Pengembangan sumberdaya air berkelanjutan DAS way betung kota bandar Lampung

(1)

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR

BERKELANJUTAN DAS WAY BETUNG

KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

SLAMET BUDI YUWONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi

Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2011

Slamet Budi Yuwono NRP A.262030031


(3)

ABSTRACT

SLAMET BUDI YUWONO. The Development of Sustainable Water Resources of Way Betung Watershed, Bandar Lampung City. Under supervision by NAIK SINUKABAN, KUKUH MURTILAKSONO and BUNASOR SANIM.

Way Betung watershed is one of the most potential watersheds as water supplier in Lampung Province and the most potential water resources for Bandar Lampung City particularly for potable water provided by regional water supplier company (PDAM). The ever increasing population and economic activities in Bandar Lampung City resulted in the increasing need of clean water. However, over time, the conditions of Way Betung watershed as water resources supplier have been declined. Therefore, to improve or to restore the conditions of Way Betung watershed, the forest and land rehabilitations programs are necessary. Thus research was aimed: (a) to study the impact of land use change in Way Betung watershed on its potential as water resources supplier of Bandar Lampung City, (b) to study the economic value of Way Betung water resources (c) to formulate sustainable water resources development plan of Way Betung watershed. The impact of land use change on the Way Betung water resources was analyzed by a regression method, and the annual economic value of water resources was analyzed by Willingness to Pay (WTP) method. The development plan of sustainable water resources of Way Betung watershed was arranged in five scenarios. To determine the best scenario, the simulations of the erosion level by the USLE method and the runoff volume by the SCS method were performed. The results showed that the land use change of Way Betung watershed (1991-2006) resulted in the increasing of the annual run off coefficient, the maximum daily discharge (Q max), and the decreasing of the daily minimum discharge (Q min), as well as the increasing of the river discharge fluctuation. The total annual economic value of water resources of Way Betung watershed was Rp101.1 billion/year and the total willingness to pay value for the rehabilitation of Way Betung watershed was Rp1.5 billion/year, which were derived from PDAM sector, tourism, water mineral companies, households and paddy field farmers in the upstream watershed. The best development of sustainable water resources of Way Betung watershed was the scenario-4 (the forest as much as 30% of watershed areas + alley cropping on mixed farms). Scenario-4 will reduce the erosion to lower than the tolerable soil loss (TSL), will decrease the fluctuation of monthly run off from 64.7 to 30.9, and the forest rehabilitation will be achieved in the best time (10 years with a scheme-B). Therefore, economically the water users community are willing to pay the rehabilitation costs (WTP) and socially it is accepted by the society.

Key Words: erosion, forest rehabilitation, land use change, run off fluctuation, sustainability, and water resources.


(4)

RINGKASAN

SLAMET BUDI YUWONO. Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung (dengan komisi pembimbing NAIK SINUKABAN sebagai ketua, KUKUH MURTILAKSONO, dan BUNASOR SANIM sebagai anggota).

DAS Way Betung merupakan sumberdaya air yang penting, dimana sungai Way Betung merupakan pemasok utama air baku bagi perusahaan daerah air minum (PDAM) untuk memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Luas DAS Way Betung 5.260 ha, sekitar 51% berada dalam kawasan hutan (Tahura) sisanya 49% merupakan kawasan budidaya. Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung menyebabkan kebutuhan air bersih semakin besar, bahkan diperkirakan sejak tahun 2002 telah terjadi defisit air bersih. Kondisi DAS Way Betung saat ini semakin memprihatinkan, hal ini ditandai dengan menurunnya debit rata-rata minimum dari 1,1 m3/det (1997) menjadi 0,9 m3/det (2002). Kondisi tersebut menyebabkan PDAM kekurangan air baku terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lain (pertanian, kebun campuran, semak dan permukiman) yang disebabkan oleh tekanan penduduk terhadap lahan, perambahan hutan (23,7%), dan kegiatan hutan kemasyarakatan (HKm). Untuk itu diperlukan perbaikan dan pengembangan DAS Way Betung agar ketersediaan air bagi Kota Bandar Lampung terjamin.

Perbaikan atau rehabilitasi kerusakan sumberdaya air DAS Way Betung membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alternatif pengembangan berkelanjutan yang dikaji dalam penelitian ini melalui konsep pendekatan rehabilitasi DAS dengan pembiayaan bersama (cost sharing). Untuk itu, diperlukan pengkajian potensi dana rehabilitasi hutan (DAS) yang berasal dari para pemanfaat sumberdaya air DAS Way Betung. Besarnya kesediaan membayar (willingness to pay) biaya rehabilitasi dari para pemanfaat sumberdaya air akan digunakan untuk merancang rehabilitasi DAS Way Betung. Pemanfaat utama air DAS Way Betung adalah PDAM, industri air minum dalam kemasan (AMDK), wisata dan rumah tungga hulu serta pertanian sawah di hulu.

Penelitian bertujuan : (a) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi/sumberdaya DAS Way Betung (b) mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung (c) menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung. Untuk melihat dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi/sumberdaya air dilakukan analisis regresi, untuk menduga nilai ekonomi sumberdaya air digunakan metode Willingness to Pay (WTP). Besarnya erosi setiap pengembangan (skenario) diduga dengan metode USLE (A=RKLSCP) (Weischmeier dan Smith, 1978) dan besarnya volume aliran permukaan bulanan diduga dengan metode SCS (Arsyad, 2006). Penentuan skenario pengembangan terbaik dengan pertimbangan ekologis, yaitu memiliki nilai erosi < TSL (Tolerable Soil Loss) dan fluktuasi debit aliran permukaan < 30. Indikator penerimaan masyarakat secara sosial (Social Acceptability) terhadap skenario


(5)

pengembangan dianalisis dari persentase responden yang bersedia membayar biaya rehabilitasi dari setiap sektor pengguna air. Selain pertimbangan ekologis (erosi dan aliran permukaan), pertimbangan ekonomi dan sosial, alternatif pengembangan terpilih adalah yang membutuhkan waktu implementasi yang paling rasional (baik).

Pengembangan (skenario) perencanaan sumberdaya air berkelanjutan disusun sebagai berikut: Skenario-1: kondisi DAS Way Betung saat ini (existing);

Skenario-2 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 pasal 18, bagian hulu DAS dengan penggunaan lahan hutan harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh persen); Skenario-3 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung disusun berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sesuai pasal 5 (2), yang menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya (skenario-3 ini, semua kawasan lindung/hutan harus direhabilitasi/ dihutankan kembali);

Skenario-4: penerapan skenario-2 ditambahkan tindakan konservasi tanah (agroteknologi/alley cropping) pada penggunaan lahan kebun campuran, dan

Skenario-5: penerapan skenario-3 ditambahkan tindakan konservasi tanah (agroteknologi/alley cropping) pada penggunaan lahan pertanian lahan kering. Skema pembiayaan kegiatan rehabilitasi terbagi 2 (dua) yaitu : Model-A dana rehabilitasi hanya bersumber dari pengguna air PDAM dan Model-B dana rehabilitasi bersumber dari semua sektor pengguna air (PDAM, industri AMDK, wisata, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah hulu). Biaya satuan (unit cost) rehabilitasi hutan menggunakan acuan Harga Satuan Kegiatan Bidang RLPS tahun 2007 dari Dirjen RLPS Departemen Kehutanan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Penggunaan lahan berupa hutan DAS Way Betung dari 979,3 ha (16,7%) tahun 1991, menjadi 508,1 ha (9,7%) tahun 1999 dan 377,1 ha (7,2%) tahun 2006. Penggunaan lahan berupa kebun campuran meningkat demikian juga dengan permukiman, sedangkan penggunaan lahan berupa lahan kering cenderung tetap, dan penggunaan lahan berupa semak belukar berfluktuasi. b) Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung 1991-2006 terutama

penurunan luas hutan dan peningkatan luas kebun campuran mengakibatkan peningkatan koefisien aliran permukaan tahunan (C) dari 48,6% (1991-1995) menjadi 61,6% (2002-2006), peningkatan debit maksimum rata-rata harian (Qmax), menurunkan debit minimum rata-rata harian (Qmin), dan peningkatan fluktuasi debit sungai.

c) Nilai ekonomi total tahunan sumberdaya air DAS Way Betung sebesar Rp.101,1 Milyar/tahun, merupakan kontribusi sektor PDAM (Rp.38,1 Milyar/tahun), sektor wisata (Rp.5,3 Milyar/tahun), sektor AMDK (Rp.55,4 Milyar/tahun), sektor rumah tangga hulu (Rp.2,3 Milyar/tahun) dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu (Rp.4,2 Juta/tahun).

d) Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi sebesar Rp.1,54 Milyar/tahun yang merupakan kontribusi sektor PDAM (Rp.958,5 Juta/tahun), sektor wisata (Rp.131,4 Juta/tahun), sektor AMDK (Rp.429,7 Juta/tahun), sektor rumah tangga hulu (Rp.26,3 Juta/tahun), dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu (Rp.162.960,2/tahun).


