Pengaruh Komunikasi Teraupetik Dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAUPETIK DENGAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA 1 FASE LATEN DI KLINIK

DELIMA MEDAN TAHUN 2014

Rina Sari 135102093

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Pengaruh Komunikasi Teraupetik Dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014

ABSTRAK Rina Sari

Latar belakang : Persalinan suatu proses membuka dan menipisnya serviks serta terjadinya kontraksi uterus sehingga menyebabkan nyeri pada proses persalinan. Nyeri pada persalinan merupakan suatu proses yang fisiologis tetapi menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang dapat menganggu kelancaran proses persalinan.

Manajemen nyeri pada persalinan dapat diterapkan secara nonfarmakologis, salah satunya adalah komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk membantu mengurangi nyeri, kecemasan, dan waktu persalinan lebih pendek secara bermakna.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di klinik Delima Medan tahun 2014.

Metodologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-eksperimen yang bersifat one group pretest-postest. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu inpartu kala I fase laten sebanyak 42 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling. Analisis data menggunakan uji t-dependent.

Hasil : Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden diperoleh bahwa mayoritas berusia 20-35 tahun sebanyak 33 responden (78,6%), paritas primigravida sebanyak 15 responden (35,7%), pendidikan SMA sebanyak 21 responden (50,0%), dan pekerjaan IRT sebanyak 23 responden (54,8%). Rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah 2,71 dengan standart deviasi 0,673, dan rata-rata intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi 2,05 dengan standart deviasi 0,764. Hasil uji t-dependent menunjukkan ada pengaruh komunikasi teraupetik yang diberikan terhadap intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten dengan nilai p value = 0,000. Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan dapat mengurangi intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten. Oleh karena itu diharapkan agar bidan mampu menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik dan benar sebagai salah satu intervensi untuk mengurangi intensitas nyeri dalam asuhan ibu bersalin normal.


(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Teraupetik Dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014 ” yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan, masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.kep selaku Ketua Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dina Indarsita, S.ST, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah

4. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Penguji I yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah

5. Bapak dr. Ichwanul Adenin, Sp.OG (K) selaku Penguji II yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.


(5)

6. Bidan hj. Masdelima Parinduri, AMKeb selaku pimpinan Klinik Bersalin Delima yang telah memberikan izin penelitian.

7. Seluruh staf dan Dosen Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Kedua orang tua, Ibu dan Bapak yang telah memberikan dukungan serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya Penulis mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.

Medan, 05 Juli 2014 Penulis


(6)

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR SKEMA ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri Persalinan ... 6

1. Defenisi Nyeri Persalinan ... 6

2. Penyebab Nyeri Persalinan ... 6

3. Fisiologi Nyeri Persalinan... 7

4. Klasifikasi Nyeri... 7

5. Intensitas Nyeri ... 8

6. Intervensi Nyeri ... 9

B. Persalinan ... 10

1. Defenisi Persalinan ... 10

2. Proses Terjadinya Persalinan ... 11

3. Tahapan Persalinan ... 11

C. Komunikasi ... 12

1. Pengertian Komunikasi ... 12

2. Bentuk Komunikasi ... 12

D. Komunikasi Teraupetik ... 14

1. Pengertian Komunikasi Teraupetik ... 14

2. Tujuan Komunikasi Teraupetik ... 14


(7)

4. Tahapan Komunikasi Teraupetik ... 16

5. Teknik Komunikasi Teraupetik ... 18

6. Komunikasi Teraupetik Pada Ibu Melahirkan ... 20

BAB III KERANGKA PENELITIAN A. Kerangka Konsep ... 22

B. Hipotesis ... 22

C. Definisi Operasional ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 24

B. Populasi dan sampel ... 24

C. Tempat Penelitian ... 26

D. Waktu Penelitian ... 26

E. Etika Penelitian ... 26

F. Instrumen Penelitian ... 27

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 27

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 27

I. Analisis Data ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31

B. Pembahasan ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik data demografi Ibu inpartu kala I fase laten di Klinik Delima Tahun 2014 ... 32 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan intensitas nyeri sebelum

Diberikan intervensi kepada ibu inpartu kala I fase laten

di Klinik Delima Tahun 2014 ... 33 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan intensitas nyeri sesudah

Diberikan intervensi kepada ibu inpartu kala I fase laten

di Klinik Delima Tahun 2014 ... 33 Tabel 5.4 Pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Skala nyeri ... 9 Skema 2. Kerangka Konsep Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan

Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten

di Klinik Delima Medan Tahun 2014 ... 22 Skema 3. Desain Penelitian ... 24


(10)

Lampiran 1 : Lembar Informed Consent

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Lembar Kuisioner

Lampiran 4 : Lembar Prosedur Pelaksanaan Komunikasi Teraupetik Lampiran 5 : Lembar Protap Penelitian

Lampiran 6 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 7 : Master Data Penelitian

Lampiran 8 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 9 : Surat Balasan Izin Penelitian


(11)

Pengaruh Komunikasi Teraupetik Dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014

ABSTRAK Rina Sari

Latar belakang : Persalinan suatu proses membuka dan menipisnya serviks serta terjadinya kontraksi uterus sehingga menyebabkan nyeri pada proses persalinan. Nyeri pada persalinan merupakan suatu proses yang fisiologis tetapi menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang dapat menganggu kelancaran proses persalinan.

Manajemen nyeri pada persalinan dapat diterapkan secara nonfarmakologis, salah satunya adalah komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk membantu mengurangi nyeri, kecemasan, dan waktu persalinan lebih pendek secara bermakna.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di klinik Delima Medan tahun 2014.

Metodologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-eksperimen yang bersifat one group pretest-postest. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu inpartu kala I fase laten sebanyak 42 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling. Analisis data menggunakan uji t-dependent.

Hasil : Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden diperoleh bahwa mayoritas berusia 20-35 tahun sebanyak 33 responden (78,6%), paritas primigravida sebanyak 15 responden (35,7%), pendidikan SMA sebanyak 21 responden (50,0%), dan pekerjaan IRT sebanyak 23 responden (54,8%). Rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah 2,71 dengan standart deviasi 0,673, dan rata-rata intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi 2,05 dengan standart deviasi 0,764. Hasil uji t-dependent menunjukkan ada pengaruh komunikasi teraupetik yang diberikan terhadap intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten dengan nilai p value = 0,000. Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan dapat mengurangi intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten. Oleh karena itu diharapkan agar bidan mampu menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik dan benar sebagai salah satu intervensi untuk mengurangi intensitas nyeri dalam asuhan ibu bersalin normal.


(12)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Persalinan sering kali menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian perempuan hamil. Kekhawatiran akan rasa nyeri yang akan mereka alami saat melahirkan dan bagaimana mereka akan bereaksi untuk mengatasi nyeri tersebut. Untuk itu menjadi kewajiban seorang bidan untuk membantu ibu mengatasi rasa tidak nyaman dalam persalinan (Farer, 1999, dalam Adriana, 2012, hal. 1).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan diketahui jumlah ibu bersalin pada tahun 2011 sebanyak 51,015 orang (95,23%), tahun 2012 sebanyak 44,757 orang (84,18%) dan tahun 2013 sebanyak 33,354 orang (62,1%).

Setiap tahun lebih dari 200 juta ibu bersalin, di mana didapatkan kelahiran berakhir dengan bayi hidup pada ibu yang sehat. Walaupun demikian pada beberapa kasus, kelahiran bukanlah peristiwa membahagiakan tetapi menjadi suatu masa penuh dengan rasa nyeri, rasa takut, penderitaan bahkan kematian (WHO, 2003, dalam Febrina, 2011, hal. 2).

