daerah tersebut, alasannya karena kebanyakan penduduk di Hutaurat dan Hutabalian, lebih mengerti cara membangun rumah yang kokoh dari bahan
kayu papan, meskipun kayu papannya bukan kayu yang bagus sekalipun, penduduk lebih dapat menyeimbangkannya dengan lingkungan sekitar dari
pada bahan lain. Akan tetapi, Penduduk yang membangun rumah di masa sekarang lebih memilih dinding bata merah, karena jauh di anggap lebih
indah, lebih murah dan lebih modern. Dalam proses membangun rumah, ketiga hal tersebut yang sering di
perhatikan oleh penduduk Hutaurat dan Hutabalian. Hal yang lainnya diserahkan pada tukang. Setelah rumah selesai dibangun, acara adat yang
terakhir adalah mamestahon jabumangompoi jabu pesta syukuran untuk meresmikan rumah baru.
F. NILAIMAKNA BENTUK DAN FUNGSI RUMAH ADAT YANG DI APLIKASIKAN PADA RUMAH MODERN.
1. Falsafah Masyarakat Batak Toba Tentang Rumah.
Suku Batak toba mengenal prinsip garis keturunan Patrilineal. Pada zaman dahulu, kelompok kekerabatannya adalah keluarga luas extended
family. Dalihan Na Tolu adalah bentuk dari sistem kekerabatan suku Batak
toba. Hubungan Dalihan Na Tolu terhadap pembagian ruangan terlihat jelas pada Jabu Bona, Jabu Tampar piring, Jabu Suhat, dan Jabu Soding. Selain
itu, Jabu Tonga-tonga adalah yang mempersatukannya. Rumah adalah tempat untuk mempersatukan keluarga luas tersebut, dimana karena kondisi
Universitas Sumatera Utara
perekonomian yang sulit, banyak pemudai yang pergi merantau. Sementara orang tua, sahabat, dan keluarga lainnya yang berada di huta menantikan
kedatangan pemudai tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas dan penelitian yang didapatkan di
lapangan, pola pikir Batak adalah : 1.1
Marale-ale Antara KawanSahabat seperti : teman satu huta, tetangga, satu gereja, satu pekerjaan, diharapkan harus akrab dan serasi,
1.2 Manat Hati-hati menjaga perasaan teman satu marga,
1.3 Elek Membujuk atau berusaha mengambil hatibaik kepada keluarga
pengambil isteri. 1.4
Somba Hormat kepada Hula-hulaPemberi Isteri.
2. Fungsi dan Makna Rumah.
2.1 Nilai Positif dan Manfaat.
Rumah memiliki fungsi dan makna di dalam proses upacara adat. Pertama sekali yang akan tampak pada rumah adalah halaman. Bagi suku
Batak toba di Hutaurat dan Hutabalian, halaman peribadi itu tidak ada. Halaman yang ada adalah halaman hutakampung. Halaman berfungsi
sebagai tempat berkumpulnya tamu-tamu undangan pada saat pesta diadakan. Baik itu pesta pernikahan, kematian, atau pesta mangokalholi.
Kebiasaan membuat halaman terbuka, dapat meringankan dan membantu penduduk yang kurang mampu pada saat adanya pesta adat yang tidak
terelakkan. Makna halaman terbuka bagi suku Batak toba adalah supaya setiap tetangga dan kerabat bebas berkunjung setiap saat ke rumah. Pada
Universitas Sumatera Utara
rumah-rumah yang baru di bangun juga begitu, tanah untuk halaman selalu disisakan.
Tangga, pada rumah-rumah yang baru dibangun tidak ada dibuat, kecuali letak tanahnya agak tinggi, sehingga mengharuskan tangga dibuat.
Fungsi tangga adalah sebagai alat untuk dapat memasuki rumah. Juga sebagai alat menunjukkan kedudukan sosial, anak tangga genap :
keturunan raja dan anak tangga ganjil : keturunan budak. Makna dari tangga pada zaman dahulu adalah untuk menghormati tuan rumah.
Lantai rumah, sebelum tahun 1970 lantai rumah berasal dari papan- papan yang terbuat dari kayu. Daerah ini dahulunya adalah sumber
penghasil kayu, akan tetapi karena kebijakan dari pemerintah dan perubahan yang dibawa oleh para perantau, maka penduduk mulai
menggunakan lantai yang berasal dari pasir dan semen, juga yang berasal dari keramik. Bagi rumah-rumah baru, lantai tidak memiliki makna, akan
tetapi memiliki fungsi untuk kenyamanan dan nilai keindahan juga nilai kebersihan yang mendatangkan kesehatan bagi pemilik rumah. Sedangkan
pada rumah lama yang berasal dari papan kayu, bentuk lantai bermakna sebagai simbol kesehatan dan simbol untuk mendatangkan kekayaan.
