PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK) DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF NEUTROPHIL COUNT PREANDPOST

HEMODIALYSIS TO CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) AT Dr. H. ABDUL MOELOEK HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE

By

FathanMuhiAmrulloh

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a disease characterized by a defect in the kidney structure with or without accompanying decrease in kidney filtration rate (GFR) for more than 3 months suffered. CKD at terminal stage (GFR ≤15 mL/min/1.73 m2) needs hemodialysis treatment or kidney transplantation. Hemodialysis treatment turns to impact the immune response on CKD patients. Decreasing of the immune response is characterized by average level of neutrophils at the first15 minutes hemodialysis treatment.

The Goal: Theaim of the research was determine the differences of neutrophil count pre and post hemodialysis treatment on CKD patients in Dr. H. Abdul Moeloek hospital. Method: Data collected with cross section and consecutive sampling method. The research designed as descriptive-analytic involving 36 respondent CKD patients who undergo hemodialysis therapy.

Result: Based on the data analysis performed that the mean of neutrophil counts decrease at post hemodialysis by 15 cell/mm3. Although the difference of mean not significant yet, because the p value = 0,582 higher that (p > 0.05). This condition allegedly caused by the blood test timing at 10 minutes before hemodialysis end. The average level of neutrophils decreased at the first15 minutes at hemodialysis therapy start.

Conclusion: There is no differences in mean of neutrophil levels at pre and post hemodialysis treatment on CKD patients.


(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) DI RSUD Dr. H. ABDUL

MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Fathan Muhi Amrulloh

Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Ketika penyakit ginjal kronis sudah pada tahap terminal (LFG ≤15 ml/menit/1,73 m2) dibutuhkan tatalaksana berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Terapi hemodialisis pada pasien PGK ternyata berdampak pada penurunan respon imun. Penurunan respon imun tersebut ditandai dengan adanya penurunan rerata kadar neutrofil pada 15 menit pertama saat hemodialisis berlangsung.

Tujuan: untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Metode: Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional dan consecutive sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya. Desain penelitian ini adalah deskriptif-analitik yang melibatkan 36 responden paisen PGK yang menjalani terapi hemodialisis.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan hasil penurunan rerata jumlah neutrofil post hemodialisis sebesar 15 sel/mm3. Namun perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan p=0,582 (p>0,05). Peneliti menduga perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut tidak bermakna karena pengambilan darah post hemodialisis dilakukan saat 10 menit sebelum hemodialisis selesai. Penurunan rerata kadar neutrofil yang signifikan hanya terjadi saat 15 menit awal hemodialisis berlangsung dan akan kembali normal setelah 30-60 menit selanjutnya.

Simpulan: Tidak terdapat perbedaan rerata kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik.


(3)

PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK)

DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Fathan Muhi Amrulloh

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017


(4)

PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK)

DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Fathan Muhi Amrulloh

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017


(5)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF NEUTROPHIL COUNT PREANDPOST

HEMODIALYSIS TO CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) AT Dr. H. ABDUL MOELOEK HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE

By

FathanMuhiAmrulloh

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a disease characterized by a defect in the kidney structure with or without accompanying decrease in kidney filtration rate (GFR) for more than 3 months suffered. CKD at terminal stage (GFR ≤15 mL/min/1.73 m2) needs hemodialysis treatment or kidney transplantation. Hemodialysis treatment turns to impact the immune response on CKD patients. Decreasing of the immune response is characterized by average level of neutrophils at the first15 minutes hemodialysis treatment.

The Goal: Theaim of the research was determine the differences of neutrophil count pre and post hemodialysis treatment on CKD patients in Dr. H. Abdul Moeloek hospital. Method: Data collected with cross section and consecutive sampling method. The research designed as descriptive-analytic involving 36 respondent CKD patients who undergo hemodialysis therapy.

Result: Based on the data analysis performed that the mean of neutrophil counts decrease at post hemodialysis by 15 cell/mm3. Although the difference of mean not significant yet, because the p value = 0,582 higher that (p > 0.05). This condition allegedly caused by the blood test timing at 10 minutes before hemodialysis end. The average level of neutrophils decreased at the first15 minutes at hemodialysis therapy start.

Conclusion: There is no differences in mean of neutrophil levels at pre and post hemodialysis treatment on CKD patients.


(6)

ABSTRAK

PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) DI RSUD Dr. H. ABDUL

MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Fathan Muhi Amrulloh

Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Ketika penyakit ginjal kronis sudah pada tahap terminal (LFG ≤15 ml/menit/1,73 m2) dibutuhkan tatalaksana berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Terapi hemodialisis pada pasien PGK ternyata berdampak pada penurunan respon imun. Penurunan respon imun tersebut ditandai dengan adanya penurunan rerata kadar neutrofil pada 15 menit pertama saat hemodialisis berlangsung.

Tujuan: untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Metode: Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional dan consecutive sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya. Desain penelitian ini adalah deskriptif-analitik yang melibatkan 36 responden paisen PGK yang menjalani terapi hemodialisis.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan hasil penurunan rerata jumlah neutrofil post hemodialisis sebesar 15 sel/mm3. Namun perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan p=0,582 (p>0,05). Peneliti menduga perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut tidak bermakna karena pengambilan darah post hemodialisis dilakukan saat 10 menit sebelum hemodialisis selesai. Penurunan rerata kadar neutrofil yang signifikan hanya terjadi saat 15 menit awal hemodialisis berlangsung dan akan kembali normal setelah 30-60 menit selanjutnya.

Simpulan: Tidak terdapat perbedaan rerata kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik.


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Adiluwih pada tanggal 15 Februari 1995 sebagai anak kedua dari Erwan Prajonggo, S.Kep dan Tri Wahyuningsih, Amd.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 6 Adiluwih Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Adiluwih Kabupaten Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2013.

