar16. Siswa atau anak didik adalah seseorang yang belum dewasa atau belum

15Jamaal ‘Abdur Rahman,

Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW …, h. 75. 16


(31)

18

memperoleh kedewasaan; ia masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu17. Siswa adalah salah satu komponen pendidikan yang mendapati posisi penting dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pertama kali yang hendaknya diperhatikan bagi guru adalah siswa. Bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen lainnya.

Siswa sebagai kelompok yang belum dewasa, baik secara jasmani maupun rohani memerlukan bimbingan dan latihan serta usaha dan bantuan orang lain yang sudah dewasa, agar siswa dapat mencapai kedewasaannya.

Dalam hal ini siswa bukan berarti makhluk yang lemah. Akan tetapi secara kodrati mereka memiliki potensi hanya saja belum dapat mencapai tingkat yang optimal dalam mengembangkan potensinya.

2. Ciri-ciri atau Karakteristik Siswa pada Masa Remaja

Masa remaja merupakan salah satu perkembangan manusia. Masa remaja sering dilukiskan orang sebagai suatu masa yang penuh gejolak, problematis, transisi, unik, gelisah, dan tidak stabil.

Ada beberapa ciri-ciri yang ada pada masa remaja, diantaranya: a. Pertumbuhan fisik cepat

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pertumbuhan fisik cepat terjadi pada masa antara umur 13-16 tahun18. Masa ini remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak. Dan dalam usia ini remaja mengalami berbagai kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat mencolok dan tidak berjalan seimbang.

b. Perkembangan seksual

Perkembangan seksual sering kali menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, stres dan sebagainya. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki ditandai dengan mulai diproduksinya sel sperma, ia mengalami masa

17

Alisuf Sobri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h.10. 18

Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, (Bandung: CV Ruhama, 1995), h. 13.


(32)

mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama.19

c. Cara berpikir kausalitas

Cara berpikir kausalitas ini berhubungan dengan hubungan sebab akibat. Misalnya remaja duduk di depan pintu, kemudian orang tua

melarangnya sambil berkata “pantang”. Remaja yang dilarang tersebut akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk di depan pintu.

Dalam hal ini remaja sudah mulai berpikir kritis, sehingga ia akan mulai melawan bila orang tua, guru, lingkungan masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila orang tua dan guru tidak memahami cara berpikir remaja maka dapat menimbulkan kenakalan remaja seperti perkelahian antar pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar.

d. Emosi yang meluap-luap

Keadaan emosi remaja biasanya masih dalam keadaan labil karena erat hubungannya dengan hormon. Biasanya emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Sebenarnya yang terjadi adalah kegoncangan emosi. Kegoncangan itu disebabkan oleh tidak mampu dan mengertinya akan perubahan cepat yang sedang dilaluinya, disamping kekurangpengertian orang tua dan masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialami oleh remaja20. Bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat menambah goncangnya emosi yang sedang tidak stabil itu.

e. Mulai tertarik pada lawan jenis

Dalam kehidupan social remaja, mereka mulai tertarik dengan lawan jenisnya dan mulai berani untuk berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti kemudian melarangnya secara keras maka besar kemungkinan dapat menimbulkan masalah sehingga remaja mulai tertutup terhadap orang tuanya.

19

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 65. 20

Zakiah Dardjat, Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 111.


(33)

20

f. Menarik perhatian lingkungan

Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya. Mereka berusaha mendapatkan status dan peranan. Bila tidak diberi peranan, maka ia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian masyarakat. Remaja akan berusaha mencari peranan diluar rumah jika orang tua tidak memberi peranan kepadanya karena menganggapnya sebagai anak kecil.

g. Terikat dengan kelompok

Dalam kehidupan sosial remaja sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan sedangkan kelompoknya dinomorsatukan.

Kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja kita bisa mengarahkannya. Sebab dalam kelompok itu remaja dapat memenuhi kebutuhannya, misalnya kebutuhan dimengerti, dianggap, diperhatikan, mencari pengalaman baru, berprestasi, diterima statusnya, harga diri, rasa aman yang belum tentu didapat di rumah maupun di sekolah.21

3. Kebutuhan-Kebutuhan Siswa di Masa Remaja

Kebutuhan primer atau kebutuhan fisik remaja pada umumnya tidak banyak bedanya dari kebutuhan anak-anak pada umunya. Adapun kebutuhan sekunder atau kebutuhan kejiwaan remaja agak berbeda dari kebutuhan kejiwaan kanak-kanak. Kebutuhan yang diinginkan remaja antara lain:

a. Kebutuhan akan pengendalian diri

Remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum mempunyai pengalaman yang memadai untuk itu22. Melihat begitu cepat pertumbuhan fisik dan seksualnya, remaja bisa mengalami kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya, apalagi dalam pergaulan dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu orang dewasa yang terdekat dengan mereka, khusunya orang tua harus bisa memberikan bimbingan

21

Zulkifli, Psikologi Perkembangan..., h.66

22


(34)

agar remaja mampu mengendalikan diri supaya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.

b. Kebutuhan akan kebebasan

Tidak diragukan lagi, kematangan fisik mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam mengambil keputusan untuk dirinya. Akan tetapi, terkadang orang tua kurang memahaminya. Banyak orang tua memperhatikan dan membatasi sikap, perilaku, dan tindakan-tindakan remaja. Hal ini membuat remaja merasa tidak dipercayai oleh orang tuanya sehingga remaja mulai berontak.

c. Kebutuhan akan rasa kekeluargaan

Rasa kekeluargaan sangat dibutuhkan remaja agar ia dapat merasa aman. Jika hal ini terpenuhi remaja akan merasa bahwa ada dukungan dan perhatian dari keluarga. Sehingga hal ini dapat menjadi motivasi yang baik baginya untuk lebih sukses dan berhasil. Kebutuhan akan rasa kekeluargaan ini tidak terbatas pada keluarga saja, tetapi juga pada kelompok sepermainan, kelompok organisasi dan sebagainya.

d. Kebutuhan akan penerimaan sosial

Remaja membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang dalam lingkungannya, di rumah, di sekolah atau di masyarakat di mana ia tinggal. Merasa diterima oleh orang tua dan keluarga merupakan factor penting untuk mencapai rasa diterima di masyarakat23. Rasa penerimaan ini merupakan motivasi yang baik baginya untuk lebih sukses dan berhasil.

e. Kebutuhan akan penyesuaian diri

Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang. Akan tetapi lebih dibutuhkan pada usia remaja karena pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya.

f. Kebutuhan akan agama dan nilai-nilai24

Remaja membutuhkan pemahaman akan ajaran agama, nilai-nilai akhlak, serta nilai-nilai sosial, untuk membantunya dalam melawan

23

Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan…, h. 19. 24


(35)

22

pengaruh dan dorongan buruk. Hal ini sudah tentu menjadi tugas terpenting dari orang tuanya.

4. Keberagamaan pada Masa Remaja

Berbagai ragam cara dilakukan oleh remaja untuk mengekspresikan jiwa keberagamaannya. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman beragama yang dialaminya. Menurut Sururin dalam buku ilmu jiwa agama, ekspresi dan pengalaman beragama dapat dilihat dari sikap-sikap keberagamannya.

Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu25 : a. Percaya ikiut-ikutan

Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian, ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (13-15 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.

b. Percaya dengan kesadaran

Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat beragama ini muncul pada usia 17 tahun atau 18 tahun.

c. Percaya tetapi agak ragu-ragu

Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua. Pertama, keraguan karena disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Kedua, perubahan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Tidak percaya, cenderung atheis

Ketidakpercayaan remaja, khususnya terhadap Tuhan dan keingkaran terhadap ajaran agama bukanlah murni dari pembawaan

25


(36)

seseorang, sebab dorongan spiritual dalam diri seseorang adalah bersifat fitri.

Bagi remaja yang tidak beruntung untuk mempunyai orang tua yang bijaksana dan mampu memberikan bimbingan beragama kepadanya sejak kecil, maka usia remaja akan dilaluinya dengan lebih berat lagi.

