b. Matrik Faktor Strategi Internal.
Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan di identifikasikan kemudian disusun tabel IFAS Internal Factors Analysis Summary untuk
merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan, tahapannya adalah :
- Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
- Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 paling penting sampai 0,0 tidak penting, berdasarkan pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00.
- Hitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 outstanding sampai dengan 1 poor, berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif semua variabel yang termasuk kategori kekuatan diberi nilai
mulai dari +1 sampai dengan +4 sangat baik, sedangkan variabel negatif adalah kebaikannya.
- Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 hasilnya berupa skor pembobotan untuk
masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,00 outstanding sampai dengan 1,0 poor.
- Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor stategis internalnya. Rangkuti, 2008
2. Tahap Analisis
Analisis tahap kedua dilakukan dengan menggunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistimatika untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan Strenghts dan peluang Opportunities, namun secara
Universitas Sumatera Utara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan Weakness dan ancaman Treathts Rangkuti, 2008.
Pemakaian SWOT terbagi dari 2 jenis yaitu : secara deskriptif dan kuantitatif. Secara deskriptif yaitu : SWOT yang hanya menjelaskan bagaimana
pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal dan eksternalnya. Sedangkan secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan
terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermanfaat bagi suatu usaha atau
organisasi. - Setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari
rata-rata perbandingan dari seluruh responden yang disebut dengan rata-rata geometris. Nilai dan rata-rata geometris dicari dengan menggunakan rumus :
G = n √ X1•X2•X3∙∙∙∙∙∙∙∙•Xn
Ket : X1 = Nilai untuk responden 1 X2 = Nilai untuk responden 2
Xn = Nilai untuk responden n - Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut
dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis.
- Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor.
Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana potensi pengembangan sapi potong-integrasi dengan perkebunan kelapa sawit terhadap
faktor-faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya. Kemudian dilakukan penyusunan faktor-faktor strategis dengan
menggunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan sesuai
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Faktor Internal
Faktor Eksternal Strengths S
kekuatan Weakness W
kelemahan Opportunility O
Peluang Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang. Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang.
Treathts T Ancaman
Strategi ST Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman. Strategi WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan
untuk menghindari ancaman.
Gambar 2. Matriks SWOT
Strategi SO Strategi ini dilakukan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
Strategi ST Strategi ini dilakukan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk
mengatasi ancaman.
Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan ditujukan
untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Rangkuti, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Tahap Pengambilan Keputusan
Setelah tahapan-tahapan terdahulu dibuat dan dianalisis, maka tahap selanjutnya disusun daftar prioritas yang harus diimplementasikan. Quantitative
Strategic Planning Matrix QSPM merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan.
Langkah-langkah dalam munyusun QSPM adalah sebagai berikut : - Buatlah faktor eksternal peluangancaman dan faktor internal kekuatan
kelemahan disebelah kiri dari kolom matrik QSPM. - Berilah bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal
- Analisis matrik yang sesuai dari langkah kedua dengan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus diimplementasikan.
- Berikan skor alternatif SA dengan rentang skor sebagai berikut : 1 = tidak memiliki daya tarik.
2 = daya tariknya rendah 3 = daya tariknya sedang
4 = daya tariknya tinggi. - Kalikan bobot dengan SA pada masing-masing faktor eksternal internal pada
setiap strategi. - Jumlahkan seluruh skor SA.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang secara geografis berada pada 2º 57” Lintang Utara, 3º 16” Lintang Selatan dan 98º 33” - 99º 27” Bujur Timur dengan
ketinggian 0 – 500 m diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Deli Serdang disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka,
disebelah selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo dan disebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Serdang Bedagai. Secara administratif, Kabupaten Deli Serdang menempati area 249.772 ha
yang terdiri atas 22 Kecamatan, dan 403 desa kelurahan dengan kategori 78 desa swakarya mula, 6 swakarya madya, 294 desa swasembada mula dan 25 desa
swasembada madya yang seluruhnya telah definitif. Jumlah penduduk Deli Serdang berdasarkan hasil sensus penduduk SP 2000 adalah 1.956.996 jiwa
termasuk penduduk yang bertempat tinggal tidak tetap dan termasuk urutan kedua terbesar se Sumatera Utara setelah kota Medan, dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,58 per tahun. Berdasarkan kelompok umur, persentase penduduk usia 0 – 14 tahun
sebesar 35,71 persen, 15 – 64 tahun sebesar 60,33 persen dan usia 64 tahun keatas sebesar 3,96 persen, yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar
dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 65,77 yang artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung
sekitar 66 orang penduduk usia non produktif. Persentase penduduk yang bekerja pada tahun 2006 berdasarkan hasil Susenas sebagian besar bekerja disektor
pertanian yaitu 52,52 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,23 persent, jasa jasa sebesar 10,04 persen dan sisanya sebesar 19,21 persen bekerja di
enam sektor lainnya. Daerah Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang cukup terkenal
dikawasan nusantara, terutama karena devisa Negara yang berasal dari hasil bumi yang sangat potensial seperti karet, tembakau dan kelapa sawit. Melalui
Universitas Sumatera Utara
pembangunan yang dilakukan terlihat meningkatnya pertumbuhan ekonomi diberbagai sektor, dimana hasil pertanian dan perkebunan menjadi pemeran
utama dalam meningkatkan pendapatan para petani. Sub sektor pertanian yang diusahakan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang meliputi tanaman pangan,
perkebunan, peternakan dan perikanan. Jenis tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan sayur-
sayuran. Sub sektor yang telah banyak berkembang saat ini adalah perkebunan berupa perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Komoditas yang diusahakan
adalah tanaman kelapa sawit, coklat, karet dan kelapa. Tanaman perkebunan yang dominan adalah tanaman kelapa sawit dengan
luas tanam mencapai 13.998,30 ha pada perkebunan rakyat dan 26.708,56 ha pada perkebunan besar swastaPTPN dengan total produksi 317.291,61 ton dalam
bentuk tandan buah segar TBS. Komoditas yang dikembangkan pada sub sektor peternakan meliputi
unggas, babi dan ternak ruminansia besar dan kecil. Data tahun 2010 menunjukkan populasi sapi di Kabupaten Deli Serdang terdiri dari sapi potong
65.270 ekor dengan produksi daging 723.615 kg dan sapi perah 2.810 ekor dengan produksi daging 1.840 kg dari pemotongan 16 ekor sapi betina afkir.