Simbol tersebut berdasarkan horizontal dan vertikal, dimana lantai kayu papan yang disusun secara horizontal dianggap lebih mendatangkan
keuntungan sementara kayu papan yang disusun secara vertikal dianggap mendatangkan kesialan. Fungsinya sama dengan rumah-rumah yang baru
dibangun.
Universitas Sumatera Utara
Ruang TamuJabu tonga-tonga pada zaman dahulu berada di tengah-tengah. Pada zaman sekarang letaknya bisa sembarangan. Bagi
mayoritas penduduk Batak toba, ruang tamu masih berada di depan, dengan bentuk persegi atau persegi panjang yang lebar dan luas.
Fungsinya adalah supaya tamu yang datang pada saat ada acara pesta, partamiangan kebaktian dari gereja yang dibuat di rumah, pertemuan
teman satu marga, tamu yang datang dapat duduk lebih leluasa dan tidak tidak berapat-rapatan duduknya. Maknanya adalah supaya semakin banyak
tamu yang datang ke rumah kita dan semakin nyaman mereka duduk sehingga pelayanan kita kepada mereka dianggap baik pada saat di rumah,
harga diri dan pengakuan identitas sosial kita sebagai suku Batak toba akan terangkat. Oleh karena itu, teman dan kerabatpun akan bertambah.
Dapat dikatakan, ruang tamu yang luas adalah identitas sosial suku Batak toba.
Kamar UtamaJabu Bona, fungsinya adalah sebagai ruang peristirahatan untuk pemilik rumah. Pada zaman dahulu, jabu bona dan
Jabu lainnya tidak bersekat tidak memiliki penutupbatas. Seiring perubahanpun terjadi, manusia semakin lama semakin memerlukan ruang
gerak Privasitertutup untuk umum, sehingga jabu bona dibangun menjadi kamar yang letaknya masih tetap sama pada setiap rumah
penduduk di Sianjur Mula-mula. Maknanya jabu bona adalah sebagai tempat yang tertutup ruang sakral tempat menyimpan benda-benda yang
Universitas Sumatera Utara
disucikan, tempat untuk menyimpan keseluruhan rahasia rumah, dan sebagai kunci dari kekuatan rumah dan rumah tangga si pemilik rumah.
Jabu-jabu yang lain seperti : Jabu Tampar piring, Jabu Suhat, dan Jabu Soding, apabila dibangun dalam bentuk kamar, maka fungsinya akan
berubah sesuai dengan keinginan si pemilik. Mengapa demikian? Kamar dianggap sebagai pembatas ruang gerak oleh para tamu. Kamar memiliki
keterbatasan, sehingga tidak dapat menampung banyak tamu atau kerabat dekat. Biasanya, pada rumah-rumah yang baru dibangun, baik yang
mempunyai satu kamar atau lebih, para tamu tidak tidur dikamar, melainkan di ruangan tamu. Maknanya adalah supaya mengikat jalinan
kekerabatan, hubungan kekerabatan akan lebih erat apabila tidur bersama di tempat yang dapat mempersatukan mereka tidur bersama tempat yang
luasruang tamu. Laki-laki tidur bersama laki-laki, dan perempuan serta anak-anak terkadang di dalam kamar bila memiliki kamar lebih dari 1,
tetapi lebih sering tidur bersama kaum laki-laki di ruangan tamu dengan membuat pembatas.
Dapur atau ruangantempat memasak secara khusus, pada zaman dahulu itu tidak ada. Namun, pada zaman dahulu tempat memasak berada
di tengah jabu tonga-tonga yang disebut bara. Fungsinya adalah supaya setiap orang yang berada di dalam rumah akan mendapatkan makanan.
Maknanya dapat dilihat pada prinsip hidup Dalihan Na Tolu.
Bila memasak menggunakan kompor, maka letaknya kebanyakan di sudut kanan belakang atau di dekat pintu dapur di tengah. Jarang
Universitas Sumatera Utara
sekali ditemui letak kompor pada sudut kiri belakang. Adapun letaknya dekat pintu dapur adalah supaya asap kompor dan uap masakan tidak
mengganggu penghuni rumah. Adapun celah atau lubang angin, biasanya memakai jendela yang mirip dengan jendela gantung, ada juga yang
membuat lubang anginnya berbentuk jendela tunggal yang berbentuk lipat. 2.2
Nilai Negatif, Ekonomi,dan Teknologi yang Mempengaruhi Bentuk Rumah.
