Pendahuluan Kerangka Penulisan Analisa Pemisahan Kurva Histeresis

BAB III PENDEKATAN MODEL HYSTERETIC DAMPER

3.1. Pendahuluan

Studi disipasi energi pasif ini dimulai pada pertengahan 1990-an . Berbeda dengan pendekatan desain seismik tradisional yang bergantung pada deformasi inelastis bagian tertentu dari struktur untuk menghilangkan sebagian besar masukan energi akibat gempa seperti balok dan kolom, dalam sistem kontrol pasif energi ini disalurkan ke perangkat khusus yang disebut peredam gempa atau yang saat ini popular dengan sebutan damper . Damper jenis ini memiliki banyak keuntungan : i Deformasi inelastis terkonsentrasi pada peredam dan kerusakan dalam struktur yang sudah tua dapat secara drastis dikurangi atau bahkan dihilangkan ii Penambahan redaman mengurangi perpindahan lateral struktur, yang juga mengurangi kerusakan elemen non – struktural. iii Dengan penempatan strategis peredam seismik, inspeksi, perbaikan atau penggantian setelah gempa bumi dapat dilakukan dengan biaya minimal dan tanpa mengganggu hunian. Dissipasi energi pasif sistem ini sekarang diakui sebagai cara yang efektif dan murah untuk mengurangi risiko gempa untuk struktur.

3.2 Kerangka Penulisan

Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahapan dan ruang lingkup yang dilakukan dalam suatu peneltian. Gambar 3.2 berikut menjelaskan tentang kerangka penelitian yang dimaksud. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1 Kerangka Penulisan START JUDUL TUGAS AKHIR: PENDEKATAN MODEL HYSTERISTIC STEEL DAMPER BERDASARKAN HASIL EKSPERIMENTAL PENGUJIAN DI LABORATORIUM HSD 1 HSD 2 HSD 3 HSD 4 PENGOLAHAN DATA SKELETON PART BAUSCHINGER PART PENYAJIAN DATA KESIMPULAN DAN SARAN KURVA HYSTERISIS PEMISAHAN KURVA HYSTERISIS PENDEDKATAN MODEL TRILINIER KURVA HYSTERISIS K efektif RASIO DAMPING Universitas Sumatera Utara

3.3. Outline Studi Eksperimental

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa peredam leleh baja akan efektif menyerap energi gempa bila kurva hysteresis gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka peredam leleh baja dapat dipasang dengan brasing dalam arah sumbu kuatnya. Studi numerik yang dilakukan oleh Daniel 2011 terhadap 3 jenis peredam leleh dengan bentuk geometri lubang seperti belah ketupat DAM, bentuk X ganda DBX, dan lubang bentuk elips ELP seperti pada gambar 2. Ketiga jenis ini diberi beban cyclic dalam arah sumbu kuatnya major axis bending, dimana kemampuan dalam mengabsorb energi dinyatakan dalam bentuk kurva hysteresis loop pada batas regangan 0.25. Dalam pemodelan sifat hardening material baja akibat beban siklik dimodelkan sebagai kombinasi isotopic hardening dan kinematic hardening. Walaupun ketiga bentuk ini menunjukkan kurva hysteresis yang stabil dan gemuk, tetapi bentuk X ganda ini memiliki kurva hysteresis yang lebih gemuk bila dibandingkan dengan kedua Universitas Sumatera Utara jenis lainnya seperti ditunjukkan pada gambar 3.6 Luas dibawah kurva hyteresis loop D W menyatakan besarnya energi yang dissipasi oleh peredam leleh baja. Gambar 3.2. Bentuk geometri ketiga peredam leleh baja Daniel. 2011 Joule x W DAM peredam a D 5 10 123 . 1 . = Joule x W ELP peredam b D 5 10 0538 . 1 . = Universitas Sumatera Utara