Gambaran Umum Responden Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Data karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan usia disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Usia No.
Usia Responden Tahun Jumlah Orang
Persentase 1.
20 – 30 8
10,00 2.
31 – 40 19
23,75 3.
41 – 50 27
33,75 4.
51 – 60 24
30,00 5.
61 – 80 2
2,50 Total
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data pada Tabel 4 diperoleh usia responden antara 20 – 30 tahun berjumlah 8 Orang 10,00 , yang berusia 31 – 40 tahun berjumlah 19
orang 23,75 , yang berusia 41 – 50 tahun berjumlah 27 33,75 , yang berusia 51 – 60 tahun berjumlah 24 orang 30,00 sedangkan yang berusia 61 –
80 tahun berjumlah 2 orang 2,50 . Hal ini berarti usia peternak sapi sampel penelitian ini masih tergolong pada usia relatif muda yaitu antara 20 – 50 tahun
67,00 . Pada usia ini umumnya peternak masih memiliki kemampuan fisik dan berpikir yang lebih baik dibandingkan usia yang lebih tua dalam hal menghadapi
tantangan dan inovasi baru dalam mengelola usaha peternakannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Adiwilaga 1973 menyatakan bahwa peternak yang berada
pada usia produktif akan lebih efektif dalam mengelola usahanya bila dibandingkan dengan peternak yang lebih tua.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Orang Persentase
1 Laki-laki
75 96,25
2 Perempuan
5 3,75
Total 80
100,00 Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Berdasarkan data pada Tabel 5, diperoleh 75 orang 96,25 responden yang menjadi peternak sapi adalah laki-laki, sedangkan perempuan hanya 5 orang
3,75. Keadaan ini menunjukkan peternak sapi sampel yang menggeluti usaha peternakan sapi potong umumnya adalah laki-laki, hal ini disebabkan karena
pemeliharaan sapi memerlukan keterampilan dan kerja keras untuk membersihkan kandang, pemberian pakan dan pengelolaan ternak.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Data karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 6 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Pendidikan Terakhir Jumlah orang
Persentase 1.
Tidak tamat SD 5
6,25 2. SD
24 30.00
3. SMP 24
30.00 4. SMA
25 31,25
5. Perguruan Tinggi 2
2,50 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari Tabel 6 dapat dilihat jumlah responden dengan tingkat pendidikan
tidak tamat SD sampai SMP berjumlah 53 orang 66,25 sedangkan yang berpendidikan tamat SMA dan Perguruan Tinggi hanya 27 orang 33,75 .
Kondisi ini berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam mengelola sapi potong terutama terhadap penerimaan teknologi baru dan inovasi usaha di masa
yang akan datang. Menurut Mosher 1983 bahwa pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian, dengan pendidikan
yang baik seorang peternak akan mudah dalam mengadopsi teknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Data karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan
No.
Status Pekerjaan Jumlah orang
persentasi 1.
PetaniPeternak 66
82,50 2.
PegawaiKaryawan 6
7,50 3.
Pedagang 2
2,50 4.
Wiraswasta 2
2,50 5.
Pensiunan 4
5,00 T o t a l
80 100.00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 7 dapat dilihat umumnya responden mempunyai pekerjaan sebagai petanipeternak 82,50 . Hal ini sangat mendukung usaha pengembangan sapi
potong karena peternak dapat fokus mengelola usaha peternakannya disamping usaha pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perkembangan Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Deli Serdang
Perkembangan luas tanam dan produksi kelapa sawit di Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Perkembangan Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 - 2010
Tahun
TBM TM
TTM Total Produksi
ha ha
ha ha Ton
2006 2.058,70
9.401,20 56,87 11.516,77
169.734,89 2007
3.803,00 9.751,40
305,77 13.860,17 177.267,80
2008 3.799,50 9.844,40
280,00 13.923,90 178.451,32
2009 3.478,20 10.251,40
244,00 13.973,60 32.175,25
2010 3.605,90 10.323,40
69,00 13.998,30 36.039,95
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang 2010. Keterangan : TBM
= Tanaman Belum Menghasilkan TM
= Tanaman Menghasilkan TTM
= Tanaman Tua Menghasilkan Tanaman Rusak = Dalam bentuk TBS Tandan Buah Segar
= Dalam bentuk CPO Crude Palm Oil
Dari data tersebut diperoleh luas tanaman kelapa sawit cenderung meningkat setiap tahunnya. Tahun 2006 total luas tanaman 11.516,77 ha
meningkat menjadi 13.998,30 ha pada tahun 2010. Berarti terjadi peningkatan seluas 2.481,53 ha 21,55 selama 4 tahun. Demikian juga produksi kelapa
sawit dalam bentuk TBS dari tahun 2006 sebanyak 169.734,89 ton meningkat menjadi 178.451,32 ton pada tahun 2008 dan produksi dalam bentuk CPO
meningkat dari tahun 2009 sebanyak 32.175,25 ton menjadi 36.039,95 ton pada tahun 2010. Hal ini berarti terjadi peningkatan dalam bentuk TBS sebesar
Universitas Sumatera Utara
8.716,43 5,14 salama 2 tahun dan dalam bentuk CPO terjadi peningkatan sebesar 3.864,70 ton 12,06 dalam 1 tahun.
