Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut

(1)

DI KABUPATEN GARUT

Oleh

IRMA OKTAVIA H24070066

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Irma Oktavia. H24070066. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut. Di bawah bimbingan Heti Mulyati dan Alim Setiawan S.

Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat menghasilkan devisa negara. Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar.

Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan (2) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Analisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara lain komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai. Alat pengolah data yang digunakan antara lain Microsoft Excel 2007, Minitab 14 dan SPSS versi 16.0.

Anggota rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Model fungsi regresi linear berganda tidak cukup baik menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan terhadap hubungan kemitraan antara petani dan penyuling karena koefisien determinasi yang dihasilkan kecil yaitu 39,1 persen. Selain itu peluang kesalahan di bawah nilai yang ditolerir pada penelitian sosial (20%). Lemahnya model fungsi regresi linear berganda pada penelitian ini disebabkan oleh (1) ketidakcocokan model, (2) adanya faktor lain dan hubungan yang tidak langsung dan (3) masalah teknis dari sisi responden dan dari sisi kuesioner.


(3)

DI KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IRMA OKTAVIA

H24070066

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(4)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut

Nama : Irma Oktavia NIM : H24070066

Menyetujui Pembimbing I,

(Heti Mulyati, S.TP., MT) NIP 19770812 200501 2 001

Pembimbing II,

(Alim Setiawan, S.TP., M.Si.) NIP 19820227 200912 1 001

Mengetahui Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :


(5)

ii   

Penulis lahir di Subang pada tanggal 1 Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suhadi dan Ibu Anis Ratnaningsih. Menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Seroja pada tahun 1994, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Rosela Indah Subang di tahun 1995. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Subang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Subang. Pada Tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama masa studi cukup aktif di berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Manajemen antara lain acara Gema Alunan Syukur, Pujangga dan FEMily Day juga pernah menjadi salah seorang pengajar mata kuliah metode kuantitatif di program kumulasi yang diadakan oleh Himpro Com@ (Center of Management).


(6)

iii   

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat serta karunia-Nya akhirnya skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut” dapat diselesaikan dengan baik. Skipsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling di Kabupaten Garut. Rantai pasokan merupakan salah satu masalah operasional yang sering terjadi dan sangat mempengaruhi kualitas minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak efektif dan efisien menimbulkan masalah pada pengadaan minyak akar wangi. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau referensi yang berguna bagi pihak yang menjalankan bisnis minyak akar wangi untuk merumuskan kebijakan di masa depan berupa penetapan struktur rantai pasokan yang optimal sesuai dengan karakteristik minyak akar wangi. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak akar wangi.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2011


(7)

iv   

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya dari lubuk hati terdalam serta mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Heti Mulyati, S.TP., MT dan Bapak Alim Setiawan, S.TP., M.Si sebagai dosen pembimbing yang berkenan memberikan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak R. Dikky Indrawan, SP, MM sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah memberikan masukan pada skripsi ini.

3. Kedua orang tua, adik dan keluarga atas doa serta dukungannya kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf Departemen Manajemen yang telah mempermudah dan memperlancar penulisan skripsi ini.

5. Bapak H. Ede Kadarusman serta seluruh petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut atas bantuannya dalam proses pengumpulan data.

6. Teman-teman satu bimbingan: Agung Cahya Nugraha, Intania Sudarwati, Izni Sorfina, Mursaliena Noorlaela dan Reni Mei Farida yang selalu mendorong untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dan tiada henti mengingatkan untuk terus semangat.

7. Kak Roni, Imel, Nene, Iyut, Laras, Miu, Chemi, Una, Dini, Windi dan Ana yang selalu memberi dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman Manajemen 44 atas pertemanan selama ini.

9. Irawan Yudha Pamungkas yang selalu memberi dukungan kepada penulis. 10.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah

SWT memberikan berkah yang berlimpah kepada sahabat-sahabat yang membantu dan ikut bersusah payah dalam penulisan skripsi ini.


(8)

v   

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ………...…. iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 3

1.3. Tujuan Penelitian ……… 4

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4

1.5. Manfaat Penelitian ……….. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan ……… 6

2.2. Kemitraan ……… 8

2.3. Pola Kemitraan Agribisnis... 10

2.4. Regresi Linier Berganda ………. 13

2.5. Penelitian Terdahulu ………... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ……… 17

3.2. Tahapan Penelitian ……….. 18

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 22

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ………. 22

3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian ……… 24

3.6. Teknik Penarikan Contoh ……….. 25

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ……… 26

3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ……….. 27

3.7.2 Regresi Linier Berganda ……….. 28

IV. HASIL DAN PEMBASAHAN 4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi ……… 32

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi ……… 37

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ……… 40

4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi ………. 41

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ……….. 44


(9)

vi   

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ……… 52

2. Saran ……….. 53

DAFTAR PUSTAKA ……… 54


(10)

vii   

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005 …... 1

2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data……….. 23

3. Variabel-variabel Penelitian dalam Kuesioner……… 24

4. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Rantai Pasokan dalam Penelitian... 26

5. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Kemitraan dala Penelitian... 26

6. Uji Kolmogorov Smirnov... 29

7. Uji Multikolinearitas... 29

8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 30

9. Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia... 32

10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut... 33

11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Beberapa Standar Nasional dan Internasional... 35


(11)

viii   

No. Halaman

1. Rantai Pasokan... 7

2. Pola Kemitraan Inti plasma ………...…... 10

3. Pola Kemitraan Subkontrak ………. 11

4. Pola Kemitraan Dagang umum... 11

5. Pola Kemitraan Keagenan... 12

6. Pola Kemitraan KOA... 12

7. Kerangka Pemikiran Penelitian... 18

8. Tahapan Penelitian... 21

9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia... 34

10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha... 41

11. Persepsi Petani terhadap Kemitraan... 47   


(12)

ix   

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil Pengukuran Validitas ……… 57 2. Hasil Regresi Linier Berganda ………. 58


(13)

1.1.Latar Belakang

Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat menghasilkan devisa negara. Hal tersebut dapat dilihat dari data perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi (Tabel 1). Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Pasar minyak akar wangi Indonesia adalah Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong dan India (garutkab.go.id, 2010).

Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005

Tahun

Ekspor Impor Volume

(Kg)

Nilai (US $)

Volume (Kg)

Nilai (US $) 2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728

2002 79.714 1.973.451 2.572 46.312

2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680

2004 58.444 2.445.744 2.231 51.305

2005 74.210 1.544.618 532 22.890

Sumber: BPS 2001-2005

Tanaman akar wangi di Indonesia terdapat di daerah Garut, Wonosobo, Pasuruan dan Lumajang. Sentra budidaya dan produksi terbesar minyak akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, khususnya Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles. Penetapan kawasan pengembangan budi daya akar wangi seluas 2.400 Ha melalui Keputusan Bupati Garut nomor 520 Tahun 1990, dan Penetapan Konservasi Terpadu Budi daya Akar Wangi (garutkab.go.id, 2010). Lahan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan pengembangan budi daya akar wangi tersebut pada kenyataannya hanya terdapat 2.318 Ha areal perkebunan yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan para pengusaha akar wangi merasa kesulitan dalam memenuhi permintaan tersebut karena kurangnya pasokan bahan baku akar wangi untuk diolah menjadi minyak akar wangi. Selain itu, proses produksi minyak akar wangi di Kabupaten Garut masih dilakukan secara tradisional yang menyebabkan rendahnya mutu minyak akar wangi sehingga berpengaruh pada harga jual minyak akar wangi.


(14)

2   

Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar. Hal tersebut dapat mendorong daya saing minyak akar wangi Indonesia menjadi lebih baik. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan cara mengembangkan keunggulan dalam sistem manajemen rantai pasokan agar dapat lebih efektif dan efisien.

Anggota primer rantai pasokan dalam bisnis minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Bentuk kemitraan yang sudah ada berupa pembentukan kelompok tani dan koperasi USAR yang sebagian besar anggotanya adalah penyuling minyak akar wangi. Selama ini hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi baru terbatas pada pemberian pinjaman modal untuk budidaya dari penyuling ke petani. Manfaat yang dapat diperoleh petani antara lain memperoleh informasi yang dapat dipercaya mengenai harga akar wangi, mendapat bantuan modal untuk melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar dan meningkatkan pendapatan. Sedangkan manfaat yang diperoleh penyuling dari hubungan kemitraan adalah kepastian ketersediaan bahan baku akar wangi.