Association for the study of pain mendefinisikan bahwa nyeri dalam persalinan merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensional yang menunjukkan adanya nyeri protektif bagi tubuh yang merupakan mekanisme protektif bagi tubuh dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri tersebut (Judha, 2012, hal.73).

Nyeri adalah proses alamiah dalam persalinan. Apabila tidak diatasi dengan baik akan menimbulkan masalah lain. Rasa takut dan cemas yang dirasakan ibu dapat menganggu kelancaran proses persalinan. Manajemen nyeri persalinan dapat


(13)

2

diterapkan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan secara non farmakologis tanpa penggunaan obat-obatan, sedangkan secara farmakologis melalui penggunaan obat-obatan. Manajemen nyeri non farmakologis lebih aman, sederhana dan tidak menimbulkan efek merugikan serta mengacu kepada asuhan sayang ibu, dibandingkan dengan metode farmakologi yang berpotensi mempunyai efek yang merugikan (Reeder, 2011, hal. 654).

Rasa nyeri persalinan dapat dikurangi, baik itu menggunakan metode farmakologi maupun non farmakologi yang terkait dengan tiga tujuan dasar pengurangan nyeri dalam persalinan yaitu mengurangi perasaan nyeri dan tegang, sementara pasien dalam keadaan terjaga seperti yang dikehendakinya menjaga agar pasien dan janinnya sedapat mungkin tetap terbebas dari efek depresif yang ditimbulkan oeh obat tanpa menganggu kontraksi otot rahim (Farer, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Niven dan Gijsbers (1984) bertujuan untuk melihat perbandingan intensitas nyeri persalinan dengan nyeri lain diperoleh hasil bahwa nyeri persalinan melebihi sindrom nyeri lain yaitu, 88% dari 73 penderita nyeri tungkai menerima intervensi farmakologis, 76% dari sampel (n=200) mengalami nyeri punggung selama kehamilan dengan insiden puncak pada usia kehamilan 24-28 minggu yang mengganggu aktivitas normal ibu, maka nyeri harus diberi intervensi metode pengendali nyeri demi kenyamanan dan keringanan si penderita (Mander, 2003, hal. 140).

Penelitian Indrawati (2011), di BPS Uut Maschon yang bertujuan untuk melihat metode nonfarmakologi yang digunakan bidan dalam mengurangi intensitas nyeri persalinan dan efeknya dengan 4 metode nonfarmakologi yang dilakukan pada 30 orang sampel diperolah hasil bahwa teknik pernapasan yaitu efek yang ditimbulkannya adalah nyeri ringan sebesar 20 (66,7%) orang. Teknik pengaturan


(14)

posisi yaitu efek yang ditimbulkan nyeri sedang sebesar 17 ( 56,7%) orang, selanjutnya teknik message yaitu efek yang ditimbulkan nyeri ringan sebesar 25 (83,3%) orang. Teknik konseling dengan efek yang ditimbulkan yaitu sebesar 17 (56,7%) orang mengalami nyeri ringan.

Dalam menghadapi proses persalinan tidak semua pasien bisa dengan tenang menghadapinya, oleh karena itu bidan harus bisa tanggap dalam memberikan asuhannya, untuk itu komunikasi sangat dibutuhkan. Komunikasi dalam kebidanan diketahui mengandung nilai pengobatan atau teraupetik yang tujuannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, teknik komunikasi ini dikenal dengan komunikasi teraupetik.

Komunikasi Teraupetik didefinisikan sebagai komunikasi yang direncanakan secara sadar, dimana tujuan utamanya adalah untuk kesembuhan pasien. Komunikasi teraupetik memiliki peranan yang penting dalam membantu seorang klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan memiliki keterampilan dalam berkomunikasi teraupetik, bidan diharapkan akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan kebidanan yang diterapkan (Taufik, 2010, hal. 25).

Komunikasi teraupetik dapat memberikan dampak teraupetik dengan mempercepat proses kesembuhan pasien. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam komunikasi dengan ibu bersalin antara lain : menjalin hubungan yang mengenakkan dengan klien (rapport), hadir mendampingi klien selama persalinan, mendengarkan keluhan-keluhan pesien selama proses persalinan, memberikan sentuhan dalam pendampingan klien, memberikan informasi tentang kemajuan persalinan, memandu persalinan, mengadakan kontak fisik dengan pasien, memberi


(15)

4

pujian kepada pasien atas usaha yang telah dilakukannya dan memberi ucapan selamat atas kelahiran bayinya (Wulandari, 2009, dalam Adriana, 2012, hal. 3).

Pentingnya komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa membantu menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri grogi atau gugup dalam persalinannya baik fisik ataupun mental belum siap maka timbul rasa ketakutan sehingga rasa nyeri akan semakin bertambah (Kartono, 1992).

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komunikasi terapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala 1 fase laten di Klinik Delima Medan tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah adakah pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di Klinik Delima Medan tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi teraupetik pada ibu inpartu kala I fase laten.


(16)

b. Untuk mengetahui intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi teraupetik pada ibu inpartu kala I fase laten.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mengurangi intensitas nyeri ibu selama proses persalinan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan memberikan informasi tambahan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bagi peserta didik. 3. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wacana bidan dalam memberikan komunikasi terapeutik yang efektif bagi ibu bersalin khususnya dalam pengurangan nyeri persalinan.

4. Bagi Penelitian Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai pengaruh komunikasi terapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di klinik Delima Medan tahun 2014.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri Persalinan

1. Pengertian Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan merupakan rasa sakit yang ditimbulkan saat persalinan yang berlangsung dimulai dari kala I persalinan, rasa sakit terjadi karena adanya aktifitas besar di dalam tubuh ibu guna mengeluarkan bayi, semua ini terasa menyakitkan bagi ibu. Rasa sakit kontraksi dimulai dari bagian bawah perut, mungkin juga menyebar ke kaki, rasa sakit dimulai seperti sedikit tertusuk, lalu mencapai puncak, kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar dari dalam rahim ibu (Danuatmaja, 2004, dalam Adriana, 2012, hal. 14).

Menurut Judha dkk (2012, hal. 75) rasa nyeri dalam persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang darah perut dan menjalar kea rah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (servik).

2. Penyebab Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan kala-satu adalah akibat dilatasi seviks dan sagmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen. Faktor penyebab nyeri persalinan adalah : a) berkurangnya pasokan oksigen ke otot rahim (nyeri persalinan menjadi lebih hebat jika interval antara kontraksi singkat, sehingga pasokan oksigen ke otot rahim belum sepenuhnya pulih), b) meregangnya leher rahim (effacement dan pelebaran), c) tekanan bayi pada saraf di dan dekat leher rahim dan vagina, d) ketegangan dan meregangnya jaringan ikat pendukung rahim dan sendi panggul selama kontraksi dan turunnya bayi, e) Tekanan pada saluran kemih, kandung kemih, dan anus, f) Meregangnya otot-otot dasar panggul dan


(18)

jaringan vagina, g) ketakutan dan kecemasan yang dapat menyebabkan dikeluarkannya hormon stress dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan lain-lain) yang mengakibatkan timbulnya nyeri persalinan yang lama dan lebih berat (Simkin, P., Whalley, J., dan Keppler, A., 2007, hal. 150).

3. Fisiologi Nyeri Persalinan

Rasa nyeri pada kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus, peregangan serviks pada waktu membuka, iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit) akibat kontraksi arteri miometrium. Ketidaknyamanan dari perubahan serviks dan iskemia uterus adalah nyeri viseral yang berlokasi di bawah abdomen menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke paha. Biasanya nyeri dirasakan pada saat kontraksi saja dan hilang pada saat relaksasi. Nyeri bersifat lokal seperti kram, sensasi sobek dan sensasi panas yang disebabkan karena distensi dan laserasi serviks, vagina dan jaringan perineum.