Perkembangan luas tanam dan produksi kelapa sawit di 3 kecamatan yang menjadi objek penelitian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Perkembangan Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit pada Kecamatan STM Hilir, STM Hulu dan Hamparan Perak.
Kecamatan
TBM TM TTM Total Produksi ha
ha ha ha
ha STM Hilir 2006
106,00 2.954,90 10,00 3.070,90 53.483,69 2007
720,00 2.972,00 190,00 3.882,00 53.941,80 2008 698,00 3.000,00 184,00 3.882,00 54.480,00
2009 652,00 3.040,00 170,00 3.862,00 10.791,00 2010
698,00 3.000,00 32,00 3.730,00 10.790,00 STM Hulu 2006
255,00 1.571,40 - 1.826,40 28.678,05 2007 243,00 1.623,40 21,00 1.887,40 29.789,39
2008 237,50 1.630,90 21,00 1.889,40 29.519,29 2009
230,50 1.642,90 16,00 1.889,40 5.927,90 2010
237,50 1.630,90 11,00 1.879,40 5.893,80 H.Perak 2006
320,00 1.109,50 - 1.429,50 19.971,00 2007
350,00 1.109,50 4,00 1.463,50 20.081,95 2008
393,50 1.117,00 4,00 1.512,50 20.217,70 2009
299,50 1.214,00 2,00 1.517,50 4.274,24 2010
344,50 1.307,00 4,00 1.655,50 4.679,53 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang 2006 – 2010.
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan TM = Tanaman Menghasilkan
TTM = Tanaman Tua Menghasilkan Tanaman Rusak = Dalam bentuk TBS Tandan Buah Segar
= Dalam bentuk CPO Crude Palm Oil
Universitas Sumatera Utara
Dari data pada Tabel 9 dapat dilihat pertambahan luas tanaman kelapa sawit juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006 total luas
tanaman di Kecamatan STM Hilir 3.070,90 ha meningkat menjadi 3.730,00 ha pada tahun 2010, STM Hulu dari 1.826,40 ha menjadi 1.879,40 ha dan Hamparan
Perak dari 1.429,50 ha menjadi 1.655,50 ha. Hal ini berarti terjadi peningkatan luas tanaman kelapa sawit di Kecamatan STM Hilir 659,10 ha 21,46,
Kecamatan STM Hulu 53 ha 2,90 dan Kecamatan Hamparan Perak 226 ha 15,81 .
Demikian juga produksi kelapa sawit dalam bentuk TBS pada Kecamatan STM Hilir pada tahun 2006 sebanyak 53.483,69 ton meningkat
menjadi 54.480,00 ton pada tahun 2008, Kecamatan STM Hulu dari 28.678,05 ton pada tahun 2006 meningkat menjadi 29.519,29 ton pada tahun 2008 dan
Kecamatan Hamparan Perak dari 19.971,00 ton pada tahun 2006 meningkat menjadi 20.217,70 ton pada tahun 2008. Hal ini berarti terjadi peningkatan
produksi pada Kecamatan STM Hilir sebesar 966,31 ton 1,86 , Kecamatan STM Hulu 841,24 ton 2,93 dan Hamparan Perak 246,70 ton 1,24 .
Perkembangan Populasi Sapi Potong dan Produksi Daging Sapi di Kabupaten Deli Serdang
Populasi sapi potong di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2006 sebanyak 23.300 ekor meningkat menjadi 65.270 ekor pada tahun 2010. Berarti
terjadi pertambahan populasi sebanyak 41.970 ekor 180,13 dalam 4 tahun atau 45,03 pertahun. Data tahun terakhir pertambahan populasi sapi potong
pada tahun 2009 sebanyak 44.268 ekor berkembang menjadi 65.270 ekor pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 10. Produksi daging sapi di Kabupaten Deli
Serdang pada tahun 2006 sebanyak 163.872 kg meningkat menjadi 723.615 kg pada tahun 2010 hal ini berarti terjadi peningkatan produksi daging sapi sebesar
559.743 kg 341,57 selama 4 tahun atau 139.935,75 kg 85,39 per tahun. Perkembangan populasi sapi potong terjadi akibat kelahiran anak dan
pembelian serta bantuan pemerintah berupa bibit sapi betina dara sebanyak 262 ekor melalui alokasi bantuan pemerintah dari dana APBN Pusat, APBD Propinsi
dan APBD Kabupaten pada tahun anggaran 2008 disajikan pada lampiran 13.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10. Perkembangan Populasi Sapi Potong dan Produksi Daging di Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2010
Kecamatan Gn. Meriah
STM Hulu Kutalimbaru
Sibolangit Pancurbatu
Namorambe Biru-biru
STM Hilir B. Purba
Galang Tj. Morawa
Patumbak Deli Tua
Sunggal H. Perak
Lab. Deli P. Sei Tuan
Batang Kuis Pantai Labu
Beringin L. Pakam
P. Merbau J u m l a h
Tahun 2009
- 248
6.877 454
3.019 2.616
295 1.434
3.486 1.609
2.230 617
413 2.443
7.870 683
6.000 2.170
243 716
566 280
44.268 Lahir
- 148
206 215
137 2.239
106 147
341 986
229 58
97 231
4.160 292
1.813 224
60 415
67 115
12.286 Mati
- -
- -
12 59
- 34
- -
43 3
1 -
171 -
- -
8 -
- 25
356 Beli
2 224
784 90
999 1.899
34 11.105
1.898 1.769
794 94
57 1.264
1.637 226
876 202
45 642
336 1.087
25.354 Jual
- 195
414 69
362 131
146 777
2.067 741
459 43
15 257
1.770 198
626 837
79 102
260 141
9.689 Potong
- 15
552 -
547 547
25 440
83 489
714 74
38 485
1.029 185
679 340
10 44
287 11
6.594 Produksi
Daging -
1.725 63.480
- 62.905
43.700 2.875
50.600 8.950
56.235 82.110
8.510 4.370
55.775 118.335
21.275 78.085
39.100 1.150
3.080 20.090
1.265 723.615
Tahun 2010
2 410
6.901 690
3.234 5.307
264 11.435
3.575 3.134
2.037 649
513 3.196
10.697 818
7.384 1.419
251 1.627
422 1.305
65.270
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang 2009-2010.