Selama ini belum ada penelitian yang mengidentifikasi pengaruh kemitraan terhadap keberlangsungan usaha dan melihat faktor mana yang berpengaruh terhadap kemitraan dalam kelompok tani yang selama ini telah dilakukan antara petani dan penyuling akar wangi. Penelitian mengenai kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi perlu dilakukan karena dapat memberikan keuntungan bagi petani dan penyuling pada khususnya serta bagi anggota rantai pasokan minyak akar wangi pada umumnya. Keuntungan bagi petani adalah mendapat bantuan modal, sedangkan bagi penyuling adalah mendapat jaminan pasokan akar wangi. Keuntungan bagi anggota rantai pasokan antara lain rantai pasokan akar wangi menjadi lebih efektif serta terjadinya kesinambungan usaha dalam bisnis akar wangi. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling akar


(15)

wangi, apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor kemitraan dengan hubungan kemitraan terhadap bisnis minyak akar wangi. Dimensi kunci hubungan kemitraan diantaranya adalah komunikasi dan berbagi informasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, hubungan nilai, ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan, adaptasi dan konflik (Boeck dan Wamba, 2007).

1.2.Perumusan Masalah

Minyak akar wangi Indonesia harus meningkatkan keunggulan bersaing di pasar internasional. Hal yang dapat dilakukan adalah minyak akar wangi harus memenuhi kualitas dan standar produk yang ditetapkan di pasar internasional. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembenahan dalam sistem manajemen rantai pasokannya agar dapat lebih efektif dan efisien.

Selain pembenahan dalam sistem manajemen rantai pasokan, hubungan kemitraan rantai pasokan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bisnis minyak akar wangi. Hubungan kemitraan rantai pasokan dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu memperoleh informasi yang dapat dipercaya, mendapat bantuan modal untuk melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar, meningkatkan pendapatan dan mendapat kepastian ketersediaan bahan baku akar wangi. Hubungan kemitraan yang sudah terjalin antara petani dengan penyuling minyak akar wangi selama ini belum dilihat faktor-faktor mana yang berpengaruh. Pentingnya mengetahui faktor-faktor tersebut adalah untuk membuat strategi dalam meningkatkan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Pada penelitian ini akan dilihat faktor-faktor mana yang berpengaruh dalam hubungan kemitraan untuk dapat terus ditingkatkan agar hubungan kemitraan yang sudah terjalin dapat berjalan dengan lebih baik.

Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut?

2. Bagaimana kemitraan yang sudah terjadi antara petani dan penyuling selama ini?


(16)

4   

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut.

2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

1.4.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada bisnis minyak akar wangi dengan mengkaji tentang sistem manajemen rantai pasokan, anggota rantai pasokan yang terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi serta hubungan kemitraan yang dijalankan antara petani dengan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu mengenai manajemen rantai pasokan dalam bisnis usaha kecil dan menengah serta ilmu yang terkait dengan kemitraan dalam rantai pasokan.

2. Bagi pihak yang berkepentingan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sistem manajemen rantai pasokan akar wangi serta kemitraan antara petani dan penyuling minyak akar wangi.


(17)

3. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya dan memberikan informasi mengenai manajemen rantai pasokan dan kemitraan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

Menurut Heizer dan Render (2010), rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menentukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit dan tunai, (3) para pemasok, (4) distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6) pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi informasi pelanggan, prediksi, dan produksi. Indrajit dan Pranoto (2002) mendefinisikan rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai pasokan merupakan jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model rantai pasokan merupakan suatu gambaran mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat membentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan.

Heizer dan Render (2010) mendefinisikan manajemen rantai pasokan sebagai integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan pengalihdayaan (outsourcing), ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan distributor.

Manajemen rantai pasokan adalah proses perencanaan, penerapan, dan pengendalian operasi dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan pelanggan seefisien mungkin yang mencakup semua pergerakan dan gudang penyimpanan dari bahan baku, persediaan barang dalam pengolahan, dan barang sejak jadi dari titik produksi ke titik konsumsi (Haming dan Nurnajamuddin, 2007).


(19)

Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional perusahaan (Annatan dan Ellitan, 2008).

Siagian (2005) menyatakan manajemen rantai pasokan berkaitan langsung dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang dan distribusi kemudian sampai ke pelanggan. Sementara perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan mencapai pasar diberikan penekanan tambahan terhadap rantai pasokan. Rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 1.

‐ Informasi penjadwalan ‐ Arus kas ‐ Arus pesanan

Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Pelanggan

‐ Arus kredit ‐ Arus bahan baku


(20)

8   

2.2. Kemitraan

Kemitraan merupakan mekanisme koordinasi untuk para pemasok dan perusahaan dalam suatu penciptaan nilai jejaring bisnis. Kemitraan merupakan suatu tipe hubungan dimana tanggung jawab dan keuntungan potensial dibedakan dari satu bentuk koordinasi terkait dengan hubungan penjual dan pembeli secara umum dan tingkat investasi spesifik secara khusus (Rudberg dan Olhager dalam Anatan dan Ellitan, 2008).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Dalam kontrak tersebut dibuat kesepakatan-kesepakatan yang akan menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat.

Dimensi kunci kemitraan antara penjual dan pembeli menurut Boeck dan Wamba (2007):

1. Komunikasi dan berbagi informasi: jumlah, frekuensi dan kualitas aliran

informasi antara mitra dagang.

2. Kerjasama: kesediaan untuk melakukan tindakan untuk mencapai tujuan

bersama.

3. Kepercayaan: keyakinan bahwa mitra dagang akan menjalankan kewajiban

dan melakukan yang terbaik demi kepentingan dari mitra.

4. Komitmen: keinginan untuk memastikan bahwa hubungan akan

berkesinambungan.

5. Hubungan nilai: pilihan antara manfaat dan pengorbanan mengenai semua

aspek dari hubungan.

6. Ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan: kemampuan

mitra dagang untuk mempengaruhi mitra lain untuk melakukan sesuatu yang biasanya tidak akan dilakukan.

7. Adaptasi: pengubahan perilaku dan organisasi yang dilakukan oleh

organisasi untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari yang lain.


(21)

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai pasok komoditas pertanian tergantung pada kunci sukses yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses tersebut adalah:

1. Trust Building

Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan. Kepercayaan diantara pihak-pihak yang bekerjasama dibangun untuk membuat kesepakatan. Kesepakatan yang dijalankan dengan membangun manajemen yang bersifat transparan terutama menyangkut pembagian hak dan kewajiban, harga dan pembagian keuntungan, serta membangun komitmen yang tinggi antara pihak yang bermitra dapat meningkatkan kepercayaan sehingga pihak-pihak yang bekerjasama dapat fokus menjalankan tanggungjawab masing-masing. Dengan demikian, trust building yang terbangun di dalam rantai pasokan dapat menciptakan rantai pasokan yang kuat.

2. Koordinasi dan Kerjasama

Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga ke retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar. Koordinasi tersebut guna mengurangi risiko kesalahan pasokan atau risiko lainnya seperti bullwhip effect. Agar koordinasi diantara anggota rantai pasokan berjalan dengan baik dan lancar, maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama diantara anggota rantai pasokan tersebut.

3. Kemudahan Akses Pembiayaan

Akses pembiayaan yang mudah disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah diharapkan mengembangkan usaha, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal


(22)

10   

tersebut mampu mengimbangi permintaan pasar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

4. Dukungan Pemerintah

Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan.