(6)

e) Pengembangan sumberdaya air berkelanjutan skenario-4 (30% hulu DAS berupa hutan + agroteknologi alley cropping pada kebun campuran) merupakan scenario pengembangan yang terbaik, karena mampu menurunkan erosi hingga lebih rendah dari TSL dan menurunkan aliran fluktuasi permukaan hingga 30,9 serta penerapannya membutuhkan waktu yang terbaik (10 tahun dengan Skema-B), secara ekonomi cukup layak karena tersedia dana rehabilitasi dari masyarakat pengguna air (WTP), serta secara sosial dapat diterima oleh masyarakat pengguna air.

Kata kunci: erosi, fluktuasi aliran permukaan, perubahan penggunaan lahan, kemauan untuk membayar (willingnes to pay) dan sumberdaya air berkelanjutan


(7)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR

BERKELANJUTAN DAS WAY BETUNG

KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

SLAMET BUDI YUWONO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

Penguji Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Aris Munandar, M.S.

(Staf Pengajar Departemen ARL dan Wakil Dekan Faperta IPB).

2. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S.

(Staf Pengajar Departemen SIL Fateta IPB). Tanggal Ujian Tertutup : 1 Juni 2011

Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Harry Santoso.

(Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan RI). 2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.

(Staf Pengajar Departemen Manajemen Hutan Fahutan IPB).


(10)

Judul Disertasi : Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung

Nama : Slamet Budi Yuwono

NRP : A262030031

Disetujui : Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc.

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(11)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmatNya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul: Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung.

Pada kesempatan ini saya menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan sejak penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai dengan penulisan disertasi. 2. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. dan Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto,

M.S. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan.

3. Bapak Dr. Ir. Harry Santoso dan Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan.

4. Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS IPB yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Bapak Rektor Universitas Lampung, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Rektor IPB, dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program Doktor (S3) di SPS IPB Bogor. 6. Pemerintah Republik Indonesia melalui BPPS Departemen Pendidikan

Nasional, yang telah memberikan bantuan beasiswa selama tiga tahun.

7. Rekan-rekan seperjuangan di PS. DAS dan teman-teman dari Universitas Lampung yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil, yang saya tidak dapat sebutkan satu per satu.

8. Kepada orang tua H.Sudirman dan Hj. Eswati, ayah mertua Denmas Achmad (Alm) dan ibu mertua Hj. Redawati serta keluarga besar, kepada istri saya Prof. Dr. Dermiyati serta anak-anakku Ficky Tyoga Aditya dan Rizki Tikadewi Noviani atas segala pengorbanan, pengertian, perhatian, dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi masyarakat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah, 23 Desember 1964 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara buah cinta pasangan H. Sudirman dan Hj. Eswati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian (PS. Ilmu Tanah) Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus tahun 1987. Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan S2 pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekolah Pascasarjana IPB. Tahun 2003 penulis mendapat beasiswa (BPPS) untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan DAS di Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak tahun 1994 penulis menjadi dosen pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tahun 1997-1999 ditugaskan sebagai Kepala Laboratorium Inventarisasi Hutan pada Program Studi Manajemen Hutan, tahun 2000-2002 ditugaskan sebagai Ketua Program Studi Manajemen Hutan. Selanjutnya penulis diberi tugas tambahan oleh Rektor sebagai Sekretaris Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Lampung sejak tahun 2002-sekarang.

Karya ilmiah berjudul “Land Use Planning of Way Betung Watershed for Sustainable Water Resources Development of Bandar Lampung City” telah diterbitkan dalam Journal of Tropical Soils, Vol 16 No.1 January 2011 (Accredited by Indonesian DGHE No.51/DIKTI/KEP/2010). Karya ilmiah dengan judul “Manfaat Ekonomi Sumberdaya Air untuk Perencanaan DAS Way Betung Berkelanjutan” akan diterbitkan pada Jurnal Manajemen Hutan Tropika, Fakultas Kehutanan IPB karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH. ... xxi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan... 6

Kerangka Pemikiran ... 7

Tujuan Penelitian ... 12

Manfaat Penelitian ... 12

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian. ... 12

TINJAUAN PUSTAKA ... 14

Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan... 14

Aliran Permukaan... 17

Erosi ... 19

Penilaian (Valuasi) Ekonomi Sumberdaya Alam... 24

Pembayaran Jasa Lingkungan Atas Pemanfaatan Sumberdaya Air... . 33

Studi Terdahulu Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam... 35

Program Tujuan Ganda... 38

METODE PENELITIAN ... 40

Lokasi Penelitian ... 40

Bahan dan Alat ... 40

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data... 42

Teknik Pengumpulan Data ... 44

Analisis Data ... 46

Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air DAS Way Betung ……….. 55

Analisis Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air ……. ... 57

Analisis Optimalisasi Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air. ... 58

Simulasi Pembiayaan Penerapan Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air. ... 69

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... .. 62

Iklim... 62

Topografi... 63

Geologi ... 65

Tanah ... 65

Penggunaan Lahan DAS Way Betung ... 65

Hidrologi ... 70


(14)

xiv

HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 75

Perubahan Penggunaan Lahan DAS Way Betung ... 75

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sumberdaya Air dan Kondisi Hidrologi DAS Way Betung. ... 85

Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Air DAS Way Betung... 93

Analisis Permintaan dan Penawaran Harga Air PDAM Kota Bandar Lampung………. 116

Implementasi Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan ... 128

KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

Kesimpulan ... 134

Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Studi penilaian ekonomi sumberdaya alam yang pernah dilakukan

di Indonesia ... 37 2. Jenis, sumber dan kegunaan data ... 43 3. Perubahan penggunaan lahan setiap skenario pengembangan………….. 56 4. Biaya satuan rehabilitasi hutan dan lahan DAS Way Betung ... 60 5. Luas lahan berdasarkan kelas lereng DAS Way Betung Th. 2008 (ha). . 63 6. Penggunaan lahan DAS Way Betung Tahun 2006/2007 (ha)... 70 7. Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung Tahun 1990/1991-

2006/2007 (ha) ... 78 8. Koefisien aliran permukaan tahunan (C) DAS Way Betung

tahun 1991-2006 ... 86 9. Koefisien aliran permukaan (C) DAS Way Betung musim hujan

(Jan-Feb-Mar-Okt-Nov-Des) tahun 1991-2006 ... 87 10. Simulasi perubahan penggunaan lahan hutan terhadap nilai koefisien

aliran permukaan (C) dan pendugaan air yang hilang

DAS Way Betung ... 90 11. Nilai ekonomi total sumberdaya air DAS Way Betung

Tahun 2009 (Rp/tahun) ... 94 12. Sumber air baku yang digunakan PDAM Kota Bandar Lampung

tahun 2008 ... 97 13. Jumlah pelanggan dan pendapatan PDAM Kota Bandar Lampung

tahun 2008 ... 97 14. Nilai ekonomi air pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung

tahun 2009 (Rp/tahun) ... 99 15. Nilai ekonomi TWBK berdasarkan biaya perjalanan tahun 2008

(Rp/tahun) ... 103 16. Nilai ekonomi air pengguna AMDK Kota Bandar Lampung

tahun 2009 (Rp/tahun)... 104 17. Konsumsi rata-rata AMDK masyarakat Kota Bandar Lampung

(liter/bulan) ... 105 18. Harga produk AMDK di Kota Bandar Lampung yang bahan

bakunya berasal dari DAS Way Betung tahun 2009... 106 19. Persentase produk AMDK yang dikonsumsi masyarakat Kota Bandar

Lampung Tahun 2009 ... 106 20. Nilai ekonomi air untuk rumah tangga hulu DAS Way Betung


(16)

xvi

21. Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk padi sawah di DAS Way Betung tahun 2009 (Rp/tahun) ... 109 22. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan

pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung tahun 2009 (Rp/tahun) ... 111 23. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan

pengunjung TWBK yahun 2009 ... 112 24. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan pengguna air

rumah tangga hulu tahun 2009 (Rp/tahun) ... 115 25. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan petani padi

sawah tahun 2009 (Rp/tahun) ... 116 26. Pendugaan erosi setiap skenario DAS Way Betung (ton/ha/th) ... 122 27. Nilai faktor CP tertimbang setiap skenario pengembangan DAS Way

Betung tahun 2009 ... 123 28. Fluktuasi aliran permukaan setiap skenario pengembangan

