Upaya Menigkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (problem-baseb laring) : penelitian tindakan kelas di MTs Negara 3 Pondok Pinang-Jakarta

(1)

i SKRIPSI

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

BERDASARKAN MASALAH

(PROBLEM-BASED LEARNING)

Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta

Oleh :

Suherman

103016327174

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING)

Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

SUHERMAN NIM. 103016327174

Dibawah Bimbingan:

Pembimbing I

Ir. H. Mahmud. M. Siregar, M.Si NIP. 150 222 933

Pembimbing II

Diah Mulhayatiah, MPd NIP. 150 408 694

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

iii

ABSTRAK

Suherman, ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning) Penelitian Tindakan Kelas Di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada Pokok Bahasan Tekanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Peneitian ini dilakukan di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta tahun pelajaran 2007-2008. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII 5 MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta sebanyak 38 orang siswa.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif tipe pilihan ganda dengan empat pilihan (option) yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar fisika siswa, lembar observasi untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas, dan kuisioner untuk mengetahui respon siswa terhadap model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VIII 5 MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta.


(4)

iv

ABSTRACT

Suherman, ” The trying to Improve the Study Result of Student Physics with The Realized of Problem-based Learning Model (Classroom Action Research of MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta)”. Thesis, Program Study of Physics Education, Majors of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purpose of this research is to know the influence of the problem-based learning model on the trying to improve the study result of student physics at the subject Tekanan. The research method is classroom action research. This research is conducted in MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta of school periode 2007-2008. The subject in this research is student of class VIII 5 MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta to the number of 38 students.

The research instrument is in the form of objective test type of double helix with four choice (option) use to know improving the study result of student, observation to know about learning process, and questionnaire to know the student respon of problem-based learning model.

The result of this research can be conclude that the realized of problem-based learning model can be to improve the study result of science student at the class VIII 5 MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhamad SAW yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebenaran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ir. H. Mahmud M. Siregar, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan IPA sekaligus Dosen Penasehat Akademik dan Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

3. Ibu Diah Mulhayatiah, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini. Terimakasih atas segala bimbingan dan motivasinya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Yayan Sudiana, M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan IPA.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan IPA UIN syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan bermanfaat dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Bapak Drs. Budi Haerawan, M.Si., Kepala Sekolah MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta. Ibu Rahmi, S.Pd., selaku guru bidang studi Fisika serta seluruh guru dan staf MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta yang telah banyak


(6)

vi

membantu dan memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penelitian berlangsung.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Mamah Didah dan Bapak Uci Sanusi yang tidak henti-hentinya mendo’akan, melimpahkan kasih sayang, dan selalu memotivasi serta memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kalian.

8. Saudara-saudaraku, Enjang Subawan, Gunawan, dan Sartika Dewi yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, terimakasih saudara-saudaraku semoga Allah SWT membalas dengan balasan terbaik dalam hidup kalian. 9. Sahabat-sahabat terbaik, Sandy, Zunoy, Ase (terima kasih atas

kebersamaannya selama ini), Fi’at, Ria, Melly, Lisna dan semuanya yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan IPA angkatan 2003, Program studi fisika, biologi, dan kimia yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaanya yang selalu memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik dan semua keceriaan selama kuliah, sampai jumpa kawan semoga sukses.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat, dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, September 2008


(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 5

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN ... 6

A. Pembelajaran Sains Berdasarkan Konstruktivisme ... 6

1. Pembelajaran Sains-Fisika ... 6

2. Konsep Konstruktivisme ... 8

3. Prinsip dan Macam Konstruktivisme ... 10

4. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains ... 11

B. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 14

1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 14

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 20

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pembelajaran ... 22

4. Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 25


(8)

viii

5. Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan

Masalah ... 27

C. Hasil Belajar Siswa ... 28

1. Pengertian Belajar ... 28

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 29

3. Pengukuran Hasil Belajar ... 32

D. Hubungan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Hasil Belajar ... 34

E. Kerangka Pikir ... 37

F. Hipotesis Tindakan ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan ... 40

C. Subjek Penelitian ... 43

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 43

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 43

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapakan ... 44

G. Data dan Sumber Data ... 44

H. Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang Digunakan ... 45

I. Teknik Pengumpulan Data ... 46

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 48

3. Uji Tingkat Kesukaran ……….. 49

4. Daya Pembeda ... 49

K. Analisis Data dan Interpretasi Data ... 50

1. Uji Normal-Gain ... 50

2. Kualitas Proses Pembelajaran ... 52

3. Respon Siswa ... 52


(9)

ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta ... 54

B. Hasil Belajar Siswa ... 56

C. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa ... 65

D. Pembahasan Temuan Penelitian ... 68

BAB V PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 24

Tabel 3. 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 46

Tabel 3. 2. Skala Penilaian Aktivitas Pembelajaran ... 52

Tabel 4. 1. Rangkuman Pretes Hasil Belajar Fisika Siswa ... 56

Tabel 4. 2. Rangkuman Postes Hasil Belajar Fisika Siswa ... 57

Tabel 4. 3. Ringkasan Hasil Belajar Fisika Siswa ... 59

Tabel 4. 4. Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes ... 60

Tabel 4. 5. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes ... 61

Tabel 4. 6. Pengujian Rata-rata Perbedaan Pretes dan Postes Hasil Belajar Fisika Siswa ... 62

Tabel 4. 7. Hasil Uji Normalitas N-Gain ... 63


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Bagan Kerangka Pikir ... 38 Gambar 3. 1. Bagan Penelitian Tindakan Kelas ... 41


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 77

2. Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ... 86

3. Perhitungan Uji Validitas ... 90

4. Tabel Validitas Instrumen ... 91

5. Perhitungan Uji Reliabilitas ... 92

6. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 93

7. Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 94

8. Instrumen Hasil Belajar Fisika Siswa ... 95

9. Data Hasil Pretes dan Postes Siswa ... 99

10.Analisis Pemahaman Konsep Pretes ………. 100

11.Analisis Pemahaman Konsep Postes ………. 101

12.Data Perhitungan N-Gain Pretes-Postes ………... 102

13.Data Distribusi Frekuensi Pretes ……….. 103

14.Data Distribusi Frekuensi Postes ……….. 106

15.Uji Analisis Data ………... 109

16.Uji Statistik ……… 118

17.Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran …………. .………. 122

18.Lembar Kerja Siswa ……….………. 155

19.Format Observasi Proses Pembelajaran ………..…….. 163

20.Kuisioner Respon Siswa ………... 164

21.Data Perhitungan Skor Rata-rata Lembar Observasi ……… 165

22.Data Perhitungan Kuisioner Siswa ……… 167


(13)

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi saat sekarang ini, dibutuhkan manusia yang bermutu, terampil dan berwawasan luas terhadap kepentingan pembangunan nasional dalam berbagai aspek yang amat besar dan strategis bagi bangsa.