Lain halnya dengan remaja yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang aman, tentram, dan tekun beribadah serta lingkungan sosial tempat ia dibesarkan cukup menampakkan keyakinan kepada Tuhan, maka remaja akan agak tenang dan dapat pula menerima keyakinan beragama dengan tenang26.

5. Hak-hak Anak atas Orang Tuanya

Sejak lahir anak-anak senantiasa membutuhkan perawatan dan perhatian orang tua serta kasih sayang mereka. Orang tualah yang menyediakan kebutuhan kehidupan mereka semasa kecil, dan mengajarkan hal itu pada mereka dan perihal tempat kembali mereka ketika besar.

Hal ini membuktikn bahwa seorang anak memiliki hak-hak yang harus ditunaikan orang tuanya. Hak-hak itu diantaranya:

1. Mendidik kesehatannya dengan baik27

Orang tua harus memberikan pendidikan yang cukup mengenai kesehatan anak sejak lahir, baik berupa pemilihan menu makanan, pengobatan, dan juga dengan menempa badan mereka dengan olahraga yang bermanfaat dan perilaku yang lurus.

2. Menyusui

Menyusui anak bayi merupakan kewajiban syar’i atas kedua orang

tuanya. Dalam hal ini Allah swt berfirman :

                                          

26

Zakiah Dardjat, Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia…, h.112.

27


(37)

24

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,…” (Al-Baqarah:233)28

3. Mencukur rambutnya pada minggu pertama kelahirannya

Sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran anak maka disunahkan mencukur rambut bayi, baik laki-laki maupun wanita, pada hari ketujuh kelahirannya dan bersedekah sebesar berat rambutnya dalam timbangan perak kepada fakir kaum fakir miskin.

4. Menyunat anak lelaki dan mengkhifadh anak wanita

Khitan dan khifadh menyimpan faedah-faedah kesehatan dan medis disamping urgensinya dari sisi agama. Keduanya termasuk diantara sunah fitrah, syiar Islam, dan pernyataan kehambaan kepada Allah. Disamping itu khitan juga membersihkan kemaluan, membuat bentuk fisik kemaluan indah, dan menghindarkan pelakunya dari berbagai penyakit.

5. Mendidiknya saat kecil

Seorang anak membutuhkan orang yag memperhatikan, mendidik, menjaga, dan mengurusi segala kebutuhan hidupnya karena dia tidak mampu melaksanakan hal itu sendirian. Hal ini telah dibebankan oleh

syari’at kepada orang tua karena keduanya merupakan orang terdekat

kepada si anak dalam kehidupan ini. 6. Memberikan nafkah hidup

Nafkah yang dimaksud adalah menyediakan apa yang dibutuhkan oleh sikecil seperti makanan, pakaian, minuman, dan tempat tinggal.

Dalam hal ini syari’at telah membebankan nafkah anak pada bapaknya selama dia belum kuasa bekerja dan mencari rezeki.

7. Mengajarkan etika makan dan minum

Syari’at juga telah memberikan petunjuk-petunjuk etika umum yang membuat makan dan minum menghasilkan faedah yang

28


(38)

diharapkan dan tidak membuat orang lain merasa jijik. Maka, menjadi keharusan bagi orang tua untuk mengajari anak-anaknya tentang etika makan dan minum yang baik.

8. Mengajarkan olahraga yang bermanfaat

Menjadi kewajiban orang tua untuk melatih anak mereka dengan olahraga yang bermanfaat; seperti berjalan, lari, renang, memanah, dan menunggang kuda.29

9. Meluruskan perilaku seksualnya

Dalam perkembangan seksual anak orang tua harus bisa meluruskan perilaku seksual mereka melalui pengawasan yang terus-menerus dan penyuluhan yang serius, sehingga mereka dapat melewati fase yang sulit ini.

10. Mendidik akhlaknya

Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya khususnya akhlak mereka agar tercipta perilaku-perilaku yang

baik sesuai dengan syari’at. Pembinaan akhlak adalah mendidik anak untuk mencintai hal-hal yang mulia dan tinggi, serta membenci hal-hal yang rendah. Membiasakan anak dengan akhlak yang mulia ini bertujuan agar ia tumbuh dewasa dengan menyandang bekal akhlak terpuji dan sifat-sifat yang baik. Sehingga dapat membantu mereka untuk dapat mengemban amanah tanggung jawab dan kehormatan membela agama.

