Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kakao Perkembangan Ekspor-Impor

BAB V GAMBARAN UMUM KAKAO INDONESIA

5.1 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Meskipun hama penggerek buah kakao PBK terus mengancam, tetapi budidaya kakao tetap menarik perhatian petani. Membaiknya harga kakao dunia sejak awal tahun 1970-an telah membangkitkan kembali semangat petani untuk mengembangkan perkebunan kakao secara besar-besaran. Hanya dalam waktu 20 tahun, perkebunan kakao Indonesia berkembang pesat lebih dari 24 kali lipat dari 37 ribu hektar tahun 1980 menjadi 914 ribu hektar pada tahun 2002 dan produksi meningkat lebih dari 57 kali lipat dari 10 ribu ton tahun 1980 menjadi 571 ribu ton pada tahun 2002 Badan Penelitian dan Pengembangan Deptan, 2005. Bahkan Dirjen Perkebunan 2006 menyebutkan bahwa kegiatan pengembangan kakao tersebut hingga tahun 2010 akan mencakup luasan 245 ribu ha. Propinsi penghasil kakao terbesar adalah Sulawesi Selatan 40,5 persen dari total produksi kakao di Indonesia dan berturut-turut diikuti oleh Propinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara. Selain itu terlihat bahwa sebagian besar perkebunan kakao di Indonesia ternyata sebagian besar dimiliki oleh rakyat smallholder, yaitu sebesar 89,3 persen Lampiran 1.

5.2 Perkembangan Ekspor-Impor

Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar 78,5 persen dalam bentuk biji kering produk primer dan hanya sebagian kecil 21,5 persen dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Disisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain: Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea Badan Penelitian dan Pengembangan Deptan, 2005. Ekspor kakao Indonesia dimulai sejak pertengahan tahun 1950-an, akan tetapi hingga tahun 1970-an volumenya masih relatif kecil. Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa pada periode 1969-1980 volume ekspor rata-rata sekitar 2.614 ton dengan nilai 5,319 US. Sedangkan pada periode 1981-1991 rata-rata volume ekspor meningkat menjadi 52.547 ton dengan nilai sekitar 75,693 juta US. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa volume ekspor tahun 2004 mencapai 366.855 ton dengan nilai 546,60 juta US. Peningkatan volume dan nilai ekspor yang sangat cepat itu disebabkan oleh trend perkembangan produksi yang meningkat. Terlihat pula bahwa pada periode 1975-1985 rata-rata volume impor mencapai 4,128 ton dengan nilai sekitar 2,19 juta US. Periode 1986-1996 impor masih berfluktuasi dengan volume rata-rata 3.104 ton dan bernilai sekitar 1,955 juta US. Sedangkan rata-rata volume impor tahun 1997-2004 adalah 22.356 ton dengan nilai sekitar 36,32 juta US. Meskipun dalam volume impor mengalami trend peningkatan, namun peningkatan tersebut masih berada di bawah peningkatan volume ekspor. Berikut adalah tabel yang dapat menunjukkan perkembangan ekspor dan impor kakao Indonesia. Tabel 6. Volume dan Nilai Ekspor-Impor Kakao Indonesia, 1969-2004 Ekspor Impor Tahun Volume ton Nilai 000 US Volume ton Nilai 000 US 1969 410 155 1970 145 61 1971 630 492 1972 1 307 745 1973 540 580 1974 1 089 1 906 1975 2 355 3 061 1 002 587 1976 2 338 3 290 1 947 1 426 1977 3 084 6 651 1 389 1 034 1978 6 224 14 652 2 186 2 452 1979 8 632 22 144 2 518 2 220 1980 4 680 10 098 8 550 4 650 1981 6 814 11 340 7 200 5 135 1982 11 395 15 212 8 030 5 986 1983 25 228 41 802 9 257 6 343 1984 25 163 53 285 2 825 2 419 1985 31 429 63 844 511 652 1986 35 014 60 963 355 319 1987 40 911 66 337 670 722 1988 61 274 81 907 548 302 1989 75 851 85 232 523 862 1990 119 725 127 091 640 1 664 1991 145 217 149 918 1 054 1 026 1992 176 001 158 835 1 780 3 492 1993 228 799 210 934 1 641 5 220 1994 231 168 279 390 2 438 6 044 1995 233 593 309 328 3 588 8 478 1996 322 858 373 927 4 262 9 765 1997 265 949 419 066 6 410 9 981 1998 334 807 5025 906 7 709 13 046 1999 419 874 423 273 11 840 15 699 2000 424 089 341 860 18 252 18 953 2001 392 072 389 262 11 841 15 699 2002 465 622 701 034 36 603 64 001 2003 355 726 621 022 39 226 76 205 2004 366 855 546 560 46 974 77 023 Sumber: Dirjen Perkebunan Deptan , 2006

5.3 Perkembangan Harga