Tahun 2013, penulis diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota FSI Ibnu Sina Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(11)

Sebuah persembahan

sederhana untuk orang

tua, kakak dan adik

beserta keluarga besarku

tersayang

Terimakasih untuk dukungan dan kasih

sayang yang telah kalian berikan selama

ini


(12)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul “PERBEDAAN KADAR NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS RSUD DR H ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. Dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Agustyas Tciptaningrum, Sp.Pk selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;


(13)

4. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc, Sp.KK selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes, Sp.Pk selaku Pembahas skripsi yang bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik, saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini; 6. dr. Ade Yonata, M.mol.Biol, Sp.Pd selaku Pembimbing Akademik saya

atas waktu dan bimbingannya.

7. Ayahanda tercinta, Bapak Erwan Prajonggo, S.Kep, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyayangi;

8. Ibunda, Ibu Triwahyuningsih, A.Md, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyayangi;

9. Saudara kandung saya, Fakhreza Marwa Ashila dan Fuad Maulvi Ahmad, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan kasih sayangnya;

10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan FK Unila;


(14)

12.Tim Penelitian saya (Astriani Rahayu dan Ni Made Shanti) atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;

13.Teman-teman sejawat angkatan 2013 (CERE13ELLUM) yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

DAFTAR SINGKATAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Pemelitian4 ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penyakit ginjal kronis ... 6

2.1.1 Definisi... 6

2.1.2 Etiologi... 6

2.1.3 Klasifikasi Stadium ... 7

2.1.4 Patogenesis... 7

2.1.5 Patofisiologi ... 9

2.1.5 Gambaran Klinis ... 9

2.1.6 Penegakan Diagnosis ... 10

2.1.7 Penatalaksanaan ... 11

2.2 Hemodialisis ... 13

2.2.2 Definisi... 13

2.2.3 Prosedur ... 14

2.3 Peranan Neutrofil Pada Sistem Imun ... 16

2.4 Pengaruh hemodialisa terhadap kadar neutrofil ... 17

2.5 Kerangka Pemikiran ... 19

2.5.1 Kerangka Teori ... 19


(16)

ii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 21

3.2Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2.1 Waktu Penelitian ... 21

3.2.2 Tempat Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan sampel ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Kriteria Penelitian ... 23

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 23

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 23

3.5 Identifikasi variabel ... 24

3.5.1 Variabel terikat (dependent variable) ... 24

3.5.2 Variabel Bebas (independent variable) ... 24

3.6 Definisi operasional ... 25

3.7 Alat, bahan, dan cara penelitian ... 26

3.7.1 Alat penelitian ... 26

3.7.2 Bahan penelitian ... 26

3.7.3 Cara kerja alat ... 26

3.7.4 Cara pengambilan sampel ... 27

3.8 Alur penelitian ... 28

3.9 Pengolahan dan analisis data ... 29

3.9.1 Pengolahan data ... 29

3.9.2 Analisis data ... 29

3.10 Etika penelitian ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 33 4.1.2 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ... 34 4.2 Pembahasan ... 35 ... 35 4.2.2 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ... 36 4.3 Keterbatasan ... 41

... 32 4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

... 42 5.2 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Stadium PGK ... 8

Tabel 2 Rencana Tatalaksana PGK Sesuai Stadium ... 12

Tabel 3 Definisi Operasional ... 23

Tabel 4 Karakteristik Subjek ... 32

Tabel 5 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ... 33


(18)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 1. Kerangka Teori ... 19 Gambar 2 Kerangka Konsep ... 20 Gambar 3 Alur Penelitian... 28


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Hasil data primer...46

Hasil analisis data penelitian...48

Lembar penjelasan dan inform consent...52


(20)

vi DAFTAR SINGKATAN

CT Computer Tomography

DNA Deoksiribosa Nukleat Acid

EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid

HD Hemodialisis

LFG Laju Filtrasi Glomerolus

MDRD Modification of Diet in Renal Disease

MRI Magnetic Resonance Imaging

PERNEFRI Persatuan Nefrologi Indonesia

PGK Penyakit Ginjal Kronik

PHBS Pola hidup bersih dan sehat

PMN Polimorfonuklear

RNA Ribonukleat Acid


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Selain itu PGK dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika LFG<60 ml/menit/1,73 m2

selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Levey et al., 2005). Ketika PGK sudah pada tahap terminal (LFG ≤ 15 ml/menit/1,73 m2) dibutuhkan tatalaksana berupa dialisis atau transplantasi ginjal ( NKF-DOQI, 2012).

Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia, angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Tandi et al., 2014). Prevalensi pasien PGK di Provinsi Lampung sebesar 0,3%. Angka tersebut akan terus

meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu tertinggi pada kelompok usia ≥75

tahun sebesar 0,6%. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari wanita (0,2%), prevalensi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%) ( Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013).


(22)

2

Pada pasien PGK dengan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi, selain transplantasi ginjal, tindakan hemodialisis (HD) merupakan cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien dengan tujuan menurunkan kadar ureum, kreatinin, dan zat-zat toksik lainnya dalam darah (Tandi et al., 2014).

Hemodialisis merupakan suatu tindakan medis dengan mengalirkan darah ke mesin dialisa lalu selanjutnya kelebihan cairan dan zat sisa metabolisme pada darah akan melewati suatu filter. Setelah itu darah bersih akan dialirkan kembali ke dalam tubuh (Supeno, 2010). Tindakan hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik ternyata membawa dampak terjadinya penurunan respon imun. Penurunan sistem imun ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh sehingga mempermudah terjadinya infeksi (Pusparini, 2000).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi kronis pada pasien PGK bertanggungjawab atas tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien yang menjalani dialisis (Amore dan Coppo, 2002). Pasien PGK mempunyai risiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya risiko kematian ini. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah gangguan kardiovaskuler, diabetes, hipertensi, inflamasi, dislipidemia, dan gangguan metabolisme mineral (Price dan Wilson, 2006).