2.3. Pola Kemitraan Agribisnis

Menurut Sumardjo, Sulaksana dan Darmono (2004), terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar dalam sistem agribisnis di Indonesia. Bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pola kemitraan inti plasma

Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Kemitraan Inti plasma (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

Plasma

2. Pola kemitraan subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 3.

Plasma

Plasma


(23)

Kelompok mitra

Pengusaha mitra

Kelompok mitra

Kelompok mitra

Kelompok mitra

Gambar 3. Pola Kemitraan Subkontrak (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

3. Pola kemitraan dagang umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Perusahaan mitra

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasok

Memasarkan produk kelompok mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Dagang umum (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

4. Pola kemitraan keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 5.


(24)

12   

Memasok

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasarkan produk kelompok mitra

Konsumen/ Masyarakat

Gambar 5. Pola Kemitraan Keagenan (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

5. Pola kemitraan Kerja sama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis tersaji pada Gambar 6.

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasok

‐Lahan

‐Sarana

‐Teknologi

‐Biaya

‐Modal

‐Teknologi

‐Manajemen

Gambar 6. Pola Kemitraan Kerjasama operasional agribisnis (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)


(25)

2.4. Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang pengukuran pengaruh antarvariabelnya melibatkan lebih dari satu variabel bebas. (Sunyoto, 2009). Persamaan estimasi regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ... + b n X n... (1)

Menurut Algifari (2000), persamaan regresi yang diperoleh dari suatu proses penghitungan dapat diketahui apakah persamaan tersebut baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen atau tidak dengan cara:

1. Koefisien regresi (uji parsial) yang bertujuan untuk memastikan apakah

variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara individu berpengaruh;

2. Persentase pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama

(simultan) terhadap nilai variabel dependen;

3. Pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai

variabel dependen (uji simultan).

Persamaan regresi yang dihasilkan dapat diketahui baik atau tidaknya dengan melakukan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Menurut Suliyanto (2005), uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal dapat dilihat dari suatu kurva berbentuk lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga. Distibusi data tidak normal disebabkan oleh adanya nilai ekstrem dalam data yang diambil.

Cara mendeteksinya dengan menggunakan histogram regression residual yang sudah distandarkan serta menggunakan analisis kai kuadrat dan kolmogorov-smirnov. Kurva nilai residual terstandarisasi dikatakan

menyebar dengan normal apabila nilai kolmogrov-smirnov Z ≤ Z tabel atau


(26)

14   

2. Uji multikolineritas

Uji multikolineritas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independent yang memiliki korelasi antar variabel independent lain dalam

satu model. Multikolineritas diuji dengan melihat nilai Tolerance dan

Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan

nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih dari 10 sehingga

model dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance (Nugroho, 2005).

3. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskesdastisitas. Ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat diprediksi dengan melihat pola gambar Scatterplot.

4. Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu nilai statistik yang dapat

digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang

dihasilkan. Secara matematis persamaan koefisien determinasi (R2) dapat

ditulis sebagai berikut:

  ... (2)  Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin

mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan

regresi, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya, semakin mendekati satu besarnya

koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, semakin besar pula

pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen (Algifari, 2000).


(27)

5. Uji koefisien regresi dilakukan dengan dua macam, yaitu:

i. Uji parsial dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan

masing-masing nilai koefisien regresi secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat (Y).

H0: b1 = 0

Ha: b110

Pengujian parsial menggunakan statistik uji t.

ii. Uji simultan melibatkan semua variabel bebas terhadap variabel terikat

dalam menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara simultan/ bersama-sama.

H0: b1, b2 = 0

Ha: b1 , b210

Pengujian secara simultan menggunakan distribusi F, yaitu membandingkan antara F hitung dan F tabel (Sunyoto, 2009).

2.5. Penelitian Terdahulu

Satria (2009) melakukan penelitian yang terkait dengan topik kemitraan yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV Mitra Priangan dan petani kacang tanah, mengidentifikasi dan menganalisis tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV Mitra Priangan dan petani mitra, dan menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV Mitra Priangan dengan petani mitra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi perusahaan secara keseluruhan memiliki banyak faktor kekuatan (pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia) dibandingkan faktor kelemahan (produksi dan operasi). Pola kemitraan yang paling sesuai adalah pola KOA karena umumnya petani telah memiliki lahan sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan adalah bimbingan serta modal dari perusahaan.


(28)

16   

Aryani (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)”. Tujuan dari

penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis

pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan. Hasil penelitian ini adalah pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total.

Mulyati, Setiawan, dan Rusli (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia”. Hasil penelitian ini adalah teridentifikasi peta potensi minyak akar wangi di Indonesia, gambaran rantai pasokan minyak akar wangi berbasis IKM di Indonesia, dan teridentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha minyak akar wangi. Potensi pengembangan minyak atsiri masih terbuka karena tanah dan iklim Indonesia cocok untuk pengembangan atsiri, didukung oleh ketersediaan areal potensial, terbukanya peluang pasar baik lokal maupun ekspor, serta adanya dukungan lembaga penelitian yang menyiapkan teknologi untuk peningkatan mutu. Gambaran rantai pasokan minyak akar wangi tidak berbeda jauh secara umum dengan rantai pasokan minyak atsiri. Penelitian ini menjadi bahan masukan untuk mengkaji manajemen rantai pasok minyak akar wangi dan risiko minyak akar wangi.


(29)

3.1.Kerangka Pemikiran

Perkembangan dalam bisnis minyak akar wangi menyebabkan terjadinya persaingan antara negara-negara penghasil minyak akar wangi dalam mempertahankan dan memperluas pangsa pasarnya. Setiap negara pengekspor harus dapat mengoptimalkan pengelolaan manajemen secara efektif dan efisien dalam bisnisnya agar dapat mencapai keunggulan bersaing. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem manajemen rantai pasokan.

Pasokan minyak akar wangi perlu diupayakan berjalan dengan baik. Oleh karena itu pengusaha minyak akar wangi harus mampu menyediakan produk dengan kualitas dan kuantitas yang tepat, di waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula. Pemenuhan dalam penyediaan akar wangi dengan kualitas dan kuantitas yang tepat dapat dilakukan dengan melakukan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling. Hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani akar wangi dengan penyuling akar wangi secara berkesinambungan merupakan hal penting dalam rantai pasokan. Analisis hubungan kemitraan antara petani dan penyuling penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh hubungan kemitraan tersebut terhadap keberlangsungan bisnis minyak akar wangi. Analisis hubungan kemitraan tersebut dilihat berdasarkan faktor-faktor kemitraan. Landasan dalam menyusun faktor-faktor kemitraan adalah jurnal mengenai kemitraan yaitu RFID and Buyer-Seller Relationship in the Retail Supply Chain oleh Boeck dan Wamba (2007). Hubungan kemitraan rantai pasokan mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat menghasilkan manfaat bagi semua pelaku yang terlibat dalam proses rantai pasokan. Manfaat yang diterima oleh pelaku proses rantai pasokan tersebut pada akhirnya dapat menjamin ketersediaan bahan baku akar wangi dan dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh petani dan penyuling akar wangi. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 7.


(30)

18   

Perkembangan bisnis minyak akar wangi

Muncul persaingan ketat antar negara pengekspor

Menuntut pengoptimalan pengelolaan bisnis secara efektif dan efisien

Gambar 7. Kerangka pemikiran penelitian

3.2.Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan teknik pemodelan. Tahapan penelitian terdiri dari:

1. Penentuan topik dan judul penelitian. Topik yang diteliti pada penelitian

ini terkait dengan masalah manajemen rantai pasokan, khususnya pada hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi.

Hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dengan penyuling akar wangi

Peningkatan manfaat bagi petani dan penyuling Manajemen Rantai Pasokan

Analisis hubungan kemitraan berdasarkan faktor-faktor kemitraan

Terjaminnya ketersediaan bahan baku akar wangi

Keunggulan bersaing untuk minyak akar wangi Garut


(31)

2. Perumusan masalah. Hal tersebut dilakukan berdasarkan topik yang telah dipilih, dirumuskan permasalahan khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan.

3. Studi pustaka dilakukan untuk memahami sistem yang akan dipelajari.

Pustaka yang menjadi acuan adalah pustaka yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan dan pola kemitraan. Studi pustaka dilakukan selama penelitian ini berlangsung.

4. Penentuan tujuan penelitian ditetapkan berdasarkan perumusan masalah

dan studi pustaka yang telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut serta mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

5. Rancangan Pengumpulan Data. Pada tahapan ini dilakukan perancangan

mengenai identifikasi kebutuhan data yang terdiri dari data kondisi rantai pasokan akar wangi dan data kemitraan antara petani dan penyuling, metode pengumpulan data yang akan dilakukan yang terdiri dari wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur serta pemilihan teknik analisis yang akan digunakan.

6. Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan cara mengobservasi langsung

kondisi rantai pasokan akar wangi dan hubungan kemitraan rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut. Selain itu, pengamatan pendahuluan dilakukan dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan bisnis akar wangi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai rantai pasokan dan hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi.