Nyeri persalinan menghasilkan respon psikis dan refleks fisik. Nyeri persalinan memberikan gejala yang dapat diidentifikasi seperti pada sistem saraf simpatis yang dapat terjadi mengakibatkan perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, dan warna kulit. Ekspresi sikap juga berubah meliputi peningkatan kecemasan, mengerang, menangis, gerakan tangan (yang menandakan rasa nyeri) dan ketegangan otot yang sangat di seluruh tubuh (Bobak I. M., at all. 2004, hal. 253).

4. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum, antara lain (Setyohadi, dkk. 2007: 166) : a) Nyeri akut yaitu nyeri yang timbul segera setelah rangsangan dan hilang

setelah penyembuhan.

b) Nyeri kronik yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari 3 bulan walaupun proses penyembuhan sudah selesai.


(19)

8

5. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri mengacu pada tingkat keparahan sensasi nyeri itu sendiri untuk menentukan tingkat nyeri, klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat, nyeri paling hebat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan menggunakan skala 1-10. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala nyeri yang digunakan yaitu :

a. Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri nyeri ringan sedang hebat sangat hebat

b. Numerik (0-10)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri ringan sedang berat sangat hebat


(20)

c. Skala Analog visual (VAS)

Tidak Nyeri Nyeri sangat

hebat

(Bare, B. G., dan Smeltzer, S.C., 2001, hal. 218).

Menurut Wong dan Baker (1998), pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat”, klasifikasinya sebagai berikut : skala 0 (tidak sakit) ekspresi wajahnya klien masih dapat tersenyum, skala 2 (sedikit sakit) ekspresi wajahnya kurang bahagia, skala 4 (lebih sakit) ekspresi wajahnya meringis, skala 6 (lebih sakit lagi) ekpresi wajahnya sedih, skala 8 (jauh lebih sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan, skala 10 (benar-benar sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan dan sampai menangis (Potter, 2005, hal. 1520).

Gambar 2.1 Skala Nyeri Wong 6. Intervensi Nyeri

Rasa sakit yang dialami ibu selama proses persalinan sangat bervariasi tingkatannya. Untuk itu perlu dukungan selama persalinan untuk mengurangi rasa nyeri selama proses persalinan. Penny simpkin (2007) mengatakan cara untuk mengurangi rasa sakit ini ialah : mengurangi sakit langsung dari sumbernya, memberikan ransangan alternatif yang kuat, mengurangi reaksi mental negatif, emosional dan fisik ibu terhadap rasa sakit. Pendekatan pengurangan rasa nyeri persalinan dapat dilakukan dengan pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis.


(21)

10

Manajemen secara farmakologis adalah dengan pemberian obat-obatan sedangkan nonfarmakogis tanpa obat-obatan. Cara farmakologis adalah dengan pemberian obat-obatan analgesia yang bisa disuntikan melalui infus intravena yaitu saraf yang mengantar nyeri selama persalinan. Tindakan farmakologis masih menimbulkan pertentangan karena pemberian obat selama persalinan dapat menembus sawar plasenta, sehingga dapat berefek pada aktifitas rahim. Efek obat yang diberikan kepada ibu terhadap bayi dapat secara langsung maupun tidak langsung (Mander, 2005).

Manajemen secara nonfarmakologis sangat penting karena tidak membahayakan bagi ibu maupun janin, tidak memperlambat persalinan jika diberikan kontrol nyeri yang kuat, dan tidak mempunyai efek alergi maupun efek obat. Banyak teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri selama kala I meliputi, relaksasi, akupresur, kompres dingin atau hangat, terapi musik, hidroterapi dan masase (Mander, 2005 dalam Adriana 2012, hal 18).

B. Persalinan

1. Definisi Persalinan

Persalinan adalah Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses pengeluaran janin yang lahir secara spontan dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, yang umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Prawirohardjo, 2002, hal. 180).


(22)

2. Proses Terjadinya Persalinan

Persalinan terjadi karena adanya : (a) penurunan kadar estrogen dan progesteron, dimana progesteron merupakan penenang otot-otot rahim dan estrogen meningkatkan kontraksi otot. Selama kehamilan kadar progesteron dan estrogen seimbang di dalam darah tetapi di akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his, menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum persalinan dimulai, (b) oksitosin meningkat sehingga timbul kontraksi rahim, (c) dengan majunya kehamilan maka otot-otot rahim semakin menegang dan timbul kontraksi untuk mengeluarkan janin, (d) hipofise dan kadar suprarenal janin memegang peranan penting sehingga pada ancephalus kelahiran sering lebih lama, (e) kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga aterm terutama saat persalinan menyebabkan kontraksi miometrium (Prawirohardjo, 2002, hal. 181).

3. Tahapan Persalinan (Kala I) Kala I

Pada Kala I Persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya timbulnya his dan disertai dengan keluarnya lendir bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his terdiri dari 2 fase :

1. Fase Laten : Dari awal kontraksi hingga pembukaan 3 cm, durasi 20-30 detik, tidak terlalu mulas, berlangsung 7-8 jam


(23)

12

2. Fase Aktif : Pembukaan dari 4 cm hingga lengkap, penurunan bagian terbawah janin, durasi 40 detik atau lebih dengan frekuensi 3x10 menit atau lebih dan sangat mulas, berlangsung 6 jam, dibagi atas 3 subfase :  Fase akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan 3-4 cm

 Fase dilatasi maksimal : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4-9 cm  Fase deselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 9 cm sampai

lengkap

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida, pada multigravida pun terjadi akan tetapi terjadi lebih pendek (Prawirohardjo, 2005, hal. 182).

C. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi didalam diri seseorang atau diantara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Pada dasarnya setiap pelaku komunikasi akan melakuka empat tindakan : membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Ke-empat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan melalui kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain, lalu pesan yang diterima ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinteprestasikan. Selanjutnya pesan tersebut akan menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut. Demikianlah ke-empat tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang (Nurhasanah, 2010, hal.4).


(24)

Pada prinsipnya komunikasi merupakan suatu proses pengoperasian rangsangan atau stimulus baik berupa lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan disebut komunikasi verbal. Sedangkan proses komunikasi yang menggunakan simbol-simbol disebut dengan komunikasi non-verbal (Yuswanto, 2009, hal.2).

2. Bentuk Komunikasi

Agar komunikasi berjalan efektif sesuai tujuan, maka dapat dilakukan dengan memilih komunikasi yang tepat ketika berkomunikasi. Bentuk – bentuk komunikasi antara lain : komunikasi interpersonal, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dianggap paling efektif, dimana antar komunikasi dan komunikator dapat langsung bertatap muka, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga. Komunikasi interpersonal atau dikenal juga dengan komunikasi antarpribadi, yaitu proses komunikasi yang berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka. (Sunarto, 2003, hal.13).

Bentuk komunikasi yang lain adalah komunikasi kelompok, komunikasi yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi ini terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil, antara lain ceramah, diskusi, seminar dan lain – lain. Komunikasi kelompok besar, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan jumlah pendengar yang banyak (Suryani, 2005, hal.6).


(25)

14

D. Komunikasi Teraupetik

1. Pengertian Komunikasi Teraupetik

Komunikasi teraupetik adalah kemampuan atau keterampilan perawat atau penolong untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi masalah psikologis, dan belajar berhubungan dengan orang lain (Northouse, 1998, hal.12). Menurut Uripni dkk (2003), komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, dimana kegiatan dan tujuan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi teraupetik memiliki peranan yang penting dalam membantu seorang klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Komunikasi teraupetik merupakan hubungan yang memberikan dampak teraupetik yang akhirnya akan mempercepat proses kesembuhan klien (Yulifah, 2009, hal.18).