Penurunan fungsi ginjal pada uremia meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan beberapa abnormalitas pada sistem imun. Terapi dialisis yang berulang juga menyebabkan aktivasi neutrofil dan peningkatan jumlah limfosit natural killer (Pusparini, 2000). Uremia dan kontak ulang dengan dialiser


(23)

3

dianggap sebagai faktor penting yang memicu respon sistem imun berupa inflamasi (Amore dan Coppo, 2002).

Neutrofil adalah salah satu komponen sistem imun alami sebagai lini pertahanan pertama (Remick, 2013). Sel ini merupakan komponen dari polimorfonuklear (PMN) dan merupakan granulosit yang bersirkulasi. Jumlah neutrofil normal adalah sekitar 40%-70% dalam total angka leukosit (Abbas dan Lichtmant, 2012). Saat prosedur hemodialisis pada penderita PGK dilakukan, terlihat adanya agregasi neutrofil pada endotel pembuluh darah yang diinduksi oleh aktivasi jalur alternatif komplemen (Pusparini, 2000). Pada kondisi uremia, neutrofil pada pasien PGK mengalami penurunan fungsi fagositosisnya (Pusparini, 2000).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?

1.2.2. Berapakah rerata jumlah neutrofil pre-hemodialisis pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?

1.2.3. Berapakah rerata jumlah neutrofil post-hemodialisis pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?

1.2.4. Berapakah persentase pasien PGK yang mengalami peningkatan jumlah neutrofil setelahhemodialisis?


(24)

4

1.2.5. Berapakah persentase pasien PGK yang mengalami penurunan jumlah neutrofil setelah hemodialisis?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan jumlah kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rerata jumlah neutrofil pre hemodialisis pasien PGK. 2. Mengetahui rerata jumlah neutrofil post hemodialisis pasien PGK. 3. Mengetahui persentase pasien PGK yang mengalami peningkatan

jumlah neutrofil setelah hemodialisis.

4. Mengetahui persentase pasien PGK yang mengalami penurunan jumlah neutrofil setelah hemodialisis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan terkait perbedaan rerata kadar neutrofil pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti


(25)

5

Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang perbedaan rerata jumlah neutrofil pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.

2. Bagi peneliti lain

Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait perbedaan jumlah neutrofil pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.

3. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang kejadian infeksi pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.

4. Bagi instansi pendidikan

Sebagai sumber acuan dan wawasan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

5. Bagi instansi kesehatan

Sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi instansi kesehatan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan penanganan pasien PGK.


(26)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronik

2.1.1 Definisi

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang

berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Selain itu PGK dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal ( NKF-DOQI, 2009).

2.1.2 Etiologi

Etiologi terjadinya PGK disebabkan oleh beberapa penyakit yang mendasarinya antara lain: glomerulonefritis, nefropati diabetik, penyakit nefrosklerosis, uropati obstruktif, lupus eritematous sistemik, amiloidosis, dan penyakit ginjal polikistik (Lorraine McCarty, 2006). Semua penyakit yang mendasari tersebut pada akhirnya akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi ginjal yang berlangsung secara


(27)

7

kronis yaitu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya keadaan seperti ini dapat disebut sebagai PGK (Sabatin, 2013).

2.1.3 Klasifikasi Stadium

Berdasarkan laju filtrasi glomerulus dan persentase fungsi ginjal, PGK dibagi dalam beberapa tahap yaitu kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat, kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, penurunan LFG sedang, penurunan LFG berat, dan penyakit ginjal terminal seperti pada tabel 2.1.

2.1.4 Patogenesis

Patogenesis PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Penyakit tersebut meliputi diabetes melitus, hipertensi, dan infeksi traktus urinarius dapat menyebabkan rusaknya susunan anatomik ginjal sehingga terjadi pengurangan massa ginjal (Lorraine McCarty, 2006). Hal ini mengakibatkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini berupa hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa (National Kidney Foundation, 2002). Proses ini pada akhirnya manyebabkan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal


(28)

8

berkonstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut (Suwitra, 2009).

Tabel 1 Stadium PGK ( NKF-DOQI, 2006 ) Tahapan Penyakit Ginjal Laju Filtrasi Glomerolus Persentasi Fungsi Ginjal Manifestasi Klinis Kerusakan ginjal dengan LFG Normal atau Meningkat

>90 >63% Belum tampak

Kerusakan Ginjal dengan

Penurunan LFG Ringan

60-89 >30%

Hipertensi, hiperparatiroid

isme sekunder

Penurunan LFG Sedang

30-59 >5% Hipertensi,

hiperparatiroid isme sekunder,anem ia Penurunan LFG Berat

15-29 >0,2%

Hipertensi, hiperparatiroid

isme sekunder,anem

ia, retensi air, mual, nafsu makan hilang

Penyakit Ginjal Terminal

<15 <0,2%

Hipertensi, hiperparatiroid

isme sekunder,anem

ia, retensi air, mual, nafsu makan hilang edema paru, koma, kejang, asidosis metabolik, hiperkalemia


(29)

9

2.1.5 Patofisiologi

Pada stadium yang paling dini PGK terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve). Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Suwitra, 2009). Ketika LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimtomatik), meskipun telah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Selanjutnya pada saat LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Ketika LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya (Tandi et al., 2014). Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

2.1.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada pasien PGK sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus uriarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus erimatous sistemik, dan lain sebagainya (Suwitra, 2009). Penyakit ginjal kronis juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi yang komplek diantaranya


(30)

10

penumpukan cairan, edema paru, edema perifer, kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus (Suwitra, 2007). Selain itu gejala klinis yang sering muncul pada pasien PGK adalah sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-kejang sampai koma (National Kidney Foundation, 2002).