7. Pengumpulan data. Tahapan ini dilakukan dengan cara mewawancarai

para petani yang menjalin hubungan kemitraan dengan penyuling dalam bentuk kuesioner identifikasi rantai pasok dan kuesioner kemitraan yang dilakukan dengan metode purposive sampling serta mengumpulkan data-data sekunder dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut.


(32)

20   

8. Input data dilakukan dengan cara menginput data-data dari hasil

wawancara dan kuesioner ke dalam software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0.

9. Pengolahan dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan analisis

deskriptif dan regresi linier berganda yang dilakukan dengan menggunakan bantuan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0, Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi 14. Setelah pengolahan dilakukan, dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dan penyuling.

10. Hasil dan pembahasan dilakukan setelah pengolahan data berdasarkan

hasil dari penelitian. Pembahasan bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi identifikasi rantai pasok minyak akar wangi di Kabupaten Garut dan mendeskripsikan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi.

11. Kesimpulan dan saran. Penulis memberikan kesimpulan secara

keseluruhan untuk menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan. Penulis juga mengajukan saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik kemitraan rantai pasokan.


(33)

Penentuan topik dan judul penelitian:

“Hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling”

Perumusan masalah:

1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut?

2. Bagaimana kemitraan yang sudah terjadi antara petani dan penyuling selama ini?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara

Gambar 8. Tahapan penelitian

Metode: - observasi langsung - wawancara - studi literatur Pengumpulan data:

1. Struktur rantai pasokan akar wangi, Manajemen rantai pasokan.

2. Faktor-faktor hubungan kemitraan. Variabel dependen yaitu kemitraan sedangkan variabel independen yaitu komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai.

Observasi langsung dan wawancara

Pengamatan pendahuluan: 1. Gambaran umum rantai pasokan.

2. Hubungan kemitraan antara petani dan penyuling. Penentuan tujuan penelitian:

1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut.

2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara

petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut. petani dengan penyuling akar wangi?

Pengolahan dan analisis data:

- Analisis rantai pasokan minyak akar wangi Æ Analisis deskriptif dengan SPSS versi 16.0.

- Identifikasi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Æ Analisis regresi linier berganda dengan Minitab14.

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran Input data

Rancangan Pengumpulan Data:

Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data dan pemilihan teknik analisis.


(34)

22   

3.3.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2011. Lokasi penelitian di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya Kecamatan Samarang, Cilawu, Bayongbong dan Leles.

3.4.Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan pihak-pihak terkait dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari internet, jurnal, data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut dan hasil penelitian

terdahulu pada tahun 2009.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data tentang gambaran umum mengenai bisnis minyak akar wangi, data tentang kondisi rantai pasokan minyak akar wangi yang diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak terkait, serta data yang diperlukan untuk mengkaji hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu : 1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui gambaran umum kondisi rantai pasokan minyak akar wangi. Respondennya adalah petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi. Pada teknik ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Kuesioner yang digunakan antara lain kuesioner rantai pasokan akar wangi dan kuesioner kemitraan. Kuesioner rantai pasokan akar wangi dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama merupakan kuesioner khusus untuk petani akar wangi. Hal-hal yang ditanyakan pada kuesioner tersebut mencakup tentang identitas usaha, aspek budidaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Bagian kedua merupakan kuesioner khusus untuk penyuling akar wangi. Kuesioner tersebut mencakup tentang identitas usaha, aspek penyulingan akar wangi, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek kemitraan.


(35)

Bagian ketiga merupakan kuesioner khusus untuk pengumpul bahan baku akar wangi. Kuesioner tersebut berisi tentang identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Bagian keempat adalah kuesioner khusus untuk pengumpul minyak akar wangi. Hal-hal yang terdapat dalam kuesioner tersebut mencakup identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Sedangkan kuesioner kemitraan dikhususkan untuk petani dan penyuling akar wangi yang melakukan hubungan kemitraan. Kuesioner tersebut berisi tentang pernyataan-pernyataan mengenai faktor komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai dalam kemitraan yang telah dijalankan.

2. Observasi

Pada teknik ini dilakukan pengamatan terhadap objek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung oleh peneliti. Misalnya mengunjungi perkebunan akar wangi untuk melihat proses budi daya yang dilakukan.

3. Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan membaca buku yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Peneliti mencari literatur yang sesuai dengan permasalahan topik penelitian, diantaranya literatur yang berjudul manajemen rantai pasokan.

Jenis dan sumber data yang diperlukan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data.

No Tujuan Penelitian

Jenis Data Metode Sumber Data Analisis Data 1 Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi Primer Observasi, wawancara dan studi pustaka. Petani, pengumpul, penyuling, eksportir akar wangi Analisis deskriptif 2 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan

Primer Observasi dan wawancara. Petani dan penyuling akar wangi Analisis regresi linier berganda


(36)

24   

3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian

Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan yang digunakan mengacu pada Boeck dan Wamba (2007).

Tabel 3. Variabel-variabel penelitian dalam kuesioner

Variabel Indikator Keterangan Nomor di kuesioner Komunikasi 1. Komunikasi yang tepat

2. Komunikasi dua arah 3. Frekuensi komunikasi 4. Kualitas komunikasi 5. Komunikasi

sebagai umpan balik 6. Cara komunikasi 7. Aliran informasi,

pertukaran informasi

X1 1, 2

3 4, 5, 6 7, 8 9 10 11, 12, 13 Kerjasama 1. Kerjasama

untuk mencapai tujuan yang sama

2. Keinginan untuk kerjasama 3. Saling tergantung,

menimbulkan tanggung jawab, menciptakan semangat kerja 4. Simbiosis mutualisme 5. Kerjasama untuk sukses,

memperbaiki kualitas, disiplin kerja

X2 1

2 3, 4, 5

6 7, 8, 9

Kepercayaan 1. Kepercayaan tinggi, saling percaya

2. Kepercayaan untuk hubungan jangka panjang

3. Pengaruh terhadap komitmen 4. Pengaruh terhadap peningkatan

kualitas

5. Integritas dan kredibilitas, saling terbuka,

kejujuran

X3 1, 2

3 4 5 6, 7, 8

Komitmen 1. Komitmen tinggi,

hubungan berkesinambungan 2. Komitmen untuk memasok,

komitmen untuk memajukan industri,

komitmen untuk hubungan baik

X4 1, 2

3, 4, 5

Saling

ketergantungan

1. Saling ketergantungan, ketidakseimbangan kekuasaan

2. Kemampuan mempengaruhi, saling ketergantungan untuk meningkatkan produktivitas kerja, kepentingan bersama

X5 1, 2


(37)

Hubungan nilai

1. Kesamaan budaya, kesamaan prinsip, etika dan hubungan baik

2. Nilai yang disepakati bersama, pengorbanan untuk kepentingan bersama, sistem nilai

X6 1, 2, 3, 6,

7

4, 5, 8, 9 Kemitraan 1. Kemitraan mempengaruhi

ketersediaan, pendapatan

2. Pembinaan kemitraan mempengaruhi kualitas, daya

saing, produktivitas

Y 1, 2, 7, 8 3, 4, 5, 6, 9

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0= Tidak terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama,

kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai secara signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).

H1= Terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan,

komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai secara signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).

3.6. Teknik Penarikan Contoh

Contoh merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi. Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling dilakukan secara stratified random sampling sedangkan non probability sampling dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Stratified random sampling merupakan teknik pengambilan contoh yang menganggap suatu populasi heterogen menurut suatu karakteristik tertentu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi sehingga tiap kelompok akan memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya. Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku industri minyak akar wangi. Populasi tersebut dikelompokkan menjadi petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi.