2. Tujuan Komunikasi Teraupetik

Menurut Suryani (2005), Komunikasi teraupetik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada kesembuhan klien yang meliputi : pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi teraupetik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima dirinya apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi teraupetik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi teraupetik, klien


(26)

belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000).

Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.

Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi teraupetik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

3. Prinsip Dasar Komunikasi Teraupetik

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik.

Berikut ini adalah prinsip dasar komunikasi teraupetik berdasarkan referensi dari Nurhasanah (2010, hal. 68).

a. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan teraupetik yang saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “ Humanity of nurse and clients ” didalamnya terdapat hubungan saling mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk memperbaiki perilaku klien.

b. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.

c. Kualitas hubungan perawat klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human).


(27)

16

d. Perawat menggunakan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.

e. Perawat harus menghargai keunikan klien, maka perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang.

f. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.

g. Trust (saling percaya) antara perawat dan klien yang harus dicapai terlebih dahulu sebelum dilakukannya identifikasi masalah dan pemecahan masalah. 4. Tahapan Komunikasi Teraupetik

Komunikasi teraupetik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu upaya dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses kesembuhan pasien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan strategi yang tepat dalam berkomunikasi teraupetik dapat tercapai. Komunikasi teraupetik yang terjadi antara perawat dank klien harus melalui empat tahap meliputi fase pra-interaksi, orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Struart, G. W, 1998 dalam Adriana, 2012.hal.3)

Tahap Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Dalam tahapan ini perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya dan menggali terlebih dahulu kemampuan yang dimiliki klien, sebelum adanya kontak atau berhubungan dengan klien termasuk kondisi kecemasan yang menyelimuti diri perawat sehingga terdapat dua unsur yang perlu dipersiapkan pada tahap ini yaitu unsur diri sendiri dan unsure diri klien. Menurut Nasir (2009, hal.169) bahwa hal-hal yang dipelajari dari diri sendirii adalah Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien, kecemasan dan ketakutan diri, analisis kekuatan diri, dan waktu pertemuan, baik saat pertemuan maupun lama pertemuan.


(28)

Sedangkan, hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur klien adalah perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya, adat istiadat, dan tingkat pengetahuan.

Pada tahap perkenalan atau orientasi, perawat memulai kegiatan yang pertama kali dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Menurut Suryani (2006), Tugas perawat pada tahap perkenalan adalah pertama, membina hubungan rasa saling percaya dengan menunjukan penerimaan dan komunikasi terbuka. Penting bagi perawat untuk mempertahankan hubungan saling percaya agar klien dan perawat ada keterbukaan dan saling menutup-nutupi. Kedua, memodifikasi lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap respon klien dan menunjukan penerimaan, serta membantu klien mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Perawat dituntut mampu membuat suasana tidak terlalu formal sehingga suasana tidak terkesan tegang dan tidak bersifat menginterograsi.

Pada tahap kerja, perawat mulai mengimplemntasikan rencana keperawatan yang telah dibuatnya pada tahap orientasi sebelumnya. Perawat menolong klien untuk mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian, dan tanggung jawab terhadap dirinya (Nurjannah, 2001 dalam Nasir, dkk, hal.172). Menurut Murray, B dan Judith, P dalam suryani (2006), pada tahap kerja ini perawat diharapkan mampu enyimpulkan percakapan dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal yang penting dalam percakapan dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama terhadap proses kesembuhan penyakitnya sendiri. Akan tetapi, klien tidak pernah menyadari tentang


(29)

18

hal tersebut sehingga seakan-akan proses kesembuhan merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.

Tahap terakhir dalam komunikasi teraupeik adalah tahap terminasi, tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatannya serta mengakhiri interaksinya dengan klien. Terminasi dilakukan agar klien menyadari bahwa ada pertemuan dan perpisahan, dimana hubungan yang dibangun hanya sebatas hubungan perawat dan klien. Menurut Nurjannah, (2001 dalam Nasir, dkk, hal.175) Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi seputar hasil kegiatan yang telah dilakukan sebagai dasar untuk tindak lanjut yang akan datang. Untuk itu kegiatan pada tahap terminasi merupakan kegiatan yang tepat untuk mengubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi kemajuan klien dan tujuan yang telah dicapai.

5. Teknik Komunikasi Teraupetik.

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut adalah teknik komunikasi berdasarkan refrensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950), dan Wilson & Kniel (1920).

a. Mendengarkan, perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama dan penuh perhatian. Dengan demikian, kepercayaan klien terhadap kemampuan perawat akan terjaga.

b. Menunjukkan penerimaan, perawat tidak perlu menampakkan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien merasa tidak bebas dalam mengutarakannya.

c. Menanyakan pertanyaan terbuka. Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien.


(30)

d. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan mengulang kembali ucapan klien, Menurut Stuart and Sundeen (1995), Penggulangan adalah penggulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Tujuannya adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan oleh klien, sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan diperhatikan.

e. Klarifikasi, menurut Geldard, dalam Suryani (2006) Klarifikasi merupakan upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian.

f. Memfokuskan, metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti, sehingga hanya tertuju pada topic pembicaraan saja.

g. Humor, memberikan humor dapat membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang ibu rasakan.

h. Memberikankan informasi, hal ini bertujuan untuk menambah rasa percaya klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai masalah yang dihadapi klien.

i. Menyimpulkan, membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan selanjutnya.

j. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan, sehingga klien Berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

k. Refleksi, menganjurkan klien untuk mengemukan dan mengembalikan ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.


(31)

20

l. Diam, bertujuan untuk menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya.

m. Membagi persepsi, klien bebas untuk menguraikan persepsinya sehingga perawat dapat melihat segala sesuatu yang diharapkan klien.

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, dimaksudkan untuk mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.

o. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa pamrih.

p. Memberikan penguatan, untuk meningkatkan motivasi kepada klien agar dapat berbuat lebih baik lagi.

6. Komunikasi Terapeutik Pada Ibu Melahirkan

Menurut Tamsuri (2005, dalam Adriana, 2012, hal.11), Langkah – langkah komunikasi terapeutik kebidanan pada ibu melahirkan :

a. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dalam klien.

b. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.

c. Kehadiran,

Merupakan bentuk tindakan yang meliputi mengatasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Dalam hal ini pendampingan klien difokuskan secara fisik dan pisikologis.

d. Mendengarkan, bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.


(32)

f. Bidan memberi rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi, misalnya ketika kontraksi pasien merasa kesakitan, bidan memberikan sentuhan pada daerah pinggang klien sehingga pasien merasa nyaman.

g. Memberikan Informasi Tentang Kemajuan Persalinan

Merupakan upaya untuk memberi rasa percaya diri klien, bahwa klien dapat menyelesaikan persalinannya.

h. Memandu Persalinan dengan memandu

Misalnya bidan menganjurkan kepada klien untuk meneran pada saat his berlangsung.

i. Mengadakan kontak fisik dengan klien

Misalnya menyeka keringat mengipasi, memeluh klien, menggosok punggung klien.

j. Memberikan pujian kepada klien atas usaha yang telah dilakukannya, Misalnya Bidan mengatakan : “ Bagus Ibu, pintar sekali menerannya” k. Memberikan ucapan selamat kepada klien atas kelahiran bayinya dan


(33)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah dilakukan (Notoatmodjo, 2002). Variabel independen dalam penelitian ini adalah komunikasi teraupetik dan variabel dependennya adalah nyeri persalinan kala I fase laten.

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 1. Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara, patokan duga atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2002).

Ha : Ada pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten.