Populasi sapi potong pada 3 kecamatan yang menjadi objek penelitian juga terjadi peningkatan, yaitu kecamatan STM Hilir pada tahun 2006 sebanyak 252
ekor meningkat menjadi 11.435 ekor pada tahun 2010, STM Hulu dari 21 ekor meningkat menjadi 410 ekor dan Hamparan perak dari 4.226 ekor meningkat
menjadi 10.697 ekor. Populasi sapi potong dan produksi daging pada tiga kecamatan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 11.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11. Populasi Sapi Potong dan Produksi Daging di Tiga Kecamatan Lokasi Penelitian dari Tahun 2006 – 2010.
Kecamatan Populasi Awal
Lahir Mati Beli Jual Potong Produksi
Daging Populasi
Akhir STM Hilir
2006 2007
2008 2009
2010 -
- 1.152
1.393 1.434
- -
251 104
147 -
- -
5 34
- -
- -
11.105 -
- 10
39 777
- -
- 19
440 -
- -
2.185 50.600
252 1.152
1.393 1.434
11.435
STM Hulu 2006
2007 2008
2009 2010
- -
24 39
248 -
- 3
48 148
- -
- -
- -
- 20
161 224
- -
8 -
195 -
- -
- 15
- -
- -
1.725 21
24 39
248 410
H. Perak 2006
2007 2008
2009 2010
- -
4.115 3.828
7.870 -
- 329
977 4.160
- -
21 136
171 -
- 20
4.608 1.637
- -
567 931
1.770 -
- 48
476 1.029
- -
- 54.740
118.335 4.226
4.115 3.828
7.870 10.697
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang 2006 -2010.
Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah populasi sapi potong di Kecamatan STM Hilir sebanyak 11.183 ekor 4.437,70 atau populasi sapi
potong berkembang menjadi 2.795,75 ekor 1.109,42 pertahun. Kecamatan STM Hulu sebanyak 389 ekor 1.852,38 atau terjadi peningkatan populasi
sebanyak 97,25 ekor 463,09 pertahun dan kecamatan Hamparan Perak sebanyak 6.471 ekor 153,12 atau terjadi peningkatan populasi sebanyak
1.617,75 ekor 38,28 per tahun. Peningkatan populasi sapi potong ini terjadi akibat kelahiran anak dan pembelian serta bantuan pemerintah berupa bibit betina
dara. Produksi daging sapi di Kecamatan STM Hilir tercatat mulai tahun 2009 sebesar 2.185 kg meningkat menjadi 50.600 kg pada tahun 2010, kecamatan STM
Hulu, mulai mencatat produksi daging sapi pada tahun 2010 sebesar 1.725 kg. Sedangkan Kecamatan Hamparan Perak pada tahun 2009 tercatat produksi daging
sapi sebesar 54.740 kg meningkat menjadi 118.335 kg pada tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman Beternak Sapi dan Penggunaan Tenaga Kerja
Pengalaman responden beternak sapi potong dapat disajikan dalam Tabel 12 berikut ini :
Tabel 12. Pengalaman Responden Beternak Sapi Potong di Lokasi Penelitian No
Pengalaman Beternak Tahun Jumlah orang
Persentase 1.
1 – 5 25
31,25 2.
6 - 10 19
23,75 3.
11 – 15 15
18,75 4.
16 – 20 18
22,50 5.
20 3
3,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Pengalaman peternak dalam memelihara sapi potong merupakan pedoman
yang sangat berharga untuk mengembangkan usaha peternakannya. Dari hasil penelitian diperoleh sebagian besar peternak sudah memiliki pengalaman beternak
sapi potong yaitu antara 6 – 20 tahun sebesar 65,00 . Soeharjo dan Patong 1982 menyatakan bahwa umur dan pengalaman beternak akan mempengaruhi
kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan selalu hati-hati dalam bertindak dengan adanya
pengalaman buruk dimasa lalu. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk memelihara ternak sapi dapat
dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Memelihara Ternak Sapi di
Lokasi Penelitian No
Penggunaan Tenaga Kerja Jumlah orang
Persentase 1.
1 Orang 31
38,75 2.
2 Orang 40
50,00 3.
3 Orang 7
8,75 4.
4 Orang 2
2,50 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan tenaga kerja dalam memelihara ternak sapi masih mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga yaitu suami dan istri dibantu oleh
anak-anak. Persentase penggunaan tenaga kerja suami atau istri sebesar 38,75 , suami dan istri 50 dan dibantu oleh anak-anak yang sudah remaja 11,25 .
Pengalokasian jam kerja yang digunakan untuk memelihara ternak sapi dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Alokasi Jam Kerja yang Digunakan Untuk Memelihara Ternak Sapi di Lokasi Penelitian
No Jam Kerja jam
Jumlah orang Persentase
1. 1 – 1,5
1 1,25
2. 2 – 2,5
19 23,75
3. 3 – 3,5
22 27,50
4. 4 - 5
38 47,50
T o t a l 80
100,00 Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Alokasi jam kerja yang digunakan oleh peternak memelihara sapi berkisar antara 2 - 5 jam, dengan persentase tertinggi 4 – 5 jam 47,50 3 – 3,5 jam
27,50 dan 2 – 2,5 jam 23,75 . Hal ini disebabkan karena usaha ternak sapi masih skala kecil dengan rata-rata kepemilikan ternak sapi 5 – 6 ekor per keluarga
lampiran 7,8,9. Alokasi waktu digunakan untuk membersihkan kandang, menyabit rumput serta memberi pakan sapi.
