Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Klinis pada Cedera Kepala .1 Anamnesis

Pelekukan keluar ini akan menimbulkan kekuatan robekan pada permukaan luar tengkorak sehingga di sini bermula suatu fraktur linier yang menjalar dalam dua arah yang berlawanan, yaitu satu patahan berjalan menuju impak dan yang lainnya menjauhi impak. Jika pelekukan ke dalam daerah impak cukup hebat, maka pada daerah impak akan terjadi fraktur depresi. Pada keadaan ini ada tidaknya pelekukan ke luar pada daerah yang berjauhan dari impak bergantung pada kecepatan penyerapan energi di titik impak kecepatan impak. Semakin cepat pukulan, maka semakin kurang pelekukan ke luar pada daerah yang berjauhan dari impak dan bertambah terlokalisasi di daerah depresi yang terjadi. Dengan demikian, pada keadaan ini kita dapat menjumpai adanya 3 kemungkinan pola fraktur, yaitu fraktur linier saja yang berjalan dari perifer menuju impak, fraktur depresi saja di daerah impak atau fraktur depresi dan satu atau lebih fraktur linier yang berjalan dari perifer menuju ke daerah depresi Soemarmo Markam, 1999. 2.6 Pemeriksaan Klinis pada Cedera Kepala 2.6.1 Anamnesis Sedapatnya dicatat apa yang terjadi, dimana, bila terjadinya kecelakaan yang dialami oleh pasien. Selain itu perlu ditanyakan pula tentang kesadarannya, luka-luka yang diderita, muntah apa tidak, adanya kejang. Bila pasien sadar, tanyakan apa yang terjadi, apa keluhan yang dirasakannya. Kalau pasien tidak ingat apa yang terjadi, tanyakan apa yang terakhir diingatnya sebelum kecelakaan.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dicatat tanda-tanda vital: kesadaran, nadi, tensi darah, frekuensi dan jenis pernapasan serta suhu badan. Tingkat kesadaran dicatat yaitu kompos mentis,apatis, somnolen, spoor, soporokoma atau koma. Selain itu ditentukan dengan menilai Skala Koma Glasgow Universitas Sumatera Utara Table 2.2 Glasgow Coma Scale Teasdale dan Jennett, 1974 Assesment area Score Eye Opening E Spontaneous To speech To pain None 4 3 2 1 Motor Respon M Obey command Localize pain Normal flexion withdrawal to pain Abnormal flexion decorticate Abnormal extension decerebrate 6 5 4 3 2 Universitas Sumatera Utara None flaccid 1 Verbal Respon V Oriented Confused conversation Inappropriate word Incomprehensible sounds None 5 4 3 2 1 Skala 5 : Recovery baik. Pasien dapat kembali ke pekerjaan semula, terdapat sedikit gangguan neurologis atau psikis. Skala 4 : Keterbatasan moderat. Pasien tidak dapat kembali kepada pekerjaan semula tetapi dapat menjalankan aktivitas harian secara mandiri. Skala 3 : Keterbatasan berat. Pasien perlu bantuan untuk aktivitas harian dan tidak dapat hidup mandiri. Skala 2 : Status vegetatif persisten. Tidak adanya fungsi wicara dan fungsi mental pada pasien yang tampak bangun dengan respon buka mata spontan. Skala 1 : Mati Skala 5 dan 4 dinilai baik. Skala 3, 2, dan 1 dinilai buruk. WB Saunders Co, 1996 Universitas Sumatera Utara Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap seperti biasanya. Pada pasien yang berada dalam keadaan koma hanya dapat dilakukan pemeriksaan obyektif. Bentuk pemeriksaan yang dilakukan adalah tanda perangsangan meningens, yang berupa tes kaku kuduk yang hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis servikalis ruas tulang leher normal. Tes ini tidak boleh dilakukan bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sarah sensorik nervus kranialis. Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu : nervus I nervus olfaktoris, nervus II nervus optikus, nervus III nervus okulomotoris, nervus IV troklearis, nervus V trigeminus, nervus VI Abdusens, nervus VII fasialis, nervus VIII oktavus, nervus IX glosofaringeus dan nervus X vagus, nervus XI spinalis dan nervus XII hipoglosus, nervus spinalis pada otot lidah dan nervus hipoglosus pada otot belikat berfungsi sebagai saraf sensorik dan saraf motorik Markam,S dkk., 1999. 2.7 Pemeriksaan Laboratorium 2.7.1 Glukosa