Intensitas nyeri persalinan kala I fase laten Komunikasi Teraupetik


(34)

C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi operasional

No Variabel Penelitian Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala 1. 2. Variabel Independen: Komunikasi teraupetik Variabel Dependen : Nyeri persalinan kala I fase

Proses penyampaian informasi oleh bidan kepada ibu bersalin yang bertujuan untuk membantu mengurangi rasa nyeri persalinan

Rasa sakit yang dialami oleh ibu bersalin selama proses

persalinan kala I fase laten

Lembar prosedur penatalaksa naan

Skala nyeri numerik

Melakukan komunikasi teraupetik

Wawancara

1. Sebelum dilakukan komunikasi teraupetik 2. Sesudah

dilakukan komunikasi teraupetik

1. Tidak ada nyeri

2. Nyeri ringan 3. Nyeri sedang 4. Nyeri hebat 5. Nyeri sangat

hebat

Nominal


(35)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasy- eksperimen yang bersifat one group pretest-postest yaitu intervensi untuk mengidentifikasi pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase laten pada ibu inpartu sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik. Bentuk desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Skema 4.1 Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Postest

01 X 02

Keterangan :

01 : Pretest dilakukan pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri persalinan sebelum dilakukan komuniksai terapeutik

02 : Postest dilakukan pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri persalinan sesudah dilakukan komuniksai terapeutik

X : Intervensi (tindakan komunikasi terapeutik)

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu inpartu kala I fase laten yang fisiologis yang mempunyai keluhan nyeri persalinan dengan partus pervaginam di klinik bersalin Delima Medan. Dari survei pendahuluan, data ibu yang melahirkan di


(36)

klinik bersalin Delima Medan dari Februari sampai Mei tahun 2014 sebanyak 56 orang.ibu bersalin yang berada di klinik Delima Medan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara accidental sampling yaitu sampel yang dipilih hanya berdasarkan ketersediaannya yaitu sampel yang berada di tempat yang tepat dan di waktu yang tepat sesuai dengan tujuan peneliti. Pengambilan sampel sesuai dengan criteria inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria inklusinya meliput i:

a. Ibu inpartu tanpa perlakuan induksi b. Ibu inpartu dengan fase laten (0 - 3cm) c. Ibu inpartu dengan dukungan suami

d. Ibu inpartu presentasi kepala dan tanpa penyulit e. Ibu inpartu dan bersedia menjadi responden.

Menentukan sampel dengan menggunakan ketetapan absolut dan menggunakan rumus :

n = N

1 + N (d)2 Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti (0,05) Jadi sampel dalam penelitian ini adalah :

Diketahui : N = 56 � = �


(37)

26

� = 56 1 + 56(0,05)2 � = 56

1,14 n = 49

dari rumus diatas maka di peroleh besar jumlah sampel dalam penelitiann ini adalah sebanyak 49 orang.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Delima Medan.

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari - Mei Tahun 2014.

E. Etika penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program studi DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin dilakukannya penelitian diklinik Delima Medan. Setelah mendapatkan izin dari pemilik klinik Delima Medan, peneliti memulai dengan pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti di klinik Delima Medan. Sebelum responden mengisi dan menandatangi lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud, tujuan dan proses dilakukannya penelitian tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa responden.


(38)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama pasien. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian yaitu : Skala pengukuran nyeri yang dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada. Dan data demografi yang meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, dan status kehamilan. Sedangkan bagian kedua adalah skala nyeri numerik.

G. Uji Validitas dan Realibilitas

Alat ukur harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang sudah baku berdasarkan literatur sehingga tidak perlu lagi di uji validitas dan realibilitasnya. Alat ukur skala nyeri yang digunakan adalah skala nyeri numerik (Bare, dan Smeltzer, 2002).

H. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin penelitian dari program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan telah mendapat izin dari Klinik Delima Medan. Setelah mendapat izin peneliti melaksanakan pengumpulan data pada ibu inpartu kala I fase laten (0-3cm) sesuai kriteria penelitian. Peneliti menemui responden di tempat penelitian dengan cara meninggalkan nomor handphone dan menyimpan nomor handphone asisten klinik yang membantu penelitian ini untuk memperlancar proses pengumpulan data. Asisten yang akan membantu penelitian ini ada dua orang, yang satu bertugas


(39)

28

sebagai pemberi perlakukan komunikasi terapeutik dan yang satunya lagi bertugas untuk memberi lembar inform consent dan sekaligus mengkaji nyeri persalinan sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Hal ini dilakukan untuk meminimaliskan adanya bias dalam penelitian ini.

Ketika ada responden yang datang, asisten kedua meminta persetujuan responden dengan menandatangani inform consent. Setelah responden bersedia, asisten kedua mengisi lembar kuisioner data demografi yaitu nomor reponden, usia, pekerjaan, pendidikan, dan status kehamilan responden melalui wawancara. Setelah itu asisten kedua menyuruh ibu membawa lembar kuisioner ke dalam kamar dan menganjurkan ibu untuk memberi tanda pada skala nyeri angka yang ada pada lembar kuisioner sesuai dengan rasa nyeri yang ibu rasakan saat ini. Setelah ibu memberi tanda, maka lembar kuisioner tersebut di kembalikan lagi kepada asisten kedua. Setelah itu asisten pertama datang, dan memberi perlakuan komunikasi terapeutik sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan sebelumnya.

Setelah itu dilakukan maka asisten kedua datang kembali dengan membawa lembar kuisioner yang tadi telah diisi, dan menganjurkan ibu untuk memberi tanda pada skala nyeri angka yang sesuai dengan nyeri yang ibu rasakan saat ini. Peneliti memiliki tugas yang sama dengan asisten pertama yaitu memberi perlakuan komunikasi terapeutik. Asisten dalam penelitian ini adalah seorang bidan yang bekerja di Klinik Delima Medan pendidikan terakhir bidan tersebut adalah DIII kebidanan dan telah mengetahui prosedur pelaksanaan perlakuan komunikasi terapeutik.

Setelah data terkumpul lalu dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS dengan uji t-dependent paired sampel t-test untuk mengukur skala


(40)

nyeri sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik dan diperoleh mean perbedaan sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik.

I. Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, setelah semua data terkumpul, diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi, maka peneliti melakukan analisa data dan melalui beberapa tahap :

a. Editing (Pemeriksaan Data)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Pada penelitian ini melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan data responden.

b. Coding (Pengkodean Data)

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan kedalam bentuk tabel. c. Processing

Dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi (SPSS).

d. Cleansing (Pembersihan data)

Data yang telah di tabulasi, diperiksa kembali kelengkapan dan kebenarannya (Hidayat, 2007).

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis data. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.

1. Univariat

Data yang bersifat kategorik dicari frekuensi dan persentasenya yakni data demografi ibu inpartu meliputi usia, status kehamilan (gravida), pendidikan, dan


(41)

30

pekerjaan. Sedangkan data yang bersifat numerik dicari mean dan standart deviasinya yakni skala nyeri persalinan melalui statistik deskriptif. Hasil data dibuat dalam bentuk tabel.

2. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase laten (0-3cm). Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistik uji t-dependen yaitu uji statistik Paired sample t-test untuk mengukur skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi teraupetik pada kelompok intervensi dan diperoleh mean perbedaan sebelum dengan sesudah pada kelompok intervensi. Taraf signifikan (α = 0.05), pedoman dalam menerima hipotesis : jika data probabilitas (p) < 0.05 maka H0 ditolak dan apabila nilai (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak.


(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti pada bulan Februari - Mei 2014 di Klinik Delima Medan. Data diperoleh dengan mengkaji intensitas nyeri yang ibu rasakan dengan menggunakan skala nyeri. Dengan jumlah responden adalah sebanyak 42 orang.

