Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen di Indonesia

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PIHAK PENANAM MODAL

INVESTORBUYER DALAM KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen di Indonesia

1. Sejarah dan perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindugan konsumen pada saat itu antara lain: 107 a. Reglement Industriele Eigendom, S 1912-545, jo. S. 1913 No. 214. b. Hinder Ordonnantie Ordonansi Gangguan, S. 1926-226 jo. S. 1927- 449, jo. S. 1940-14 dan 450. c. Loodwit Ordonnantie Ordonansi Timbal Karbonat, S.1931 No. 28. d. Tin Ordonnantie Ordonansi Timah Putih, S. 1931-509. e. Vuurwerk Ordonnantie Ordonansi Petasan, S. 1932-143. f. Verpakkings Ordonanntie Ordonansi Kemasan, S. 1935 No.161. g. Ordonnantie Op de Slacth Belasting Ordonansi Pajak Sembelih, S. 1936-671. h. Sterkerkannde Geneesmiddelen Ordonanntie Ordonansi Obat Keras, S. 1937-641. 107 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm. 32. Universitas Sumatera Utara i. Bedrijfsrelementerings Ordonnantie Ordonansi Penyaluran Perusahaan, S. 1938-86. Disisi lain, dalam beberapa kitab undang-undang juga terdapat beberapa ketentuan yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen, yaitu: a. KUH Perdata: Bagian 2, Bab V, Buku II mengatur tentang kewajiban penjual dalam perjanjian jual beli. b. KUHD: tentang pihak ketiga yang harus dilindungi, tentang perlindungan penumpangbarang muatan pada hukum maritim, ketentuan mengenai perantara, asuransi, surat berharga, kepailitan, dan sebagainya. c. KUH Pidana: tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya. 108 Dalam Hukum Adat juga ada dasar-dasar yang menopang Hukum Perlindungan Konsumen seperti prinsip kekerabatan yang kuat dari masyarakat adat yang tidak berorientasi ada konflik, yang memposisikan setiap warganya untuk saling menghormati sesamanya. Prinsip keseimbangan magiskeseimbangan alam, prinsip “terang” pada pembuatan transaksi khususnya transaksi tanah yang mengharuskan hadirnya kepala adatkepala desa dalam transaksi tanah. Prinsip fungsi sosial dari sesuatu hak, prinsip hak ulayat. 109 Ditinjau dari sejarah perkembangannya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar tahun 1970an, yakni dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat nongovernmental organization 108 Ibid. 109 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 19. Universitas Sumatera Utara yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Setelah YLKI, kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K di Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada 1990 bergabung sebagai anggota Consumers International CI. Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang berorientasi pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia YLBKI di Bandung dan perwakilian YLKI di berbagai provinsi di Indonesia. 110 YLKI muncul dari kelompok kecil anggota masyarakat yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi, yang semula justru bertujuan mempromosikan hasil produksi Indonesia. Ajang promosi yang diberi nama Pekan Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Ide ini dituangkan dalam anggaran dasar yayasan di hadapan Notaris G.H.S. Loemban Tobing, SH. dengan akte Nomor 26, 11 Mei 1973. 111 Di samping itu, dukungan media massa nasional baik cetak maupun elektronik yang secara rutin menyediakan kolom khusus untuk membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Hasil-hasil penelitian YLKI yang dipublikasikan di media massa juga membawa dampak terhadap konsumen. Perhatian produsen terhadap publikasi demikian juga terlihat dari reaksi-reaksi yang diberikan,baik berupa koreksi maupun bantahan. Hal ini menunjukkan dalam perjalanan memasuki dasawarsa 110 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. Kedua, Ed. Revisi, Jakarta: PT Grasindo, 2004, hlm. 49. 111 Ibid. Universitas Sumatera Utara ketiga, YLKI mampu berperan besar, khususnya dalam gerakan menyadarkan konsumen terhadap hak-haknya. 112 Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan. 113 Selanjutnya pergerakan pemberdayaan konsumen semakin gencar, baik melalui ceramah, seminar, tulisan, dan media massa. Gerakan konsumen di Indonesia, termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR, yang akhirnya disahkan menjadi UUPK pada tanggal 20 April 1999. 114 UUPK ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlaku efektif. UUPK dihasilkan dari hak inisiatif DPR yang notabene hak itu tidak pernah digunakan sejak zaman Orde Baru berkuasa pada tahun 1966. 115 Pembentukan UUPK tersebut tidak terlepas dari dinamika politik di Indonesia. Iklim politik yang lebih demokratis ditandai dengan gerakan reformasi yang dikomandoi oleh mahasiswa dan ditandai dengan pergantian Presiden Republik Indonesia dari Soeharto kepada B.J. Habbibie. Kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan, bersamaan dengan itu pula tuntutan untuk mewujudkan UUPK semakin menguat. 116 Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan UUPK di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang 112 Zulham, Op.cit, hal. 36. 113 Shidarta, Op.cit. hal. 51. 114 Zulham, Loc. cit. 115 Shidarta, Op.cit., hlm. 52. 116 Zulham, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen. Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 30Pid.B1990PNTng dengan Kasus Republik Indonesia v. Tan Chandra Helmi dan Gimun Tanno yang dikenal dengan kasus biscuit beracun, gugatan konsumen hanya dilihat dari aspek pidana dan administratif saja, sehingga korban atau konsumen tidak mendapatkan kompensasi atau ganti kerugian atas dasar tuntutan perdata. Dalam p utusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 3138KPdt1994PN.Jkt.Pst dan putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 3138KPdt1994. kasus Janizal dkk v. PT. Kentamik Super International yang dikenal dengan kasus Perumahan Naragong Indah, pihak pengembang dimenangkan bahkan pihak pengembang menggugat balik konsumen, karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik. 117 Faktor lain yang juga turut mendorong pembentukan UUPK di Indonesia adalah perkembangan sistem perdagangan global yang dikemas dalam kerangka World Trade Organization WTO, maupun program International Monetary Fund IMF, dan Program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi perjanjian perdagangan dunia diikuti dengan dorongan terhadap Pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum internasional di bidang perdagangan. 118 117 Ibid., hlm. 37. 118 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Pengertian dan ruang lingkup konsumen, hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen a. Pengertian dan ruang lingkup konsumen Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer Inggris-Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer itu adalah “lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen . 119 Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan MEE, kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai. 120 119 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm. 3. 120 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. Ketiga, Ed. Pertama, Jakarta: SInar Grafika, 2011, hlm. 23. Universitas Sumatera Utara A.Z Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni: 121 1 Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; 2 Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang danjasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barangjasa lain untuk diperdagangkan tujuan komersial; 3 Konsumen Akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali nonkomersial. Sedangkan pengertian konsumen dalam UUPK Pasal 1 Angka 2, menyatakan bahwa, konsumen adalah setiap orang pemakai barang danjasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 122 b. Pengertian dan ruang lingkup hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu bidang dari ilmu hukum. Kedudukannya cenderung bercorak cross sectoral. Dalam science tree hukum berdasarkan data dari konsorsium ilmu 121 Az. Nasution, Op. cit. hal. 13. 122 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Cet. Kedua, Ed. Revisi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara hukum, hukum konsumen digabungkan dengan hukum persaingan dengan nama Antitrust and Consumers Protection. Jadi, hukum konsumen hanya ranting kecil dari pohon hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan transnasional dari hukum dagang yang seterusnya bagian dari hukum dagang III dengan cabang besarnya hukum dagang. 123 M.J.Leder menyatakan: In a sense there is no such creature as consumer law. 124 Yang pada intinya ia tidak mengakui adanya hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen. Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu memiliki pengertian seperti yang dinyatakan oleh Lowe, yakni: “… rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploited”. 125 Yang artinya adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengakui adanya kelemahan dalam posisi tawar seorang konsumen dan mencegah kelemahan itu di manfaatkan secara tidak adil. Mengingat dikarenakan posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit 123 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hlm. 22. 124 Shidarta, Op.cit., hlm. 9. 125 Ibid . Universitas Sumatera Utara dipisahkan dan ditarik batasnya. 126 Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas dari itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang danatau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. 127 Sedangkan hukum perlindungan konsumen menurut Az. Nasution adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang danatau jasa konsumen. 128 Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum hak-hak konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan 126 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm. 13. 127 Shidarta, Op.cit. hlm. 11. 128 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 46. Universitas Sumatera Utara peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. 129 Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk di dalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi negara, maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, meliputi: informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena penggunaan kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu. 130 Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang 129 Ibid. 130 Ibid. hlm. 47. Universitas Sumatera Utara mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. 131 3. Dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia Perlindungan terhadap kepentingan konsumen pada dasarnya sudah diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama. Secara sporadis berbagai kepentingan konsumen sudah dimuat dalam berbagai undang-undang, antara lain sebagai berikut: 132 a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Barang Menjadi Undang-Undang. b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982 Tentang Metrologi Legal d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1982 Tentang Perindustrian f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan g. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian h. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan i. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 131 Ibid. 132 Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran , Cet. Pertama, Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008, hlm. 19-20. Universitas Sumatera Utara j. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup Kemudian pada tahun 1999 diundangkanlah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kehadiran UUPK ini menjadi tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Undang-undang ini mengatur tentang kebijakan perlindungan konsumen, baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen. 133 Undang-undang Perlindungan Konsumen UU Nomor 8 Tahun 1999 memiliki tujuan sebagai berikut: 134 a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan infirmasi; e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 133 Ibid., hlm. 20. 134 Ibid., hlm. 21. Universitas Sumatera Utara f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen juga ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa diantaranya akan diuraikan sebagai berikut. 135 a. Undang-Undang Dasar dan ketetapan MPR Hukum konsumen, terutama hukum perlindungan konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4 berbunyi: ... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ... Di dalam alinea tersebut terdapat kata “melindungi”, di dalam kata melindungi tersebut terkandung asas perlindungan hukum pada segenap bangsa Indonesia. Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD 1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR telah menetapkan berbagai ketetapan MPR sejak tahun 1978 sampai dengan ketetapan terakhir MPR tahun 1993. Yang paling menonjol dari TAP- 135 Az. Nasution, Op. cit., hlm. 31. Universitas Sumatera Utara MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan kosumen. Susunan kalimat tersebut berbunyi: ... meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen ... Dengan susunan kalimat yang demikian, terlihat lebih jelas arahan MPR tentang kekhususan kepentingan produsen dan kepentingan konsumen. b. Hukum konsumen dalam hukum perdata Yang dimaksud dengan hukum perdata dalam hal ini adalah hukum perdata dalam arti luas yang mencakup hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis hukum adat. Jika dirangkup secara keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah- kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara oelaku usaha penyedia barang danatau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing terlihat termuat dalam: 1 KUHPer, terutama dalam buku kedua, ketiga dan ke-empat. 2 KUHD, buku kesatu dan buku kedua. 3 Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan kosumen. Beberapa Universitas Sumatera Utara diantaranya adalah: Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU No. 14 Tahun 1992, Undang-Undang tentang Kesehatan UU No. 23 Tahun 1992, Undang-Undang tentang Pangan UU No 7 Tahun 1996, Undang-Undang tentang Perlindungan Kosumen UU No. 8 Tahun 1999, dan lainnya. c. Hukum konsumen dalam hukum publik Hukum publik disini dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. 136 Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau hukum perlindungan konsumen, yakni hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional. Di dalam beberapa peraturan perundang-undangan dapat terlihat bahwa beberapa departemen atau lembaga pemerintah dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan perundang-undangan tersebut. Berikut beberapa contohnya: 1 Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang 136 C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1979, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. 2 Dalam Undang-Undang Kesehatan UU No. 23 Tahun 1992, dalam pasal 73 ditentukan: Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan Dalam pasal 76 Undang-Undang itu dijelaskan pula peran pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah, sedang Pasal 77 menegaskan wewenang pemerintah untuk mengambil berbagai tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melanggar Undang-Undang UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 77.

B. Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Pihak Penanam Modal

Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

6 141 96

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia

6 57 154

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

4 85 110

Tinjauan Yuridis Pembatalan Perkawinan Oleh Orangtua Terhadap Anaknya Di Mahkamah Syar’iyah Langsa (Studi Kasus Di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa Nomor Perkara 238/Pdtg/2010/Ms-Lgs)

1 55 74

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 2 TAHUN 2012

5 63 86

Tinjauan Yuridis Terhadap Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Hong Kong Special Administrative Region Di Bidang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

0 48 150

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembangunan Rumah Susun Yang Dibangun Dengan Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 74 127

Tinjauan Yuridis Terhadap Dana Talangan Haji Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Di Bank Sumut Syariah Cabang Medan)

0 71 142

Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat Tionghoa Oleh Hakim

2 64 129

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

0 69 135