Purposive sampling merupakan teknik pengambilan contoh yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu, dalam kasus pada penelitian ini pertimbangannya yaitu lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha pelaku industri minyak akar wangi. Snowball sampling merupakan teknik


(38)

26   

penentuan contoh yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian contoh ini diminta memilih responden lain untuk dijadikan contoh lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah contoh menjadi semakin banyak. Jumlah populasi pada penelitian ini tidak teridentifikasi sehingga penentuan jumlah contoh yang digunakan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan pertimbangan responden yang mudah ditemui. Jumlah contoh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Jumlah contoh untuk kuesioner rantai pasokan dalam penelitian

No Kecamatan Petani Penyuling Pengumpul

Akar Wangi

Pengumpul Minyak Akar Wangi

1 Samarang 10 5 2 -

2 Bayongbong 7 4 1 1

3 Cilawu 7 2 - -

4 Leles 1 1 - -

5 Garut Kota - - - 1

Total 25 12 3 2

Tabel 5. Jumlah contoh untuk kuesioner kemitraan dalam penelitian

No Kecamatan Petani Penyuling

1 Samarang 14 5

2 Bayongbong 9 3

3 Cilawu 6 2

4 Leles 1 1

Total 30 11

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif dan metode regresi linier berganda. Metode deskriptif

merupakan metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan keadaan umum rantai pasok minyak akar wangi. Sedangkan metode regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi.


(39)

3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas adalah teknik korelasi product moment pearson:

………. (1)

Di mana:

r = Angka korelasi

Xi = Skor masing – masing pernyataan ke-i

Y = Skor total

n = Jumlah responden

Data dikatakan valid apabila nilai korelasi hitung data melebihi

nilai korelasi tabelnya. Jika rhitung positif dan rhitung lebih besar

daripada nilai rtabel, maka variabel tersebut dinyatakan valid. Pada

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, pengujian validitas dengan 41 orang responden dengan tingkat signifikansi 5 persen

maka diperoleh angka kritik sebesar 0,308. Nilai rhitung positif dan

lebih besar daripada nilai rtabel maka seluruh pertanyaan dalam

kuesioner ini dinyatakan valid. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha cronbach:


(40)

28   

Di mana:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pernyataan

σt² = Varian total

∑σb² = Jumlah varian pernyataan

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki

nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,60. Pengujian validitas dan

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007

dan SPSS versi 16.0. Pada kuesioner dalam penelitian ini, nilai Cronbach’s Alpha adalah 0,958 maka konstruk variabelnya dapat dikatakan reliabel.

3.7.2 Regresi Linier Berganda

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi adalah analisis regresi linier berganda. Persamaan analisis regresi linier berganda dapat ditunjukkan sebagai berikut :

... (3) Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N

untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh. Xki merupakan

pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk. Koefisien β1 dapat

merupakan intersep model regresi, jika semua pengamatan X1i

bernilai 1 sehingga model (3) menjadi:

 ... (4)  Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi.

Sebelum menganalisis hasil dari regresi linier berganda yang sudah didapat, terlebih dahulu harus melakukan beberapa pengujian yaitu uji normalitas, uji multikolineritas dan uji heteroskedastisitas. Uji autokorelasi tidak dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian bukan merupakan data time series.


(41)

1. Uji normalitas

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengetahui normalitas data yaitu metode Kolmogorov Smirnov. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa P-value yaitu Asymp.Sig (2-tailed) bernilai 0,905 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar pada P Plot dimana titik-titik residual mengikuti pola garis lurus dan kurva berbentuk lonceng yang kedua sisinya melebar sampai tak terhingga juga dapat dilihat untuk mengetahui kenormalan data (Lampiran 2).

Tabel 6. Uji Kolmogorov smirnov

Model Z Asymp.Sig

(2-tailed)

Kriteria Kesimpulan Unstandardized Residual

0,554 0,918 > 0,05

Data Berdistribusi Normal

2. Uji multikolineritas

Pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya gejala multikolinieritas karena nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan nilai VIF tidak lebih besar dari 10, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Hasil uji multikolinerasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7. Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Kriteria Kesimpulan Komunikasi 0,228 4,395

Tolerance > 0,1 VIF < 10

Terbebas dari asumsi multikolinea

ritas Kerjasama 0,400 2,498

Kepercayaan 0,313 3,191 Komitmen 0,487 2,055 Saling ketergantungan 0,333 2,999 Hubungan nilai 0,453 2,205

3. Uji heteroskedastisitas

Hasil pengolahan data pada model regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal tersebut terlihat

dari Scatterplot yang menunjukkan terdapat titik-titik data yang tersebar di

atas, di bawah dan sekitar angka nol, dan penyebaran titik data tidak berpola (Lampiran 2).

Model analisis regresi linier berganda pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai terhadap


(42)

30   

hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Uji pembuktian dari hipotesis dilakukan dengan perhitungan koefisien korelasi yang menyatakan arah dan besar ataupun kuatnya korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Prediktor Koefisien t P R square F P Konstan 0,6799 1,33 0,191

39,1 % 3,64 0,007

X1 0,1342 0,50 0,621

X2 0,0199 0,10 0,923

X3 -0,2662 -1,24 0,224

X4 0,2451 1,30 0,204

X5 0,2350 1,07 0,292

X6 0,3640 1,69 0,101

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 10, maka dapat dibuat model persamaan regresi linier berganda dari faktor-faktor kemitraan terhadap hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut sebagai berikut:

Y = 0,6799+0,1342 X1+0,0199 X2–0,2662 X3+0,2451 X4+0,2350 X5+0,3640 X6 Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan beberapa hal yaitu:

1. Koefisien regresi X4 sebesar 0,2451 menunjukkan bahwa apabila variabel

komitmen meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan meningkat sebesar 0,2451 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.

2. Koefisien regresi X6 sebesar 0,3640 menunjukkan bahwa apabila variabel

hubungan nilai meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan meningkat sebesar 0,3640 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.

3. Nilai Koefisien determinasi (R2) dari model persamaan regresi linier

berganda pada penelitian ini 39,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan regresi dalam penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 39,1 persen.

4. Berdasarkan hasil analisis, nilai Fhitung > Ftabel (Fhitung sebesar 3,64 > Ftabel

sebesar 2,41 (df1=6, df2=34, Q=0.05)), maka dapat disimpulkan bahwa

komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3), komitmen (X4), saling

ketergantungan (X5) dan hubungan nilai (X6) secara bersama-sama


(43)

penyuling akar wangi di Kabupaten Garut pada tingkat kepercayaan 95

persen (menolak H0 dan menerima H1).

Berdasarkan analisis pada tingkat kepercayaan 90 persen dengan ttabel

1,645, variabel yang signifikan adalah hubungan nilai (X6) dengan thitung

1,69. Pada tingkat kepercayaan 80 persen dengan ttabel 1,282, variabel yang

signifikan adalah komitmen (X4) dengan thitung 1,30. Variabel yang tidak

signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen maupun 80 persen adalah

komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3) dan saling

ketergantungan (X5). Pada variabel komitmen dan hubungan nilai tolak H0

dan terima H1 sedangkan pada variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan


(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi

Minyak akar wangi merupakan jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman akar wangi. Sentra produksi akar wangi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat tiga propinsi yang menjadi sentra produksi akar wangi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sentra akar wangi di Jawa Barat yang terletak di Kabupaten Garut merupakan penghasil akar wangi terbanyak dengan luas lahan terbesar yaitu 2.500 Ha. Sentra akar wangi di Kabupaten Garut mampu menghasilkan 90 persen lebih dari total produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar 60-75 ton per tahun (Sinar Tani, 2009). Sedangkan sentra produksi yang berada di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tidak mengalami perkembangan. Tabel 9 . Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia

No Propinsi Jumlah

Kabupaten

Luas (Ha)

1 Jawa Barat 1 2.500

2 Jawa Tengah 2 29

3 DI Yogyakarta 3 11

Jumlah 6 2.540

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)

Budidaya akarwangi di Kabupaten Garut berdasarkan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor : 520/SK. 196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996 menetapkan bahwa luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha, namun pada kenyataannya hanya terdapat 2.318 Ha areal perkebunan akar wangi yang tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 1.141 Ha, Kecamatan Bayongbong seluas 112 Ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 Ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 Ha. Lahan seluas 2.318 Ha tersebut dapat menghasilkan 75 ton minyak akar wangi dalam satu tahun, dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 10.