2.1.6 Penegakan Diagnosis

Kriteria diagnosis PGK pada dasarnya meliputi kerusakan ginjal (renaldamage) yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG (Suwitra, 2009). Penegakkan diagnosis PGK juga dapat ditegakkan apabila LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Sudoyo, 2009).

Gambaran kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal (Lorraine McCarty, 2006). Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (National Kidney Foundation, 2002).

Pada gambaran laboratorium pasien PGK meliputi penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.


(31)

11

Penurunan LFG dapat dihitung menggunakan rumus Cockcroft-Gault maupun MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) (Afiatin, 2013). Penggunaan rumus Cockcroft-Gault di bedakan berdasarkan jenis kelamin (Bauer, 2006).

LFG ♀= − usia x berat badankreatinin serum x , LFG ♂= − usia x berat badankreatinin serum

Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan asidosis metabolik. Pada pemeriksaan urinalisis terdapat proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, serta isostenuria (Lorraine McCarty, 2006).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien PGK pada dasarnya disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Tatalaksana berdasarkan stadium penyakit pada pasien PGK meliputi observasi, kotrol tekanan darah, dan faktor resiko dapat dilihat pada tabel 2.


(32)

12

Tabel 2 Rencana Tatalaksana PGK Sesuai Stadium (NKF-DOQI, 2009)

Stadium LFG

(mL/menit/1,73m3)

Rencana Tatalaksana 1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah 2 60 – 89 Observasi, kontrol tekanan darah

danfaktor risiko

3 30 – 59 Observasi, kontrol tekanan darah danfaktor risiko

4 15 – 29 Persiapan untuk transplantasi ginjal 5 < 15 Transplantasi ginjal, hemodialisa

Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya terapi spesifik adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal dapat dicegah. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi terapi spesifik yang tepat (Suwitra, 2009). Apabila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat. Pencatatan rutin kecepatan penurunan LFG pada pasien PGK harus diakukan untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien (National Kidney Foundation, 2002).

Pencegahan menurunnya fungsi ginjal dapat dilakukan dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan fosfat. Hipertensi intraglomerolus dapat dikurangi dengan cara pemakaian obat antihipertensi, hal ini bertujuan untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron (Sukandar, 2006). Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan


(33)

13

pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, penggendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Lorraine McCarty, 2006).

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK terminal, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

2.2 Hemodialisis

2.2.2 Definisi

Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan alat yang berfungsi sebagai ginjal buatan (dialyzer) dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium, atau zat pelarutnya, yaitu air atau serum darah (Ratnawati, 2014). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (Melorose et al., 2015). Hemodialisis ini bekerja dengan prinsip kerja transpor (eliminasi) zat–zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semi-permeable (dialyzer) secara osmosis dan difusi (Pudji, 2009).


(34)

14

2.2.3 Prosedur

Sebelum memulai hemodialisis, melalui tindakan pembedahan, pada tubuh pasien akan dibuat jalan masuk ke aliran darah (vascular accesspoint) (Pudji, 2009). Pada tindakan ini pembuluh darah arteri akan dihubungkan dengan arteial line, yang membawa darah dari tubuh menuju ke dialyzer. Sedangkan pembuluh darah vena akan dihubungkan dengan venous line, yang membawa darah dari dialyzer kembali ke tubuh (Supeno, 2010).

Mesin dialyzer mempunyai dua kompartemen yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Kedua kompartemen tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-permeabel, juga mempunyai perbedaan tekanan yang disebut sebagai trans-membran pressure (TMP) (Pudji, 2009). Selanjutnya, darah dari dalam tubuh dialirkan ke dalam kompartemen darah, sedangkan cairan pembersih (dialisat), dialirkan ke dalam kompartemen dialisat (Rahardjo dan Suhardjono, 2006).

Pada proses hemodialisis terjadi 2 mekanisme yaitu mekanisme difusi dan ultrafiltrasi (Pudji, 2009). Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam darah, sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh. Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal hemodialisisnya (Melorose et al., 2015).

Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah dan dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi dalam darah berpindah dari kompartemen darah ke


(35)

15

kompartemen dialisat. Selanjutnya zat-zat terlarut dalam cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah berpindah dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah (Supeno, 2010). Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi pada kedua kompartemen seimbang. Selanjutnya untuk menghasilkan mekanisme difusi yang baik, aliran darah dan aliran dialisat dibuat saling berlawanan (Rahardjo dan Suhardjono, 2006).

Proses yang terjadi pada mekanisme ultrafiltrasi adalah pembuangan cairan karena adanya perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat (Supeno, 2010). Tekanan hidrostatik akan mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan onkotik akan menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen sudah seimbang, maka mekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Pudji, 2009).

Selama proses hemodialisis, darah yang kontak dengan dialyzer dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat mengganggu kinerja dialyzer dan proses hemodialisis (Rahardjo dan suhardjono, 2006). Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Antikoagulan yang sering digunakan adalah heparin (Supeno, 2010).

2.3 Peranan Neutrofil Pada Sistem Imun

Sistem imun dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem imun nonspesifik dan spesifik (Lauralee, 2012). Sistem imun nonspesifik tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, dan telah ada serta siap berfungsi sejak lahir.


(36)

16

Sedangkan sistem imun spesifik ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Antigen mikroorganisme yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan langsung oleh sistem imun spesifik (Bratawijaya, 2010). Kedua sistem imun tersebut masing-masing secara garis besar mempunyai dua agen pertahanan tubuh yaitu berupa selular dan humoral (Abbas dan Lichtmant, 2012).

Neutrofil adalah bagian dari sistem imun nonspesifik yang termasuk dalam pertahanan selular bersama dengan eosinofil, basofil, sel mast dan sel natural killer. Sel ini kadang disebut juga “ soldiers of the body” karena merupakan sel yang pertama kali dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan berkembang dalam tubuh (Bratawijaya, 2010).