Secara sederhana untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia salah satunya ialah melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu agenda penting nasional dalam rangka menunjang terwujudnya masa depan yang cerah bagi seluruh bangsa, karena melalui pendidikan dapat mewujudkan manusia yang berkualitas, berpikir kreatif, bermoral baik dan berkompetensi dibidangnya dalam memajukan segala komponen bangsa yang berdasarkan pada tujuan pendidikan di Indonesia dalam menunjang pembangunan nasional.

Mutu pendidikan sangat penting dalam rangka peningkatan peradaban dan pengembangan bangsa di masa depan. Pernyataan ini senada dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa:

"Pendidikan naisonal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".1

Untuk mencapai tujuan ini perlu diiringi dengan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pendidikan, diantaranya meliputi : supervisor sekolah, manager sekolah, guru, beserta siswa. Dalam

1

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, dari http://www.google.co.id


(14)

xiv

meningkatkan mutu pendidikan tentu diperlukan suatu kerja sama yang baik dari semua komponen yang menyokong terselengaranya kegiatan pendidikan tersebut.

Mutu pendidikan yang baik akan menciptakan output yang baik, serta dapat memberikan kompetensi yang bermanfaat dalam kehidupannya kelak. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan ialah mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas.

Proses pembelajaran di kelas yang optimal dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal pula. Proses pembelajaran di kelas seharusnya siswa ditempatkan sebagai subjek dan bukan lagi sebagai objek, maka dari itu proses pembelajaran yang sesunguhnya ialah kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Ciri utama orang yang belajar adalah terjadinya perubahan dalam perilaku dan tingkah laku.2 Ditandai adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang melalui proses belajar tersebut, maka akan menghasilkan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Peningkatan hasil belajar siswa selalu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya ialah penggunaan metode mengajar. Dalam mengunakan metode mengajar, seorang guru dapat menerapakan salah satu model pembelajaran inovatif yang membantu guru dan siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.3 Seorang guru dituntut untuk pintar dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapakan dalam proses pembelajaran dikelas.Guru sebagai seorang pengajar kadang-kadang salah dalam

2

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA PRESS, 2003), h. 14

3

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 5


(15)

xv

menggunakan metode dan menerapkan model pembelajaran yang seharusnya digunakan dalam proses pembelajaran. Kesalahan dalam menerapkan metode mengajar dapat menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar, perolehan hasil belajar yang tidak optimal, kejenuhan dalam belajar, dan hal-hal lain yang dapat menghambat proses pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran yang baik agar memperoleh hasil yang optimal merupakan hal yang sangat penting diterapkan oleh seorang guru, karena dengan ini dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya tanpa merasa bahwa materi pelajaran yang mereka terima sangat menyulitkan. Berdasarkan hal inilah seorang guru atau pengajar harus mampu memberikan motivasi yang besar pada siswa agar mereka dapat menerima materi yang diberikan dengan rasa senang. Pemilihan model pembelajaran hendaknya dapat melibatkan siswa secara aktif, baik secara fisik, intelektual dan emosionalnya dalam belajar, apalagi dalam pembelajaran fisika yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam dunia pendidikan, fisika merupakan salah satu cabang keilmuan sains yang menuntut siswa untuk aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian tentang pembelajaran fisika menunjukan bahwa banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih menarik dan menghasilkan prestasi siswa yang tinggi. Namun, satu faktor terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.4 Namun disisi lain siswa beranggapan bahwa fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang paling ditakuti. Padahal, mata pelajaran fisika itu sebenarnya menarik dan dekat dengan kehidupan. Oleh sebab itu perlu penerapan metode, strategi dan model yang bervariasi dalam pembelajaran fisika, sehingga siswa tidak menganggap fisika adalah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.

Salah satu model pembelajaran alternatif yang melibatkan siswa secara aktif ialah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah(Problem-Based Learning) atau lebih dikenal dengan singkatan PBL. Dipilihnya model

4


(16)

xvi

Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam penelitian ini, karena model Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada dasarnya lebih mendorong siswa untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh siswa, diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias siswa dalam belajar. Dengan demikian diharapakan dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika yang dapat mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning)”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, model pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh guru dan siswa dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Maka dari itu penulis mengidentifikasi beberapa masalah, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah terhadap hasil belajar fisika siswa?

2. Bagaimana model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

3. Bagaimanakah persepsi dan kesan siswa terhadap model Pembelajaran Berdasarkan Masalah?

C.

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari salah penafsiran terhadap skripsi ini maka penulis membatasi fokus penelitian pada penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah sebagai upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada pokok bahasan Tekanan. Objek penelitiannya dilakukan di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta pada semester ganjil tahun pelajaran 2007-2008.


(17)

xvii

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan perumusan masalah penelitian sebagai berikut : “Pengaruh penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam pembelajaran fisika terhadap hasil belajar fisika siswa ?”

E.

Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kesulitan siswa dalam proses pembelajaran fisika di dalam kelas.

2. Mengetahui sejauh mana peranan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Siswa ; diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi untuk menyelesaikan permasalahan Fisika.

2. Guru ; diharapkan dapat dijadikan alternative metode pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik.

3. Sekolah ; diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan sumbangan dalam meningkatkan mutu pendidikan.


(18)

xviii

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR,

DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.

Pembelajaran Sains Berdasarkan Konstruktivisme

1. Pembelajaran Sains-Fisika

Menurut Iskandar sebagaimana dikutip oleh sofyan yang menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “Natural Science” atau secara singkat disebut “Science”. Natural berarti alamiah, sedangkan science berarti ilmu pengetahuan. 5 Sedangkan menurut Carin dan Sund dalam Zulfiani mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.6 Dalam melakukan eksperimen terjadilah proses dan menghasilkan produk. Proses yang dimaksud dalam sains ialah kemampuan manusia dalam menggunakan daya pikirnya untuk menemukan fakta dan membangun konsep serta prinsip dibidang sains berkaitan dengan gejala-gejala alam, sedangkan produk ialah hasil dari daya pikir berupa perkembangan teknologi melalui penerapan teori dan prinsip-prinsip dalam ilmu sains tersebut.

Dengan kemampuan dan daya pikirnya, manusia dapat melakukan eksperimen dan observasi terhadap gejala-gejala alam disekitarnya dalam proses mencari fakta dan kebenaran dari suatu pengetahuan. Sains merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang membantu seseorang untuk mewujudkan

5

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA Sains, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 1

6

Zulfiani, Model Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs, (Jakarta: Seminar Pembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah, Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 1


(19)

xix

hal tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan...”science education is based on both practice and interpretation, that it is so connected with real life and that requires cooperation facilitate the problem based-learning.”7

Seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia tersebut, sains berkembang sebagai ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari hingga sekarang. Dalam perkembangan pembelajaran, sains terbagi kedalam tiga subbidang studi diantaranya bidang studi kimia, bidang studi biologi, dan bidang studi fisika.