3.3.1. Spesimen

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya peredam bentuk-X yang memliki hysteresis loop yang gemuk dan stabil dan mengingat kapasitas momen lentur peredam leleh baja bentuk X ini tidak linier lagi bila dipasang dalam arah sumbu kuatnya, maka penulis melakukan kajian numerikal lagi terhadap lima jenis geometri dari modifikasi bentuk X lihat gambar 3.7 yang dibentuk dari pelat baja ukuran 210mm x 300mm dengan tebal 20mm seperti ditunjukkan pada gambar 3.8. Joule x W DBX peredam c D 5 10 6659 . 1 , . = Gambar 3.3. Kurva hysteresis loop peredam lelah baja Daniel. 2011 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.5 Spesimen untuk uji experimental Daniel. 2011 a. HSD 1 b. HSD 2 c. HSD 3 d. HSD 4 Gambar 3.4 Hollow Steel Damper HSD. Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.6 Bentuk geometri peredam leleh baja. Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi 2013 Keempat spesimen peredam lelah baja ini mempunyai tebal 20 mm dengan bentuk geometri sisinya lurus HSD1, cembung HSD2, cekung HSD3, dan bentuk cembung HSD4. Dimana jenis HSD4 dan HSD2 hanya berbeda dimensi lebar ditengahnya. Keempat spesimen peredam ini diprediksi bisa meleleh keseluruhan tingginya sebelum tekuk torsional terjadi dan bentuk cembung X-ganda diyakini lebih baik dari bentuk lurus atau cekung. Elemen Universitas Sumatera Utara dimodelkan sebagai elemen solid, dimana elemen ini mempunyai 8 node dan hanya satu titik integrasi sehingga sangat menghemat waktu eksekusi program. Namun, elemen ini rentan terhadap problem stabilitas numerik yang dikenal dengan nama hourglassing. Untuk mengatasi masalah ini biasanya mesh harus cukup halus dan minimum 4 layer elemen dalam arah ketebalan.

3.3.2. Uji Tarik Pelat Baja

Uji tarik baja ini dilakukan dengan menggunakan mesin Universal testing machine UTM merek Dartec dengan kapasitas pembebanan 1500 kN. Gambar 3.7 Bentuk tipikal spesimen untuk uji tarik Dari hasil uji tarik ini didapat kurva hubungan tegangan dan regangan baja seperti pada gambar 10. Dari hasil uji tarik ini didapat tegangan leleh σ y = 279.7 Nmm 2 dan tegangan ultimate σ u = 458.3 Nmm 2 . Data ini dibutuhkan untuk melakukan kajian numerical. Gambar 3.8 Bentuk kurva hubungan tegangan- regangan. Universitas Sumatera Utara Hasil dari uji tarik ini disimpulkan bahwa bahan dasar baja yang digunakan memiliki daktilitas yang baik untuk dijadikan spesimen bahan dasar peredam leleh baja damper.

3.3.3 Detail Pengujian Spesimen

Spesimen peredam leleh baja dengan bentuk X ganda yang telah dimodifikasi dengan variasi lebar, tinggi dan tebal akan dibebani dengan beban siklik dengan metode kontrol perpindahan sampai spesimen gagal atau tidak stabil. Bentuk dan susunan model pengujian spesimen peredam seperti ditunjukkan pada gambar 3.9. Gambar 3.9 a. Tampak samping set-up detail Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.9 b. Tampak depan set-up detail Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi 2013 Gambar 3.10 Contoh pemasangan spesimen pada alat uji Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi 2013 Universitas Sumatera Utara

3.3.4 Hasil Ekperimental

Langkah pelaksanaan di laboratorium dilakukan sebagai berikut. Setiap kali pengujian dilakukan dengan cara pencatatan besar perpindahan horizontal dengan alat linier variable displacement transducer dan regangan yang terjadi. Semua data ini akan disimpan dan selanjutnya dari catatan tersebut akan dihasilkan suatu grafik yang mengambarkan hubungan perpindahan dan besar beban yang diberikan. Grafik ini dikenal sebagai kurva hysteresis Berikut ini adalah hasil dari eksperimental yang dilakukan pada keempat spesimen peredam leleh baja dengan bentuk X ganda yang telah dimodifikasi dengan variasi lebar, tinggi dan tebal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambar 3.11 Kurva hysteresis HSD 1 -250 -200 -150 -100 -50 50 100 150 200 250 -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 50 60 Perpindahan mm G aya k N Kurva HSD 1 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.12 Kurva hysteresis HSD 2 Gambar 3.13 Kurva hysteresis HSD 3 -300 -250 -200 -150 -100 -50 50 100 150 200 250 300 350 -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 50 60 G aya k N Perpindahan mm Kurva HSD 2 -250 -200 -150 -100 -50 50 100 150 200 -60 -40 -20 20 40 60 Perpindahan mm G aya k N Kurva HSD 3 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.14 Kurva hysteresis HSD 4 Kurva hysteresis dapat memberi gambaran kemampuan peredam dalam menyerap energi. Dari kurva ini dapat dihitung nilai redaman hysteretik dan diperkirakan bisa mencapai 40. Dari kurva tersebut akan didapatkan karakteristik mekanik dari peredam leleh baja seperti kekuatan leleh, kekakuan elastis dan kekakuan pasca leleh berdasarkan bentuk kurva hysteresis yang didapat. Nilai-nilai ini dibutuhkan untuk melakukan pemodelan peredam pada simulasi numerikal dalam perencanaan bangunan tahan gempa. -300 -250 -200 -150 -100 -50 50 100 150 200 250 300 -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 50 60 G aya k N Perpindahan mm Kurva HSD 4 Universitas Sumatera Utara