11. Mendidik agamanya

Selain memberikan pendidikan yang bersifat umum, orang tua juga harus memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak. karena sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengajarkan pokok-pokok agama kepada anak-anak mereka sejak mereka masih kecil.

C.Ibadah Shalat

1. Pengertian Ibadah

29


(39)

26

Ibadah secara etimologi berasal dari akar kata “’abada-ya’budu

-„ibadatun” yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina.30

Sedangkan dalam istilah syara’ para fuqaha mendefinisikan ibadah adalah segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.31

Adapun menurut Prof.Muhsin Qiraati dalam bukunya yang berjudul Terbang Bersama Malaikat menjelaskan bahwa ibadah adalah penghambaan dan penyembahan, mematuhi perintah Allah, mendahulukan keinginan Allah daripada keinginan diri, dan menjalankan hukum-hukum syari’at.

Ibadah merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan melaksanakan ibadah dapat membuat kita lebih mengenal pencipta-Nya. Bahkan dalam sebuah agama ibadah merupakan hal yang paling pokok. Oleh karena itu pendidikan mengenai ibadah harus ditanamkan sejak kecil.

Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah itu mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah Swt, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang dilaksanakan secara terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah Swt dan mengharapkan pahala-Nya.

2. Pengertian Shalat

Secara bahasa shalat berarti do’a. Sedangkan secara istilah shalat

adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai syarat-syarat tertentu32.

Shalat merupakan ibadah paling besar dan pesan terpenting dari seluruh nabi. Luqman misalnya, memberikan perintah kepada anaknya untuk mendirikan shalat (Q.S luqman:7) begitu juga nabi Isa ketika masih hidup dalam buaian, mengatakan:

              30

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h.252 31

Tengku Muhammad Hasbi Al-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1987),Cet.1, h.5.

32


(40)

“ Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”,(Maryam:31)33.

Melihat begitu besar pentingnya shalat, maka menjadi tanggung jawab orang tua untuk bisa mengajarkan pendidikan shalat kepada anak-anaknya. Karena selain pesan dari seluruh nabi shalat adalah sarana untuk mensyukuri dan memuji nikmat-nikmat Allah Swt, tiang dan fondasi agama, kunci surga, penghapus dosa, serta penyuci hati dan jiwa.

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat

Dasar hukum yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik dalam

Al-qur’an maupun dalam Al-hadits, diantaranya adalah:

           

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku” (al-baqarah:43)34.

 …             ….

“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. (Q.s. Al-Ankabut:45)

Perintah shalat ini hendaklah ditanamkan ke dalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil, sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw.sebagai berikut:

“Dari „Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada

33

Muhsin Qiraati,Terbang Bersama Malaikat, (Bogor: Cahaya, 2003), h.38 34Moh.Rifa’i,

Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008), h.32


(41)

28

usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur

mereka.”(HR.Abu Dawud)35

Hal ini menunjukkan bahwa shalat adalah kewajiban utama bagi setiap orang Islam yang telah baligh. Shalat terbagi menjadi dua yaitu shalat wajib lima waktu dan shalat sunah. Adapun yang dimaksud disini adalah shalat lima waktu dalam sehari semalam yaitu subuh, zuhur, ashar, magrib dan

isya’. Hukum shalat lima waktu tersebut adalah fardhu ain. Hal ini berarti

selama kita masih menghembuskan nafas, selama itu pula kewajiban shalat melekat di pundak kita dan tidak dapat diwakilkan. Dalam keadaan bagaimanapun, kapanpun dan dimanapun shalat liwa waktu harus tetap dikerjakan.

4. Syarat, Rukun, dan Hal-hal yang membatalkan Shalat

Syarat-syarat wajib shalat meliputi tiga hal, yaitu Islam, baligh dan berakal. Adapun syarat-syarat sebelum mengerjakan shalat ada lima, yaitu sucinya anggota badan dari hadats dan najis, tertutupnya aurat dengan baju yang bersih, berdiri di tempat yang bersih, mengetahui masuknya waktu shalat, dan menghadap kiblat.

