Perkembangan Harga Perkembangan Konsumsi

5.3 Perkembangan Harga

Harga kakao di pasar dunia maupun di pasar domestik senantiasa berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi kakao yang mengganggu keseimbangan stok kakao dunia. Arsyad 2004 mengatakan bahwa peningkatan produksi terbesar datang dari Indonesia 33 persen kemudian Malaysia 18,9 persen, Ghana 8,16 persen dan Pantai Gading 4,72 persen. Dampak dari peningkatan stok ini mengakibatkan harga kakao dunia melemah karena peningkatan tersebut tidak diikuti oleh peningkatan konsumsi over supply . Pergerakan harga kakao domestik selama ini mengacu pada harga di pasar internasional. Hal ini dimungkinkan karena posisi Indonesia selama ini lebih sebagai price taker dari pada sebagai price maker. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa mulai tahun 1994 harga kakao di pasar domestik mulai membaik hingga tahun 1998 akibat menguatnya harga dunia dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US. Pada tahun 20032004 harga kakao domestik relatif stabil pada kisaran Rp 9.570. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun H a rg a R p kg Harga Domestik Rpkg Gambar 8. Perkembangan Harga Kakao di Pasar Domestik Sumber: Dirjen Perkebunan Deptan, 2006

5.4 Perkembangan Konsumsi

Konsumsi permintaan kakao Indonesia masih rendah dengan pangsa hanya 1,94 persen dari total konsumsi kakao dunia. Namun demikian, tingkat konsumsi terus meningkat pesat dengan laju sekitar 15,89 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa industri hilir kako Indonesia semakin berkembang dan pentingnya untuk mempercepat teknologi industri hilir pengolahan kakao di dalam negeri PPSEP, 1998. Menurut Muharminto 1996, konsumsi biji kakao di dalam negeri terutama diserap oleh industri kakao olahan untuk dijadikan cokelat bubuk, mentega dan dalam bentuk makanan. Pada saat ini industri-industri cokelat amat jarang membeli kakao rakyat. Kakao rakyat ini kemungkinan dibeli oleh pabrik cokelat dalam negeri yang memproduksi cokelat makanan mutu rendah. Mungkin juga pada waktu harga kakao biji ekspor sedang baik, kakao rakyat tersebut dicampur dengan kakao biji yang bermutu lebih baik guna menambah kuantitas dan mengurangi kerugian Roesmanto, 1991. Bahan baku tersebut oleh industri kakao olahan ataupun pabrik cokelat chocolate manufacture umumnya dicampur dengan biji kakao mutu baik dari PT Perkebunan atau impor. Produk yang dihasilkan sebagian besar dipasarkan di dalam negeri, sebagian lagi diekspor. Pada sisi lain, jenis industri pengolahan biji kakao yang ada di tanah air belum tersebar merata di wilayah produksi utama kakao Indonesia. Sehingga upaya guna melakukan intensifikasi industri kakao dalam negeri belum maksimal. Industri pengolahan kakao masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur, sementara sentra produksi utama kakao ada di luar Pulau Jawa. Terbatasnya data konsumsi industri pengolahan yang dapat menggambarkan kondisi pengolahan kakao dalam negeri menyebabkan tulisan ini tidak dapat mendeskripsikan secara lengkap mengenai perkembangan konsumsi permintaan kakao Indonesia, terutama kapasitas industri dan indeks konsumsi secara lengkap. Akan tetapi perkembangan konsumsi atas komoditas ini dapat dilihat melalui tabel di bawah ini. Tabel 7. Perkembangan Konsumsi dan Grindings Kakao Indonesia Ribu ton Tahun Konsumsi Pertumbuhan persentahun 19961997 12,00 - 19971998 12,00 19981999 9,00 -3 19992000 8,40 -0,6 20002001 9,00 0,6 20012002 9,50 0,5 20022003 11,00 1,5 20032004 12,00 1 Rata-Rata Pertumbuhan Sumber: Dirjen Perkebunan Deptan , 2006 Berdasarkan Tabel 7, dapat terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan konsumsi kakao di Indonesia adalah sebesar nol persen. Artinya selama pasang surut agribisnis kakao di Indonesia pada tahun-tahun tersebut peningkatan konsumsi kakao tidak terjadi. Angka ini dapat menggambarkan kondisi industri pengolahan cokelat di Indonesia. Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar nol persen mengindikasikan bahwa tidak terjadi peningkatan kegiatan pengolahan kakao yang berarti. Sehingga pengembangan industri pengolahan semakin penting untuk ditingkatkan untuk menyerap produksi kakao yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

5.5 Perkembangan Kebijakan Kakao Indonesia