3.4. Analisa Pemisahan Kurva Histeresis

Kurva ini adalah kurva hubungan antara gaya dan perpindahan. Kurva ini adalah hasil dari deformasi siklik bahan leleh baja sehingga terjadi degradasi kekuatan yang diasumsikan merupakan titik kegagalan struktur. Kapasitas disipasi energi metallic damper sangat tergantung pada pola pembebanan yang diterapkan. Maka salah satu cara untuk mewakili ketergantungan ini dibuat pembagian energi total disipasi oleh perangkat redaman menjadi apa yang disebut skeleton part dan Bauschinger part. Benavent-Climent 2010 menguraikan jumlah total regangan plastis energi disipasi oleh perangkat redaman sebagai berikut. Segmen 0-1 , 5-6 , 11-12 , 17-18 dalam domain positif dan 2-3 , 8-9 , 14-15 dalam domain negatif dari garis yang melebihi tingkat beban dicapai sebelumnya oleh siklus dalam domain pembebanan yang sama. Dengan menghubungkan segmen ini secara berurutan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.17 b , maka akan diperoleh kurva yang disebut skeleton part . Kato dkk, memverifikasi bahwa, di bawah pembebanan yang tidak konstan akan mengubah deformasi , skeleton curve ini didekati dengan hubungan Q - δ yang diperoleh berdasarkan monotonic loading. Skeleton curve dapat didekati dengan kurva trilinear ditunjukkan dengan garis putus-putus pada Gambar 3.16 b, yang didefinisikan oleh beban lentur Q y , perpindahan gaya lentur δ y , kekakuan plastik yang pertama dan kedua K P1 dan K P2 K P1 ≥ K P2 , dan beban Q B , yang menentukan titik perpindahan dari K P1 ke K P2 . Universitas Sumatera Utara Gambar 3.15 Pemisahan kurva histeresis: a kurva asli; b skeleton part; dan c Bauschinger part. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.16 Tri-linear model dari skeleton part Selain itu, pendekatan skeleton curve untuk hysteretic damper yang di peroleh dari hasil penelitian sebelumnya diidealkan dengan model tri-linear dengan kekakuan normal K P1 dan K P2 seperti pada gambar 3.17. Segmen 1-2 , 6-7 , 12-13 , 18-19 , 3-4 , 9-10 , dan 15-16 adalah unloading path , yang kemiringannya merupakan kekakuan elastis awal Ke = Q y δ y . Dalam Gambar 3.16 b, S � � + dan S � � − menunjukkan deformasi plastik terakumulasi di setiap skeleton curve pada saat komponen baja mengalami kegagalan , dan �� � adalah deformasi plastis terakumulasi dalam pendekatan skeleton curve model trilinear di Q = Q B . Untuk setiap domain pembebanan pada Gambar 3.16 b, daerah yang dibatasi oleh unloading path pada saat melewati titik maksimum beban dan sumbu horizontal dari titik maksimum tersebut ditarik terhadap siklus kurva sebelumnya ini disebut Universitas Sumatera Utara dengan daerah skeleton curve yang merupakan bagian dari total disipasi energi regangan plastis oleh komponen baja, yang disebut sebagai S � � + dan S � � − . Segmen 4-5 ,10-11 , 16-17 dalam domain positif dan 7-8 , 13-14 dalam domain negatif beban mulai dari Q = 0 dan berakhir pada tingkat beban maksimum yang sebelumnya dicapai dalam siklus sebelumnya pada domain pembebanan yang sama. Ini adalah jalur yang melunak oleh efek Bauschinger yang akan menjadi Bauschinger part . Hal ini lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.16 c. Untuk setiap domain pembebanan, jumlah daerah diselimuti oleh setiap Bauschinger part, dengan unloading path melewati melalui titik beban maksimum segmen dan dengan sumbu horisontal , merupakan Bauschinger part dari total disispasi energi regangan plastik oleh komponen baja, disebut sebagai B � � + dan B � � − .

3.5. Disipasi Energi Damping