Fisika merupakan salah satu bidang sains yang menarik untuk dipelajari dan menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Fisika adalah salah satu bagian disiplin ilmu yang terdiri atas komponen-komponen alam yang saling terkait. Komponen itu adalah objek dari gejala-gejala alam yang sangat luas dan selalu berkembang dari waktu ke waktu yang memberikan konsekuensi pada manusia.

Menurut Karhami sebagaimana dikutip oleh Nurdin Ibrahim menyatakan bahwa fisika merupakan salah satu subbidang studi sains, berfungsi untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuhkan sikap ilmiah, dan kesadaran/kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan teori, konsep/prinsip fisika yang yang sudah dikuasai sebelumnya serta kesadaran kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.8

Selain itu pengertian lain mengatakan bahwa, fisika adalah ilmu tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia.9 Maka, jelas bahwa teknik-teknik pengamatan merupakan bagian yang amat penting dalam pengajaran fisika. Bidang keilmuan fisika menekankan pada

7

Orhan Akinoglu and Ruhan Ozkardez tandogan, The effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic, Achievment, Attitude and Cocept Learning, dari Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, h.72

8

Nurdin Ibrahim, ”Hasil Belajar Fisika Siswa SLTP Terbuka Tanjung Sari Sumedang Jawa Barat”, dalam Jurnal Pendidkan dan Kebudayaan No. 031 Tahun ke – 7, September 2001, hlm. 487

9

Tim Penulis PEKERTI Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat

Pembelajaran Biologi di Perguruan Tinggi, (Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), h. 6


(20)

xx

pemberian pengalaman secara langsung. Karena itu, siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses agar mereka mampu menjelajahi dan memahami konsep-konsep fisika dari gejala-gejala alam disekitarnya.

Menurut pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hakikat pembelajaran sains-fisika adalah interaksi pembelajaran yang membahas fenomena-fenomena alam yang saling terkait yang dapat diamati oleh manusia dan selalu berkembang dari waktu ke waktu yang memberikan konsekuensi pada manusia. Hasil dari pembelajaran sains-fisika ini dapat menghasilkan produk teknologi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

2. Konsep Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan suatu pandangan yang mengatakan bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang mutlak, melainkan sesuatu yang dikonstruksi oleh seseorang melalui pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang sudah ada dan diintegrasikan dengan pengetahuan dan pengalaman baru menjadi suatu pengetahuan baru.

Konstruktivisme dikembangkan dari ide Piaget bahwa siswa akan mempunyai pengalaman belajar jika mereka aktif berpartisipasi.10 Konstruktivisme juga dapat diartikan sebagai kedudukan psikologi yang berpegang kepada sebarang kebenaran yang kebanyakan terjadi secara bersamaan dan konkrit. Ini bermakna bahwa ilmu pengetahuan dibina oleh individu-individu melalui pengamatan kepada fenomena alam.11 Pembinaan ilmu pengetahuan ini dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Siswa harus ikut aktif berpartisipasi dalam membina dan mengembangkan pengetahuan mereka melalui proses pengamatan kepada fenomena alam.

Selanjutnya Betten Court dan Mattew menyatakan bahwa konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan

10

Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode

Konstruktivisme, dalam METAMORFOSA, Vol. 1 No. 2, Oktober 2006, h. 49

11

Embong Bin Omar, Konstruktivisme: Konsep dan Implikasinya dalam Belajar, dari http://www.mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc, 2 Februari 2007


(21)

xxi

bahwa pengetahuan seseorang adalah konstruksi orang itu sendiri.12 Sedangkan Briner menyebutkan bahwa dalam konstruktivisme, siswa membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang sudah ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. 13 Pendapat-pendapat ini senada dengan pernyataan Gwendi yang mengatakan bahwa..”constructivism assumes that ’knowledge’ is not an absolute, but is ‘constructed’ by the leaner based on previous knowledge and overall views of the world.” 14 Maksud dari pernyataan ini ialah konstruktivisme berasumsi bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang mutlak melainkan sesuatu yang dikonstruksi/dibangun oleh sesorang berdasarkan pengetahuan sebelumnya.

Berdasarkan pengertian diatas, pada dasarnya konsep konstruktivisme adalah suatu teori atau faham yang menyatakan bahwa setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa dikuasai (dipahami secara sungguh-sungguh) oleh seseorang apabila orang tersebut secara aktif mengkonstruksi/membentuk pengetahuan atau kemapuan itu di dalam pikirannya. Konstruktivisme memberikan keleluasaan pada siswa secara aktif untuk mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan ide atau gagasan yang telah dimilikinya. Siswa mengkonstruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman, sehingga siswa dibiasakan memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya melaui proses belajar.

12

Kartimi, Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains: Pembelajaran Berbasis Komputer, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 25

13

Sri Subarinah, Pengembangan Mata Kuliah Geometri Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Mataram, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 053. Tahun ke-11, maret 2005, h. 255

14

Gwendi Camp, Problem-Based Learning: A Paradigm Shift or a Passing Fad?, dari http://www.uchsc.edu/primary/pbl.htm


(22)

xxii

3. Prinsip dan Macam Konstruktivisme

Secara garis besar konstruktivisme merupakan suatu konsep yang menempatkan siswa sebagai subjek yang membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan ide atau gagasan yang telah dimilikinya.

Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan, menurut O’Loughlin didasarkan atas empat prinsip dasar, yaitu:

1. pengetahuan terdiri dari post construction

2. pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi

3. belajar sebagai suatu proses organik penemuan lebih daripada proses mekanik akumulasi, dan

4. mengacu kepada mekanisme pada situasi perkembangan kognitif dapat berlangsung. 15

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam rangka membangun pengetahuan diperlukan suatu proses penyesuaian terhadap siatuasi perkembangan kognitif seorang siwa dalam proses pembelajaran. Dalam merujuk pembelajaran konstruktivisme, Watts mengidentifikasi enam prinsip yang menjadi ciri “strong constructivism”, yaitu:

1. cognitive construction; berhubungan dengan proses konseptualisasi, yaitu hubungan antara pengetahuan awal dengan informasi yang tersedia,

2. constructive processes; berhubungan dengan proses konstruksi, rekonstruksi maupun dekonstruksi struktur pengetahuan,

3. oppositionality; berhubungan dengan aktivitas membandingkan dan membedakan,

4. critical realism; berhubungan dengan kemampuan berargumen karena pengetahuan bersifat sementara,

5. self determination; berhubungan dengan pencapaian metakognisi, 6. collegiality, berhubungan dengan konteks sosial pembelajaran.16

Banyak pakar yang menggolongkan konstruktivisme, namun secara umum dari segi subyek yang membentuk pengetahuan, konstruktivisme dapat dibedakan menjadi konstruktivisme psikologi personal, psikologi sosiokultural

15

Solichan Abdullah, Konstruktivisme dalam Pendidikan, dalam FASILITATOR, Edisi VI/Tahun 2003, h. 9

16

Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif


(23)

xxiii dan konstruktivisme sosiologis.