(45)

Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut Kecamatan Luas Areal

(Ha)

Hasil Produksi (Ton)

Cilawu 240,00 8,00

Bayongbong 112,00 3,70

Samarang 1.141,00 37,40

Pasirwangi 75,00 2,50

Leles 750,00 23,40

Jumlah 2.318,00 75,00

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2009)

Berdasarkan data Dinas Perkebunan (2010), kegiatan pengembangan budidaya akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik (Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Petani akar wangi tergabung dalam 33 Kelompok Tani yang tersebar di Kecamatan Samarang (9 Kelompok Tani), Leles (12 Kelompok Tani), Cilawu (10 Kelompok Tani) dan Bayongbong (2 Kelompok Tani). Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak 30 unit usaha yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi (11 unit usaha), Leles (12 unit usaha), Bayongbong (5 unit usaha), dan Cilawu (2 unit usaha).

Minyak akar wangi asal Kabupaten Garut diekspor ke beberapa negara, diantaranya Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong dan India. Negara yang saat ini mengembangkan komoditi akar wangi adalah Haiti dan Bourborn. Hasil produksi minyak akar wangi asal Kabupaten Garut termasuk nominatif dunia tetapi produksinya masih sangat terbatas baik dalam teknologi maupun permodalannya. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Perkoperasian Kabupaten Garut, pada tahun 2009 dan 2010 nilai penjualan ekspor komoditas minyak akar wangi tidak berubah yaitu sebesar 25.750 kg dengan nilai 1.416.250,00 US$.


(46)

34   

Pada Gambar 9 dapat dilihat kegiatan rantai pasokan minyak akar wangi.

Gambar 9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia

Rantai pasokan minyak akar wangi pada umumnya merupakan rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasok minyak akar wangi di Indonesia terputus sebatas eksportir saja, sedangkan konsumen industri merupakan negara tujuan ekspor. Anggota primer rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan mempunyai fungsi dan peranan masing-masing untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas tinggi.

Rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil bahan baku akar wangi. Hasil panen akar wangi dari petani akan dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling akar wangi dengan harga antara Rp. 2.000 sampai Rp. 3.000 per kg pada musim kemarau. Harga akar wangi sangat tergantung pada kualitas akar wangi sedangkan kualitas akar wangi sangat dipengaruhi oleh musim, keadaan tanah dan teknik budi daya yang dilakukan. Musim kemarau menyebabkan kualitas akar wangi lebih bagus karena dapat menghasilkan kandungan minyak yang lebih banyak. Pada


(47)

musim hujan, akar wangi dijual di bawah harga standar yaitu bisa mencapai Rp 1.200 per kg. Hasil panen akar wangi langsung diantarkan oleh petani ke penyuling ke tempat penyulingan dengan menggunakan mobil pick up atau truk. Biaya transportasi ditanggung oleh penyuling atau sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak. Selain pembelian langsung, pembelian akar wangi juga dapat dilakukan dengan cara penyuling membeli akar wangi yang masih ada di lahan dimana belum diketahui secara pasti berapa hasil panen akar wangi tersebut.

Setelah bahan baku berada di tangan penyuling, kemudian dilakukan proses penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang dihasilkan kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut. Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga minyak akar wangi berkisar antara Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg tergantung pada kualitas minyak yang dihasilkan. Harga akan semakin mahal jika kualitas minyak semakin baik. Baik atau buruknya kualitas minyak akar wangi dapat diamati dari warna, bobot jenis, indeks bias dan kadar vetiverol. Gambaran mutu hasil penyulingan rakyat dibandingkan dengan beberapa standar mutu nasional dan internasional dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Standar Mutu Nasional dan Internasional

Parameter Penyulingan

Rakyat

Standar Mutu

Indonesia Reunion Haiti

Warna Coklat

tua/gelap Kuning muda-coklat kemerahan Coklat-merah kecoklatan Coklat-merah kecoklatan Bobot Jenis 20/20°C

0.9882-0.9870 0.980-1.003

0.9900-1.1015

0.9860-0.9980 Indeks Bias

pada 20°C 1.5178-15221 1.520-1.530

1.5220-1.5300 1.521-1.526


(48)

36   

Kelarutan dalam etanol 80%

pada 20°C

1 : 1 1 : 1 Maks 1 : 2 Maks 1 : 2

Bilangan ester 3.17-17.82 5-26 5-16 5-16

Vetiverol total

(asetilasi) - Min 50 - -

Kadar vetiverol 4.44-6.31 - - -

Sumber: Tutuarima (2009)

Aliran keuangan pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari konsumen, eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling minyak akar wangi, pengumpul akar wangi atau langsung ke petani akar wangi. Pengumpul minyak akar wangi atau penyuling memperoleh uang pembayaran yang ditransfer dari eksportir dalam jangka waktu satu sampai dua hari setelah minyak akar wangi dikirim.

Petani memperoleh uang pembayaran secara tunai dari penyuling saat pengiriman akar wangi. Petani yang mempunyai hubungan kerjasama dengan penyuling sebesar 72 persen. Pada hubungan kerjasama tersebut penyuling memberikan modal kepada petani untuk usaha budidaya akar wangi. Hasil budidaya tersebut harus dijual kepada penyuling yang memberi modal dan dibeli dengan harga yang sedang berlaku yaitu Rp 2.000 sampai Rp 3.000.

Aliran informasi rantai pasokan minyak akar wangi terjadi pada eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, penyuling, pengumpul akar wangi dan petani. Aliran informasi tersebut mempunyai arus dua arah. Informasi dari konsumen ke eksportir berhubungan dengan status pengiriman, berapa banyak pesanan yang harus dikirim dan tanggal pengiriman. Komunikasi antara eksportir dengan penyuling terkait dengan harga minyak akar wangi yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi. Komunikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan telepon selular. Komunikasi antara penyuling dengan petani dilakukan untuk mengetahui harga akar wangi, waktu panen akar wangi dan kapasitas panen akar wangi. Komunikasi tersebut biasanya dilakukan secara informal di lahan perkebunan saat para petani dan penyuling melakukan budidaya akar wangi.


(49)

Komunikasi antara petani akar wangi, pengumpul akar wangi dan penyuling minyak akar wangi dilakukan melalui rapat atau musyawarah. Rapat tersebut tidak dilakukan secara rutin. Biasanya rapat tersebut diadakan apabila ada hal yang sangat penting atau saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi USAR. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran anggota terhadap pentingnya rapat atau musyawarah. Masalah yang dibahas pada rapat tersebut berkaitan dengan bantuan modal, perijinan bahan bakar, penggunaan pupuk dan pemilihan bibit.

Aktivitas pada anggota rantai pasokan akar wangi akan dibahas secara rinci pada sub bab berikut:

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi

Usaha budidaya akar wangi di Kabupaten Garut dimulai pada tahun 1918. Umumnya kegiatan budidaya akar wangi merupakan kegiatan turun temurun. Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Samarang (40 persen), Bayongbong (28 persen), Cilawu (28 persen) dan Leles (4 persen). Karakteristik petani akar wangi dibedakan menjadi tiga yaitu petani individu, petani kelompok dan petani penyuling. Sebesar 72 persen petani tergabung dalam kelompok tani. Kelompok tani diketuai oleh seorang penyuling yang berperan sebagai pemberi modal dan pembina teknik budidaya bagi anggotanya. Kesepakatan umum antara petani dan penyuling adalah petani harus menjual hasil panennya kepada ketua kelompok tani (penyuling pemberi modal). Namun, beberapa penyuling membebaskan anggota kelompok taninya menjual hasil panen kepada pengumpul atau penyuling lain dengan ketentuan petani dapat membayar modal pinjamannya. Kelompok tani akar wangi terdiri dari kelompok tani tidak berbadan hukum (40 persen) dan 32 persen lainnya berbentuk CV. Kelompok tani terbesar adalah Kelompok Tani Sinar Wangi jumlah anggota tani sebanyak 200 anggota.

Luas lahan budidaya akar wangi milik petani bervariasi antara lain kurang dari 5 Ha (40 persen), 5-10 Ha (36 persen) dan lebih dari 10 Ha (24 persen). Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani akar wangi di Kabupaten Garut merupakan petani kecil. Rata-rata hasil produksi akar wangi mencapai


(50)

38   

10-21 ton per hektar. Usaha budidaya akar wangi umumnya merupakan usaha turun temurun. Lama usaha budidaya yang telah dijalankan oleh petani antara lain kurang dari 10 tahun (12 persen), 10-20 tahun (40 persen), 20-30 tahun (32 persen), 30-40 tahun (12 persen) dan lebih dari 40 tahun (4 persen).