Berdasarkan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Komunikasi Teraupetik Dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014 ” disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan dijelaskan sesuai dengan tabel sebagai berikut :


(43)

32

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yakni data demografi ibu inpartu meliputi umur, status kehamilan, pendidikan, pekerjaan, intensitas nyeri.

a. Karakteristik Responden

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Data Demografi Ibu Inpartu di Klinik Delima Medan Tahun 2014

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

1 Umur

<20 tahun 2 4,8

20-35 tahun 33 78,6

>35 tahun 7 16,7

Jumlah 42 100

2 Gravida

Primi gravida 15 35,7

Secundi gravida 10 23,8

Multi gravida 14 33,3

Grande gravida 3 7,1

Jumlah 42 100

3 Pendidikan

SD 6 14,3

SMP 13 31,0

SMA 21 50,0

PT 2 4,8

Jumlah 42 100

4 Pekerjaan

Bekerja 19 54,8

Tidak bekerja 23 45,2

Total 42 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa usia responden mayoritas berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 33 orang (78,6%), status kehamilan responden mayoritas primi gravida sebanyak 15 orang (35,7%), tingkat pendidikan responden mayoritas SMA sebanyak 21 orang (50,0%), dan pekerjaan responden mayoritas tidak bekerja sebanyak 23 orang (54,8%)


(44)

b. Intensitas Nyeri Responden Sebelum diberikan Intervensi Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Intervensi Kepada Ibu Inpartu kala I Fase Laten

di Klinik Delima Tahun 2014

Karakteristik Frekuensi %

Sebelum diberikan komunikasi teraupetik

Tidak ada nyeri - -

Nyeri ringan - -

Nyeri sedang 17 40,5

Nyeri berat 20 47,6

Nyeri sangat berat 5 11,9

Jumlah 42 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa intensitas nyeri responden sebelum dilakukan komunikasi teraupetik mayoritas berada pada tingkatan nyeri berat sebanyak 20 orang (47,6).

c. Intensitas Nyeri Responden Sesudah diberikan Intervensi Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Intervensi Kepada Ibu Inpartu Kala I Fase Laten

di Klinik Delima Tahun 2014

Karakteristik Frekuensi %

Sesudah diberikan komunikasi teraupetik

Tidak ada nyeri - -

Nyeri ringan 9 21,4

Nyeri sedang 24 57,1

Nyeri berat 7 16,7

Nyeri sangat berat 2 4,8

Jumlah 42 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa intensitas nyeri responden sesudah dilakukan komunikasi teraupetik mayoritas berada pada tingkatan nyeri sedang sebanyak 24 orang (57,1)


(45)

34

2. Analisis Bivariat

Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistik uji t-dependent paired t-test yaitu mengetahui adanya pengaruh komunikasi teraupetuk dengan intensitas nyeri persalinan ibu inpartu kala I fase laten.

a. Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Tabel 5.5

Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Ibu Inpartu Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014

Variabel Mean Pvalue N

Intensitas nyeri sesudah dilakukan

komunikasi teraupetik 2,05 0,000 42

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dengan uji paired sample t-test diperoleh nilai p value 0,000 maka didapatkan p < α (0,000 < 0,05) sehingga Ha dalam penelitian ini diterima yang berarti ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di klinik Delima Medan.


(46)

B. Pembahasan

1. Intensitas Nyeri ibu inpartu sebelum diberikan intervensi di Klinik Delima Medan

Berdasarkan tabel 5.2 intensitas nyeri ibu inpartu sebelum diberikan intervensi di Klinik Delima Medan adalah ada 20 responden (47,6) yang mengatakan nyeri berada pada tingkatan nyeri berat.

Hal ini dikarenakan bahwa responden yang mengatakan nyeri berat memiliki rasa ketakutan dan kecemasan yang tinggi terhadap proses persalinan yang akan dilaluinya, serta kurangnya dukungan yang diberikan terhadap ibu.

Ibu yang akan bersalin biasanya mempunyai emosi berlebihan yang dapat menimbulkan suatu kecemasan. Kecemasan yang timbul dapat disebabkan karena dua faktor yaitu antara kesenangan dan rasa nyeri yang sedang dirasakan. Salah satu bentuk kecemasannya adalah berupa ansietas primer yang timbul karena tauma kelahiran (birth trauma), Salah satu bentuk kecemasan adalah freefloating anxiety yaitu suatu keadaan cemas dimana individu selalu memikirkan sesuatu hal yang buruk yang mungkin terjadi. Akibatnya ia akan selalu berada dalam keadaan cemas karena takut menghadapinya (Varney, 2001).

Nyeri persalinan menjadi lebih ringan seiring dengan makin sering dan efektifnya pengendalian nyeri. Bonica 1990 mengatakan bahwa menyiagakan wanita terhadap persalinan yang akan dihadapi akan dapat mengurangi nyeri. Ketegangan emosi akibat rasa cemas sampai rasa takut dapat memperberat presepsi nyeri selama persalinan. Nyeri atau kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan sehingga timbul kecemasan yang berakhir dengan kepanikan, keletihan dan kurang tidur yang dapat memperberat nyeri (metode dick-read).


(47)

36

Menurut teori bobak (2000) bahwa pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang belum mempunyai pengalaman melahirkan atau Ibu yang pertama melahirkan akan merasa cemas dan takut dalam menghadapi persalinan. Stres atau rasa takut secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan.

Maryunani (2010) menjelaskan bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu pada awal persalinan berhubungan dengan berbagai macam faktor yang terkait dengan proses persalinan. Dimana cara-cara untuk mengurangi kecemasan antara lain: memberikan informasi untuk mengetahui ketakutan yang jelas, membuat hubungan kerjasama dengan pendamping, menjadi pendengar yang baik, menunjukkan sikap simpatik, membantu dan komunikatif terhadap ibu yang akan bersalin.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2011) di BPS Uut Maschon, juga melakukan penelitian yang serupa tentang metode konseling dalam pengurangan rasa nyeri persalinan dan didapatkan hasil dari 30 (100%) responden, ada sebanyak 17 (56,7) responden mengalami nyeri ringan.

2. Intensitas Nyeri ibu inpartu sesudah diberikan intervensi di Klinik Delima Medan

Berdasarkan tabel 5.3 intensitas nyeri ibu inpartu sesudah diberikan intervensi di Klinik Delima Medan adalah ada 24 responden (57,1) yang mengatakan nyeri berada pada tingkatan nyeri sedang.

Hal ini dikarenakan bahwa responden yang mengatakan nyeri sedang sudah lebih siap secara psikologis dalam menghadapi proses persalinan sehingga ibu lebih percaya diri dan tidak takut dalam menghadapi proses persalinannya.


(48)

Sesuai yang dikemukan Fraklin (2000), bahwa jika ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, maka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang baik.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan komunikasi antara lain: menjalin hubungan yang mengenakkan dengan klien, hadir mendampingi klien, mendengarkan keluhan-keluhan klien, memberikan sentuhan dalam pendampingan klien, memberikan informasi kepada klien, mengadakan kontak fisik dengan klien, memberi pujian kepada klien atas usaha yang telah dilakukannya.

Pentingnya komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa membantu menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri merasa gugup dalam menghadapi persalinannya baik fisik ataupun mental belum siap maka timbul rasa ketakutan sehingga rasa nyeri akan semakin bertambah (Kartono, 1992).

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adriana (2012) terkait dengan pengaruh komunikasi teraupetik bidan terhadap intensitas nyeri persalinan, didapatkan hasil bahwa setelah diberikan komunikasi teraupetik terjadi perubahan atau penurunan tingkat nyeri yang sangat berarti dimana p value= 0,000 yang berarti (P<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan nyeri persalinan.

3. Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Pesalinan Kala I Fase Laten di klinik Delima Medan

Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik t-dependent pada tingkat


(49)

38

ditolak, maka secara statistik menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara komunikasi teraupetik dengan pengurangan intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten di klinik Delima Medan.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yusnita (2012), juga melakukan penelitian yang serupa tentang komunikasi teraupetik dan diperoleh hasil ada pengaruh komunikasi teraupetik terhadap nyeri persalinan pada ibu inpartu diruang kebidanan dan bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (0.004) sehingga hipotesa alternatif dalam penelitian ini diterima.

