BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PIHAK PENANAM MODAL
INVESTORBUYER DALAM KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen di Indonesia
1. Sejarah dan perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia
Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan
tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindugan konsumen pada saat itu antara lain:
107
a. Reglement Industriele Eigendom, S 1912-545, jo. S. 1913 No. 214.
b. Hinder Ordonnantie Ordonansi Gangguan, S. 1926-226 jo. S. 1927-
449, jo. S. 1940-14 dan 450. c.
Loodwit Ordonnantie Ordonansi Timbal Karbonat, S.1931 No. 28. d.
Tin Ordonnantie Ordonansi Timah Putih, S. 1931-509. e.
Vuurwerk Ordonnantie Ordonansi Petasan, S. 1932-143. f.
Verpakkings Ordonanntie Ordonansi Kemasan, S. 1935 No.161. g.
Ordonnantie Op de Slacth Belasting Ordonansi Pajak Sembelih, S. 1936-671.
h. Sterkerkannde Geneesmiddelen Ordonanntie Ordonansi Obat Keras,
S. 1937-641.
107
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
i. Bedrijfsrelementerings Ordonnantie Ordonansi Penyaluran
Perusahaan, S. 1938-86. Disisi lain, dalam beberapa kitab undang-undang juga terdapat beberapa
ketentuan yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen, yaitu: a.
KUH Perdata: Bagian 2, Bab V, Buku II mengatur tentang kewajiban penjual dalam perjanjian jual beli.
b. KUHD: tentang pihak ketiga yang harus dilindungi, tentang
perlindungan penumpangbarang muatan pada hukum maritim, ketentuan mengenai perantara, asuransi, surat berharga, kepailitan,
dan sebagainya. c.
KUH Pidana: tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya.
108
Dalam Hukum Adat juga ada dasar-dasar yang menopang Hukum Perlindungan Konsumen seperti prinsip kekerabatan yang kuat dari masyarakat
adat yang tidak berorientasi ada konflik, yang memposisikan setiap warganya untuk saling menghormati sesamanya. Prinsip keseimbangan magiskeseimbangan
alam, prinsip “terang” pada pembuatan transaksi khususnya transaksi tanah yang mengharuskan hadirnya kepala adatkepala desa dalam transaksi tanah. Prinsip
fungsi sosial dari sesuatu hak, prinsip hak ulayat.
109
Ditinjau dari sejarah perkembangannya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar tahun 1970an, yakni dengan
berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat nongovernmental organization
108
Ibid.
109
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Setelah YLKI, kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan
dan Perlindungan Konsumen LP2K di Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada 1990 bergabung sebagai anggota Consumers International CI. Di
luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang berorientasi pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga
Bina Konsumen Indonesia YLBKI di Bandung dan perwakilian YLKI di berbagai provinsi di Indonesia.
110
YLKI muncul dari kelompok kecil anggota masyarakat yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi, yang semula justru bertujuan mempromosikan hasil produksi
Indonesia. Ajang promosi yang diberi nama Pekan Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di
Indonesia. Ide ini dituangkan dalam anggaran dasar yayasan di hadapan Notaris G.H.S. Loemban Tobing, SH. dengan akte Nomor 26, 11 Mei 1973.
111
Di samping itu, dukungan media massa nasional baik cetak maupun elektronik yang
secara rutin menyediakan kolom khusus untuk membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan perlindungan konsumen di
Indonesia. Hasil-hasil penelitian YLKI yang dipublikasikan di media massa juga membawa dampak terhadap konsumen. Perhatian produsen terhadap publikasi
demikian juga terlihat dari reaksi-reaksi yang diberikan,baik berupa koreksi maupun bantahan. Hal ini menunjukkan dalam perjalanan memasuki dasawarsa
110
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. Kedua, Ed. Revisi, Jakarta: PT Grasindo, 2004, hlm. 49.
111
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ketiga, YLKI mampu berperan besar, khususnya dalam gerakan menyadarkan konsumen terhadap hak-haknya.
112
Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan
penelitian atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.
113
Selanjutnya pergerakan pemberdayaan konsumen semakin gencar, baik melalui ceramah, seminar, tulisan, dan media massa. Gerakan konsumen di
Indonesia, termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR, yang akhirnya disahkan
menjadi UUPK pada tanggal 20 April 1999.
114
UUPK ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlaku efektif. UUPK dihasilkan dari hak inisiatif DPR
yang notabene hak itu tidak pernah digunakan sejak zaman Orde Baru berkuasa pada tahun 1966.