DAS Way Betung tahun 2009 ... 125 29. Nilai bilangan kurva (CN) setiap skenario pengembangan

DAS Way Betung ... 125 30. Kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi pengguna air

DAS Way Betung……… . 127 31. Waktu ketercapaian keberlanjutan setiap skenario pengembangan

DAS Way Betung (tahun) ... 128 32. Pendugaan hasil dan nilai air bagi PDAM setiap skenario

Pengembangan DAS Way Betung………. 131 33. Pengambilan keputusan penentuan pengembangan sumberdaya air


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah ... 11

2. Skema proses terjadinya erosi tanah ... 22

3. Hubungan tiga tujuan pembangunan berkelanjutan ... 27

4. Nilai ekonomi total (NET) sumberdaya alam ... 34

5. Lokasi penelitian DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 41

6. Hari hujan dan curah hujan rata-rata bulanan DAS Way Betung tahun 1991-2006……….. 62

7. Penyebaran kelas lereng DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 64

8. Peta Geologi DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 66

9. Peta jenis tanah DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 67

10. Peta jaringan sungai DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 72

11. Kondisi penggunaan lahan DAS Way Betung (a) hutan, (b) kebun Campuran, (c) semak belukar, (d) pertanian lahan kering, (e) permukiman……… 76

12. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1990/1991 ... 82

13. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1999/2000 ... 83

14. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 2006/2007 ... 84

15. Hidrograf aliran S. Way Betung tahun 1991,1999, dan 2006………….. 85

16. Simulasi perubahan proporsi luas hutan (%) dengan koefisien aliran permukaan (%)………. 89

17. Korelasi antara luas hutan (%) terhadap debit maksimum dan minimum rata-rata harian Sungai Way Betung ... 91

18. Koefisien regim sungai (KRS) S. Way Betung tahun 1991,1999,2006 ... 93

19. Kurva permintaan konsumen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung ... 118

20. Kurva penawaran produsen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung ... 119

21. Kurva permintaan konsumen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung setelah ditambah biaya rehabilitasi... 120

22. Fluktuasi aliran permukaan bulanan sungai Way Betung pada masing-masing skenario (m3/det) ... 126

23. Waktu ketercapaian keberlanjutan DAS Way Betung setiap skenario (tahun) ... 130


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lokasi penelitian DAS Way Betung Kota Bandar Lampung ... 143

2. Curah hujan bulanan rata-rata DAS Way Betung tahun 1987-2006 ... 144

3. Hari hujan bulanan rata-rata DAS Way Betung tahun 1987-2006 ... 145

4. Penilaian struktur tanah dan permeabilitas tanah ... 146

5. Nilai faktor C berbagai penggunaan lahan ... 147

6. Nilai faktor P dan CP ... 148

7. Nilai faktor kedalaman beberapa sub order tanah ... 149

8. Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman ... 150

9. Bilangan kurva (CN) ... 151

10. Nilai bilangan kurva untuk kondisi kandungan air tanah I dan III ... 153

11. Hubungan kelompok tanah dengan laju infiltrasi minimum ... 154

12. Batas besar curah hujan untuk kondisi air tanah sebelumnya ... 154

13. Membangun kurva permintaan dan penawaran ... 155

14. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1990/1991 ... 158

15. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1999/2000 ... 160

16. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 2006/2007 ... 162

17. Debit rata-rata harian S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 164

18. Debit minimum rata-rata bulanan S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 165

19. Debit maksimum rata-rata bulanan S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 166

20. Debit maksimum dan minimum bulanan S. Way Betung Tahun 1991-2006 ... 167

21. Ratio debit minimum dan maksimum 1991-2006 ... 168

22. Perhitungan koefisien aliran permukaan (C) tahunan DAS Way Betung………. 169

23. Perhitungan koefisien aliran permukaan (C ) musim hujan (Jan,Feb, Mar Okt, Nov, Des) DAS Way Betung ... 169

24. Hasil tabulasi kuesioner responden pelanggan air PDAM Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 170

25. Hasil tabulasi kuesioner responden pengunjung TWBK Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 172

26. Hasil tabulasi kuesioner responden pengguna AMDK Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 174

27. Hasil tabulasi kuesioner pengguna air rumah tangga hulu DAS Way Betung Tahun 2009 ... 176


(19)

xix

28. Hasil tabulasi kuesioner pengguna air untuk pertanian padi sawah

DAS Way Betung Tahun 2009 ... 178

29. Kurva permintaan dan penawaran harga air PDAM ... 179

30. Pendugaan erosi DAS Way Betung skenario-1 (eksisting) ... 181

31. Perubahan penggunaan lahan pada skenario 1-5 DAS Way Betung ... 196

32. Pendugaan volume aliran permukaan DAS Way Betung dengan metode SCS pada skenario-1 ... 198

33. Rekapitulasi volume aliran permukaan (mm) setiap skenario DAS Way Betung ……… 210

34. Rekapitulasi volume aliran permukaan (m3/det) dan rasio Qmax/Qmin setiap skenario pengembangan DAS Way Betung ... 210

35. Analisis skenario dengan program tujuan ganda ... 211

36. Simulasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rehabilitasi dengan Skema Biaya-A dan Biaya-B ... 215

37. Regresi antara nilai C dengan penggunaan lahan DAS Way Betung… .. 219

38. Analisis regresi penggunaan air pelanggan PDAM……….. 221

39. Analisis regresi biaya perjalanan pengunjung TWBK………. 222

40. Peta kondisi eksisting DAS Way Betung (Skenario-1)…. ... 224

41. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-2…… 225

42. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-3…… 226

43. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-4…… 227

44. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-5…… 228


(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH

AMDK : Air Minum Dalam Kemasan

BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika

BPS : Badan Pusat Statistik

BV : Bequest Value (Nilai warisan). CN : Curva number (Bilangan Kurva) CRO : Coefficient Run Off

CVM : Contingensi Valuation Method

DAS : Daerah Aliran Sungai

DUV : Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung) HKm : Hutan Kemasyarakatan

IKA : Indeks Ketersediaan Air

IUV : Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) KRS : Koefisien Regim Sungai (Ratio Qmax/Qmin)

KUM : Kesediaan Untuk Membayar

LINDO : Linear Interactive Discreate Optimizer

MPTS : Multi Purpose Trees Species

NUV : Non Use Value (Nilai Non Penggunaan) OV : Option Value (Nilai Pilihan)

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum

PHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air

PTG : Program Tujuan Ganda Q max : Debit maksimum Q min : Debit minimum

RLPS : Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial RO : Run Off (Aliran Permukaan)

SCS : Soil Conservation Services SDA : Sumberdaya Air

SDR : Sediment Delivery Ratio


(21)

xxi

Tahura WAR : Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman TEV : Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) TSL : Tolerable Soil Loss (Erosi yang dapat ditoleransi) TWBK : Taman Wisata Bumi Kedaton

USLE : Universal Soil Loss Equation

UU : Undang-Undang

UV : Use Value (Nilai Penggunaan) VE : Valuasi Ekonomi

WTA : Wilingness to Accept (Kesediaan untuk menerima) WTP : Wilingness to Pay (Kesediaan untuk membayar) XV : Existance Value (Nilai Keberadaan)


(22)

(23)

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya Air (SDA) No. 7 tahun 2004, (pasal 5) dinyatakan bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif ”. Hal ini berarti negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan air, kerusakan sumberdaya air juga tidak dapat dihindari. Apabila tidak segera diatasi maka hal ini berpotensi menyebabkan kelangkaan air (water scarcity) di masa yang akan datang. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh: (a) pertumbuhan penduduk, (b) pertumbuhan sektor industri dan sektor-sektor lainnya, dan (c) peningkatan aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri maupun sektor lainnya akan meningkatkan permintaan kebutuhan air dalam jumlah yang cukup besar. Peningkatan kebutuhan air ini tidak diimbangi oleh jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia termasuk di Indonesia jumlahnya relatif tetap. Aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan mempercepat kerusakan sumberdaya air sehingga berdampak terhadap penurunan ketersediaan air.

Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup tinggi yaitu 4.000 mm/tahun, namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah yaitu 800 mm/tahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi, namun pada kenyataannya aliran dasar (base flow) yang terjadi secara kontinyu setiap tahun hanya sekitar 25 – 30% dari aliran permukaan total. Berdasarkan hasil perhitungan dari data curah hujan, ketersediaan air di Indonesia sebanyak 3.279 Milyar m3/ tahun sedangkan jumlah kebutuhan air sebesar 88,5 Milyar m3/tahun (Pawitan et al., 1997).