Rukun-rukun shalat ada delapan belas: yaitu niat, berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram, membaca al-fatihah, ruku’, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, tasyahud akhir, membaca shalawat atas Nabi, salam yang pertama dan tertib.36

Shalat akan batal jika salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Selain itu, shalat juga bisa batal dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

a. Berhadats

b. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan c. Berkata-kata dengan sengaja

d. Terbuka auratnya

e. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat f. Makan atau minum meskipun sedikit

35 Moh.Rifa’i,

Risalah Tuntutan Shalat Lengkap ... ,h.33

36

Syaikh Abbas Karahah, Shalat Menurut Empat Madzab, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 182


(42)

g. Bergerak berturut-turut sebanyak tiga kali, kecuali bergeser shaf karena mengikuti imam

h. Membelakangi atau berubah kiblat

i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk dan sujud j. Tertawa terbahak-bahak

k. Mendahului imam dua rukun

l. Murtad atau keluar dari agama Islam37 5. Kedudukan Shalat dalam Islam

Setelah seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat (menyatakan diri Islam) yang harus ia lakukan selanjutnya adalah melaksanakan perintah shalat. Karena yang membedakan seseorang muslim atau tidaknya adalah pelaksanaan shalatnya. Jadi shalat adalah salah satu indikasi bahwa seseorang itu muslim atau tidak. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim (yang menginginkan kesempurnaan) akan sangat bermanfaat bila mengetahui kedudukan shalat yang tinggi tersebut dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya.

Shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Perintah shalat diterima langsung dari Allah saat peristiwa Isra’ mi’raj.

Oleh sebab itu dalam syari’at Islam kedudukan shalat penting sekali, yaitu

sebagai tiangnya agama Islam38. Agama tidak akan berdiri dengan tegak dan kokoh kecuali dengan shalat. Barang siapa yang mendirikan shalat sungguh dia telah menegakkan agama Allah, dan barang siapa meninggalkan shalat sungguh telah meruntuhkan agama Allah.

Karena kedudukan shalat sebagai tiang agama, maka shalat adalah penentu bagi diterima atau tidaknya amalan-amalan manusia yang lain diakhirat nanti. Apabila shalat telah diterima maka amalan-amalan yang lain akan diterima pula, tetapi apabila shalat ditolak, maka amalan-amalan yang lain pun akan ditolak.

Oleh karena itu apabila amalan kita ingin diterima, maka kita harus berusaha dengan daya kemampuan kita untuk membuat shalat kita diterima oleh Allah SWT., yang demikian itu akan menyebabkan kita memperoleh kemenangan di akhirat nanti.

37

Labib Mz, Tuntunan Shalat Lengkap Dzikir-Wirid (Jakarta: Sandro Jaya, 2005), h. 42 38


(43)

30

6. Hikmah Ibadah Shalat

Allah swt mewajibkan ibadah shalat kepada hambanya tentu ada hikmah dibalik itu semua, dan hikmah itu tentunya diperuntukkan bagi orang-orang yang mengerjakannya dengan khusyuk dan ikhlas. Banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam shalat, baik yang dihasilkan melalui bacaan maupun gerakan anggota badan. Adapun hikmah dari shalat itu sendiri banyak dijelaskan Allah dalam Al-qur’an diantaranya adalah:

a. Mendekatkan diri kepada Allah

Shalat yang dilakukan dengan benar dan khusyuk akan menimbulkan kedekatan diri terhadap Allah Swt. Shalat yang dimaksud disini tidak cukup hanya dengan gerakan dan ucapan saja, akan tetapi batin kita ikut shalat. Lebih spesifiknya shalat yang bisa membawa kedekatan seorang hamba kepada Allah ialah shalat secara formal atau maknawi. Hal ini akan memberi dampak positif pada hamba dan akan membentuk kedekatan diri kepada Allah.

b. Shalat akan mensucikan jiwa dari dosa, sebagaimana firman Allah dalam surat Huud ayat 114:

                   

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”39

c. Mencegah dari melakukan perbuatan keji dan mungkar40, seperti termuat dalam surat Al-Ankabut ayat 45 berikut ini:

 ….             …

“…Dan dirikanlah shalat, Sesungguhnya shalat itu mencegah dari

(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…”41

39

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya…,h.235

40


(44)

d. Shalat dapat dijadikan sarana untuk meneguhkan hati dan untuk memohon pertolongan dari Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqqarah ayat 45 :

            

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',”42

e. Memperoleh ketenangan jiwa43, sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Raad ayat 28 :

                 

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”44

f. Melatih konsentrasi

Shalat yang dilakukan dengan cara yang benar dan khusyuk akan melatih daya konsentrasi pikiran, perasaan, kemauan dan hatinya dipusatkan untuk menghayati gerakan dan bacaan dalam shalat.

Hal yang demikian akan membiasakan orang terlatih konsentrasi dan memusatkan pikiran, perhatian, dan perasaan serta kemampuannya dalam segala persoalan.

g. Memupuk rasa solidaritas, persatuan dan kesatuan

Ibadah shalat dapat memupuk rasa solidaritas dan persatuan dan kesatuan, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan ibadah shalat tidak dibedakan antara orang yang berpangkat maupun rakyat jelata, antara yang kaya maupun yang miskin, antara orang yang berpendidikan maupun orang yang tidak berpendidikan. Semua dihukumi wajib shalat baik saat sehat maupun sakit.

41

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya…,h. 402. 42

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya…,h.8. 43

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 23. 44


(45)

32

7. Fungsi Ibadah Shalat

Fungsi ibadah shalat khususnya shalat fardhu (wajib) dalam kehidupan antara lain:

a. Membiasakan hidup bersih, sehat, disiplin, dan menghargai waktu45 Shalat tidak hanya merupakan ibadah ritual yang berhubungan dengan rohani saja, akan tetapi juga jasmani. Orang yang akan melaksanakan shalat harus bersih, dan suci badan maupun pakaian. Hal ini sesuai dengan prinsip hidup sehat. Mandi dan wudhu yang dilakukan sebelum shalat akan melahirkan manusia yang sadar akan kesehatan dan kebersihan.

Gerakan shalat sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gerakan berdiri, rukuk, dan duduk tawaruk sangat baik untuk peradaran darah serta kesegaran otak. Siapa pun tidak akan dapat mengingkari bahwa gerakan shalat sangat baik untuk menjaga kesehatan.

Shalat yang dikerjakan tepat waktu juga dapat membangun watak manusia untuk selalu disiplin, terutama dalam menggunakan waktu yang sangat berharga. Hal ini dapat membangun sikap hidup menghargai waktu, tepat waktu, dan konsisten terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku.

b. Memupuk iman dan taqwa

Orang yang senantiasa mengerjakan shalat secara tepat waktu, khusyuk dan rutin, di dalam dirinya akan tertanam iman yang sangat kuat sehingga akan senantiasa menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya.

c. Sarana untuk mensyukuri nikmat46

Manusia adalah hamba Allah yang berenang di lautan karuni-karunia-Nya. Bukan hanya sebuah kenikmatan yang telah dicurahkan Allah kepada manusia, akan tetapi ratusan bahkan tak terhingga jumlahnya. Kita sebagai manusia wajib bersyukur atas curahan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita. Tidaklah cukup bila kita

45

Moh.Fauzi A.G., Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), h. 60.

46


(46)

hanya menghitung kenikmatan dan anugrah Allah Swt tersebut. Oleh karena itu, kita harus benar-benar bersyukur kepada-Nya. Dan, shalat merupakan salah satu bentuk dan cara untuk bersyukur dan berterimakasih atas segala kenikmatan yang telah Allah curahkan kepada kita semua.

d. Melatih kesabaran

Melalui shalat seseorang dapat menahan dan menenangkan dirinya dengan bersandar kepada sang pencipta. Dia senantiasa berusaha mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan masalah dengan kesabaran. Di samping itu, melalui shalat ia semakin yakin akan pendiriannya tentang kekuasaan Allah. Allah yang telah mengatur kehidupan ini dengan sangat baik. Dengan demikian, ia meyakini keberhasilan dan kegagalan sudah diatur-Nya. Adanya hikmah kesabaran dalam shalat didasari firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 153 berikut ini:

                 

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.47

e. Memupuk rasa persaudaraan

Shalat dapat mengikat tali silaturahmi sesama muslim. Hal ini dikarenakan orang yang mendirikan shalat harus menghadap ke satu

arah yang sama, yaitu kiblat (ka’bah). Selain itu di dalam shalat tidak

ada perbedaan bahasa, suku bangsa, gerakan, dan kaifiat (cara), serta semuanya menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Arab. Gerakan yang dimulai dari takbir, rukuk, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, tasyahud akhir, serta salam, semuanya membawa satu sikap kepasrahan hanya kepada Allah. Kenyataan ini mengajarkan sikap persamaan dan akhirnya melahirkan rasa persaudaraan yang kuat.

47


(1)

75 BAB V PENUTUP

A . KESIMPULAN

Dari hasil data penelitian yang sudah dihimpun, ditabulasikan dan diinterpretasikan, maka penulis memperoleh gambaran sebagai berikut:

1. Peran yang dilakukan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa secara keseluruhan bisa dinyatakan sudah cukup baik. Hal ini berdasarkan hasil data yang menunjukkan bahwa peran orang tua dalam mengajarkan tentang shalat dan memberi motivasi kepada siswa sering dilakukan. Bentuk peran yang dimaksud adalah orang tua sering mengajarkan pemahaman tentang shalat dalam prosentase sebanyak 65,3%, ditambah dengan 33,3% sering mengajarkan bacaan-bacaan dan contoh gerakan shalat, 72.9% sering memberikan dorongan kepada siswa untuk mengerjakan shalat tepat waktu, dan 33.3% sering menyiapkan perlengkapan shalat untuk siswa.

2. Metode yang digunakan orang tua dalam membina pelaksanaan ibadah shalat siswa yaitu metode keteladanan cukup baik untuk dijadikan teladan bagi siswa, ini dibuktikan dari jawaban responden, yaitu mengenai orang tua sering melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin di rumah, responden rata-rata menjawabnya 64.6% sering. Selanjutnya orang tua kadang-kadang selalu mengajak siswa shalat berjamaah di masjid atau di rumah, ini bisa dilihat 43.7% responden menjawab semuanya. Adapun metode pembiasaan, orang tua sering membiasakan siswa untuk mengerjakan ibadah shalat wajib sejak kecil, responden menjawab 77.1% sering, dan


(2)

orang tua sering memerintahkan siswa untuk segera melaksanakan shalat jika adzan sudah berkumandang, responden menjawabnya 60.4% sering. Selanjutnya metode Nasihat, orang tua memberikan nasihat kepada siswa jika tidak mau mengerjakan shalat, prosentase jawaban responden 56.3% sering, ditambah 54.1% responden menjawab orang tua sering memberikan nasihat pentingnya melaksanakan shalat wajib. Sedangkan metode pengawasan atau perhatian dari orang tua, orang tua memantau pelaksanaan ibadah shalat siswa disela-sela kesibukan mereka, dari sini responden menjawab 35.4% kadang-kadang, kemudian orang tua akan memberikan perhatiannya dalam bentuk pujian jika siswa rajin melaksanakan shalat, dari pertanyaan ini siswa menjawab 29.2% kadang-kadang, dan orang tua lalai dalam memperhatikan apakah siswa sudah melaksanakan ibadah shalat wajib atau belum, jawaban responden 37.5% kadang-kadang dan menyusul di bawahnya 33.3% tidak pernah lalai. Dan metode yang terakhir yaitu Hukuman , orang tua hanya akan menggunakan metode ini jika metode yang lain kurang berhasil, ini dapat dilihat dari tabel 20 dimana 39.6% siswa menjawab orang tua tidak pernah memberikan hukumnan. Dari gambaran umum jawaban responden tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang diterapkan orang tua cukup berhasil.

3. Kesulitan yang sering dialami orang tua adalah berkenaan dengan waktu kebersamaan yang dimiliki orang tua untuk bisa memantau dan membina pelaksanaan ibadah shalat siswa. Sering kali orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga terkadang kurang memperhatikan perkembangan ibadah shalat siswa. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada tabel 21 dan 22 dimana terdapat 43.8% siswa menyatakan bahwa orang tua jarang memiliki waktu luang untuk shalat berjamaah dengan siswa.