Nilai yang negatif sangat jarang ditemui pada rumah. Kepercayaan penduduk di Hutaurat dan Hutabalian, rumah yang nyaman itu apabila
tidak melanggar beberapa kepercayan berikut ini yaitu : a.
Rumah tidak boleh didirikan disekitar kelokan sungai, karena akan mengakibatkan banjir, apabila musim hujan tiba,
b. Tanah yang akan dibangun rumah haruslah kering, tidak
pernah ditanami oleh tanaman hasil panen apapun selama minimal 3 minggu sebelum membangun rumah,
c. Idealnya pintu rumah menghadap kearah gunung, posisi ini
dianggap akan mendatangkan kesehatan, keramaian dan dipercaya rezeki akan berkembang cepat. Posisi ini anginnya
beredar baik sejuk dan nyaman. d.
Lantai kayu papan bila rumah berasal dari bahan kayu tidak boleh disusun secara vertikal, karena dianggap menghambat
rezeki dan tidak akan mendatangkan kenyamanan bagi orang yang menempatinya.
Universitas Sumatera Utara
Kepercayaan ini, dipercayai sejak dari zaman orang tua dahulu. Pada rumah Adat, sistem pertanggalan ”parhalaan” sangat berguna dalam
membangun rumah, tetapi sistem ini tidak berlaku lagi setelah penduduk menganut kepercayaan agama kristen. Hanya pantangan dan larangan yang
penduduk berusaha hindari pada saat membangun rumah. Penduduk mayoritas bekerja sebagai petani, biasanya hasil panen
ditentukan dengan apa yang ditanam diladang. Hasil panen biasanya bernilai minimal Rp. 500.000,- keuntungan bersih, itu kalau menanam
kacang, jagung, atau bawang dan bila hasil panen memuaskan dan lahannya tidak terlalu luas. Lain halnya dengan padi dan cabai, bila hasil
panen memuaskan bisa untung bersih minimal Rp. 5.000.000,-. Penduduk banyak menghabiskan uangnya dalam menghadiri upacara adat, walau di
luar kota sekalipun. Untuk membuat rumah dan untuk merehab rumah memperbaiki
rumah yang rusak, penduduk cenderung membuat bangunan yang sederhana, kecuali penduduk yang sudah lama merantau ke kota dan
membangun rumahnya di kampung atau seseorang yang bukan petani. Selain menghabiskan uang untuk adat, para penduduk bapak-bapak atau
anak lajang laki-laki cenderung menghabiskan uangnya ke kedai kopi, dan membeli peralatan elektronik. Sedangkan ibu-ibu, membeli barang-
barang keperluan dapur, emas, dan kain. Andai keperluan peralatan pertanian diperlukan mendesak, biasanya penduduk saling meminjam
Universitas Sumatera Utara
peralatan dan bila tidak ada yang dipinjam, baru mereka membeli peralatan pertanian.
Rumah cenderung sebagai tempat persinggahan saja bagi penduduk yang pekerjaannya sebagai petani, kecuali pada akhir tahun di saat
keluarga yang datang dari kota berkunjung. Ekonomi cenderung tidak begitu berpengaruh terhadap bentuk rumah, karena pemudai kampung
cenderung akan merantau bila sudah tamat SMA, dan sedikit yang kembali. Huta hanya di huni oleh kebanyakan para orang tua dan anak-
anak. Berdasarkan bentuk rumahnya, dapat diketahui pekerjaan si pemilik rumah. Teknologi cenderung kurang mempengaruhi bentuk rumah, karena
teknologi yang canggih seperti komputer, sepeda motor,TV, Loudspeaker, tidak membuat penduduk merehap rumahnya, kecuali penduduk yang
memiliki mobil angkutan untuk mengangkut hasil panennya ke kota, bukan bentuk garasi melainkan hanya teras di depan pintu rumah. biasanya
rumah yang direhap ini, halaman kampung sudah diaspal menjadi jalan. 2.3
Nilai Keluarga Besar. Rumah di Hutaurat dan Hutabalian tidak dihuni lagi oleh keluarga
besar. Walau rumah yang mereka tempati rumah Adat. Rumah bagi keluarga besar adalah tempat perkumpulan, tempat untuk mengenang masa
kecil dan tempat untuk mengisi hari libur bagi penduduk yang menetap di kota. Keakraban tersebut ada bila masih memiliki orang tua. Bilamana
orang tua sudah tidak ada, dan anak-anaknya semua memilih hidup menetap di kota, biasanya rumah akan dijual kepada sanak saudara, atau di
Universitas Sumatera Utara
bayar seseorang untuk mengurus rumah tersebut. Ada juga yang meninggalkan rumahnya begitu saja, tanpa ada yang mengurusnya. Lama-
kelamaan rumah panggung tersebut hancur perlahan-lahan. Rumah Adat tidak terkecuali satu di antaranya dan untuk melestarikannya biasanya
diwariskan kepada anak sulung. Bila anak sulung tidak berada di huta, maka anak sulung tidak berhak untuk menjual rumah tersebut kepada
orang lain harus kepada sesama anggota keluarga, bila tidak harus membayar salah satu sanak keluarga untuk mengurus rumah tersebut.