(25)

2

Apabila dinyatakan dalam nilai Indeks Ketersediaan Air (IKA) dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa pada tahun 2000, maka IKA Indonesia adalah sebesar 14.000 m3/orang/tahun. Namun demikian, apabila laju pertumbuhan penduduk tidak terkendali maka nilai IKA akan turun secara drastis hingga ambang toleransi sebesar 1.000 m3

Provinsi Lampung memiliki sumberdaya alam cukup besar, antara lain memiliki luas daratan 35.376 km

/orang/tahun (Pawitan et al., 1997).

2

, panjang garis pantai 1.105 km (pulau kecil), serta luas wilayah perairan 16.623,3 km2

Kondisi topografi di Provinsi Lampung sangat beragam berkisar dari dataran sampai pegunungan. Kondisi demikian sangat potensial menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif baik pada lahan itu sendiri (on site) maupun wilayah hilirnya (off site). Hal ini dapat terjadi manakala pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan kegiatan ekploitasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang memadai (tidak rasional).

. Sebelah selatan dan barat merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit Barisan Selatan dan merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung. Bagian tengah dan timur relatif datar berupa rawa-rawa, dan sebagian lagi merupakan habitat mangrove. Sampai saat ini kondisi sumberdaya alam di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan akibat adanya berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana.

Umumnya bagian hulu daerah tangkapan air merupakan kawasan hutan, sehingga untuk memperkirakan degradasi sumberdaya air tidak dapat mengabaikan keberadaan dan kondisi hutan. Luas hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 ha (30,3 % dari luas daratan), tingkat kerusakan hutan khususnya di kawasan konservasi (Taman Nasional, Cagar Alam, dan Tahura) telah mencapai 43%, hutan lindung 64%, dan hutan produksi mencapai 80% (Dinas Kehutanan Prov. Lampung, 2000). Kerusakan hutan tersebut diperkirakan mempengaruhi kondisi hidrologis DAS bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir.


(26)

3

Selain itu, penerapan agroteknologi yang tidak sesuai atau kurang memadai dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir di bagian hilir.

Keberadaan Kota Bandar Lampung memiliki peran yang sangat strategis, karena Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Sebagian besar kebutuhan air minum Kota Bandar Lampung dipasok oleh PDAM, dimana sumber air bakunya berasal dari sungai Way Betung. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung, maka kebutuhan air juga meningkat. Sementara itu, kondisi biofisik DAS Way Betung semakin menurun, hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya nilai rasio antara debit maksimum dan debit minimum (Qmax/Qmin). Akibatnya pasokan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Berkurangnya pasokan air dapat dilihat dari adanya pergiliran dan pembatasan pengaliran air kepada pelanggan PDAM di beberapa wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung.

Bagian hulu DAS Way Betung merupakan kawasan konservasi, yaitu bagian dari Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.408/KPTS-II/93 tanggal 10 Agustus 1993, yang berisi tentang perubahan fungsi dan penunjukan kawasan hutan lindung Gunung Betung (Register 19) seluas 22.244 ha menjadi Tahura, sebanyak 43 % kawasan Tahura WAR telah mengalami kerusakan (Dinas Kehutanan, 1998).

DAS Way Betung memiliki luas 5.260 ha, seluas 2.710,0 ha (51 %) berada di dalam kawasan Tahura WAR dan seluas 2.550,0 ha (49 %) berada dalam kawasan budidaya atau areal penggunaan lain (APL) (Lembaga Penelitian Unila, 1996). Saat ini DAS Way Betung kondisinya mulai memprihatinkan, hal ini ditandai dengan fluktuasi debit maksimum/minimum DAS Way Betung relatif cukup besar (>30) (PU Pengairan Prov. Lampung, 1998). Akibatnya sungai Way Betung pada musim kemarau mengalami kekeringan dan pada musim hujan berpotensi menimbulkan banjir, hal ini mengganggu pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung, sehingga pada musim kemarau air PDAM tidak dapat mengalir secara terus-menerus.


(27)

4

Kondisi DAS Way Betung saat ini (eksisting) sangat komplek, dan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Terjadinya perubahan penggunaan lahan. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di bagian hulu DAS Way Betung antara lain : (1) adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan perambahan hutan, hal ini diindikasikan dengan tingginya kepadatan penduduk di sekitar Tahura WAR termasuk didalamnya DAS Way Betung. Wilayah ini dikelilingi oleh 5 kecamatan yang memiliki 35 Desa/Kelurahan dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Kepadatan penduduk desa/kelurahan sekitar kawasan Tahura WAR baik secara absolut maupun pertanian relatif tinggi, dengan mata pencaharian utama pertanian (50,9 %) diikuti buruh sebesar 36,3 %, sisanya dengan mata pencaharian lain-lain (Setiawan, 2000). Sebagai akibat dari mata pencaharian utama masyarakat disektor pertanian, maka kebutuhan lahan pertanian sangat besar. Hal ini mengakibatkan bertambahnya jumlah perambah hutan. Keberadaan perambahan hutan diindikasikan dengan ditemukannya perladangan liar di Tahura WAR seluas 5.198 ha (23,4 %) (Dinas Kehutanan, 1998). (2) adanya kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), kegiatan HKm ini dilatarbelakangi dengan krisis ekonomi/moneter yang melanda Indoensia pada tahun 1997/1998. Setelah melalui verifikasi dan klarifikasi, Departemen Kehutanan mengeluarkan Sertifikat Izin Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (Sementara) dengan Surat Keputusan No. 21/IV/PHK-2/1999 tanggal 13 November 1999. Sertifikat diberikan kepada 7 (tujuh) Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan (KPPH) untuk mengelola Hutan Kemasyarakatan seluas 492,7 ha di kawasan Tahura WAR selama 5 (lima) tahun dengan berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama. Lahan garapan KPPH tersebut berada di dalam DAS Way Betung. Adanya kegiatan perambahan hutan dan kegiatan HKm mengakibatkan meningkatnya luas lahan pertanian atau kebun campuran. Aktivitas petani perambah hutan dan kegiatan HKm pada umumnya belum menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (agroteknologi) yang memadai. Kondisi demikian baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kondisi hidrologi DAS Way Betung menurun. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan debit minimum


(28)

5

rata-rata S. Way Betung dari 1,1 m3/det tahun 1997 menjadi 0,9 m3

(b) Defisit kebutuhan air bersih. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2006 sebesar 809.860 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,1 - 2,5 % pertahun. Pertumbuhan industri tahun 2004 – 2006 meningkat sebesar 12,6 %, yang ditunjukkan dengan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandar Lampung sebesar 7,7 % (Bandar Lampung dalam Angka, 2004 dan 2006). Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang demikian menyebabkan permintaan terhadap air bersih semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pasokan air oleh PDAM hanya mampu melayani 22,2 % dari jumlah penduduk Kota Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa kebutuhan air bersih kota Bandar Lampung tahun 2002 sebanyak 36,4 Juta m

/det tahun 2002 (Lembaga Penelitian Unila, 2003).

3

/tahun, sedangkan pasokan dari PDAM 9,9 juta m3/tahun, dan pasokan air tanah sebesar 20,9 Juta m3/tahun, sehingga terjadi defisit sebesar -5,5 Juta m3/tahun. Selanjutnya seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, maka diperkirakan pada tahun 2010 defisit air bersih mencapai -16,1 Juta m3

(c) Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air.

Salah satu manfaat ekonomi dari DAS Way Betung adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pelanggan PDAM Kota

Bandar Lampung. Tahun 2004 penerimaan PDAM sebesar

Rp.13.629.281.380; dengan jumlah pelanggan sebanyak 28.744, selanjutnya tahun 2006 penerimaan PDAM sebesar Rp.16.073.406.261; dengan jumlah pelanggan sebanyak 33.411 (Bandar Lampung Dalam Angka, 2004 dan 2006). Selain itu, di dalam DAS Way Betung juga terdapat Taman Wisata Bumi Kedaton (TWBK), dimana secara tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air untuk menarik pengunjungnya. Selain tempat wisata, terdapat industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan sumber air dari DAS Way Betung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 2007, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta /tahun. Akibat keterbatasan pasokan air bersih dari PDAM masyarakat membuat sumur gali (dangkal) maupun sumur bor (dalam) untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.


(29)

6

Pemanfaatan Hutan, menyatakan bahwa biaya rehabilitasi DAS dapat diambil dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan air (Dephut, 2007). Pengguna air yang lainnya adalah masyarakat yang ada di bagian hulu, berupa penggunaan air untuk kepentingan rumah tangga dan pertanian padi sawah. Namun yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada metode/ acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air Way DAS Betung.

Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menyebabkan kerusakan sumberdaya air di DAS Way Betung adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di hulu DAS Way Betung. Penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut antara lain adanya kegiatan perambahan hutan (ilegal) dan kegiatan HKm (legal). Kegiatan pertanian di kawasan hulu DAS pada umumnya tidak menerapkan teknologi konservasi tanah dan air (agroteknologi) yang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi biofisik DAS Way Betung. Selain itu, perubahan penutupan lahan diduga menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan (run off coefficient), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas fungsi hidrologi DAS Way Betung.

2. Terjadi kekurangan pasokan air bersih untuk Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di kawasan hulu DAS Way Betung. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatkan aliran permukaan. Akibat selanjutnya akan menurunkan debit rata-rata minimum sungai Way Betung, yang pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung.

3. Manfaat ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung yang digunakan oleh PDAM, Wisata, AMDK, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah sampai saat ini belum memberikan konstribusi (Cost Sharing) yang memadai untuk


(30)

7

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini disebabkan karena belum adanya metode/acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air DAS Way Betung.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung disajikan pada Gambar 1. Keberadaan DAS Way Betung sangat penting bagi Kota Bandar Lampung, dimana sungai Way Betung merupakan sumber utama air baku PDAM Kota Bandar Lampung. Namun saat ini kondisi hidrologi DAS Way Betung sudah mengalami degradasi, hal ini diindikasikan dengan penurunan debit minimum rata-rata, dan peningkatan fluktuasi debit (Lembaga Penelitian Unila, 2003). Kerusakan DAS Way Betung antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, dari lahan hutan menjadi lahan kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini, antara lain disebabkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan adanya kegiatan HKm di bagian hulu DAS tersebut. Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan debit rata-rata minimal sungai Way Betung, sehingga pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan industri di bagian hilir menyebabkan pertambahan kebutuhan air bersih, sehingga PDAM pada saat ini hanya mampu melayani 22,2 % kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung.

Adanya peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Sesungguhnya perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan hutan menjadi penggunaan lainnya seperti, pertanian, kebun campuran, permukiman dan industri. Penggunaan lahan yang tidak bijaksana/rasional akan menyebabkan curah hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (Run-Off) yang terus hilang ke laut. Selain itu, dapat menyebabkan terjadi kelebihan air yang tidak termanfaatkan pada saat musim hujan (banjir) dan pada gilirannya terjadi kekeringan pada saat musim kemarau.


(31)

8

Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa total kebutuhan air Kota Bandar Lampung tahun 2002 sebesar 36,4 Juta m3/tahun terdiri dari kebutuhan rumah tangga 32,5 Juta m3/tahun, fasilitas umum 0,05 juta m3/tahun dan kebutuhan industri/jasa 3,8 Juta m3/tahun. Bandar Lampung memiliki curah hujan rata-rata 1.918,3 mm/tahun, dengan asumsi curah hujan merata pada DAS Betung, maka potensi air tersedia adalah sebesar 90,5 Juta m3/tahun. Apabila koefisien aliran permukaan diasumsikan sebesar 25 %, maka potensi air yang dapat digunakan sebesar 67,9 Juta m3/tahun, sehingga jumlah air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Namun pada kenyataaanya telah terjadi defisit air sebesar -5,5 Juta m3

Pengelolaan DASWay Betung sebagai sumberdaya air tidak dapat terlepas dari sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan pernyataan Sinukaban (2006), bahwa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya pengelolaan yang diarahkan untuk menyediakan air guna memenuhi kebutuhan yang beragam secara memadai baik dari segi kualitas, kuantitas, tempat, waktu maupun harga. Strategi pengelolaan DAS bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sekaligus mengurangi banjir pada musim hujan, serta meningkatkan produktivitas pertanian /tahun, yang berarti telah terjadi degradasi fungsi hidrologi DAS Way Betung. Terjadinya defisit air diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga menurunkan pengisian (recharge) air bawah tanah (ground water) yang menjadi sumber air pada musim kemarau. Akibat selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aliran permukaan, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan mengalir dan langsung terbuang ke laut dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini menimbulkan potensi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa berkurangnya infiltrasi ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air bawah tanah (ground water) juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan dimusim kemarau. Untuk itu, penataan penggunaan lahan yang optimal dengan penerapan agroteknologi yang mampu menekan erosi dan meminimumkan fluktuasi aliran permukaan harus dilakukan agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga.


(32)

9

dan pendapatan petani, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan penataan penggunaan lahan untuk pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan, maka diperlukan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada setiap bidang lahan yang mampu meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dan menurunkan aliran permukaan. Beberapa bentuk agroteknologi yang dapat diterapkan antara lain: pembuatan terras, check dam, guludan, rorak, pemberian mulsa, pertanian lororng (alley cropping), dan penanaman menurut kontur. Alternatif teknologi konservasi yang terpilih disamping mampu meningkatkan infiltrasi juga dapat menekan erosi dan mampu mengurangi aliran permukaan. Penerapan agroteknologi akan mampu mengurangi fluktuasi debit aliran dan meningkatkan ketersediaan (distribusi) air DAS Way Betung.

Keberhasilan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E tol). Agar pemilihan alternatif teknologi konservasi tanah dapat memenuhi persyaratan di atas, yaitu efektif dalam mengurangi erosi dan menurunkan fluktuasi aliran permukaan, maka pemilihan teknologi konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan model prediksi erosi Universal of Soil Loss Equation (USLE), karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usahatani (Tarigan dan Sinukaban, 2000).

Selanjutnya dalam upaya memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan ketersediaan dana rehabilitasi, maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan (beberapa tujuan) tersebut. Salah satu metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai tujuan tersebut adalah model Multiple Goal Programming (Program Tujuan Ganda), model ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan tersebut (Nasendi dan Anwar, 1985; Mulyono, 1991).

Program Tujuan Ganda dapat digunakan untuk mencari solusi pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan melalui optimalisasi penggunaan lahan dan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi di DAS


(33)

10

Way Betung, maka penelitian ini dirancang dengan tolok ukur layak erosi, layak aliran permukaan, dan penerapan teknologi konservasi sesuai dengan potensi dana rehabilitasi yang bersedia dibayarkan oleh pengguna air (WTP).

Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menetapkan alokasi dana rehabilitasi yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya air adalah dengan analisis permintaan dan penawaran (Sugiarto et al., 2002). Analisis permintaan dan penawaran suatu atas barang atau jasa (air) berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual sehingga akan mempengaruhi tingkat harga.

Penggabungan permintaan pembeli dan penawaran penjual dapat

menunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual menentukan harga keseimbangan atau harga pasar untuk suatu komoditas tertentu. Dalam hal ini harga air yang akan dijual sudah memasukkan komponen biaya rehabilitasi didalamnya.

Rancangan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air terdiri dari sub model erosi, sub model aliran permukaan, dan penghitungan potensi biaya rehabilitasi dengan pendekatan penilaian (valuasi) manfaat ekonomi sumberdaya air. Sub model erosi dirancang menurut struktur model USLE (Universal of Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Model ini digunakan untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada satuan lahan setiap skenario pengembangan. Tolok ukur sub model ini adalah laju kehilangan tanah yang masih dapat dibiarkan (Tolerable Soil Loss : Etol

Penerapan teknik konservasi/agroteknolgi yang mampu menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan E

) menurut konsep Wood dan Dent (1983).

tol dinilai layak erosi. Sub model aliran permukaan menggunakan metode Soil Conservation Services (SCS), model ini digunakan untuk menduga volume aliran permukaan bulanan yang dihasilkan oleh setiap skenario pengembangan. Untuk menilai manfaat air (valuasi ekonomi) pendekatan yang akan digunakan yaitu dengan metode Willingnes to Pay/Accept


(34)

11

Gambar 1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung

Kondisi Biofisik

1. Peningkatan fluktuasi debit (1:48) 2. Penurunan debit minimum rata-rata

1,1m3 /det (‘97) mjd 0,92 m3/det (‘02) 3. PDAM kekurangan pasokan air baku,

terutama pada saat musim kemarau

Penyusunan pengembangan alternatif perencana-an SDA untuk menjamin ketersediaperencana-an air

Penggalian dana rehabilitasi hutan dari pemanfaat air dengan metode

WTP (Willingnes To Pay)

Kondisi Sosekbud

1. Pemanfaat Ekonomi Air : PDAM, AMDK, Wisata, RT. Hulu, Pertanian Sawah Hulu

2. Belum ada kontribusi pemanfaat air untuk biaya rehabiltasi hutan (Cost sharing)

Tidak tersedia biaya rehabilitasi hutan dan lahan Degradsi DAS Way Betung

Erosi < E tol (USLE)

Ketersediaan Biaya Reha-bilitasi lahan

Pengembangan Alternatif Perencanaan SDA Terbaik (Pendekatan Program Tujuan Ganda)

Simulasi Biaya

Rekomendasi Pengembangan Alternatif Terbaik

Untuk Kelestarian Sumberdaya Air DAS WAY BETUNG

(Existing)

Diperlukan biaya Diperlukan pengembangan SDA untuk menjamin ketersediaan air

Qmax/ Qmin < 30 (SCS)

1. Tekanan penduduk thd lahan 2. Perambahan hutan dan HKm

3. Perubahan penggunaan lahan (Hutan mjd: Kb.Camp, Semak, Pert.Lhn.Krg, dan Permukiman)


(35)

12

Analisis optimalisasi dengan program tujuan ganda, fungsi tujuannya adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada, dalam hal ini adalah erosi dan fluktuasi aliran permukaan. Output program tujuan ganda menghasilkan skenario pengembangan yang paling optimal apabila deviasi pada tolok ukur erosi dan tolok ukur fluktuasi aliran permukaan minimal dengan penerapan agroteknologi yang implementasinya disesuaikan dengan biaya rehabilitasi yang tersedia.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung terhadap

kondisi hidrologi/sumberdaya air.

2. Mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung.

3. Menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan (Policy Maker) dan

stakeholsders lainnya, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan DAS Way Betung untuk kelestarian sumberdaya air.

2. Sebagai sumber informasi bagi stakehoders, terutama yang berkaitan dengan pelestarian sumberdaya air khususnya Provinsi Lampung dan Indonesia pada umumnya.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan konsep pengembangan sumberdaya air yang mempertimbangkan penerapan agroteknologi dan nilai ekonomi pemanfaatan air.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi penelitian adalah DAS Way Betung, yang berada di Provinsi Lampung. DAS Way Betung bagian hulu termasuk dalam kawasan konservasi yaitu


(36)

13

Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman (Tahura WAR) sedangkan bagian hilir termasuk kawasan budidaya/areal penggunaan lain (APL).

2. Aspek biofisik yang diteliti antara lain kondisi penggunaan lahan, kelas kemiringan lereng, dan jenis tanah.

3. Aspek hidrologi yang diteliti adalah curah hujan, debit sungai Way Betung yang meliputi: debit rata-rata, debit maksimum, debit minimum, fluktuasi debit dan koefisien aliran permukaan tahunan.

4. Manfaat ekonomi sumberdaya air yang diteliti adalah manfaat ekonomi secara langsung meliputi : pemanfaatan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pemanfaatan air oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), pemanfaatan air oleh tempat wisata, pemanfaatan air untuk kepentingan rumah tangga di hulu DAS Way Betung, serta pemanfaatan air untuk kepentingan pertanian padi sawah hulu.

5. Penyususunan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung antara lain didasarkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, disusun skenario pengembangan sumberdaya air dengan kombinasi antara rehabilitasi hutan dengan agroteknologi (alley cropping).

6. Agroteknologi adalah teknologi konservasi tanah dan air yang dapat menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan erosi yang diperbolehkan (erosi <TSL) dan mampu menurunan fluktuasi aliran permukaan sesuai yang diharapkan (<30).


(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan

Sumberdaya air adalah bagian dari sistem daerah aliran sungai (DAS) yang antara lain terdiri dari sub sistem sumberdaya lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya sosekbud, dan sumberdaya air itu sendiri. Pengelolaan sumberdaya air tidak terlepas dari pengelolaan DAS, dengan demikian strategi pengelolaan DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula.

DAS adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah topografi, yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan (Linsley et al., 1982). Arsyad et al. (1985), menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut. UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menyatakan bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kartodihardjo et al., (2004) menyatakan DAS dapat dipandang sebagai sumberdaya alam yang berupa stock

dengan ragam pemilikan (private, common, state property) dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan atau kelompok masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan interdependensi antar pihak, individu dan atau kelompok masyarakat.

Pengelolaan DAS adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan (degradasi) seminimal mungkin, serta diperoleh water yield yang merata sepanjang tahun (Sinukaban, 1999).


(38)

15

Di dalam pengelolaan DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. Pada umunya bagian hulu DAS merupakan daerah tangkapan dan pengisian (recharge) dan merupakan sumber air bagi daerah hilirnya, maka perhatian yang lebih serius terhadap wilayah hulu sangat diperlukan. Penutupan lahan di bagian hulu DAS umumnya berupa kawasan hutan, sehingga apabila hutan rusak maka fungsi hidrologis DAS juga akan mengalami kerusakan. Berkaitan dengan fungsi dan karakteristik DAS bagian hulu tersebut, maka pengelolaan bagian hulu DAS lebih dimanifestasikan dengan pengelolaan hutan.

Pengelolaan DAS sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Masalah-masalah tersebut antara lain : erosi dan sedimentasi, banjir dan kekeringan, pencemaran air sungai, pengelolaan tidak terpadu, koordinasi yang lemah, institusi belum mantap, konflik antar sektor/kegiatan dan peraturan yang tumpang tindih (Dephut, 2001; Brooks et al., 1990; Easter et al., 1986). Kondisi ini menyebabkan kerusakan DAS semakin meningkat setiap tahunnya, meskipun pengelolaan DAS terus dilakukan.

Prayogo et al. (2008), menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian di bagian hulu DAS Brantas menyebabkan penurunan fungsi resapan air, peningkatan aliran permukaan, erosi, penurunan debit sungai. Akibat selanjutnya adalah penurunan kualitas lahan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Selain itu, akan menyebabkan kekurangan air pada musim hujan dan banjir dimusim hujan.

Kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan DAS tersebut di atas mengharuskan berbagai pihak yang terlibat (stakeholders) untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan DAS secara utuh, menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan one river one plan one management.

Sinukaban (1994), menyatakan bahwa tujuan pengelolaan DAS adalah adanya keberlanjutan (sustainability) yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang dapat diterima (acceptable)

dan dapat dilakukan oleh petani dengan pengetahuan yang dimilikinya tanpa intervensi dari pihak luar, dan teknologi tersebut dapat direplikasi (replicable) berdasarkan


(39)

16

faktor-faktor sosial budaya itu sendiri. Salah satu upaya agar penggunaan sumberdaya lahan dapat dilakukan secara berkelanjutan adalah menerapkan sistem pertanian konservasi. Sistem pertanian konservasi dimaksud adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem usahatani yang sedang dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus menekan bahaya erosi. Erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss), sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu. Selanjutnya Sinukaban (1994) menyatakan bahwa sistem pertanian konservasi dicirikan oleh :

1) Produksi pertanian tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya. 2) Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat merancang/mendisain masa

depan keluarganya dari hasil pendapatan usahatani yang dilakukan.

3) Teknologi yang diterapkan sesuai dengan kemampuan petani setempat (acceptable dan replicable).

4) Komoditas pertanian yang diusahakan beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima petani, dan laku di pasar.

5) Laju erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produksi yang cukup tinggi tetap dapat dipertahankan/ditingkatkan secara lestari, dan fungsi hidrologis terpelihara dengan baik.

6) Sistem penguasaan dan pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment security) dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani.

Sistem pertanian konservasi merupakan sistem pertanian yang bersifat spesifik lokasi sehingga tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan di tempat lain jika tidak sesuai.

Penentuan alternatif pengelolaan lahan dirancang berdasarkan pada data tanah, data iklim, bentuk lahan, dan kondisi fisik lingkungan lainnya. Persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman menjadi penting, karena penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan harus sesuai dengan daya dukungnya agar dapat tercipta suatu pengelolaan lahan yang lestari. Menurut Sinukaban (1994), perencanaan pengelolaan DAS yang baik diharapkan dapat


(40)

17

meningkatkan produktivitas lahan di suatu DAS yang tidak mengabaikan keberlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan serta memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya yang ada sesuai karakteristik DAS yang dikelola.

Dalam praktiknya, pengelolaan suatu DAS harus berorientasi pada kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dengan mengembangkan pola usahatani yang sudah ada sambil mengintroduksi teknologi secara perlahan-lahan yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat, agar diperoleh suatu model usahatani yang spesifik lokasi. Model usahatani konservasi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, selain itu erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss), sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu (sustainable).

Untuk merancang atau mengembangkan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di dalam DAS yang mempunyai tujuan keberlanjutan, maka diperlukan informasi berikut: (1) kondisi biofisik DAS, (2) evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan, (3) ekonomi (pasar), (4) agroteknologi yang menjamin erosi rendah, dan (5) pengetahuan orang di dalam DAS dan sumberdaya lokal (Sinukaban, 1995).