Pengaruh yang signifikan ini dipengaruhi banyak hal antara lain bersangkutan dengan Sikap, perilaku dan komunikasi bidan dalam berinteraksi dianggap berpengaruh terhadap kondisi yang dialami ibu. Penjelasan dari bidan dalam berinteraksi akan menurunkan ketakutan dan stres psikis ibu.

Komunikasi merupakan salah satu bentuk kewajiban penolong terhadap hak pasien untuk memperoleh informasi objektif dan lengkap tentang apa yang dialaminya. Komunikasi yang baik akan sangat membantu terbinanya hubungan antar manusia yang serasi diantara pasien dan penolong, keserasian hubungan sangat diperlukan dalam memperoleh rasa saling percaya (Safuddin, 2004 dalam yusnita, 2012.Hal.1).

Menurut Suryani (2008) komunikasi terapeutik pada ibu melahirkan merupakan pemberian bantuan pada ibu yang akan melahirkan dengan kegiatan bimbingan proses persalinan. Komunikasi dilaksanakan oleh bidan dengan memberikan penguatan kepada ibu bersalin.

Menurut beberapa teori yang ada bahwa nyeri persalinan yang timbul karena adanya rasa kecemasan, ketakutan dan kepanikan, yang dapat memperberat nyeri


(50)

persalinan akan mampu diatasi dengan pemberian komunikasi terapeutik, dimana terlihat bahwa tujuan dari komunikasi terapeutik itu sendiri adalah mengurangi beban pikiran rasa takut dan cemas yang dihadapi oleh pasien, mengurangi keraguan yang ada pada diri sendiri dan mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Damaiyanti, 2008).

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian disini adalah pada pengukuran intensitas nyeri tidak sama pada setiap responden, ini disebabkan kedatangan pasien yang berbeda, dimana pasien datang pembukaannya tidak semua sama antara responden yang satu dan responden yang lainnya. Dan keterbatasan lainnya adalah pada responden yang primigravida sering terjadi perlakuan komunikasi yang terputus-putus. Hal ini dikarenakan pada primigravida banyak responden yang minta untuk pulang kerumahnya dulu dan akan kembali keklinik jika nyeri yang ia rasakan sudah sangat tak terhanakan lagi

C. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan

Dari hasil penelitian telah diketahui bahwa pemberian komunikasi teraupetik sebagai salah satu dari teknik nonfarmakologi berpengaruh terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I fase laten. Jadi, teknik komunikasi teraupetik dapat digunakan dalam asuhan kebidanan pada ibu inpartu untuk membantu ibu mengurangi rasa nyeri persalinan tanpa efek samping pada ibu dan bayi.


(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengaruh komunikasi tersupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada 20 responden (47,6) yang mengatakan mengalami nyeri berat sebelum dilakukan intervensi komunikasi teraupetik

2. Ada 24 responden (57,1) yang mengatakan mengalami nyeri sedang sesudah dilakukan intervensi komunikasi teraupetik

3. Ada pengaruh yang signifikan terhadap intensitas nyeri sedudah dilakukan

komunikasi teraupetik dengan α = 0,05 (95%) Nilai p (0,000), maka


(52)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas maka peneliti memberikan sedikit saran berdasarkan pemikiran serta pengetahuan sederhana sebagai berikut :

1. Diharapkan agar petugas kesehatan di klinik maupun rumah sakit bersalin untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada ibu bersalin dengan penerapan metode komunikasi terapeutik yang baik sebagai salah satu intervensi dalam mengurangi nyeri persalinan

2. Diharapkan agar institusi pendidikan untuk lebih meningkatkan perkembangan ilmu kebidanan sehingga dapat meningkatakn pengetahuan peserta didik terutama mengenai asuhan pada ibu dalam masa persalinan 3. Diharapkan agar peneliti selanjutnya untuk dapat lebih memperluas penelitian

ini guna mendapatkan hasil yang dapat memberikan pembaharuan dalam upaya peningkatan kesehatan ibu dalam masa persalinan.


(53)

42

DAFTAR PUSTAKA

Ancheta. R, & Simkin. P. (2005). Buku Saku Persalinan. Jakarta : EGC

Bangun, Adriana. (2012). Pengaruh Komunikasi Teraupetik Terhadapa Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase aktif di Klinik Santi Medan. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Diambil pada tanggal 18 November 2013 http://www.repository.usu.ac.id

Bare, B. G., dan Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC

Bari Saifudin, A (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo

Bobak, I. M., at all. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Farrer, Hellen. (2001). Perawatan Maternitas (Terjemahan). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Indrawati. (2011). Metode Konseling Dalam Pengurangan Rasa Nyeri Persalinan di BPS Uut Maschon. Diambil pada tanggal 18 November 2013 dari http://www.dinamikakebidanan.com

Indrawati. T, Sujianto. U, & Uripni. C. L. (2002). Komunikasi Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Jones – Lewellyn, D. (2002). Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi Edisi 6 (Terjemahan). Jakarta : Hiprokates.

Leveno, K., J. (2009). Obstetri Williams. Ed-21. Jakarta : EGC Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC

Meiliasari, M., dan Danuatmaja, B. (2004). Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta : Puspa Swara

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta : SalembaMedika

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo

Purwanto, H (1994). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(54)

Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktek. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Walsh, L. V. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Yusnita, R. (2012). Pengaruh komunikasi teurapetik bidan terhadap nyeri persalinan pada ibu bersalin di ruang kebidanan dan bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. Diambil pada tanggal 18 November 2013 dari http://www. Journal.cpp//indexd/html

Yuswanto. T. J. A, dan Yulifah. R. (2009) Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika


(55)

44

Lampiran 1

INFORMED CONSENT Assalamualaikum Wr. Wb/ Salam Sejahtera

Dengan Hormat,

Nama saya Rina Sari, sedang menjalani pendidikan di program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima tahun 2014 ”.

Adapun tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten. Komunikasi Teraupetik didefinisikan sebagai komunikasi yang direncanakan secara sadar, dimana tujuan utamanya adalah untuk kesembuhan pasien. Komunikasi teraupetik memiliki peranan yang penting dalam membantu seorang klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan memiliki keterampilan dalam berkomunikasi teraupetik, bidan diharapkan akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan

Adapun hasil dari penelitian ini tidak akan memberikan dampak negatif bagi saudara. Saudara tidak dikutip biaya apapun dalam penelitian ini. Kerahasiaan mengenai imformasi yang telah di berikan oleh saudara akan terjamin. Keikutsertaan saudara dalam penelitian ini adalah dengan sukarela. Bila saudara tidak bersedia, saudara berhak menolak diikutsertaan dalam penelitian ini dan tidak akan ada konsekuensi, perlakuan yang tidak layak maupun membeda-bedakan dengan yang lainnya.


(56)

Apabila saudara bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, harap menandatangani formulir sebagai tanda persetujuan. Atas partisipasi saudara saya ucapkan terimakasih.


(57)

46

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Rina sari /135102093 adalah mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang pengaruh komunikasi teraupetik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase laten. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dalam memberikan jawaban atas wawancara sesuai dengan pendapat ibu tanpa di pengaruhi oleh orang lain. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu. Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukrela, sehingga bebas mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apa pun. Identitas pribadi ibu dan semua informasi yang ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya di gunakan untuk keperluan ini saja. Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.