Kepemilikan Lahan Kelapa Sawit
Lahan kelapa sawit yang dimiliki oleh peternak sapi disajikan dalam Tabel 15 dibawah ini.
Tabel 15. Luas Lahan Kelapa Sawit Milik Peternak di Lokasi Penelitian No
Luas Lahan ha Jumlah orang
Persentase 1.
Tidak Memiliki 54
67,50 2.
0,1 – 0,99 18
22,50 3.
1 - 2 6
7,50 4.
3 - 10 2
2,50 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa peternak sapi umumnya tidak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit milik sendiri 67,50 . Hal ini
berarti peternak dalam memenuhi kebutuhan pakan ternaknya mengandalkan rumput yang tumbuh disekitar perkebunan kelapa sawit milik orang lain atau
perkebunan swastamilik negara dan rumput yang tumbuh liar disekitar lokasi peternakannya. Sebagian peternak 32,50 sudah memanfaatkan rumput yang
tumbuh diareal perkebunan kelapa sawit miliknya sendiri.
Pemanfaatan Hijauan Antara Tanaman HAT
Pemanfaatan hijauan antara tanaman yang tumbuh di areal perkebunan kelapa sawit di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Pemanfaatan Hijauan Antara Tanaman HAT di Lokasi Penelitian No
Pemanfaatan HAT Jumlah orang
Persentase 1.
Semuanya 18
22,50 2.
Sebagian saja 34
42,50 3.
Tidak Ada 28
35,00 Total
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 16 pada umumnya peternak sudah memanfaatkan
hijauan yang tumbuh diantara tanaman kelapa sawit 65,00 dengan komposisi pemanfaatan yang hanya sebagian saja 42,50 dan semuanya 22,50 .
Peternak yang tidak ada memanfaatkan hijauan antara tanaman 35,00, karena selain tidak memiliki lahan kelapa sawit juga disebabkan karena pihak
perkebunan yang ada disekitar lokasi peternak tidak mengizinkan untuk menyabit rumput yang tumbuh diantara tanaman kelapa sawit.
Pemanfaatan Limbah Hasil Samping Pengolahan Kelapa Sawit
Pemanfaatan limbah hasil samping perkebunan kelapa sawit baik berupa pelepah dan daun, lumpur sawit, bungkil inti sawit dan serat buah sawit belum
dimanfaatkan oleh peternak sapi. Hal ini disebabkan karena peternak belum lazim menggunakan pelepah dan daun sawit sebagai sumber pakan ternak sapi dan juga
Universitas Sumatera Utara
hasil samping pengolahan kelapa sawit seperti lumpur sawit, bungkil inti sawit dan serat buah sawit tidak tersedia karena PKS pabrik kelapa sawit jauh dari
lokasi peternak dan limbah ini belum lazim digunakan untuk pakan ternak sapi. Disamping itu peternak belum mampu meningkatkan kualitas pakan dari limbah
kelapa sawit melalui perlakuan fisik, kimiawi maupun biologis, padahal teknologi yang tersedia saat ini memungkinkan untuk dilakukan penyediaan pakan dalam
jumlah yang memadai untuk disimpan sepanjang tahun.
Integrasi Sapi dengan Kelapa Sawit.
Pada umumnya peternak sapi sangat setuju terjadinya integrasi sapi dengan perkebunan kelapa sawit 95,00 dengan pemeliharaan sapi secara
intensif dan dikandangkan 100,00 hasil penelitian disajikan pada lampiran 10, 11, dan 12. Hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
peternak dan didukung oleh pihak perkebunan kelapa sawit yang mengizinkan peternak untuk memanfaatkan hijauan antara tanaman yang tumbuh di areal
perkebunan kelapa sawit dengan tidak menggembalakan ternak sapi di areal perkebunan kelapa sawit.
Ketersediaan Lahan Penggembalaan Ternak Sapi
Ketersediaan lahan penggembalaann ternak sapi yang dimiliki oleh peternak disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Ketersediaan Lahan PenggembalaanTernak Sapi di Lokasi Penelitian No
Ketersediaan Lahan ha Jumlah orang
Persentase 1.
Tidak Tersedia 37
46,25 2.
0,10 – 0,99 32
40,00 3.
1,00 - 2,00 7
8,75 4.
3,00 – 10,00 4
5,00 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi yang dimiliki peternak
0,10 - 0,99 ha 40,00 , 1,00 – 2,00 ha 8,75 dan 3,00 – 10,00 ha 5,00 . Hal ini menunjukkan bahwa peternak yang memiliki lahan untuk penggembalaan
Universitas Sumatera Utara
1 – 10 ha hanya 13,75 sedangkan peternak yang tidak memiliki lahan dan dibawah 1 ha 86,25, tidak memungkinkan untuk menggembalakan sapinya
sehingga pemeliharaan sapi dilakukan secara intensif dengan menempatkan sapi dalam kandang baik siang maupun malam dan kebutuhan pakan disediakan dalam
kandang. Sistem pemeliharaan ini membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan managemen tertentu agar dapat memberikan keuntungan yang maksimum.
Keberadaan Kelompok Peternak
Keberadaan kelompok peternak di lokasi penelitian yang secara bersama- sama mendirikan usaha sapi potong dapat disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Keberadaan Kelompok Peternak Sapi di Lokasi Penelitian No
Keanggotaan Kelompok Jumlah orang Persentase
1. Ada 42
52,50 2.