115
Pembentukan UUPK tersebut tidak terlepas dari dinamika politik di Indonesia. Iklim politik yang lebih demokratis ditandai dengan gerakan reformasi
yang dikomandoi oleh mahasiswa dan ditandai dengan pergantian Presiden Republik Indonesia dari Soeharto kepada B.J. Habbibie. Kehidupan yang lebih
demokratis mulai diperjuangkan, bersamaan dengan itu pula tuntutan untuk mewujudkan UUPK semakin menguat.
116
Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan UUPK di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang
112
Zulham, Op.cit, hal. 36.
113
Shidarta, Op.cit. hal. 51.
114
Zulham, Loc. cit.
115
Shidarta, Op.cit., hlm. 52.
116
Zulham, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen.
Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 30Pid.B1990PNTng dengan
Kasus Republik Indonesia v. Tan Chandra Helmi dan Gimun Tanno yang dikenal dengan kasus biscuit beracun, gugatan konsumen hanya dilihat dari aspek pidana
dan administratif saja, sehingga korban atau konsumen tidak mendapatkan kompensasi atau ganti kerugian atas dasar tuntutan perdata. Dalam p
utusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 3138KPdt1994PN.Jkt.Pst dan putusan Kasasi
Mahkamah Agung No. 3138KPdt1994.
kasus Janizal dkk v. PT. Kentamik Super International yang dikenal dengan kasus Perumahan Naragong Indah, pihak
pengembang dimenangkan bahkan pihak pengembang menggugat balik konsumen, karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik.
117
Faktor lain yang juga turut mendorong pembentukan UUPK di Indonesia adalah perkembangan sistem perdagangan global yang dikemas dalam kerangka
World Trade Organization WTO, maupun program International Monetary
Fund IMF, dan Program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi
perjanjian perdagangan dunia diikuti dengan dorongan terhadap Pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum
internasional di bidang perdagangan.
118
117
Ibid., hlm. 37.
118
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengertian dan ruang lingkup konsumen, hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen a.
Pengertian dan ruang lingkup konsumen Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer
Inggris-Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia
berada. Secara harfiah arti kata consumer itu adalah “lawan dari
produsen setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk
konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai
pemakai atau konsumen .
119
Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan MEE, kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti
“pemakai”. Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban
tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati
pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.
120
119
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm. 3.
120
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. Ketiga, Ed. Pertama, Jakarta: SInar Grafika, 2011, hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
A.Z Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:
121
1 Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau
jasa digunakan untuk tujuan tertentu; 2
Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang danjasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barangjasa
lain untuk diperdagangkan tujuan komersial; 3
Konsumen Akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi
kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali nonkomersial.
Sedangkan pengertian konsumen dalam UUPK Pasal 1 Angka 2, menyatakan bahwa, konsumen adalah setiap orang pemakai
barang danjasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
122
b. Pengertian dan ruang lingkup hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu bidang
dari ilmu hukum. Kedudukannya cenderung bercorak cross sectoral. Dalam science tree hukum berdasarkan data dari konsorsium ilmu
121
Az. Nasution, Op. cit. hal. 13.
122
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,
Cet. Kedua, Ed. Revisi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
hukum, hukum konsumen digabungkan dengan hukum persaingan dengan nama Antitrust and Consumers Protection. Jadi, hukum
konsumen hanya ranting kecil dari pohon hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan transnasional dari hukum dagang yang
seterusnya bagian dari hukum dagang III dengan cabang besarnya hukum dagang.
123
M.J.Leder menyatakan: In a sense there is no such creature as consumer law.
124
Yang pada intinya ia tidak mengakui adanya hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen. Sekalipun
demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu memiliki pengertian seperti yang
dinyatakan oleh Lowe, yakni: “… rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure
that weakness is not unfairly exploited”.
125
Yang artinya adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengakui adanya kelemahan dalam
posisi tawar seorang konsumen dan mencegah kelemahan itu di manfaatkan secara tidak adil.
Mengingat dikarenakan posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum
itu adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit
123
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hlm. 22.
124
Shidarta, Op.cit., hlm. 9.
125
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan dan ditarik batasnya.
126
Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum
konsumen yang lebih luas dari itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum konsumen yang memuat asas-asas atau
kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen
diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang danatau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.