1. Konstruktivisme psikologi personal diperkenalkan oleh Piaget dan Posner et al. Konstruktivisme psikologi personal menekankan pada tiga proses kunci membangun pengetahuan, yaitu akomodasi, asimilasi, dan ekuilibrum. Pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa sejalan/berhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan skema ataupun perubahan konseptual. Akomodasi merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda sehingga memungkinkan terjadinya proses perubahan konseptual sehingga siswa mengalami empat kondisi, yaitu; 1) perasaan kurang puas terhadap konsepsi yang ada/yang dimilikinya; 2) intelligible dapat dipahami; 3) plausible dapat diterima (masuk akal); 4) fruitful dapat berkembang. Ekuilibrum merupakan fase ksetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. 2. Konstruktivisme sosiokultural tokoh sentralnya adalah Vygotsky.

Vygotsky menekankan faktor bahasa mempengaruhi proses membangun pengetahuan individu. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif dalam menegosiasikan pemahaman. Negosiasi pemahaman sangat mempengaruhi zona proksimal individu; suatu rentang pemahaman dalam sistem kognisi individu.

3. Konstruktivisme sosiologis memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh masyarakat dengan tidak memperhatikan unsur personal. Dengan demikian, pengukuhan pengetahuan dipengaruhi oleh konsesus sosial (science as social construct)

4. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran sains

Pembelajaran diartikan sebagai proses belajar mengajar. Dalam konteks pembelajaran terdapat beberapa komponen penting, diantaranya guru dan siswa yang saling berinteraksi.17 Pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik atau murid. Konsep

17


(24)

xxiv

pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.18

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah antara guru dengan siswa. Dengan adanya interaksi ini diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif, seperti halnya dalam pembelajaran konstruktivisme yang memandang bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa dalam rangka membangun pengetahuan. Siswa berperan sebagai individu yang mencari kebenaran terhadap apa yang dipelajarinya, dan guru bertugas sebagai pengendali dan mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuannya.

Pembelajaran sains dalam konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep sains dengan kemapuannya sendiri melaui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep baru. Skemp menyatakan bahwa pemahaman atau pengetahuan dapat dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.19

Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang menyatakan bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuan secara aktif, tidak hanya mengimitasi dan membentuk bayangan dari sesuatu yang diamati atau diajarkan oleh guru melainkan individu tersebut menyeleksi, menyaring, memberi arah dan menguji kebenaran atas informasi yang diterimanya.20Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar untuk menemukan sendiri konsep sains melalui akomodasi konsep lama dengan fenomena-fenomena

18

Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2006), Cet. Ke-4, h. 61

19

Sri Subarinah, Pengembangan Mata Kuliah ..., h. 256

20


(25)

xxv

baru yang ditemukan dalam pembelajaran.21 Dengan dijadikannya siswa sebagai pusat kegiatan belajar ini dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuanya dibidang sains. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa dalam mengkonstruk pengetahuan melalui kegiatan pembelajaran.

Dari berbagai pandangan yang telah dikemukakan, sudah jelas bahwa konstruktivisme merupakan suatu pandangan yang memberikan kebebasan pada siswa secara aktif untuk mengkonstruk/membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan mengintegrasikan pengetahuan terebut dengan pengetahuan baru melalui pengamatan dan pengalaman siswa dalam pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran konstruktivisme, peran seorang guru amat diperlukan juga yaitu sebagai orang yang bertugas mengendalikan dan mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuan. Menurut Ken Apleton dan Hilary Asoko, guru yang melakukan interaksi belajar dengan menggunakan pembelajaran konstruktivisme mempunyai kemampuan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Guru menyadari bahwa siswa yang datang pada situasi pembelajaran membawa serta pengetahuan awal yang mereka miliki dan mereka mencoba mengeluarkan pengetahuan tersebut.

2. Sewaktu mengajar guru mempunyai pengetahuan konseptual yang jelas untuk siswa dan paham bagaimana mengarahkan peran siswa untuk mencapai pengetahuan tersebut.

3. Guru juga menggunakan strategi-strategi belajar yang dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan awal yang mereka miliki.

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan dengan sebaik-baiknya pengetahuan baru yang telah mereka peroleh.

5. Guru juga menyiapkan kegiatan yang dapat digunakan siswa untuk mengeluarkan pendapat mereka berdasarkan pengetahuan baru yang telah mereka miliki.22

21

Kinkin Suartini, Bentuk-bentuk Pertanyaan Sains Dalam Pembelajaran Model Konstruktivisme, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 2

22

Embong Bin Omar, Konstruktivisme: Konsep dan Implikasinya dalam Belajar, dari http://www.mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc, 2 Februari 2007


(26)

xxvi

Sedangkan menurut Hudoyo dalam Sri Subarinah menyatakan bahwa guru perlu mengupayakan hal-hal sebagai berikut: (1) menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan; (2) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit; (3) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau lingkungannya; (4) memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis; (5) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga sains menjadi menarik.23

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa guru yang konstruktivis adalah guru yang mampu membantu siswa dalam proses pembentukan pengetahuan siswa melalui proses pembelajaran.

Kelebihan dan implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran sains yang lebih mementingkan proses pencapaian pengetahuan, dan pembelajaran yang berpusat pada siswa maka dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran konstruktivisme perlu sekali diterapkan dalam pembelajaran sains pada umumnya dan pembelajaran fisika khususnya. Jika konstruktivisme diterapkan dalam pembelajaran sains disekolah, akan mendorong siswa dalam menggunakan daya pikirnya untuk menemukan ide-ide secara kreatif yang dapat membangun pengetahuannya. Untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan dalam proses pembelajaran, beberapa pendekatan pengajaran secara konstruktivisme perlu diterapkan. Salah satunya ialah penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

B.

Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tujuan dari pendidikan adalah menciptakan manusia yang aktif, berpikir kreatif, terampil, dan mampu menggunakan pemikirannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya

23


(27)

xxvii

hari. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan.

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru untuk memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.24 Pembelajaran yang menyenangkan dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Siswa tidak merasa terbebani dengan sulitnya materi-materi ajar yang diberikan oleh sekolah, yang dalam hal ini yaitu bidang keilmuan fisika.

Untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa, diperlukan adanya pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mendorong siswa untuk lebih berpikir kreatif dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan materi pembelajaran fisika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam memecahkan masalah ialah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning).

Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah suatu model pembelajaran yang merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL juga sering dikenal dengan istilah pendekatan kontekstual. Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme

24


(28)

xxviii

yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.25

Melalui landasan konstruktivisme CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL siswa diharapkan dapat belajar melalui mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-obyektif, temporer dan selalu berubah. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar.

CTL itu sendiri merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat diperlukan karena kebanyakan para siswa tidak dapat menerapakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan mereka yang disebabkan kurang menariknya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Untuk itu seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang sesuai untuk siswa dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Siswa tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran, melainkan sebagai subjek yang berperan dalam proses pembelajaran.

Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:

1. Belajar berbasis masalah (problem - based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

2. Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna

25

Bambang, Mengapa CTL Menjadi Pilihan?, dari http//rbaryans.


(29)

xxix

3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.

5. Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa mrnggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.

6. Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut.

7. Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa intuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.

Dari ketujuh komponen tersebut, konsep Belajar Berdasarkan Masalah termasuk di dalamnya. Maka dari itu jelaslah bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang berakar dari pembelajaran konstruktivisme.

Banyak pakar pendidikan mendefinisikan Pembelajaran Berdasarkan Masalah diantaranya yaitu menurut Duch, Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah metode pendidikan yang mendorong siswa mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subjek. Pembelajaran Berdasarkan Masalah menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta


(30)

xxx

mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.26

Menurut Rhem, Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan pembelajaran yang dihasilkan dari bekerja dengan masalah, belajar dari kontekstual masalah dan situasi yang terstruktur serta berusaha untuk menemukan solusi yang berarti.27 Sedangkan Pembelajaran Berdasarkan Masalah menurut Berns dan Erickson sebagaimana dikutip oleh Evi Nursari merupakan suatu pendekatan instruksional dalam pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah nyata dalam kehidupan keseharian sebagai konteks siswa untuk belajar berpikir kritis dan keahlian siswa dalam memecahkan masalah.28

Menurut Maggi Savin-Baden dalam prolognya mengatakan bahwa “Problem based-learning is increasingly being seen as a means of educating students to learn with complexity”.29 Maksudnya ialah Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu alat yang digunakan siswa untuk belajar sesuatu yang rumit dan dapat memecahkannya.

Sedangkan menurut literatur lain, Wilkerson dan Gijselaers mengklaim bahwa Problem based-learning is characterized by student-centered approach, teachers as “facilitators rather than disseminator,”and open-ended problems (in PBL, these are called “ill-structured) that “serve as the initial stimulus and framework for learning”.30 Menurut pengertian tersebut, Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu konsep pembelajaran yang mempunyai karakteristik pembelajaran berpusat pada

26

Universitas Islam Indonesia, www.uii.ac.id/index.asp?u=710&b=1&v=1&j=1&id=8: 2006

27

Lisye Puji Febiyanti, “Identifikasi Pertanyaan Siswa SMP Selama Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Konsep Pola Interaksi Organisme”, Skripsi program Sarjana UPI Bandung, (Bandung : Universitas Pendidkan Indonesia, 2004), hlm. 13

28

Evi Nursari, Efetivitas Strategi Problem-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) Dalam Pembelajaran Sub Konsep Pemencaran Tumbuhan Pada Siswa SMU Negeri 22 Bandung ”,Skripsi Program Sarjana UPI Bandung, (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2004), h. 3

29

Magi Savin-Baden, Facilitating Problem Based-Learning (Illuminating Perspectives), (Philadelphia : SRHE, 2003), p. 2

30

Stanford University Newsletter On Teaching, Problem Based-Learning, Winter 2001 Vol. 11, No. 1, h. 1


(31)

xxxi

siswa dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang bertugas memberikan rangsangan-rangsangan terhadap siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Sufery and Duffy dalam Min Liu mengatakan..”Problem-based learning (PBL) is an instructional approach that exemplifies student centered learning. It emphasizes solving complex problems in rich contexts and aims at developing higher-order thinking skills. PBL has these characteristics: (a) learning is student-centered; (b) authentic problems form the organizing focus for learning; (c) new information is acquired through self-directed learning; (d)learning occurs in small groups; and (e) teachers act as facilitators.”31 Pandangan ini mengatakan bahwa Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mempunyai karakteristik pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah mendorong siswa untuk aktif dalam mengkonstruk pemahaman yang sudah ada dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Hal ini senada dengan pernyataan “Problem-Based Learning (PBL) is away of constructing and teaching courses using problem as the stimulus and focus for student activity”.32

Pembelajaran Berdasarkan Masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner memerikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang memilki kemampuan lebih.33 Dalam hal ini pembelajaran berdasarkan masalah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak lain yang membantu siswa dalam memecahkan masalah.

31

Min Liu, Motivating Students Through Problem-Based Learning, dari http: //utexas.edu, 2005, h. 2

32

David Boud and Grahame I Felleti, The Challenge ofProblem-Based Learning(PBL), (London : Kogan Page), dari http://www.google .co.id

33

Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Buku Ajar Mahasiswa), (Surabaya : UNESSA-UNIVERSITY PRESS, 2000), h. 22


(32)

xxxii

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu model pembelajaran memfokuskan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong siswa agar lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Permasalahan-permasalahan-permasalahan ini tentunya yang ada kaitannya antara materi yang diajarkan dengan kehidupan keseharian siswa. Selain itu, seorang guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah tersebut.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berdasarkan

Masalah

Program inovatif Pembelajaran Berdasarkan Masalah pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah di McMaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasarkan masalah.

Pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.

Seiring perkembangan zaman, Pembelajaran Berdasarkan Masalah mulai merambah kedunia pendidikan. Secara perlahan ilmu-ilmu pengetahuan umum mulai melakukan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, hal ini banyak terlihat dari hasil-hasil penelitian dalam dunia pendidikan yang menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam proses pembelajaran di sekolah.


(33)

xxxiii

Pembelajaran Berdasarkan Masalah ini mengkolaborasikan antara pemberian materi dan pemecahan masalah. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, kemudian mereka diberi perlakuan sesuai dengan tahapan-tahapan yang terdapat dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah, siswa dituntut bertanggung jawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. Pembelajaran Berdasarkan Masalah membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar Pembelajaran Berdasarkan Masalah, peranan tutor dalam proses pembelajaran akan berkurang keaktifannya.

Proses belajar dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah-masalah yang didesain dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.

Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan-permasalahan dan mencari bagaimana cara memecahkannya. Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir proses, siswa


(34)

xxxiv

melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik yang mambangun bagi teman-temannya.

Dari uraian diatas jelas bahwa Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam pembelajaran dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar mandiri. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa Pembelajaran Berdasarkan Masalah sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena mempunyai kelebihan diantaranya : (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.34

Selain kelebihan, tentunya model Pembelajaran Berdasarkan Masalah juga mempunyai kelemahan. Adapun kelemahanya ialah : (1) Untuk siswa yang malas tujuan dari model tersebut tidak dapat tercapai. (2) Membutuhkan banyak waktu dan dana. (3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model ini.35

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam

Pembelajaran

Ada beberapa cara menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan

34

I wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, dari

http://lubisgrafura.wordpress.cum, September 2007

35


(35)

xxxv

Masalah dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini di mulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa.