Sebagian besar leukosit yang berada pada sirkulasi terdiri dari neutrofil. Kadar neutrofil dalam sirkulasi berkisar 40%-70% dari total leukosit yaitu 4500-11000/mm3 (Abbas dan Lichtmant, 2012). Biasanya sel ini bersirkulasi di dalam darah selama 7-10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup beberapa hari di dalam jaringan. Butir-butir azurofilik primer (lisosom) mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan neutromidase (lisozim), sedangkan butir-butir sekunder mengandung laktoferin dan lisozim (Bratawijaya, 2010).

Neutrofil bermigrasi pertama dari sirkulasi kejaringan terinfeksi dengan cepat dilengkapi dengan berbagai reseptor seperti TLR 2, TLR 4 dan reseptor dengan pola lain (Bratawijaya, 2010). Sel ini dapat mengenal patogen secara


(37)

17

langsung. Ikatan dengan patogen dan fagositosis akan meningkat bila antibodi atau komplemen yang sebagai opsonin diikatnya (Lauralee, 2012). Penghancuran mikroba oleh neutrofil melalui jalur oksigen independen ( lisozim, laktoferin, enzim proteolitik, katepsin G dan protein kationik) dan oksigen dependen (Abbas dan Lichtmant, 2012).

2.4 Pengaruh Hemodialisis Terhadap Jumlah Neutrofil

Tindakan hemodialisis pada pasien PGK stadium terminal yang bertujuan untuk membuang ureum dan sisa metabolisme lainnya di dalam tubuh ternyata membawa dampak neutropenia pada pasien tersebut (Pudji, 2009). Penurunan jumlah neutrofil yang terjadi disebabkan oleh membran cuprophan pada mesin dialyzer. Membran ini menyebabkan aktifnya sistem komplemen melalui jalur alternatif yang nantinya akan menghasilkan C5a dan C3a. Pada penelitian in vitro ternyata C5a meningkatkan jumlah CD 11b / CD 18, sedangkan peningkatan CD 11b / CD 18 menyebabkan adhesi neutrofil pada sel endotel (Pusparini, 2000).

Pada proses awal hemodialisis dijumpai penurunan jumlah neutrofil, yang akan kembali normal beberapa menit setelah hemodialisis selesai. Neutrofil menghilang dari sirkulasi selama proses hemodialisis disebabkan sekuestrasi melalui kapiler pulmonar (Pusparini, 2000). Menurut para ahli neutrofil menempel pada dinding endotel kapiler pulmonar, yang merupakan permukaan pembuluh darah pertama yang mengalami kontak setelah darah meninggalkan dialyze (Melorose et al., 2015).


(38)

18

Membran semipermeabel selain cuprophan yang digunakan pada mesin dialyzer adalah membran selulosa. Interaksi langsung membran selulosa dengan neutrofil akan mengakibatkan peningkatan aktivitas oksidasi neutrofil. Akibat oksidasi ini neutofil akan mudah melakukan adhesi ke jaringan, akibatnya neutrofil akan melekat pada dinding endotel kapiler pulmonal. Sehingga kadar neutrofil pada sirkulasi mengalami penurunan (Richard,1995).

Neutropenia juga dapat disebabkan oleh adanya agregasi neutrofil yang diinduksi oleh aktivasi jalur alternatif komplemen. Adanya agregasi neutrofil pada endotel menyebabkan jumlah neutrofil total dalam sirkulasi berkurang (Jacobi, 2002). Penelitian pada binatang dengan neutropenia menunjukkan bahwa neutrofil lebih sering dijumpai pada kapiler pulmonar dibandingkan dengan yang beragregasi di dalam arteriol (Pusparini, 2000).

Kadar ureum darah sebelum dan sesudah hemodialisis juga berdampak pada fungsi fagositsis neutrofil dalam sirkulasi darah. Pada uremia ( ureum>200mg/dl) ditemukan peptida yang mirip dengan ubiquitin yang dapat menghambat kemotaksis neutrofil dan penurunan kemampuan PMN untuk berikatan dengan C5a, suatu faktor kemotaktik (Vanherweghen et al, 1991). Adanya hambatan kemotaksis ini menyebabkan penurunan fungsi fagositosis, sehingga menurunkan kemampuan respons imun nonspesifik. Setelah hemodialisis dilakukan, maka kadar ureum dalam darah akan kembali normal, sehingga fungsi fagositosis pada neutrofil akan berangsur normal juga (Vanholder et al, 1991).


(39)

19

2.5 Kerangka Pemikiran 2.5.1 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori Berkurangnya jumlah

nefron fungsional

Adhesi Neutrofil Pada Dinding Kapiler Pulmonal

Perubahan Kadar Neutrofil di Sirkulasi Penurunan Laju Filtrasi

Glomerulus

Peningkatan kadar Ureum dan kreatinin darah

Terapi Hemodialisa Pada Pasien Penyakit ginjal

Aktivasi komplemen jalur alternatif

Interaksi langsung Membran Selulosa Dengan Neutrofil

Peningkatan Aktivitas Oksidasi

Neutrofil

Darah melewati membran cuprophan

Peningkatan Daya Adhesi Neutrofil


(40)

20

2.5.2 Kerangka Konsep

Variabel independent

Variabel dependent

Gambar 2 Kerangka Konsep 2.5 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis H1 : Terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis

PGK

Hemodialisis

Pre Post

Kadar Neu / Kadar Neu /


(41)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif - analitik dengan pendekatan pengambilan data cross-sectional. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari jumlah hitung sel neutrofil pre dan post hemodialisis untuk mengetahui kadar neutrofil pasien dan data sekunder dari rekam medik pasien untuk menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisis, laboratorium patologi klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.