Aliran Permukaan

Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di permukaan tanah atau bawah permukaan tanah, yang mengalir ke tempat yang lebih rendah seperti sungai, danau atau laut (Schwab et al., 1981). Berdasarkan UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dikatakan bahwa air permukan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

Sedangkan menurut Arsyad (2006), aliran permukaaan (run off) adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah. Aliran permukaan inilah yang dapat menyebabkan erosi tanah, karena mampu mengangkut bagian-bagian tanah yang terdispersi oleh butir hujan. Dalam pengertian ini run-off adalah aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat aliran permukaan (Arsyad, 2006) sebagai berikut:


(41)

18

1) Curah hujan : jumlah, laju dan distribusi 2) Temperatur

3) Tanah : jenis/tipe, substratum, dan topografi 4) Luas daerah aliran

5) Vegetasi penutup tanah : jenis/tipe, jumlah dan kerapatan 6) Sistem pengelolaan tanah

Pengendalian aliran permukaan akan berdampak secara langsung terhadap terjadinya erosi lahan, dimana pada gilirannya akan dapat mempengaruhi ketersediaan air pada musim kemarau dan pencegahan banjir pada musim hujan.

Pendugaan volume aliran permukaan pada suatu DAS dapat menggunakan model hubungan hujan-limpasan yaitu metode U.S. Soil Conservation Services. Besarnya volume aliran permukaan (Q) tergantung pada curah hujan (P) dan volume simpanan yang tersedia untuk menahan air (S). Persamaan yang digunakan adalah :

(P – 0,2S)

Q = --- ………... (1)

P + 0,8S 2

Q = Jumlah aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm)

S = Retensi air potensial maksimum (mm)

Berdasarkan persamaan empirik nilai S diduga dengan menggunakan persamaan : 25400

S = --- - 254 ………(2)

CN

S = Retensi air potensial maksimum (mm) CN = bilangan kurva (runoffcurve number)

Besaran nilai bilangan kurva (runoff curve number) tergantung dari sifat-sifat tanah, penggunaan tanah dan kondisi hidrologi serta keadaan air sebelumnya. Nilai CN ditentukan berdasarkan pada jenis tanah, penggunaan lahan, infiltrasi, dan kondisi hidrologi tanah (kondisi kandungan air tanah sebelumnya).

Volume aliran permukaan yang berlebihan dapat berpotensi menimbulkan banjir di bagian hilir. Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto (2003), bahwa curah hujan tahunan yang terakumulasi pada waktu yang pendek (Desember-Februari)


(42)

19

menyebabkan tanah tidak mampu menampung semua volume air hujan. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan, hal ini diperburuk dengan meningkatnya alih fungsi hutan menjadi pengunaan lain seperti pertanian, permukiman, industri dan sawah. Hal ini berpotensi menimbulkan banjir yang cukup besar di wilayah hilir. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya aliran permukaan juga akan menimbulkan erosi yang berlebihan, sehingga secara langsung akan menurunkan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah akan menyebabkan makin berkurangnya vegetasi yang mampu tumbuh dengan baik, sehingga tutupan lahan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pengisian (recharging) cadangan air di bagian hulu yang berakibat timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau.

Erosi

Erosi adalah proses berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat/lokasi terkikis dan terangkut kemudian diendapkan di suatu tempat lain.

Beasley (1972) dan Hudson (1976) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah. Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan (Meyer et al., 1991; Utomo, 1987; Foth, 1978). Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad, 2006)

Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses yakni proses penghancuran partikel-partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan), karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan


(43)

20

lereng, panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978). Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi.

Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas.

Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses yakni: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh curah hujan; (3) penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4) pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi), maka seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah.

Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan empat sub proses di atas, yakni : (1) penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; (2) penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; dan (3) penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan.

Morgan dan Rickson (1995) menjelaskan bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat terjadi sebagai berikut: kemungkinan-kemungkinan pertama; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan (proses 1 + 3 < proses 2 + 4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi lebih rendah dari kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, akibatnya semua material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain. Kemungkinan ini terjadi karena beberapa faktor : (1) kepekaan tanah terhadap erosi (KE) tinggi; (2) permukaan tanah miring (berlereng), (3) kapasitas infiltrasi tanah rendah sehingga aliran permukaan besar; (4) partikel tanah yang dihancurkan berukuran kecil


(44)

21

sehingga walaupun aliran permukaan besar, tetapi kemampuannya untuk menggerus (scour) rendah.

Kemungkinan kedua; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan (proses 1 + 3 > proses 2 + 4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi melebihi kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, akibatnya sebagian dari material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain sebagian lagi akan terdeposisi di permukaan tanah. Kemungkinan ini terjadi karena beberapa faktor : (1) kepekaan tanah terhadap erosi (KE) rendah, (2) permukaan tanah datar, (3) kapasitas infiltrasi tanah besar sehingga aliran permukaan kecil; (4) partikel tanah yang dihancurkan berukuran besar sehingga kemampuan aliran permukaan untuk melakukan proses penggerusan juga besar.

Kemungkinan ketiga; penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan (proses 1 + 3 = proses 2 + 4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang dihancurkan sama dengan kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, sehingga material tersebut semuanya akan terangkut walaupun proses pengangkutannya akan berjalan relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan kemungkinan pertama. Kemungkinan ketiga ini secara alamiah mencerminkan suatu kondisi keseimbangan (equilibrium) antara proses penghancuran dan proses pengangkutan baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan.

Selanjutnya Arsyad (2006) menjelaskan bahwa di daerah beriklim tropika basah, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : (1) menghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan (Th); dan (2) penghancuran struktur tanah (Di) diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut (Ti) oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Secara skematis proses terjadinya erosi disajikan pada Gambar 2.


(45)

22

Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung dari hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas tanah menyimpan air. Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin panjangnya lereng permukaan tanah.

Pada tanah-tanah berlereng, lebih dari separuh partikel tanah yang mengalami proses penghancuran oleh butir-butir hujan akan terangkut ke bawah bukit (downhill). Pada sebagian besar daerah, erosi percikan (splash) dan erosi lembar merupakan bentuk erosi yang dominan. Jika terjadi curah hujan tinggi dan aliran permukaan besar, maka bentuk erosi yang dominan adalah erosi parit (gully) dengan kedalaman berkisar antara 1–100 m. Pada kondisi seperti ini maka air dan tanah dalam jumlah yang banyak akan hilang.

Tumbuh-tumbuhan di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi serta daya angkut aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan diatasnya akan menentukan apakah tanah akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak.

l

Gambar 2. Skema proses terjadinya erosi tanah (Arsyad, 2006)

Meningkatnya aliran permukaan, karena berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah. Jumlah aliran permukaan yang meningkat akan mengurangi kandungan air

Tanah Tererosi

Kapasitas Angkut Air

Th Ti

Butir-Butir Tanah yg terlepas

Dh Di


(46)

23

tersedia dalam tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik. Berkurangnya pertumbuhan berarti berkurangnya sisa-sisa tanaman yang kembali ke tanah, akibatnya erosi akan semakin besar. Oleh karena erosi berkaitan dengan aliran permukaan, maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat (Arsyad, 2006).

Banyak faktor yang mempengaruhi laju erosi tanah. Morgan (1979) mengemukakan bahwa terjadinya erosi tanah dipengaruhi oleh : curah hujan, limpasan permukaan (aliran permukaan), jenis tanah, lereng, penutup tanah, jumlah penduduk, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah. Secara ringkas Baver (1959) dan Aryad (2006), menyatakan bahwa erosi merupakan hasil interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah, dan tindakan manusia, yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan deskriptif berikut :

E = f ( i, r, v, t, m ) ...(3) dimana, E : Erosi, yang merupakan fungsi dari faktor, i : iklim, r : relief atau topografi, v : vegetasi, t : tanah, dan m : manusia (m). Secara keseluruhan faktor-faktor ini bersama-sama menentukan besar atau laju erosi yang akan terjadi.

Tanah yang tererosi dari lokasi asalnya akan selalu diendapkan pada tempat lain, yang kemudian menutup permukaan tempat pengendapan. Jarak tempuh partikel tanah yang tererosi tergantung pada ukuran, berat, bentuk, dan kecepatan alirannya (Morgan, 1979). Tanah yang tererosi diendapkan di tempat-tempat yang kecepatan alirannya melambat atau tenang airnya, baik di sungai, saluran irigasi, waduk ataupun danau.

Besarnya erosi dapat diukur langsung di lapangan diantaranya dengan menggunakan petak kecil atau diprediksi dengan menggunakan model. Model prediksi erosi yang umum digunakan saat ini adalah model parametrik. Model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh Weischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan The Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan.


(47)

24

Persamaan yang dipergunakan mengelompokan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi kedalam enam variabel utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numerik.