Tidak Ada 38
47,50 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 18 diperoleh bahwa responden yang telah menjadi
anggota kelompok peternak sapi sebanyak 42 orang 52,50 sedangkan yang belum menjadi anggota kelompok peternak sapi sebanyak 38 orang 47,50 .
Dapat dikatakan bahwa responden yang telah menjadi anggota kelompok peternak sapi sudah memahami manfaat berusaha ternak sapi secara berkelompok.
Manfaat yang diperoleh berupa efisiensi dalam hal bimbingan dan pelayanan oleh petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang.
Dukungan dan Bantuan Pemerintah
Dukungan dan bantuan pemerintah terlihat dari Rencana Strategis Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2006 – 2007
yang sekarang Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2008 - 2010 serta bantuan APBD Propinsi dan APBN Pusat lihat lampiran 13. Peternak yang
pernah menerima bantuan dari pemerintah disajikan pada Tabel 19.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 19. Peternak Penerima Bantuan Pemerintah di Lokasi Penelitian No
Menerima Bantuan Jumlah
Persentase orang
1. Pernah
33 41,25
2. Belum
47 58,75
T o t a l 80
100,00 Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Pada umumnya responden mengakui bahwa pemerintah sangat mendukung usaha ternak sapi masyarakat 96,25 akan tetapi karena
terbatasnya dana hanya 33 responden 41,25 yang pernah menerima bantuan dari pemerintah baik berupa bibit ternak sapi, bantuan perkandangan, bantuan
penanaman hijauan pakan ternak dan obat-obatan.
Pelatihan dan Pengembangan Teknologi
Pelatihan dan pengembangan teknologi yang diperoleh peternak disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Pelatihan dan Pengembangan Teknologi yang Diperoleh Peternak di Lokasi Penelitian
No.
Pelatihan dan Pengembangan Jumlah orang
persentase 1.
Pernah 3
3,75 2
Belum 77
96,25 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Pada umumnya peternak belum pernah memperoleh pelatihan dan
pengembangan teknologi peternakan 96,25 dan yang sudah pernah memperoleh pelatihan dan pengembangan teknologi hanya 3 orang 3,75 . Hal
ini disebabkan karena ketersediaan dana dan program pemerintah yang belum menyentuh pada aspek pelatihan dan pengembangan teknologi, jadi masih
terbatas pada program pemberian bantuan bibit ternak sapi, penanaman hijauan pakan ternak, bantuan kandang dan obat-obatan. Managemen pengelolaan sapi
potong-integrasi dengan perkebunan kelapa sawit dapat diterapkan oleh peternak
Universitas Sumatera Utara
melalui pelatihan, penyuluhan dan pengembangan teknologi yang difasilitasi oleh pemerintah agar peternak dan pihak perkebunan lebih memahami sistem integrasi
sapi dengan perkebunan kelapa sawit sehingga mampu memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit seperti pelepah dan daun sawit,
hijauan antar tanaman sebagai pakan ternak, sehingga tidak ada kegiatan pembakaran pelepah dan daun sawit atau penggunaan pestisida untuk
mengendalikan pertumbuhan rumput dan gulma lainnya.
Pelaksanaan Pencatatan Recording
Pencatatan recording sangat membantu peternak dalam pengelolaan usaha ternak sapi, karena dengan adanya pencatatan maka peternak dapat
mengetahui kapan ternaknya dikawinkan inseminasi buatan, kebuntingan, kelahiran dan penyapihan anak, status penyakit yang pernah diderita, pencegahan
dan pengobatan penyakit dan catatan lainnya yang berhubungan dengan pengembangan usaha peternakannya. Ada tidaknya pencatatan recording yang
telah dilakukan oleh peternak disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Pelaksanaan Pencatatan Recording oleh Peternak di Lokasi Penelitian
No.
Pencatatan Jumlah
Persentase Recording
orang 1.
Ada 65
81,25 2.
Tidak Ada 15
18,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari Tabel 21 diperoleh bahwa peternak pada umumnya telah melakukan
pencatatan recording pada usaha ternaknya walaupun masih terbatas pada perkawinan inseminasi buatan dan kapan anak dilahirkan. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan pengetahuan peternak tentang pentingnya arti recording dan juga karena jumlah ternak sapi yang masih sedikit atau rata-rata 5 – 6 ekor per
keluarga, jadi masih memungkinkan untuk mengingatnya.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Teknologi Inseminasi Buatan IB
Teknologi inseminasi buatan IB dilakukan untuk meningkatkan angka kelahiran atau produktifitas ternak dan mutu genetik ternak. Pelaksanaan IB
dilakukan oleh petugas peternakan yang berada di Kecamatan. Data pelaksanaan IB dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Pelaksanaan Inseminasi Buatan IB di Lokasi Penelitian No
Pelaksanaan IB Jumlah orang
Persentase 1.
Tidak Ada 31
38,75 2.
1 – 5 kali 32
40,00 3.
6 – 10 kali 7
8,75 4.
11 - 15 kali 3
3,75 5.
16 - 20 kali 7
8,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 22 menunjukkan bahwa peternak pada umumnya
telah melaksanakan program inseminasi buatan 62,25 , hanya 38,75 yang belum melaksanakan program IB yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian
Kabupaten Deli Serdang melalui petugas kecamatan. Hal ini disebabkan karena banyak peternak masih baru memulai usaha ternak sapi dan ada yang masih ragu-
ragu dan trauma karena ada anggapan setelah beberapa kali gagal bunting maka bisa menyebabkan sapi menjadi mandul majir.
Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana seperti kandang, peralatan kandang dan transportasi disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Ketersediaan Sarana dan Prasarana di Lokasi Penelitian No
Ketersediaan Jumlah orang
persentase 1.
Kandang 80
100,00 2.
Peralatan Kandang 80
100,00 3.