(42)

22

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, baik itu individual, objek, atau kejadian, yang menjadi objek penelitian (Hamdi, 2014). Pada penelitian ini, populasi targetnya adalah pasien PGK stadium terminal di Provinsi Lampung dan populasi terjangkaunya adalah pasien PGK stadium terminal yang melakukan hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang diteliti yang diambil dengan prosedur tertentu sehingga dapat mewakili dari populasi tersebut (Dahlan, 2012). Pada penelitian ini, penghitungan sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

� = � � + � �� − �

2

Keterangan :

� : derivat baku alfa ditetapkan sebesar 5% maka � : 1,96

� : derivat baku beta ditetapkan 20% maka � : 0,84

� : standar defiasi : 0,4

� −X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna : 0,2


(43)

23

� = , + ,, ,

2

� = , ≈

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 sampel. Untuk mencegah drop out, maka peneliti menambahkan jumlah sampel sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan adalah 36. Cara pengambilan sampel ini menggunakan teknik consecutive sampling.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien PGK stadium terminal yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung

b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed-consent.

c. Dapat berkomunikasi dengan baik

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien dengan tanda-tanda peradangan : kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak), fungsiolesa (gangguan fungsi)


(44)

24

c. Pasien yang sedang mengonsumsi obat antikanker (metotreksat, 6 merkaptopurin, 5-fluorourasil, sitarabin, doksorubisin, daunorubisin, daktinomisin, nitrosurea, cisplatin).

d. Pasien yang sedang mengonsumsi obat golongan kortikosteroid

(hydrocortisone, dexamethasone, betamethasone,

methylprednisolon, triamsinolone, prednisone, prednisolone dan isoprednisone).

3.5 Identifikasi Variabel

3.5.1 Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar neutrofil (pre dan post hemodialisis)

3.5.2 Variabel Bebas (independent variable)


(45)

25

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3 1 Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Kadar Neutrofil

Jumlah hitung jenis neutrofil pasien PGK stadium terminal

Flow cytometry Automated

Hematolog y

Analyzer

Jumlah sel / mm3 (pre

dan

post

hemodialisis)

Numerik

2 Pasien PGK Stadium Terminal Pasien PGK stadium terminal yang menjalani hemodialisis

LFG dengan rumus Cockcroft-Gault

LFG ♀= − usia x berat badankreatinin serum x , LFG ♂= − usia x berat badankreatinin serum

Kimia analyzer, Timbangan < 15 mL/menit/ 1,73 m² Numerik


(46)

26

26 3.7 Alat, Bahan, dan Cara Penelitian

3.7.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik, lembar observasi, alat tulis, spuit 3cc, tabung EDTA, handscoon, mesin hemodialisa, plester, dan automated hematology analyzer.

3.7.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah vena pasien sebanyak 3cc.

3.7.3 Cara Kerja Alat

Automated hematology analyzer merupakan alat dengan teknik analisis flow cytometry. Teknik ini digunakan untuk menganalisis sifat fisiologis dan kimia sel yang menyediakan informasi tentang ukuran, struktur, dan interior sel (Sysmex- Europe, 2015).

Sel dan partikel pada teknik analisis flow cytometry diteliti saat mengalir melewati aliran sel yang sempit (Kaznowska, 2011). Sampel darah diaspirasi dan kemudian diencerkan untuk rasio pra-set dan diberi penanda fluoresensi eksklusif yang berikatan dengan asam nukleat. Setelah itu sampel diangkut ke dalam aliran sel dan diberi sinar semikonduktor yang dapat memisahkan sel melalui tiga sinyal berbeda


(47)

27

(Sysmex-Europe, 2015). Sinyal forward-scattered light menunjukkan volume sel, sinyal side-scattered light menyediakan informasi tentang isi sel, meliputi nukleus dan granula, sinyal side-fluorescence light menunjukkan jumlah asam deoksiribosa nukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA) dalam sel. Sel dengan sifat fisik dan kimia yang mirip membentuk klaster dalam grafik yang dikenal sebagai scattergram (Seguy, 2012).

Teknik analisis hematologi dengan flow cytometry ini dapat digunakan untuk pengukuran dan hitung jenis leukosit, penghitungan nucleated red blood cell (NRBC) dan pengukuran retikulosit (Kaznowska, 2011).

3.7.4 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan sebanyak dua kali yaitu pre dan post hemodialisis dengan cara berikut:

1. Melakukan informed-consent kepada responden 2. Cuci tangan dan menggunakan handscoon

3. Aspirasi darah sebanyak 3ml melalui selang yang terhubung dari badan ke Dialiser

4. Menuliskan identitas responden pada tabung 5. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung


(48)

28

3.8 Alur Penelitian

Pelaporan hasil penelitian Pengolahan data

Pembacaan hasil pemeriksaan jumlah neutrofil Pengolahan spesimen dengan

dimasukkan ke analyzer di laboratorium patologi klinik Pengambilan darah IV pasien

sebanyak 3 cc whole blood( pre dan post hemodialisis )

Perizinan dan etik


(49)

29

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program pengolahan data statistik. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang sesuai untuk keperluan analisis.

c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer.

d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi.


(50)

30

3.9.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan maksimum dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

b. Analisis Bivariat

Hasil analisis univariat yang menggambarkan karakteristik atau distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat (Notoatmodjo, 2010). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paired T-test(Dahlan, 2011). Uji Paired T-test dipilih karena peneliti akan mengkomparasi dua kelompok variabel numerik yang berpasangan, yaitu kadar neutrofil pre-hemodialisis dan post-hemodialisis. Jika tidak memenuhi syarat uji parametrik maka akan dilakukan uji Wilcoxon.


(51)

31

3.10 Etika Penelitian

Penelitian telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 366.


(52)

42

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai perbedaan kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung peneliti dapat menyimpulkan bahwa :

1. Tidak terdapat perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK.

2. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil pre hemodialisis di dapatkan hasil 4570 sel/mm3.

3. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil post hemodialisis di dapatkan hasil 4803 sel/mm3.