Budidaya akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan budidaya akar wangi dengan sistem tumpang sari sebanyak 84 persen. Tahapan budidaya akar wangi yaitu pembibitan, pencangkulan, penanaman, pemangkasan daun, penyiangan, pemupukan dan pemanenan. Pembibitan akar wangi dilakukan dengan cara memisahkan daun dan akar kemudian diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Bibit yang diperlukan untuk satu hektar lahan ± 10.000 rumpun. Setelah penyiapan bibit, proses budidaya dilanjutkan dengan pencangkulan secara manual kemudian dilakukan proses penanaman.

Saat akar wangi berusia lima bulan sebaiknya dilakukan pemangkasan daun agar meningkatkan pertumbuhan akar. Proses penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan pada saat akar berusia antara satu sampai dua bulan. Masa penyiangan kedua dilakukan antara usia tiga sampai empat bulan dan masa penyiangan ketiga dilakukan antara usia empat sampai enam bulan. Proses penyiangan dimaksudkan untuk menghilangkan tanaman-tanaman penganggu yang dapat mengurangi nutrisi bagi akar. Selain itu penyiangan juga berpengaruh pada jumlah rendemen minyak akar wangi.

Pemupukan dilakukan saat akar berusia dua sampai empat bulan. Tidak semua petani melakukan proses pemupukan karena tidak sesuainya harga beli pupuk yang dikeluarkan dengan harga jual akar wangi yang dihasilkan. Selain alasan tersebut, sebagian petani menyatakan bahwa tanaman akar wangi dapat tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak diberi pupuk. Pemberian pupuk biasanya dilakukan oleh petani akar wangi yang menerapkan sistem tumpang sari. Jenis pupuk anorganik yang digunakan antara lain ZA, TSP, NPK dan KCL sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.

Saat tanaman akar wangi berusia 12 bulan maka tanaman siap dipanen. Sebagian besar petani memanfaatkan tenaga kerja borongan untuk proses


(51)

pemupukan, penyiangan dan pemanenan. Upah tenaga kerja borongan sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per hari untuk laki-laki. Permasalahan yang ditemui dalam budidaya akar wangi antara lain ketersediaan bibit yang tidak konsisten, mutu bibit tidak sesuai dengan yang diharapkan dan cuaca yang tidak menentu.

Petani menjual hasil panen akar wangi kepada pengumpul atau penyuling. Petani individu menjual hasil panennya kepada pengumpul atau penyuling yang membeli dengan harga paling tinggi. Petani kelompok menjual hasil panennya kepada penyuling yang memberi pinjaman modal sedangkan petani penyuling langsung menyuling hasil panen tersebut sendiri. Harga jual akar wangi berkisar antara Rp 1.200-Rp 3.000 per kg berat basah. Harga jual akar wangi cenderung turun pada harga Rp 1.200 saat musim hujan. Namun kebanyakan petani menjual pada harga Rp 2.000 per kg. Tidak ada kendala yang signifikan dalam penjualan akar wangi karena seluruh hasil panen pasti dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling akar wangi.

Modal petani umumnya adalah modal sendiri atau modal pinjaman dari saudara. Modal yang dibutuhkan petani dalam satu masa tanam kurang dari Rp 25.000.000. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya masa tanam. Hal tersebut menyebabkan petani menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur delapan bulan dan siap dipanen setelah berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan karena persyaratan yang terlalu memberatkan dan berbelit-belit. Petani sangat mengharapkan peran pemerintah dalam memberi bantuan permodalan atau meringankan persyaratan pinjaman di lembaga keuangan.

Petani akar wangi yang melakukan kemitraan sebesar 76 persen. Mitra petani antara lain adalah kelompok tani, penyuling, pengumpul bahan baku, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara lain pembelian bibit, pelatihan budidaya akar wangi, pemberian modal dan pemasaran akar wangi. Manfaat yang diperoleh selama bermitra antara lain meningkatkan


(52)

40   

pendapatan dan meningkatkan hasil budidaya karena adanya pembinaan budidaya.

Harapan petani untuk bisnis akar wangi antara lain meluasnya pangsa pasar akar wangi Indonesia di dunia dengan peningkatan kualitas dan kuantitas akar wangi, tingginya harga akar wangi sehingga dapat berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani akar wangi. Selain itu bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan bisnis akar wangi juga sangat diharapkan.

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi

Pengumpul akar wangi mengumpulkan hasil panen akar wangi dari beberapa petani yang kemudian dijual kepada penyuling akar wangi. Pengumpul individu bekerja sendiri karena tidak ada kelompok pengumpul akar wangi secara khusus. Pengumpul yang juga berperan sebagai petani atau penyuling bergabung dalam suatu kelompok tani. Jumlah pengumpul akar wangi tidak banyak, hanya terdapat satu atau dua orang pengumpul dalam satu wilayah kecamatan. Lama usaha yang telah dijalankan oleh pengumpul rata-rata lebih dari lima tahun. Usaha lain yang dijalankan oleh pengumpul akar wangi adalah sebagai petani sayuran atau pedagang kelontongan.

Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen. Pengumpul biasanya mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Apabila terjadi kekurangan pasokan, maka pengumpul mencari akar wangi ke luar wilayah. Sebagian pengumpul akar wangi melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada penyuling.

Pengumpul akar wangi mampu mengumpulkan rata-rata 4-5 ton per hari dengan harga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kg. Sistem pemesanan dilakukan secara langsung dengan mekanisme bayar cash and carry yaitu membayar secara langsung (kas) kemudian dapat membawa akar wangi yang sudah dibeli. Modal yang digunakan oleh pengumpul berasal dari modal sendiri atau pinjaman dari penyuling. Modal awal yang dibutuhkan oleh pengumpul antara lain kurang dari Rp 25.000.000 untuk pengumpul berskala kecil dan Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 untuk pengumpul berskala besar. Tidak


(53)

ada pengumpul akar wangi yang memanfaatkan pinjaman kredit dari bank karena persyaratan yang rumit. Solusi dalam masalah permodalan yaitu dengan melakukan kerjasama dengan penyuling. Kerjasama tersebut dilakukan dengan cara pengumpul mencari bahan baku akar wangi dari petani untuk penyuling dengan menggunakan modal pinjaman dari penyuling.

Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten serta mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mutu yang tidak sesuai menyebabkan rendahnya harga akar wangi. Harapan pengumpul akar wangi untuk keberlanjutan bisnis akar wangi di masa depan adalah bisnis akar wangi akan semakin baik.

4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi

Penyuling akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles dan Pasirwangi. Penyuling individu di Kabupaten Garut sebesar 25 persen sedangkan penyuling yang bergabung dalam kelompok penyuling USAR sebesar 75 persen. Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan hukum (66,7 persen), persekutuan komanditer (8,3 persen) dan koperasi (25 persen). Persentase jumlah penyuling menurut bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama penyuling menjalankan usaha antara lain lebih 20 tahun sebesar 75 persen, 10 – 20 tahun sebesar 16,67 persen dan kurang dari 10 tahun sebesar 8,3 persen.

Gambar 10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha

Penyuling akar wangi yang juga merupakan petani akar wangi di Kabupaten Garut sebesar 44 persen. Penyuling membeli akar wangi dari pengumpul akar wangi atau langsung dari petani akar wangi. Penyuling akar wangi yang diberi pinjaman modal oleh pengumpul minyak akar wangi atau eksportir minyak akar wangi dengan ketentuan minyak akar wangi hasil sulingannya didistribusikan kepada pemberi pinjaman modal sebesar 50


(54)

42   

persen. Pengiriman minyak dilakukan apabila minyak sudah terkumpul rata-rata 40 kg. Saat musim kemarau yaitu pada bulan Juli – September, produksi minyak akar wangi lebih banyak. Penyuling dapat mengumpulkan 50 kg minyak akar wangi selama seminggu.

Modal awal yang dibutuhkan oleh penyuling akar wangi adalah sebesar Rp 100.000.000. Penyuling memenuhi kebutuhan modal tersebut dari modal sendiri (50 persen) dan 50 persen lainnya dari pinjaman eksportir. Penyuling yang memanfaatkan jasa kredit dari Bank Umum sebesar 8,33 persen dan jasa kredit dari Kementrian UKM sebesar 16,67 persen, sedangkan 75 persen penyuling tidak memanfaatkan jasa kredit karena rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi. Hal tersebut menyatakan bahwa umumnya penyuling akar wangi di Kabupaten Garut tidak memanfaatkan jasa kredit untuk permodalan dari perbankan.