2.4 Nilai Keluarga Kecil.
Suku Batak memegang prinsip patrilineal. Adat setelah menikah, seorang laki-laki yang sudah menikah biasanya membawa isterinya untuk
hidup menetap di rumah orang tua laki-laki tersebut. Maka, pada rumah adat Batak toba, satu rumah biasanya dihuni oleh beberapa keluarga,
sehingga rumah menjadi terawat. Kebiasaan merantau dan tidak mau menetap di kampung halaman,
membawa pengaruh besar terhadap kebiasaan hidup bersama dalam satu rumah. Seiring dengan berjalannya waktu, biasanya laki-laki yang sudah
dewasa dan sudah menikah tidak mau lagi tinggal bersama orang tuanya, kecuali orang tuanya sudah tua dan perlu diurus.
Nilai rumah bagi keluarga kecil adalah bersifat privacy bersifat ruang pribadi. Sebagai orang Batak Toba, memang memakai bentuk dari
aplikasi dari rumah Adat Batak dalam membangun rumah barunya. Namun, kebanyakan orang membatasi rumahnya dengan ruang privat
Universitas Sumatera Utara
sehingga ruang publik ruang sosialterbuka untuk umum semakin terbatas. Adapun ruang publik yang sudah memiliki batas, salah satunya
adalah jabu.
3. Fungsi Makna Rumah Menurut Agama Kristen.
Agama kristen adalah agama mayoritas di Hutaurat dan Hutabalian. Setelah agama kristen masuk dan mulai berpengaruh pada tahun 1920 di
Hutaurat dan Hutabalian, gorga-gorga pada rumah adat Batak toba sudah mulai ditiadakan. Bagaimana dengan rumah adat yang lama? Bagi penduduk
yang berada di sekitar rumah Adat Batak Toba, fungsi gorga sudah berubah, hanya sebagai nilai seni saja. Tetapi, maknanya itu dikembalikan kepada si
pemilik rumah dan orang-orang yang menempatinya. Dahulu, maknanya bersifat umum dan religius, salah satunya adalah fungsi gorga adalah sebagai
penyelamat dan pemberi kekuatan, setelah menganut agama Kristen, cenderung menganggapnya sebagai nilai keindahan saja akan kebudayaan.
Bukan berarti orang-orang Batak Toba disana tidak patuh dan taat akan adat, bahkan lebih mengutamakan adat dari pada merehab rumahnya sendiri.
Suku Batak toba yang menghuni kawasan Hutaurat dan Hutabalian, cenderung ingin tetap menjaga dan melestarikan budaya dan Adat Batak, akan
tetapi dalam konteks yang tidak melanggar nilai agama Kristen. Mengapa dikatakan makna dari rumah Adat Batak Toba kembali kepada sipemilik
rumah? karena masih ada orang-orang yang sudah menganut agama Kristen, bahkan menjadi sintua di gerejanya, masih melakukan ritual adat Batak dalam
membangun rumah baru, dan kepercayaan mengaplikasikan ruang yang
Universitas Sumatera Utara
dianggap sakral di rumah Adat Batak Toba ke rumah baru yang dibangun tidak seperti ruma adat, melainkan rumah modern, masih tetap dilakukan.
Salah satu aplikasi yang diambil dari konteks rumah Adat dan dipakai pada rumah modern adalah ”jabu bona”, letak bara api tempat memasak, dan
”jabu tonga-tonga”ruang tamu yang luas. Kepercayaan pribadi ini terkadang sudah melanggar nilai kekristenan,
akan tetapi dilegalkan oleh semua orang ”HKBP, Katolik, dan GKPI”, karena di satu sisi dianggap sebagai orang Batak harus melestarikan
budayanya, di sisi lain ”agama kristen pentakosta” sangat melarang hal tersebut. Nilaimakna bentuk dan fungsi rumah adat dalam aplikasinya pada
rumah modern, menurut ajaran agama Kristen di satu sisi sah-sah saja diterapkan, asal tidak terlalu menganggap aplikasi yang ditiru tersebut sebagai
sesuatu yang sakral dan tidak menganggap aplikasi tersebut sebagai simbol pemberi kekuatan dan keselamatan.
G. UNSUR KEMODERNISASIAN PADA APLIKASI RUMAH ADAT BATAK TOBA PADA RUMAH MODERN.