4. Persentase pasien PGK yang mengalami kenaikan rerata jumlah neutrofil setelah hemodialisis sebesar 50%.

5. Persentase pasien PGK yang mengalami penurunan rerata jumlah neutrofil setelah hemodialisis sebesar 50%.


(53)

43

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar :

1. Pengambilan sampel darah lebih baik dilakukan melalui darah kapiler yang diambil menggunakan lancet.

2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai hubungan antara rerata jumlah neutrofil dengan lamanya hemodialisis pada pasien PGK.


(54)

44

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2012. Cellular and molecular immunology. Cells and tissues of the immune system. Edisi ke-7. Philadelphia: W B Saunders Company. hlm. 15-35.

Afiatin RMR. 2013. Laju Filtrasi glomerolus dengan metoda eGFR. JKP Universitas Padjadjaran. 42(1): 1–24.

Amore A, Coppo R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis.

Nephrology, Dialysis, Transplantation : Official Publication of the European

Dialysis and Transplant Association - European Renal Association. 17(Suppl 8): 16–24.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Bauer LA. 2006. Clinical pharmacokinetics handbook. Edisi ke-3. Washington: McGraw Hill. hlm.1134-37.

Baratawidjaja KG, Rengganis I. 2012. Imunologi dasar. Sel-sel sistem imun nonspesifik. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hlm. 27-93.

Carpenter CB, Lazarus JM. 1994. Dialysis and transplantation in the treatment of renal failure. Dalam : Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi Ke-13. New York: Mc Graw Hill. hlm. 1281-92

Dahlan MS. 2012. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

Daugirdas JT, Greene T, Depner TA, Leypoldt J, Gotch F, Schulman G, et al. 2007. Handbook of dyalisis. Edisi Ke-4. Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins. hlm. 187-8.


(55)

45

Hamdi A. 2014. Metode penelitian kuantitatif aplikasi dalam pendidikan. Edisi ke-1. Yogyakarta: Deepublish.

Jacobi J. 2002. Pathophysiology of sepsis. AJP. 59 (Suppl 1): 1435–44. Kaznowska I. 2011. The automated hematology analyzers. Journal Medical

University of Lublin. 5(24): 150-60.

Lauralee S. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem kemih. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 366-406.

Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y, Levin A, Coresh J, Rossert J, et al. 2005. Definition and classification of chronic kidney disease: A position statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)z. Kidney International. 67(6): 2089–100.

National Kidney Foundation. 2002. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, clasification and stratification. American Journal of Kidney Diseases. 39(1): 112-40.

National Kidney Foundation. 2010. National kidney foundation spring clinical meetings abstracts. Journal of Renal Nutrition. 4(20):146-53.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nwakoby I, Reddy K, Patel P, Shah N, Sharma S, Bhaskaran M, et al. 2001. Fas

mediated apoptosis of neutrophils in sera of patiens with infection. 69(5): 3343-49.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Patofisiologi ginjal. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 47-90.

Pudji R. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1050-2.

Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokteran Trisakti. 19(3): 115–124.

Rahardjo, Suhardjono. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. hlm. 590-1.

Ratnawati. 2014. Efektivitas dialiser proses ulang (DPU) pada penderita gagal ginjal kronik (Hemodialisa). Jurnal Ilmiah Widya. 2(1): 48–52.


(56)

46

Richard A, Ward, Kenneth R. 1995. Hemodyalisis with cellulose membranes primes the neutrophil oxidative burst. Boston: Artificial Organs. 19(8): 801-7

Rodby RA, Trenholme GM. 1991. Vaccination of the dialysis patient. Journal of Dialysis. 4(2): 102-5.

Sabatine MS. 2013. Chronic kidney disease. Edisi ke-5. Philadepia: Liincot Wiliams dan Wilkins. hlm.112-56.

Sudoyo AW. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penyakit ginjal kronik. Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. hlm 1035-40.

Sukandar E. 2006. Neurologi klinik. Edisi ke-3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD. hlm. 572-83. Supeno B. 2010. Studi cara kerja hemodialisa elektronik ditinjau dari sudut pandang

asuhan keperawatan. Jurnal Rekayasa. 7(2): 15-23.

Suwitra K. 2007. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. hlm 570-3.

Suwitra K. 2009. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035-40.

Sysmex-Europe. 2015. Fluorescence flow cytometry. Diakses dari: http://www.sysmex-europe.com/academy/knowledge

centre/measurementtechnologies/fluorescence-flow-cytometry.html. Diunduh pada 28 Mei 2016.

Tabor B, Geissler B, Odell R, Schmidt B, Blumenstein M, Schindhelm K. 1998. Dialysis neutropenia: The role of cytoskeleton. Kidney Int. 53(16): 783-9.

Tandi M, Mongan A, Manoppo F. 2014. Hubungan antara derajat penyakit ginjal kronik dengan nilai agregasi trombosit. Jurnal E-Biomedik. 2(2): 509–13.

Vanherweghem JL, Tielmans C, Goldman M, Boelaert J. 1991. Infections in chronic hemodialysis patients. Journal of Dialysis. 4(4): 240-6.

Vanholder R, Ringoir S, Dhondt A, Hakim R, Waterloos MA, et al. 1991. Phagocytosis in uremia and hemodialysis patients : a prospective and cross sectional study. Kidney Int. 39(7): 320-7 .


(1)

3.10 Etika Penelitian

Penelitian telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 366.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai perbedaan kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung peneliti dapat menyimpulkan bahwa :

1. Tidak terdapat perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK.

2. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil pre hemodialisis di dapatkan hasil 4570 sel/mm3.

3. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil post hemodialisis di dapatkan hasil 4803 sel/mm3.