Menurut Pannen, langkah-langkah pemecahan masalah dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu: (1) mengidentifikasi masalah, (2) mengumpulkan data, (3) menganalisis data, (4) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (5) memilih cara untuk memecahkan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.36

Namun pendapat lain mengatakan bahwa ada 5 tahap utama dalam model Pembelajaran Berdasarkan Masalah yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan pada Tabel dibawah ini.

36

I wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, dari


(36)

xxxvi

Tabel 2.1

Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Siswa

Tahap – 1

Orientasi siswa kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap – 2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar

yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap – 3

Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap – 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap – 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.37

37


(37)

xxxvii

Dari kelima tahapan tersebut terlihat bahwa dengan adanya Pembelajaran Berdasarkan Masalah yang diterapkan pada siswa, diharapkan dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan mampu menganilsis dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya.

4. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

a. Tugas -Tugas Perencanaan

Karena hakekat interaktifnya, model Pembelajaran Berdasarkan Masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pemelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

a) Penetapan tujuan

Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaanya pembelajaran berdasarkan masalah bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

b) Merancang situasi masalah

Beberapa guru dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah lebih suka memberi kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah siswa dimungkinkan berkerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya


(38)

xxxviii

dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjasi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah. b. Tugas Interaktif

1. Orientasi Siswa pada Masalah

Siswa perlu memahami bahwa tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah tidak untuk memperoleh inforemasi baru dalam jumlah besar, tetapi utnuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar.

Pada model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Bagaimana mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif berlaku juga dalam mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

3. Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok.

¾ Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang


(39)

xxxix

dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagimana etika penyelidikan yang benar.

¾ Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktifitas siswa.

¾ Puncak proyek-proyek pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video tape.

4. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah

Tugas guru pada tahap akhir pemelajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

5. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Dalam model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk model Pembelajaran Berdasarkan Masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil.


(40)

xl

C.

Hasil Belajar Siswa

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.38 Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan pengalaman. (learning is defined as the modification or strengthening of behaviour through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.39 Dalam pelakasanaannya belajar merupakan suatu proses yang harus dilalui untuk memperoleh pengalaman baru dan memperteguh kelakuan pengalaman itu sendidri.

Cronbach mengatakan bahwa belajar itu ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (learning is show by achange in behavior as aresult of experience).40 Perubahan tingkah laku dari hasil pengalaman inilah yang menunjukan seseorang telah melakukan kegiatan belajar, baik itu berubah pengetahuannya, sikap, dan kemampuannya.

Selanjutnya Gagne menyebutkan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia. Perubahan dalam menunjukan kinerja (perilaku) berarti belajar itu menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang diperoleh individu(siswa). Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar.41

Dalam ilmu psikologi, proses belajar berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya terjadi beberapa perubahan hingga tercapai tujuan tertentu. Dalam ungkapan lain tahapan perubahan tersebut dapat

38

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. ke-3, h. 63

39

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet. Ke-2, h. 27

40

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 20

41


(41)

xli

diartikan sebagai suatu proses. Jadi proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Pendapat ini senada dengan ungkapan Skiner yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses adapatasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah... a proses of progresif behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya, Skiner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).42

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, jadi pada hakikatnya belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang meliputi keseluruhan pribadinya dengan hasil yang diharapakan berupa perubahan pengetahuan, sikap, perluasan minat, penghargaan norma-norma, kecakapan dan lainnya. Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalamannya sendiri dan interaksi dengan lingkungannya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu merupakan hasil dari belajar.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Mengingat belajar adalah perubahan tingkah laku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi, perubahan tingkah laku sesudah belajar disebut sebagai hasil belajar.

Hasil belajar atau prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.43

Para ahli teori belajar modern menyatakan bahwa hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku

42

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004), h. 90

43

Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), h. 75


(42)

xlii

baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. 44 Sedangkan untuk definisi hasil belajar seperti yang dikemukkakan oleh Sumadi adalah penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam satuan waktu dan satuan bahan tertentu serta perbedaan pada awal belajar dengan akhir proses belajar. Woodwarth dan Marquis mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang nyata dan dapat diukur secara langsung menggunakan tes. Penggunaan tes tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan belajar siswa dalam hal penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Hasil belajar siswa yang diperoleh biasanya dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang diukur melalui tes atau penilaian hasil belajar terhadap berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap selama mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

Bloom dan kawan-kawan sebagaimana dikutip oleh Degeng mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga domain atau ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan sikap. Ranah kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif dan keterampilan motorik; dan ranah sikap berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi yang dipelajari (baru).45 Pengklasifikasian bloom ini sesuai dengan pendapat sebelumnya yang mengukur hasil belajar melalui tes terhadap ketiga ranah, yaitu pengetahuan untuk kognitif, keterampilan untuk psikomotorik, dan perubahan sikap.

Menurut Gagne dan Briggs, ada lima kategori kapabilitas hasil belajar, yaitu 1) keterampilan intelektual (intellectual skills), 2) strategi kognitif (cognitive strategis), 3) informasi verbal (verbal information), 4) keterampilan motorik (motor skills), dan 5) sikap(atitudes).46 Hasil dari kelima kapabilitas tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

44

Tudjai, ”Analisis Hasil Belajar Kemampuan Kependidikan”, dalam Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 2 No. 1, 2000, h. 54

45

Nurdin Ibrahim, ”Hasil Belajar...,hlm.487

46

Nurdin Ibrahim, ”Pemanfaatan Tutorial Audio Interaktif Untuk Perataan Kualitas Hasil Belajar (Suatu Kajian)”, dalam Jurnal Pendidkan dan Kebudayaan NO. 044 Tahun ke-9, September 2003, h. 735


(43)

xliii

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat di bedakan menjadi tiga macam:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

2. faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.47

Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri sendiri, faktor internal ini meliputi dua aspek:

1. Aspek fisiologis, kondisi umum jasmani dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar.

2. Aspek psikologis, kejiwaan seseorang mempengaruhi aktiviatas belajar seseorang. Aspek kejiwaan ini terdiri dari:

a. Inteligensi siswa merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat keberhasilan siswa ditentukan oleh tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ).

b. Sikap adalah gejala internal yang bedimensi afektif. Sikap seseorang dalam melakukan suatu kegiatan sangat berpengaruh sekali terhadap kegiatan yang dilakukan. Bagaimana seseorang dapat menyikapi semua kegiatan yang dilakukannya tergantung dari motivasi melakukan kegiatan tersebut. Sikap seorang siswa dalam belajar khususnya dalam pembelajaran fisika harus selalu menyikapinya dengan pemahan yang positif, karena jika kita menyikapinya dengan sikap yang negatif maka akankah tujuan pembelajaran fisika dapat tercapai.

c. Bakat adalah kemampuam yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan memiliki bakat

47


(44)

xliv

terhadap suatu kegiatan tertentu akan mudah untuk lebih mengembangkan bakat tersebut.

d. Minat adalah kecenderungan dan kegairahan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

e. Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Motivasi ini dapat mendorong seseorang lebih maju dalam melakukan suatu kegiatan. Penemuan-penemuan penelitian menunjukan bahwa basil belajar pada umumnya akan meningkat jika motivasi belajar bertambah.