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan cara dikukus menggunakan ketel stainless steel (50 persen), menggunakan boiler atau sistem uap terpisah (33 persen) dan menggunakan sistem rebus (17 persen). Bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi adalah solar dan oli bekas. Harga solar Rp 4.500 per liter sedangkan harga oli antara Rp 2.200 sampai Rp 2.500 per liter. Namun di daerah Leles masih menggunakan kayu bakar. Kenaikan harga bahan bakar minyak membuat biaya operasional semakin meningkat. Selain itu kelangkaan bahan bakar memperburuk kondisi penyulingan. Akibatnya banyak usaha penyulingan yang tidak beroperasi karena tidak bisa menutupi biaya operasional dari harga jual minyak.

Kualitas minyak akar wangi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan yang digunakan selama proses produksi. Penyuling menghemat bahan bakar dengan cara melakukan proses pengukusan yang tidak terlalu lama dan menaikkan tekanan pada 5 bar yang sebelumnya dijaga pada 3 bar dengan suhu 140-160°C pada sistem kukus. Pada sistem uap terpisah atau boiler suhu ditetapkan pada 120° dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam. Tekanan yang rendah membuat kualitas minyak akar wangi lebih baik. Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan minyak akar wangi gosong.


(55)

Penyuling membutuhkan waktu 12 jam untuk satu kali proses penyulingan. Waktu yang digunakan untuk memasukkan dan membongkar akar wangi ke dalam tungku adalah dua jam dan sepuluh jam digunakan untuk proses pengukusan. Satu hari satu alat suling dapat digunakan untuk dua kali proses penyulingan. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton akar wangi. Minyak akar wangi yang dihasilkan dalam satu kali suling sebesar 4-8 kg dalam kondisi akar wangi yang bagus. Rendemen rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4-0,5 persen. Hasil minyak akar wangi kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau ke eksportir.

Permasalahan yang dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, kualitas bahan baku yang tidak sesuai standar, modal dan alat suling yang tidak sesuai standar. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana menyebabkan kualitas minyak kurang bagus dan rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Selain itu, mutu oli bekas yang rendah membuat pembakaran tidak optimal karena terlalu banyak dicampur dengan cairan lain.

Tidak ada kesulitan yang dialami oleh penyuling akar wangi dalam memasarkan minyak akar wangi. Wilayah pemasaran minyak akar wangi yaitu 75 persen di Kabupaten Garut dan 25 persen di Jakarta dan Bogor. Penyuling melakukan penjualan minyak secara individu ke pengumpul atau eksportir. Pengumpul biasanya mendatangi tempat penyulingan atau penyuling mengirim langsung minyak ke pengumpul atau eksportir tersebut.

Penyuling melakukan kerjasama dengan petani, pengumpul atau eksportir dan pemasok bahan bakar. Kerjasama antara penyuling dengan pemasok bahan bakar berupa dagang umum dengan hubungan jangka pendek. Sedangkan kerjasama antara penyuling, petani dan pengumpul atau eksportir merupakan hubungan sub kontrak jangka panjang. Kerjasama yang dibentuk memudahkan penyuling untuk melakukan usaha penyulingan. Manfaat melakukan kerjasama antara lain mendapat informasi dengan efektif. Informasi yang didapat berupa informasi mengenai proses penyulingan, harga minyak akar wangi dan mutu minyak akar wangi.


(1)

Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Penerbit Ghalia

Indonesia, Bogor.

Sunyoto, D. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. MedPress, Yogyakarta.

Sumardjo. dan J Sulaksana, W A Darmono. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan

Agribisnis. Penebar Swadaya, Depok.

Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan

Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Tesis pada Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(3)

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan

Pertanyaan Nilai r Nilai r Tabel Validitas Pertanyaan Nilai r Nilai r Tabel Validitas

1 0,644 0,308 VALID 31 0,608 0,308 VALID

2 0,594 0,308 VALID 32 0,529 0,308 VALID

3 0,708 0,308 VALID 33 0,742 0,308 VALID

4 0,806 0,308 VALID 34 0,616 0,308 VALID

5 0,814 0,308 VALID 35 0,747 0,308 VALID

6 0,869 0,308 VALID 36 0,675 0,308 VALID

7 0,550 0,308 VALID 37 0,598 0,308 VALID

8 0,537 0,308 VALID 38 0,623 0,308 VALID

9 0,646 0,308 VALID 39 0,752 0,308 VALID

10 0,691 0,308 VALID 40 0,580 0,308 VALID

11 0,500 0,308 VALID 41 0,829 0,308 VALID

12 0,499 0,308 VALID 42 0,516 0,308 VALID

13 0,622 0,308 VALID 43 0,517 0,308 VALID

14 0,481 0,308 VALID 44 0,593 0,308 VALID

15 0,504 0,308 VALID 45 0,403 0,308 VALID

16 0,505 0,308 VALID 46 0,471 0,308 VALID

17 0,361 0,308 VALID 47 0,434 0,308 VALID

18 0,521 0,308 VALID 48 0,531 0,308 VALID

19 0,586 0,308 VALID 49 0,462 0,308 VALID

20 0,485 0,308 VALID 50 1,000 0,308 VALID

21 0,526 0,308 VALID 51 0,309 0,308 VALID

22 1,000 0,308 VALID 52 0,485 0,308 VALID

23 0,481 0,308 VALID 53 0,335 0,308 VALID

24 0,600 0,308 VALID 54 0,357 0,308 VALID

25 0,675 0,308 VALID 55 0,369 0,308 VALID

26 0,473 0,308 VALID 56 0,469 0,308 VALID

27 0,358 0,308 VALID 57 0,341 0,308 VALID

28 0,352 0,308 VALID 58 0,341 0,308 VALID

29 0,485 0,308 VALID 59 1,000 0,308 VALID

30 1,000 0,308 VALID

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 41 100.0

Excludeda 0 .0

Total 41 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .958 59


(4)

Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

1.

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

data

N

41

Normal Parameters

a

Mean

1.68045957805E2

Std. Deviation

2.790501998818E1

Most Extreme Differences

Absolute

.089

Positive

.089

Negative

-.085

Kolmogorov-Smirnov Z

.567

Asymp. Sig. (2-tailed)

.905


(5)

2.

Uji Mulkolinearitas

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1 (Constant)

.680

.510

1.333

.191

x1

.134

.269

.140

.498

.621

.228

4.395

x2

.020

.204

.021

.097

.923

.400

2.498

x3

-.266

.215

-.296

-1.237

.224

.313

3.191

x4

.245

.189

.249

1.296

.204

.487

2.055

x5

.235

.220

.248

1.070

.292

.333

2.999

x6

.364

.216

.335

1.687

.101

.453

2.205


(6)

3.

Uji Heteroskedastisitas

4.

Analisis Regresi Linier Berganda

Regression Analysis: y versus x1; x2; x3; x4; x5; x6 The regression equation is

y = 0,680 + 0,134 x1 + 0,020 x2 - 0,266 x3 + 0,245 x4 + 0,235 x5 + 0,364 x6 Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 0,6799 0,5101 1,33 0,191 x1 0,1342 0,2694 0,50 0,621 4,4 x2 0,0199 0,2038 0,10 0,923 2,5 x3 -0,2662 0,2151 -1,24 0,224 3,2 x4 0,2451 0,1891 1,30 0,204 2,1 x5 0,2350 0,2197 1,07 0,292 3,0 x6 0,3640 0,2157 1,69 0,101 2,2

S = 0,482494 R-Sq = 39,1% R-Sq(adj) = 28,4% PRESS = 11,4496 R-Sq(pred) = 11,92%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 5,0836 0,8473 3,64 0,007 Residual Error 34 7,9152 0,2328

Total 40 12,9988 Source DF Seq SS

x1 1 3,0409 x2 1 0,0497 x3 1 0,0110 x4 1 1,0897 x5 1 0,2295 x6 1 0,6629 Unusual Observations

Obs x1 y Fit SE Fit Residual St Resid 21 2,16 1,7662 2,6838 0,1583 -0,9177 -2,01R 25 2,68 2,0266 3,1865 0,2045 -1,1599 -2,65R R denotes an observation with a large standardized residual.