Transportasi 73
91,25 Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa umumnya peternak sudah memiliki kandang. Kondisi kandang permanen 13 orang 16,25 , baiksemi
permanen 44 orang 55,00 dan masih sederhana 23 orang 28,75 . Peralatan kandang seperti tempat makanan dan minuman, sapu lidi, sekop umumnya telah
dimiliki peternak 100 demikian juga sarana transportasi seperti jalan keluar masuk ke lokasi peternakan sudah baik 91,25 .
Ketersediaan Mesin Pencacah Rumput Chopper
Pada umumnya peternak tidak memiliki mesin pencacah rumput chopper. Hal ini disebabkan karena kepemilikan ternak masih sedikit jadi masih
mengandalkan parang untuk mencacah rumput yang disabit dari areal perkebunan kelapa sawit dan rumput yang tumbuh disekitar lokasi pemukiman penduduk.
Penggunaan Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kebun Kelapa Sawit
Penggunaan kotoran sapi sebagai pupuk pada kebun kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Penggunaan Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kebun Kelapa Sawit di Lokasi Penelitian
No
Penggunaan Kotoran Sapi Jumlah orang
Persentase 1.
Sudah 53
66,25 2.
Belum 27
33,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 24, diperoleh sebanyak 53 responden 66,25
sudah menggunakan kotoran sapi sabagai pupuk kelapa sawit, baik pada kebun kelapa sawit miliknya maupun menjualnya ke pihak perkebunan kelapa sawit
sekitar lokasi peternakannya, sisanya sebanyak 27 orang responden 33,75 memanfaatkan kotoran sapi untuk lahan pertanian dan dijual untuk memperoleh
uang tunai. Kotoran sapi baik berupa feses dan urine dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas. Penggunaan kotoran sapi sebagai pupuk dapat menekan biaya
produksi sawit untuk pembelian pupuk buatan sedangkan penerapan teknologi
Universitas Sumatera Utara
biogas dapat mengurangi biaya bahan bakar untuk memasak. Dengan demikian terjadi penghematan secara signifikan dan peningkatan pendapatan peternak.
Mesin Pengolah Pupuk Organik
Mesin pengolah pupuk organik dapat digunakan untuk mengolah biomassa yang terdapat disekitar perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan kompos.
Ketersediaan mesin pengolah pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Ketersediaan Mesin Pengolah Pupuk Organik di Lokasi Penelitian No.
Ketersediaan Mesin Jumlah orang
Persentase 1.
Ada 10
12,50 2.
Tidak Ada 70
87,50 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 25, umumnya peternak tidak memiliki mesin
pengolah pupuk organik 87,50 , hanya 12,50 peternak yang memiliki mesin pengolah pupuk organik. Hal ini disebabkan karena harganya relatif mahal dan
membutuhkan biaya tambahan berupa bahan bakar.
Lembaga Keuangan dan Permodalan
Keberadaan lembaga keuangan dan permodalan sangat dibutuhkan untuk membina usaha kecil dan menengah di pedesaan. Pengetahuan peternak tentang
keberadaan lembaga keuangan dan permodalan disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Keberadaan Lembaga Keuangan dan Permodalan di Lokasi Penelitian No.
Lembaga Keuangan Jumlah
Persentase dan Permodalan
orang 1.
Ada 71
88,75 2.
Tidak Ada 9
11,25 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari data pada Tabel 26 ternyata peternak sudah mengetahui pentingnya keberadaan lembaga keuangan dan permodalan 71 orang 88,75 . Lembaga
keuangan dan permodalan yang ada seperti KUD, BRI dan Bank Sumut.
Investasi dan Kemitraan dengan Pihak Lain
Keberadaan penanam modal atau investor sangat dibutuhkan untuk mendukung program pengembangan ternak sapi yang berbasis kelapa sawit di
Kabupaten Deli Serdang. Munculnya pola-pola kemitraan seperti bapak angkat dengan sistim gaduhan, pola PIR akan mendukung peternak untuk tambahan
modal dan peningkatan populasi ternak sapi yang dipelihara. Keberadaan penanaman modal dan kemitraan dengan pihak lain yang sudah dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Keberadaan Penanaman Modal dan Pola Kemitraan di Lokasi Penelitian No Penanam Modal Jumlah Persentase Kemitraan Jumlah Persentase
orang orang
1. Pernah
17 21,25 Pernah 29
36,25 2.
Tidak Pernah 63 78,75 Tidak Pernah 51
63,75 T o t a l
80 100,00 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari data pada Tabel 27 dapat dikatakan bahwa para peternak sudah
pernah menerima modal dari pihak lain sebanyak 17 orang 21,25 . Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak lain berbentuk bibit ternak dengan sistim
gaduhan dan pinjaman dana segar untuk kebutuhan yang medesak seperti tambahan modal, biaya sekolah anak dan kebutuhan lainnya. Pola kemitraan
dengan pihak lain juga pernah dilakukan dengan sistem bapak angkat oleh para peternak 36,25 , dimana dengan sistem ini peternak hanya bertugas
memelihara sapi sedangkan semua keperluan dari mulai bibit sapi, kandang dan perlengkapan lainnnya disediakan oleh bapak angkat.
Universitas Sumatera Utara
Penjualan Sapi Betina Produktif
Oleh karena keadaan yang memaksa para peternak menjual sapi betina produktif kepada pedagang untuk dijadikan hewan potong. Terjadinya penjualan
ternak sapi betina produktif dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Penjualan Sapi Betina Produktif di Lokasi Penelitian No
Penjualan Betina Produktif Jumlah orang
Persentase 1.
Pernah 29
36,25 2.
