Efek Samping TINJAUAN PUSTAKA

dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga terjadi mutasi pada mikroorganisme; 2 terjadi akibat mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat; dan 3 bakteri memperkuat dinding sel mikroorganisme sehingga menjadi tidak dapat ditembus impermeabel oleh obat dan perubahan sisi perlekatan pada dinding sel. Proses terjadinya mutan yang resistensi terhadap antibiotik dapat terjadi secara cepat resistensi satu tingkat dan dapat pula terjadi dalam waktu yang lama resistensi multi tingkat. Contoh resistensi satu tingkat adalah resistensi pada streptomisin, dan rifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin. 23 c. Resistensi episomal. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom episom = plasmid  di luar kromosom. Beberapa bakteri memiliki faktor R pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memiliki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi. 23

3. Berdasarkan penyebab klinis terjadinya resistensi terhadap antibiotik

Resistensi terhadap antibiotik dapat disebabkan oleh keadaan klinis sebagai berikut: 1 Penggunaan antibiotik yang terlalu sering; 2 Penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi; 3 Durasi penggunaan antibiotik terlalu pendek atau lama; dan 4 Penundaan pemberian antibiotik pada pasien dengan penyakit kritis. 9,24

2.3 Efek Samping

1. Reaksi Alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes dan tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya alergi dapat bervariasi. 9 Prognosis reaksi alergi sulit diramalkan walaupun terdapat riwayat reaksi alergi pasien. Seseorang yang memiliki riwayat alergi, misalnya alergi terhadap penisilin, tidak selalu mengalami reaksi alergi kembali ketika diberikan obat tersebut. Sebaliknya, seseorang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan kembali penisilin. 9 Bentuk reaksi alergi pada penisilin paling sering yaitu reaksi urtikaria pada kulit atau maculopapular rash. Penisilin juga dapat menyebabkan reaksi syok anafilaktik. 13

2. Reaksi Toksik

Antibiotik pada umumnya bersifat toksisitas selektif, tetapi sifat ini relatif. Penisilin merupakan golongan antibiotik yang mungkin dianggap paling tidak toksik sampai saat ini. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat menyerang organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. Beberapa contoh reaksi toksik penggunaan antibiotik seperti pada golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap Nervus Vestibulokoklear N.VIII. Golongan tetrasiklin dapat menggangu pertumbuhan jaringan tulang dan gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam dosis besar, obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil. 9

3. Perubahan Biologik dan Metabolik

Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang meradang, terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen. Penggunaan antibiotik, terutama spektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. 9 Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu peradangan baru yang disebabkan oleh proliferasi mikroba berbeda dari penyebab peradangan primer yang terjadi akibat terapi peradangan primer dengan suatu antibiotik. 9,15 Mikroba penyebab superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antibiotik terutama spektrum luas, misalnya penggunaan tetrasiklin dapat menyebabkan kandidiasis. 9 Faktor yang mempermudah timbulnya superinfeksi di antaranya adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan pasien, penggunaan antibiotik terlalu lama, dan luasnya spektrum aktivitas obat antibiotik. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi superinfeksi yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang digunakan, melakukan biakan kultur mikroba penyebab superinfeksi, dan memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba tersebut. 9

2.4 Pengetahuan

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

4 91 78

Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

5 72 69

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Bell’s Palsy Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Desember 2014 – Januari 2015

4 62 54

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgm-P Fkg Usu Tentang Cara Penanganan Dental Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

0 69 86

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Antibiotik Dan Penatalaksanaan Alergi Antibiotik Di Klinik Bedah Mulut Fkg Usu 2015

2 87 101

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015

0 6 66

Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

0 0 15

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgm-P Fkg Usu Tentang Cara Penanganan Dental Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

0 0 15

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TERHADAP PENGETAHUAN ANTIBIOTIK DAN PENATALAKSANAAN ALERGI ANTIBIOTIK DI KLINIK BEDAH MULUT FKG USU 2015

0 1 32

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TERHADAP ANTIBIOTIK DAN PENATALAKSANAAN ALERGI ANTIBIOTIK DI KLINIK BEDAH MULUT FKG USU 2015

0 0 13