Faktor yang kedua adalah faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Faktor lingkungan sosial yaitu : guru, tata-tertib sekolah, teman, dan lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi motivasi siswa.sedangkan faktor lingkungan non sosial terdiri dari gedung sekolah, rumah tempat tinggal, keadaan cuaca, dan lain-lain.

Faktor yang terakhir adalah pendekatan belajar. Faktor pendekatan belajar dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang efektivitas dan proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.

Dari pendapat diatas, diketahui bahwa strategi merupakan salah salah satu faktor yang menentukan dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila diimbangi dengan strategi belajar yang tepat, dalam hal ini pemilihan metode dan penggunaan model pembelajaran yang tepat sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Pengukuran Hasil Belajar


(45)

xlv

tehadap hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam melakukan penilaian lazimnya didahului oleh kegiatan pengukuran. Karena itu, untuk memperoleh hasil penilaian yang benar, maka kegiatan pengukuran harus dilakukan menggunakan alat ukur yang sahih atau akurat (valid) dan stabil atau terpercaya.48 Dengan alat ukur yang terpercaya maka hasil dari pengukuran tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, pengukuran besifat kuantitatif.49 Unsur pokok dalam melakukan kegiatan pengukuran adalah:1) ada tujuan pengukuran; 2) ada objek pengukuran; 3) alat ukur; 4) proses pengukuran; dan 5) hasil pengukuran. Kegiatan pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kebehasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Alat ukur yang digunakan dalam proses pengukuran hasil belajar siswa dapat berupa tes hasil belajar. Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pengunaan tes ini dapat digunakan untuk mengukur ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu:

1. Mengingat kembali (recall); kemapuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari dan tersimpan dalam memori jangka panjang.

2. Pemahaman (comprehension); kemampuan membuktikan hubungan pemahaman yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.

3. Penerapan atau Aplikasi (application); kemapun untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, dan cara ) secara tepat untuk diterapkan dalam situasi baru dan menrapkannya secara benar.

48

Ahmad Sopyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Hak Cipta, 2006), h. 1

49

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, , 2006), Cet. ke-6, h. 3


(46)

xlvi

4. Analisis (analysis); kemampuan menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.

5. Sintesis (synthesis); kemampuan untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru.

6. Evaluasi (evaluation); kemampuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu kasus yang diajukan berdasarkan ukuran-ukuran atau standar yang telah ditentukan.

Ranah afektif atau sikap berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi terhadap hal-hal yang dipelajari dan bersifat baru. Sedangkan ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik. Ketiga ranah ini merupakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri seorang siswa dan dapat di ukur dengan menggunakan alat pengukuran, tentunya sesuai alat ukur yang sesuai dengan masing-masing ranh tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar siswa adalah kegiatan mengukur kemampuan dan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru dengan menggunakan alat ukur yang sesuai terhadap ranah kognitf, ranah afektif, dan ranah psikomotor siswa. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk menilai keberhasilan siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

D.

Hubungan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Hasil

Belajar

Pengajaran dengan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak- banyaknya kepada siswa. Pembelajaran Berdasarkan Masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual, serta belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan mereka dalam


(47)

xlvii

pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom serta mandiri.

Maka dari itu, untuk mencapai itu semua diperlukan suatu kesungguhan dari semua pihak dalam pelaksanaan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Dengan kesungguhan dan dukungan dari semua pihak, maka tidak tertutup kemungkinan akan diperoleh hasil yang optimal dalam hal ini ialah hasil belajar siswa. Dengan adanya model pembelajaran berdasarkan masalah, siswa lebih ditempatkan sebagai subjek yang berperan dalam proses pembelajaran.

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putu Yasa dalam judul skripsi:

Belajar Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning) Dalam Pembelajaran Fisika Matematika I Dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Perkuliahan Semester Pendek Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja

Menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Problem-Based Learning (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran,kualitas hasil pembelajaran, dan respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Fisika Matematika I pada program semester pendek.

Sedangkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Evi Nursari dengan judul skripsi:

Evektivitas Strategi Problem-Based Learning (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) Dalam Pembelajaran Sub Konsep Pemencaran Tumbuhan Pada Siswa SMU Negeri 22 Bandung

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi PBL dapat meningkatkan ketuntasan belajar, hasil belajar, serta minat dan motivasi sehingga dapat dikatakan bahwa strategi PBL ini efektif digunakan sebagai model pembelajaran pada siswa SMU dalam pembalajaran sub konsep Pemencaran Tumbuhan.


(48)

xlviii

Adapun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lisye Puji Febiyanti dalam judul skripsi:

Identifikasi Pertanyaan Siswa SMP Selama Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Pada Konsep Pola Interaksi Organisme

Menyimpulkan bahwa pembelajaran Problem-Based Learning pada konsep pola Interaksi Organisme dapat meminimalisai kepasifan siswa saat pembelajaran di kelas.

Dari hasil-hasil penelitian diatas diperoleh kesimpulan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat dikatakan sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada dasarnya lebih mendorong siswa untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh siswa, diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias siswa dalam belajar dan memperoleh pengetahuan melalui pembelajaran yang bermakna. Peningkatan ini tidak hanya berupa peningkatan koginitifnya saja, melainkan peningkatan pada ranah afektif dan psikomotornya juga. Karena model Pembelajaran Berdasarkan Masalah fokus perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Jika kita perhatikan dari ulasan diatas, Pembelajaran Berdasarkan Masalah mempunyai hubungan yang erat sekali dengan hasil belajar. Bagaimana tidak, karena dengan adanya pembelajaran berdasarkan masalah siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam belajar. Motivasi dan peran siswa dalam pembelajaran ini membantu siswa dalam meperoleh hasil belajar yang optimal.


(1)

Lampiran 19

FORMAT OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN Mata Pelajaran :

Kelas :

Pokok Bahasan : Sub Pokok Bahasan : Pertemuan ke : Tanggal :

Penilaian No Aspek yang diamati

0 1 2 3 4 1 Datang tepat waktu

2 Sopan dalam berpakaian

3 Membawa peralatan dan sumber belajar fisika 4 Antusias dalam proses pembelajaran

5 Memperhatikan dan menyimak penjelasan guru 6 Tertib dalam membagi kelompok

7 Berinteraksi dengan kelompoknya

8 Berinteraksi dengan kelompok lain dalam diskusi 9 Bersunguh-sunguh dalam mengerjakan tugas 10 Mengumpulkan tugas tepat waktu

11 Mengikuti proses pemeblajaran dengan baik

12 Tekun dalam mempelajari materi yang sedang diajarkan

13 Konsentrasi dalam proses pembelajaran 14 Mengajukan dan menanggapi pertanyaan 15 Berinteraksi dengan guru

Keterangan Skala Penilaian : Skor Maksimal : 75 0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan kurang baik 2 = Dilakukan cukup baik 3 = Dilakukan dengan baik 4 = Dilakukan sangat baik

Pengamat

( )


(2)

Lampiran 20

Kuisioner Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah di MTs Negeri 3 Pondok Pinang

Nama : ……… Kelas : ……… Petunjuk :

1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti dan cermat sebelum menjawab.