4. Pelaksanaan ibadah shalat siswa rata-rata masih belum memiliki rasa kesadaran yang tinggi akan pentingnya melaksanakan ibadah shalat wajib secara tepat waktu. Meskipun pada akhirnya siswa tetap melaksanakan shalat akan tetapi pada kenyataannya siswa masih suka menunda-nunda waktu shalat. Seperti terlihat pada jawaban responden pada tabel 27


(3)

dimana terdapat 56.3% siswa menyatakan kadang-kadang suka mengulur-ulur waktu shalat. Hal ini karena masih terdapat siswa yang malas dalam melaksanakan ibadah shalat karena terlalu asyik bermain ataupun menonton TV. Oleh karena itu sudah semestinya sebagai orang tua harus lebih memperhatikan perkembangan rohani siswa dan memberikan pendidikan keagamaan yang cukup bagi siswa.

B. SARAN

Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan ibadah shalat siswa, yaitu:

1. Kepada pihak sekolah SMP Islam Ruhama agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap proses kegiatan shalat berjamaah siswa disekolah, dan sebaiknya mulai membuat kerja sama yang sistematis dengan orang tua untuk mengontrol pelaksanaan ibadah shalat siswa setelah siswa pulang dari sekolah.

2. Kepada guru Fiqh untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran khususnya tentang pemahaman shalat wajib agar peserta didik dapat memiliki rasa tanggung jawab dalam beribadah khususnya shalat wajib.

3. Untuk para siswa agar lebih rajin lagi dalam melaksanakan ibadah shalat wajib.

4. Khusunya bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan pelaksanaan ibadah shalat anaknya disela-sela kesibukannya dan selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullathif ash-Sha’idi, Abdul Hakam Menuju Keluarga Sakinah, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004

‘Abdur Rahman, Jamaal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Terj. Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi Lc., Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005

Ali Mahfuzh, Muhammad Jamaluddin , Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Terj.Tarbiyatul Islamiyatultifli wal marohiq oleh Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001

Al-maghribi, bin as-said al-maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa ,Jakarta: Darul Haq,2004

Al-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Kuliah Ibadah, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1987

An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani,2004

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006

Ash-Sa’idi, Abdul Hakam Abdullathif, Menuju Keluarga Sakinah,Terj.Al-Usrah al-Muslimah: Ususun wa Mabaadi’u oleh Abdul Hayyie al-Katani, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,2004

Daradjat, Zakiah, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, Jakarta: CV Ruhama,1996 ..., Remaja, Harapan dan Tantangan, Bandung: CV Ruhama, 1995

..., Membina NIlai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV J-ART,2004 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta:


(5)

Fauzi A.G., Moh., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Husain, Syarif Hidayatullah, Shalat dalam Mazhab Ahlul bait, Jakarta: Lentera, 2007 I.Yatim, Danny, Kepribadian, Keluarga dan Narkotika Jakarta: ARCAN, 1986 Jalaludin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, cet ke-4,

2002

Karahah, Syaikh Abbas, Shalat Menurut Empat Madzab, Jakarta: Pustaka Azzam, 2003

Kountur, Ronny, Metode Penelitian, Jakarta: PPM, 2005 Mahjuddin, Membina Akhlak Anak,Surabaya: Al-Ikhlas, 1995

Multahim,dkk, Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Printing, 2007

Mz, Labib, Tuntunan Shalat Lengkap, Jakarta: Sandro Jaya, 2005 Qiraati, Muhsin, Terbang Bersama Malaikat, Bogor: Cahaya, 2003

Ramayulis,et all, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, h.60

Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah,1976

Rifa’i, Moh.,Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008

Sarwono, Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000

Sobri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999 Soekanto, Soejono ,Sosiologi Suatu Pengantar ,Jakarta: CV Rajawali, 1988

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008


(6)

..., Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004

Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj.Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Jamaludin Miri LC, Jakarta: Pustaka Amani,1995

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003