USLE dikembangkan di National Run Off and Soil Loss Data Centre yang didirikan pada tahun 1954 oleh The science and education administration

Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Universitas Purdue (Weischmeier dan Smith, 1978). Persamaan USLE adalah :

A = R K L S C P ...(4) dimana :

A = Tanah yang tererosi (ton/hektar/tahun) R = Faktor indeks (erosivitas) hujan. K = Faktor erodibilitas tanah

L = Faktor panjang lereng S = Faktor kecuraman lereng

C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

USLE mempunyai keunggulan karena mudah diaplikasikan, dapat diterapkan dimana saja (universal) dengan penetapan nilai setiap faktor secara tepat dan dapat memprediksi erosi dalam jangka panjang pada penggunaan lahan yang berbeda-beda. Model USLE dapat pula digunakan untuk memilih agroteknologi dalam menyusun rencana strategi perencanaan pengelolaan sumberdaya air yang berbasis pada sistem DAS.

Penilaian (Valuasi) Ekonomi Sumberdaya Alam (SDA)

Pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA), adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh manfaat, baik manfaat nyata (tangible benefits) maupun manfaat tidak nyata (intangible benefits). Untuk memahami manfaat sumberdaya alam maka perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan sumberdaya alam tersebut. Nilai barang atau jasa tersebut sangat membantu seseorang individu, masyarakat atau organisasi dalam mengambil suatu keputusan.

Nilai (value), merupakan persepsi manusia tentang makna suatu obyek, bagi orang tertentu, pada waktu dan tempat tertentu. Persepsi tersebut berpadu


(48)

25

dengan harapan dan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut.

Penilaian (valuation), merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan tertentu manusia atau masyarakat. Untuk mengetahui seberapa besar nilai sumberdaya alam sangat tergantung pada banyak faktor, antara lain: 1) apa yang dinilai, 2) kapan dinilainya, 3) bagaimana menilainya dan 4) siapa yang menjadi penilai. Faktor-faktor tersebut di atas akan menentukan besarnya nilai suatu sumberdaya alam.

Penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka (Kramer et al., 1994 dalam Setiawan, 2000). Penilaian kontribusi fungsi ekosistem bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang sangat kompleks, mencakup faktor-faktor nilai sosial politik (Munasinghe, 1993

dalam Sanim, 2003)

Berdasarkan konsep ekonomi, nilai ekonomi mencakup konsepsi kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh dari jual beli, tetapi semua barang dan jasa yang dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Dapat dikatakan bahwa baik barang publik maupun barang privat akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Manfaat ekologis seperti keberadaan air pada hakekatnya juga merupakan manfaat ekonomi karena jika fungsi ekologis terganggu maka akan menimbulkan ketidakmanfaatan (disutility) atau terjadi kerugian akibat terjadinya bencana atau kerusakan.

Keterkaitan Sumberdaya Alam (SDA) dan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dengan ketersediaan SDA, karena secara garis besar peningkatan pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan (kesejahteraan) membutuhkan masukan (input) yang antara lain berasal dari sumberdaya alam (SDA). Untuk itu, pengelolaan lingkungan (environmental management) sebagai salah satu alat untuk mempertahankan ketersediaan SDA sangat dibutuhkan dan harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Karena apabila ketersediaan SDA habis maka dengan sendirinya pembangunan lingkungan juga akan terhenti.


(49)

26

Hal ini seperti diungkapkan oleh Bank Dunia dan beberapa pakar ekonomi dunia bahwa ”pembangunan ekonomi (economic development) dan manajemen lingkungan adalah dua hal yang berseberangan, mempunyai hubungan bersifat kompetitif ”. Tetapi apabila kedua hal tersebut dikelola menurut paradigma baru pembangunan berkelanjutan, keduanya mempunyai hubungan baru yang harmonis, bersifat komplementer dan suplementer, sebagai berikut:

1) Pembangunan ekonomi dan pengelolaan lingkungan merupakan aspek yang saling melengkapi.

2) Tanpa perlindungan lingkungan pembangunan akan mengalami kegagalan, selain itu tanpa pembangunan maka perlindungan lingkungan juga akan gagal. 3) Pembangunan dan lingkungan adalah suatu dikotomi yang keliru/salah.

Hubungan harmonis antara manajemen lingkungan dan pembangunan ekonomi dimungkinkan oleh karena adanya pergeseran dan perubahan paradigma (paradigm shift/change), sebagai berikut:

1) Pendekatan analisis ekonomi menuju analisis ekonomi serta lingkungan (economic cum environment). Hal ini berarti bahwa kelayakan suatu proyek pembangunan bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan ekonomi tetapi juga berdasarkan pertimbangan kelayakan lingkungan yang dilakukan secara integral dan holistik.

2) Pendekatan pembangunan tak berkelanjutan (unsustainable development) menjadi pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah mengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan pembangunan (development) secara terus menerus. Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, pada kenyataannya pembangunan memiliki dimensi sosial dan politik yang kental. Pembangunan, dapat dikatakan sebagai vektor dari tujuan sosial pada suatu masyarakat (society), dimana tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingin dicapai atau dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut.

Munasinghe (1993, dalam Sanim (2003), menyatakan bahwa pem-bangunan berkelanjutan adalah pempem-bangunan yang memenuhi persyaratan: (a) memiliki tiga tujuan, dimana melalui public decision harus disepakati proporsinya,


(50)

27

yaitu economic objective, social objective and ecological objective (Gambar 3), dan (b) sesuai dengan perkembangan ekonomi masyarakat.

Gambar 3, secara jelas memperlihatkan bahwa untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dimana sumberdaya alam dianggap sebagai input utama dalam pembangunan ekonomi namun tidak terlepas dari manajemen lingkungan yang baik. Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjtan ketersediaan sumberdaya alam akan terjaga untuk waktu kini dan masa yang akan datang serta terus terjadi peningkatan pembangunan ekonomi yang pada akhirnya akan tertuju pada peningkatan pendapatan (kesejahteraan). Adanya pembangunan berkelanjutan maka, tujuan ekonomi seperti efisiensi dan pertumbuhan akan tercapai, tujuan sosial akan tercapai antara lain mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan serta tujuan ekologi juga akan tercapai (perlindungan sumberdaya alam).

Gambar 3. Hubungan tiga tujuan pembangunan berkelanjutan (Munasinghe, 1993

dalam Sanim, 2003)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, SDA dan pembangunan ekonomi serta manajemen lingkungan guna mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan bukanlah hal yang harus dipisahkan, namum merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain. Untuk itu, pemerintah harus melakukan berbagai langkah dalam bentuk kebijakan untuk

melindungi SDA sekaligus dapat memacu pembangunan ekonomi.

ECONOMIC OBJECTIVE EFFICIENCY/GROWTH

SOCIAL OBJECTIVE POVERTY/EQUITY

ECOLOGICAL OBJECTIVE NATURAL RESOURCESIncome distribution

Employment

Targeted Assistance

Environmental Assessment

Valuation

Internalization

Popular Participation

Consultation


(1)

Lampiran 40. Peta kondisi eksisting DAS Way Betung (skenario-1)


(2)

Lampiran 41. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-2


(3)

Lampiran 42. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-3


(4)

Lampiran 43. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-4


(5)

Lampiran 44. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung skenario-5


(6)

229

Lampiran 45. Validasi Model SCS untuk Aliran Permukaan

VALIDASI MODEL SCS

Two-Sample T-Test and CI: Qobserved_1, Qestimated_1

Two-sample T for Qobserved_1 vs Qestimated_1

N Mean StDev SE Mean Qobserved_1 12 1.636 0.271 0.078 Qestimated_1 12 1.371 0.444 0.13

Difference = mu (Qobserved_1) - mu (Qestimated_1) Estimate for difference: 0.265285

95% CI for difference: (-0.050095, 0.580665)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.77 P-Value = 0.094 DF = 18

Data validasi model SCS antara pengamatan (observed) dan pendugaan (estimated)

Bulan Observed Estimated Observed Estimate

Jan 93.83883 108.94 1.972383 2.037176

Feb 117.1877 48.96 2.068882 1.689861

Mar 121.6536 55.98 2.085125 1.748041

Apr 68.70207 14.80 1.83697 1.170178

Mei 34.55461 16.66 1.538506 1.221614

Jun 31.60139 14.83 1.499706 1.171024

Jul 27.34956 31.16 1.43695 1.493541

Agu 27.34956 1.68 1.43695 0.226431

Sep 25.95341 37.31 1.414194 1.571863

Okt 26.47247 25.63 1.422794 1.408744

Nov 28.54036 26.45 1.455459 1.422493

Des 28.96991 19.30 1.461947 1.28548

*) Transformasi Log