4. Persentase pasien PGK yang mengalami kenaikan rerata jumlah neutrofil setelah hemodialisis sebesar 50%.

5. Persentase pasien PGK yang mengalami penurunan rerata jumlah neutrofil setelah hemodialisis sebesar 50%.


(3)

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar :

1. Pengambilan sampel darah lebih baik dilakukan melalui darah kapiler yang diambil menggunakan lancet.

2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai hubungan antara rerata jumlah neutrofil dengan lamanya hemodialisis pada pasien PGK.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2012. Cellular and molecular immunology. Cells and tissues of the immune system. Edisi ke-7. Philadelphia: W B Saunders Company. hlm. 15-35.

Afiatin RMR. 2013. Laju Filtrasi glomerolus dengan metoda eGFR. JKP Universitas Padjadjaran. 42(1): 1–24.

Amore A, Coppo R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis. Nephrology, Dialysis, Transplantation : Official Publication of the European Dialysis and Transplant Association - European Renal Association. 17(Suppl 8): 16–24.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Bauer LA. 2006. Clinical pharmacokinetics handbook. Edisi ke-3. Washington: McGraw Hill. hlm.1134-37.

Baratawidjaja KG, Rengganis I. 2012. Imunologi dasar. Sel-sel sistem imun nonspesifik. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hlm. 27-93.

Carpenter CB, Lazarus JM. 1994. Dialysis and transplantation in the treatment of renal failure. Dalam : Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi Ke-13. New York: Mc Graw Hill. hlm. 1281-92

Dahlan MS. 2012. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

Daugirdas JT, Greene T, Depner TA, Leypoldt J, Gotch F, Schulman G, et al. 2007. Handbook of dyalisis. Edisi Ke-4. Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins. hlm. 187-8.


(5)

Hamdi A. 2014. Metode penelitian kuantitatif aplikasi dalam pendidikan. Edisi ke-1. Yogyakarta: Deepublish.

Jacobi J. 2002. Pathophysiology of sepsis. AJP. 59 (Suppl 1): 1435–44. Kaznowska I. 2011. The automated hematology analyzers. Journal Medical

University of Lublin. 5(24): 150-60.

Lauralee S. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem kemih. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 366-406.

Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y, Levin A, Coresh J, Rossert J, et al. 2005. Definition and classification of chronic kidney disease: A position statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)z. Kidney International. 67(6): 2089–100.

National Kidney Foundation. 2002. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, clasification and stratification. American Journal of Kidney Diseases. 39(1): 112-40.

National Kidney Foundation. 2010. National kidney foundation spring clinical meetings abstracts. Journal of Renal Nutrition. 4(20):146-53.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nwakoby I, Reddy K, Patel P, Shah N, Sharma S, Bhaskaran M, et al. 2001. Fas

mediated apoptosis of neutrophils in sera of patiens with infection. 69(5): 3343-49.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Patofisiologi ginjal. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 47-90.

Pudji R. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1050-2.

Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokteran Trisakti. 19(3): 115–124.

Rahardjo, Suhardjono. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. hlm. 590-1.

Ratnawati. 2014. Efektivitas dialiser proses ulang (DPU) pada penderita gagal ginjal kronik (Hemodialisa). Jurnal Ilmiah Widya. 2(1): 48–52.


(6)

Richard A, Ward, Kenneth R. 1995. Hemodyalisis with cellulose membranes primes the neutrophil oxidative burst. Boston: Artificial Organs. 19(8): 801-7

Rodby RA, Trenholme GM. 1991. Vaccination of the dialysis patient. Journal of Dialysis. 4(2): 102-5.

Sabatine MS. 2013. Chronic kidney disease. Edisi ke-5. Philadepia: Liincot Wiliams dan Wilkins. hlm.112-56.

Sudoyo AW. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penyakit ginjal kronik. Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. hlm 1035-40.

Sukandar E. 2006. Neurologi klinik. Edisi ke-3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD. hlm. 572-83. Supeno B. 2010. Studi cara kerja hemodialisa elektronik ditinjau dari sudut pandang

asuhan keperawatan. Jurnal Rekayasa. 7(2): 15-23.

Suwitra K. 2007. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. hlm 570-3.

Suwitra K. 2009. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035-40.

Sysmex-Europe. 2015. Fluorescence flow cytometry. Diakses dari: http://www.sysmex-europe.com/academy/knowledge

centre/measurementtechnologies/fluorescence-flow-cytometry.html. Diunduh pada 28 Mei 2016.

Tabor B, Geissler B, Odell R, Schmidt B, Blumenstein M, Schindhelm K. 1998. Dialysis neutropenia: The role of cytoskeleton. Kidney Int. 53(16): 783-9.

Tandi M, Mongan A, Manoppo F. 2014. Hubungan antara derajat penyakit ginjal kronik dengan nilai agregasi trombosit. Jurnal E-Biomedik. 2(2): 509–13.

Vanherweghem JL, Tielmans C, Goldman M, Boelaert J. 1991. Infections in chronic hemodialysis patients. Journal of Dialysis. 4(4): 240-6.

Vanholder R, Ringoir S, Dhondt A, Hakim R, Waterloos MA, et al. 1991. Phagocytosis in uremia and hemodialysis patients : a prospective and cross sectional study. Kidney Int. 39(7): 320-7 .


Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009

10 89 75

PERBEDAAN KADAR NATRIUM SERUM PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK PRE DAN POST HEMODIALISIS RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2012

13 35 58

PERBEDAAN KADAR KALIUM SERUM PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK PRE-HEMODIALISIS DAN POST-HEMODIALISIS DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG 2011

9 45 68

PERBEDAAN KADAR SERUM BESI & TIBC BERDASARKAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG 2012

2 17 78

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK PRE-HEMODIALISIS DAN POST-HEMODIALISIS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012

33 109 56

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

0 10 54

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

0 19 69

HUBUNGAN LAMA MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD ABDUL MOELOEK

14 120 64

PERBEDAAN KADAR MONOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PADA PASIEN END STAGE RENAL DISEASE (ESRD) DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

1 8 62

Hubungan Jumlah Trombosit dengan Fungsi Trombosit pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Tahap Akhir Pre-Hemodialisis

0 2 17