127
Sedangkan hukum perlindungan konsumen menurut Az. Nasution adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang danatau jasa konsumen.
128
Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu
kepentingan hukum hak-hak konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana
ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan
konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan
126
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm. 13.
127
Shidarta, Op.cit. hlm. 11.
128
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 46.
Universitas Sumatera Utara
peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya.
129
Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya.
Jadi, termasuk di dalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi negara, maupun hukum internasional. Sedangkan
cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen
mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, meliputi: informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang
timbul karena penggunaan kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi produsen
meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian
produk itu.
130
Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan
hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang
129
Ibid.
130
Ibid. hlm. 47.
Universitas Sumatera Utara
mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.
131
3. Dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia
Perlindungan terhadap kepentingan konsumen pada dasarnya sudah diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama. Secara sporadis berbagai
kepentingan konsumen sudah dimuat dalam berbagai undang-undang, antara lain sebagai berikut:
132
a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Barang Menjadi Undang-Undang.
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982 Tentang Metrologi Legal
d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar
Perusahaan e.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1982 Tentang Perindustrian f.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan g.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian h.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan i.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
131
Ibid.
132
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran
, Cet. Pertama, Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008, hlm. 19-20.
Universitas Sumatera Utara
j. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup
Kemudian pada tahun 1999 diundangkanlah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kehadiran UUPK ini menjadi
tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Undang-undang ini mengatur tentang kebijakan perlindungan konsumen, baik
menyangkut hukum materiil maupun hukum formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen.
133
Undang-undang Perlindungan Konsumen UU Nomor 8 Tahun 1999 memiliki tujuan sebagai berikut:
134
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk
melindungi diri; b.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan infirmasi; e.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
133
Ibid., hlm. 20.
134
Ibid., hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen juga ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa diantaranya akan diuraikan sebagai berikut.
135
a. Undang-Undang Dasar dan ketetapan MPR
Hukum konsumen, terutama hukum perlindungan konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945,
Pembukaan, Alinea ke-4 berbunyi: ... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ...
Di dalam alinea tersebut terdapat kata “melindungi”, di dalam kata melindungi tersebut terkandung asas perlindungan hukum pada
segenap bangsa Indonesia. Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD 1945
melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR telah
menetapkan berbagai ketetapan MPR sejak tahun 1978 sampai dengan ketetapan terakhir MPR tahun 1993. Yang paling menonjol dari TAP-
135
Az. Nasution, Op. cit., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan kosumen. Susunan kalimat tersebut berbunyi:
... meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen ...
Dengan susunan kalimat yang demikian, terlihat lebih jelas arahan MPR tentang kekhususan kepentingan produsen dan kepentingan
konsumen. b.
Hukum konsumen dalam hukum perdata Yang dimaksud dengan hukum perdata dalam hal ini adalah
hukum perdata dalam arti luas yang mencakup hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan lain. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis hukum adat.
Jika dirangkup secara keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah- kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara
oelaku usaha penyedia barang danatau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing terlihat termuat dalam:
1 KUHPer, terutama dalam buku kedua, ketiga dan ke-empat.
2 KUHD, buku kesatu dan buku kedua.
3 Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat
kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang
atau penyelenggara jasa tertentu dan kosumen. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
diantaranya adalah: Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU No. 14 Tahun 1992, Undang-Undang
tentang Kesehatan UU No. 23 Tahun 1992, Undang-Undang tentang Pangan UU No 7 Tahun 1996, Undang-Undang tentang
Perlindungan Kosumen UU No. 8 Tahun 1999, dan lainnya. c.
Hukum konsumen dalam hukum publik Hukum publik disini dimaksudkan hukum yang mengatur
hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan.
136
Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau
hukum perlindungan konsumen, yakni hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum
acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.
Di dalam beberapa peraturan perundang-undangan dapat terlihat bahwa beberapa departemen atau lembaga pemerintah
dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan perundang-undangan tersebut. Berikut
beberapa contohnya: 1
Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang
136
C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1979, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
2 Dalam Undang-Undang Kesehatan UU No. 23 Tahun 1992,
dalam pasal 73 ditentukan: Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua
kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan
Dalam pasal 76 Undang-Undang itu dijelaskan pula peran pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah, sedang Pasal
77 menegaskan wewenang pemerintah untuk mengambil berbagai tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan
dan atau sarana kesehatan yang melanggar Undang-Undang UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 77.
B. Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Pihak Penanam Modal