Tidak Pernah 51
63,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Berdasarkan data tersebut, peternak pada umumnya enggan untuk menjual
sapi betina produktif 63,75 karena pada dasarnya tujuan pemeliharaan sapi adalah untuk produksi anak, akan tetapi karena keadaan yang memaksa ada juga
peternak yang melakukan penjualan sebesar 36,25 . Keadaan ini terjadi karena adanya kebutuhan hidup yang mendesak. Dengan adanya bantuan pemerintah
berupa insentif bagi peternak untuk tidak menjual sapi betina produktif atau bunting diharapkan penjualan sapi betina produktif ini tidak terjadi lagi sehingga
target swasembada daging yang dicanangkan pemerintah dapat terwujud.
Kehilangan Ternak Sapi
Keamanan ternak sapi dari pencurian merupakan hal penting untuk diperhatikan karena akhir-akhir ini mulai marak terjadi kehilangan ternak sapi
akibat pencurian. Kehilangan ternak akibat pencurian disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Kehilangan Ternak Sapi Akibat Pencurian di Lokasi Penelitian No
Kehilangan ternak Sapi Jumlah orang
Persentase 1.
Pernah 1
1,25 2.
Tidak Pernah 79
98,75 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data pada Tabel 29, pada umumnya peternak sangat jarang mengalami kehilangan ternak sapinya 98,75 . Hal ini dapat dikatakan bahwa
pada umumnya peternak merasa aman melakukan pemeliharaan sapi, akan tetapi perlu penjagaan dan kewaspadaan peternak karena pengalaman kehilangan ternak
pernah terjadi di daerah mereka.
Serangan Wabah Penyakit
Penyakit pada ternak sapi dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan perubahan iklim serta managemen pengelolaan yang buruk. Serangan wabah
penyakit dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Serangan Wabah Penyakit di Lokasi Penelitian
No
Serangan Penyakit Jumlah orang
Persentase 1.
Kolera 6
7,50 2.
Demam 17
21,25 3.
Pilek 10
12,50 4.
Infeksi 2
2,50 5.
Menceret 1
1,25 6.
Tidak Pernah 44
55,00 T o t a l
80 100,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011. Dari Tabel 30 diperoleh data bahwa ternak sapi yang dipelihara peternak
tidak pernah terserang wabah penyakit 55,00 . Adapun penyakit yang pernah menyerang ternak sapi adalah kolera, demam, pilek, infeksi dan menceret sebesar
45,00 . Walaupun penyakit ini tidak menular dan mewabah serta berbahaya tetapi dapat menurunkan produktifitas ternak sapi.
Estimasi Potensi Daya Dukung Hijauan Antara Tanaman dan Limbah Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Deli Serdang
Dengan luas areal tanaman perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupatan Deli Serdang pada tahun 2010, baik perkebunan rakyat maupun swasta
dan PTPN sekarang ini seluas 40.706,86 ha, dimana luas perkebunan rakyat
Universitas Sumatera Utara
13.998,30 ha, Perkebunan Besar Negara PTPN seluas 15.494,43 ha, Perkebunan Besar Swasta Nasional PBSN seluas 5.684,37 ha dan Perkebunan Besar Swasta
Asing PBSA seluas 5.529,76 ha lihat lampiran 14, maka berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3 yang dilakukan Siregar et al. 2005 dapat diestimasi
potensi daya dukung dari pemanfaatan pelepah dan daun sawit, bungkil inti sawit, lumpur sawit terhadap daya tampung ternak sapi sebagai berikut :
a. Potensi Pelepah dan Daun Sawit sebesar 18.083,52 kg BKhathn : 2555
kgekorthn X 40.706,86 ha = 288.110,89 ekor sapi. b.
Potensi Bungkil Inti Sawit sebesar 470,58 kg BKhathn : 2555 kgekorthn X 40.706,86 ha = 7.4497,39 ekor sapi.
c. Potensi Lumpur Sawit solid = 264,88 kg BKhathn : 2555 kgekorthn =
4220,13 ekor sapi. Total potensi daya dukung hijauan antara tanaman dan limbah hasil samping
kelapa sawit terhadap daya tampung ternak sapi adalah 299.828,41 ekor sapi Keberadaan bahan pakan dari limbah kelapa sawit dan hasil samping
pabrik pengolahan kelapa sawit dalam pakan ternak sapi lebih kurang 80 sedangkan sisanya sebanyak 20 bahan pakan lainnya dapat berasal dari hasil
samping komoditi pertanian dan perkebunan lainnya. Sehingga daya dukung kebun kelapa sawit per hektar meningkat menjadi 10080 X 299.828,41 ekor =
374.785,51 ekor sapi. Sedangkan potensi daya dukung pakan bersumber hijauan antara tanaman
dan rerumputan gulma per hektar per unit ternak dewasa berdasarkan ancak dapat menampung 1,39 unit ternak dewasa lihat Tabel 2, maka dengan luas
kebun kelapa sawit 40.706,86 ha dapat menampung : 1,39 UT x 40.706,86 ha = 56.583 ekor sapi.
Hal ini berarti Kabupaten Deli Serdang dengan luas perkebunan kelapa sawit 40.706,68 ha berpotensi menampung sebanyak 431.369 ekor sapi dewasa.
Berdasarkan estimasi perhitungan tersebut, diharapkan Kabupaten Deli Serdang dapat memenuhi kebutuhan daging sapi di Sumatera Utara dengan
tingkat pemotongan 69 ribu ekor sapi pada tahun 2008 dan diprediksi meningkat menjadi 80 – 90 ribu ekor pada tahun 2012 dengan tidak mempengaruhi
perkembangan populasi sapi potong.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Strategi yang Diperlukan Untuk Pengembangan sapi Potong- Integrasi Dengan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Deli Serdang
Analisis Faktor Internal
Analisis faktor lingkungan internal digunakan sebagai kekuatan strengths dan kelemahan weakness.
1. Kekuatan Strenght