2. Berilah tanda check list (9) pada jawaban yang anda anggap tepat dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3. Pengisian angket ini tidak mempengaruhi nilai atau status anda, oleh karena itu jawablah dengan jujur.

Tabel Pertanyaan

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Anda sebagai siswa mengetahui Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

2 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah efektif jika diterapkan dalam proses pembelajaran fisika

3 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah memotivasi anda untuk belajar

4 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dikelas 5 Melalui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan

Masalah membuat anda merasa lebih nyaman dalam proses pembelajaran dikelas

6 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah lebih memperhatikan siswa karena melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran

7 Anda dituntut untuk berfikir kreatif dalam memecahkan masalah fisika melalui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

8 Guru selalu membimbing anda dalam memecahkan permasalahan fisika melaui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

9 Anda merasa senang dengan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam proses pembelajaran fisika

10 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan solusi dari proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dan berfikir kreatif dalam proses pembelajaran fisika


(3)

Lampiran 21

Data Perhitungan Skor Rata-Rata Lembar Observasi Selama Proses Pembelajaran

Tabel Hasil Skor Rata-Rata Aktvitas Belajar Siswa

Pertemuan ke dua Pertemuan ke tiga Pertemuan ke empat

Kelompok Kelompok Kelompok

g

1 2 3 4 Skor rata-rata

1 2 3 4 Skor rata-rata

1 2 3 4

4 3 4 4 3,75 4 4 4 4 4,00 4 4 4 4

4 4 4 3 3,75 4 3 4 4 3,75 4 4 3 4

4 3 3 3 3,25 3 3 4 3 3,25 4 3 4 4

3 3 3 2 2,75 4 2 3 2 2,75 3 4 4 4

3 3 3 2 2,75 4 3 3 3 3,25 4 3 4 4

3 3 3 3 3,00 3 3 2 2 2,50 3 4 3 3

2 2 3 3 2,50 3 2 2 2 2,25 4 4 3 4

2 3 3 2 2,50 3 2 2 2 2,25 4 4 4 4

3 2 3 3 2,75 3 3 3 3 3,00 3 3 4 4

3 3 3 3 3,00 3 2 3 3 2,75 4 3 3 3

3 2 3 3 2,75 3 3 3 3 3,00 3 3 3 3

3 3 2 3 2,75 3 3 3 3 3,00 3 3 3 3

2 2 2 3 2,25 3 3 2 4 3,00 3 3 3 3

3 2 3 4 3,00 2 3 3 3 2,75 3 3 3 3

3 2 3 3 2,75 3 3 3 3 3,00 3 3 3 3


(4)

Tabel

Skor Rata-Rata Aktivitas Siswa Tiap Pertemuan skor rata-rata tiap

pertemuan Aspek

2 3 4 Skor rata-rata

total 1 3,75 4,00 4,00 3,92 2 3,75 3,75 3,75 3,75 3 3,25 3,25 3,75 3,42 4 2,75 2,75 3,75 3,08 5 2,75 3,25 3,75 3,25 6 3,00 2,50 3,25 2,92 7 2,50 2,25 3,75 2,83 8 2,50 2,25 4,00 2,92 9 2,75 3,00 3,50 3,08 10 3,00 2,75 3,25 3,00 11 2,75 3,00 3,00 2,92 12 2,75 3,00 3,00 2,92 13 2,25 3,00 3,00 2,75 14 3,00 2,75 3,00 2,92 15 2,75 3,00 3,00 2,92 Jumlah 43,50 44,50 51,75 46,67

Data dihitung berdasarkan pensekoran rating skala dengan menggunakan rumus :

Nilai = skor total yang dilakukan x 100% skor yang diharapkan

Pertemuan 2 :


(5)

75 = 57,3 % Pertemuan 3 :

Nilai = 44,50 x 100% 75

= 0,59 % Pertemuan 4 :

Nilai = 51,75 x 100% 75

= 69 % Skor total :

Nilai = 46,67x 100% 75

= 77,8 %

Lampiran 22

Data Hasil Perhitungan Kuisioner Siswa Tabel

Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Jawaban Pernyataan No Pernyataan

Ya % Tidak % 1 Anda sebagai siswa mengetahui Model

Pembelajaran Berdasarkan Masalah

34 89,5 4 10,5 2 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

efektif jika diterapkan dalam proses pembelajaran fisika

31 81,6 7 18,4 3 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

memotivasi anda untuk belajar

31 81,6 7 18,4 4 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dikelas

32 84,2 6 15,8

5 Melalui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah membuat anda merasa lebih nyaman dalam proses pembelajaran dikelas

33 86,8 5 13,2

6 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah lebih memperhatikan siswa karena melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran

27 71,1 11 28,9

7 Anda dituntut untuk berfikir kreatif dalam memecahkan masalah fisika melalui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah


(6)

8 Guru selalu membimbing anda dalam memecahkan permasalahan fisika melaui penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

30 78,9 8 21,1

9 Anda merasa senang dengan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam proses pembelajaran fisika

23 60,5 15 39,5

10 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan solusi dari proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dan berfikir kreatif dalam proses pembelajaran fisika

28 73,7 10 26,3

Jumlah 298 78,4 82 21,6

Penghitungan presentase respon siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

P = N F

X 100 %

P : Prosentase

F : Frekuensi


Dokumen yang terkait

Penerapan Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Larutan Penyangga : Sebuah penelitian tindakan kelas di Mas As-Syafi'iyah 01-Tebet Jakarta Selatan

0 22 200

Pengaruh Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep Cahaya

1 9 203

Penerapan Model Pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Di Madrasah Ibtidaiyah : penelitian tindakan kelas di MI Pembangunan UIN Jakarta

2 42 160

Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Siswa Melalui Permainan bernuansa Nilai : Penelitian Tindakan kelas di MTs Al-Ikhlas Cisereh-Tangerang

4 24 218

Pengaruh Model Pembelajaran Portofolio Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa : Eksperimen di MTs Pembangunan UIN Jakarta

0 24 90

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Dengan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Imtaq Pada Konsep Ekosistem : penelitian tindakan kelas di SMA Daya Utama

2 27 113

Upaya Menigkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (problem-baseb laring) : penelitian tindakan kelas di MTs Negara 3 Pondok Pinang-Jakarta

0 8 180

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium (PRAKTIKUM) Pada Konsep Fotosintesis : penelitian tindakan kelas di MTS negeri Tanggerang 2 Pamulang - Banten

0 3 177

111 Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMPN 3 Mataram

0 0 5

Upaya Peningkatan Hasil Belajar PAI Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

0 0 10