Peneliti Medan, Februari 2014

Responden


(58)

Lampiran 3

LEMBARAN KUISIONER

Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014

I. Data Demografi

1. Usia :

2. Status Kehamilan :

3. Pendidikan :

4. Pekerjaan :

II. Pengkajian Skala Nyeri

Petunjuk : angka 0 tidak ada nyeri, angka 1-3 nyeri ringan, angka 4-6 nyeri sedang, angka 7-8 nyeri berat, angka 9-10 nyeri sangat berat. Silakan ibu menunjukkan salah satu angka yang sesuai tingkat nyeri yang ibu rasakan. Visual Numerical Rating Scale (VNRS)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :

Tidak ada nyeri 0 Tidak merasakan sakit atau nyeri

Nyeri ringan

1 Masih dapat berkomunikasi dengan baik 2 Mendesis, menyeringai

3 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri Nyeri sedang 4 Masih dapat mendeskripsikan nyeri

5 Masih dapat mengikuti perintah dengan baik

6 Tidak dapat mengikuti perintah tapi masih dapat merespon terhadap tindakan

Nyeri berat

7 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

8 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

Nyeri sangat berat

9 Sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

10

Tidak mampu berkomunikasi lagi dan mengatasi nyeri yang dirasakan


(59)

48

Lampiran 4

Tabel Prosedur Pelaksanaan Komunikasi teraupetik di Klinik Delima Medan Tahun 2014

No Tindakan

1 Menjelaskan maksud, tujuan, dan cara dilakukannya tindakan komunikasi teraupetik

2 Mengkaji intensitas nyeri ibu sebelum dilakukan intervensi dengan menggunakan skala nyeri yang ada dikuisioner yang sudah dijelaskan cara pengisiannya

3 Tindakan komunikasi teraupetik yang dilakukan antara lain :

a. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk mengutarakan keluhannya tentang nyeri persalinan

b. Mendengarkan keluhan ibu tentang nyeri persalinan dengan penuh perhatian

c. Mengarahkan ibu untuk fokus mengutarakan keluhan nyeri persalinan yang dirasakannya

d. Mengulangi kembali apa yang ibu sampaikan tentang keluhan nyeri persalinan yang dirasakannya

e. Memberikan kesempatan kepada ibu mengekpresikan nyeri yang dirasakannya

f. Menjelaskan kembali masalah nyeri yang dirasakan ibu

g. Memberikan masukan kepada ibu untuk membantu mengurangi nyeri yang dirasakannya

h. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk merespon pesan yang disampaikan

i. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk melanjutkan pembicaraan tentang nyeri yang dirasakannya

j. Meminta ibu untuk mengutarakan semua perasaan tentang nyeri persalinanyang dirasakannya

k. Memberikan informasi kepada ibu untuk mengurangi nyeri persalinan yang dirasakannya

l. Memberi kesimpulan kepada ibu tentang keluhan nyeri persalinan yang dirasakannya

m. Mendanpini ibu untuk mengatasi keluhan nyeri persalinan

n. Memberikan humor yang dapat mengurangi keluhan nyeri persalinan ibu

o. Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu untuk dapat mengatasi nyeri persalinan.

4 Mengkaji Kembali intensitas nyeri ibu sesudah dilakukan intervensi dengan menggunakan skala nyeri yang ada dikuisioner yang sudah dijelaskan cara pengisiannya


(60)

Lampiran 5

PROTAP PENELITIAN 1. Memberikan informed concent kepada responden

2. Peneliti mengkaji derajat nyeri yang dialami responden sebelum dilakukan intervensi

3. Melakukan tindakan komunikasi teraupetik selama 20 menit

4. Peneliti mengkaji derajat nyeri yang dialami responden sesudah dilakukan intervensi


(61)

50


(62)

(63)

52

DISTRIBUSI FREKUENSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik Responden Frekuensi

Umur

< 20 tahun 19 tahun 2

20 – 35 tahun

20 tahun 1

23 tahun 1

24 tahun 2

25 tahun 3

26 tahun 6

27 tahun 4

28 tahun 3

29 tahun 4

30 tahun 2

31 tahun 1

32 tahun 5

33 tahun 3

35 tahun 2

>35

36 tahun 1

39 tahun 1

41 tahun 1

Jumlah 42

Karakteristik Responden Frekuensi

Gravida

Primi 1 orang 15

Secundi 2 orang 10

Multi

3 orang 9

4 orang 4

5 orang 1

Grande 6 orang 2

7 orang 1


(64)

Karakteristik Responden Frekuensi

Pendidikan

SD Tamat SD 6

SMP Tamat SMP 13

SMA Tamat SMA 21

PT Sarjana 2

Jumlah 42

Karakteristik Responden Frekuensi

Pekerjaan

Tidak Bekerja IRT 23

Bekerja Wiraswasta 12

PNS 1

Pegawai swasta 4

Guru 2


(65)

54

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sebelum Diberikan Intervensi

No. Res Tingkatan Nyeri Tidak ada nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat

F %

1 - - - √ 1 2,34

2 - - - - √ 1 2,43

3 - - √ - - 1 2,34

4 - - √ - - 1 2,34

5 - - - √ - 1 2,34

6 - - - √ - 1 2,34

7 - - √ - - 1 2,34

8 - - - √ - 1 2,34

9 - - - √ - 1 2,34

10 - - √ - - 1 2,34

11 - - √ - - 1 2,34

12 - - - √ - 1 2,34

13 - - √ - - 1 2,34

14 - - - - √ 1 2,34

15 - - √ - - 1 2,34

16 - - √ - - 1 2,34

17 - - √ - - 1 2,34

18 - - - - √ 1 2,34

19 - - √ - - 1 2,34

20 - - - √ - 1 2,34

21 - - √ - - 1 2,34

22 - - - - √ 1 2,34

23 - - √ - - 1 2,34

24 - - - √ - 1 2,34

25 - - - √ - 1 2,34

26 - - - - √ 1 2,34

27 - - - √ - 1 2,34

28 - - - √ - 1 2,34

29 - - - √ - 1 2,34

30 - - √ - - 1 2,34

31 - - - √ - 1 2,34

32 - - - √ - 1 2,34

33 - - - √ - 1 2,34

34 - - √ - - 1 2,34

35 - - - √ - 1 2,34

36 - - √ - - 1 2,34

37 - - - √ - 1 2,34

38 - - - √ - 1 2,34

39 - - √ - - 1 2,34

40 - - - √ - 1 2,34

41 - - - √ - 1 2,34

42 - - √ - - 1 2,34


(66)

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah Diberikan Intervensi

No. Res Tingkatan Nyeri Tidak ada nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat

F %

1 - - √ - - 1 2,34

2 - - - √ - 1 2,43

3 - √ - - - 1 2,34

4 - √ - - - 1 2,34

5 - - √ - - 1 2,34

6 - - √ - - 1 2,34

7 - √ - - - 1 2,34

8 - - √ - - 1 2,34

9 - - √ - - 1 2,34

10 - √ - - - 1 2,34

11 - √ - - - 1 2,34

12 - - √ - - 1 2,34

13 - √ - - - 1 2,34

14 - - - √ - 1 2,34

15 - - √ - - 1 2,34

16 - - √ - - 1 2,34

17 - √ - - - 1 2,34

18 - - - √ - 1 2,34

19 - - √ - - 1 2,34

20 - - √ - - 1 2,34

21 - √ - - - 1 2,34

22 - - - - √ 1 2,34

23 - - √ - - 1 2,34

24 - - √ - - 1 2,34

25 - - - √ - 1 2,34

26 - - - - √ 1 2,34

27 - - - √ - 1 2,34

28 - - - √ - 1 2,34

29 - - - √ - 1 2,34

30 - - √ - - 1 2,34

31 - - √ - - 1 2,34

32 - - √ - - 1 2,34

33 - - √ - - 1 2,34

34 - - √ - - 1 2,34

35 - - √ - - 1 2,34

36 - √ - - - 1 2,34

37 - - √ - - 1 2,34

38 - - √ - - 1 2,34

39 - - √ - - 1 2,34

40 - - √ - - 1 2,34

41 - - √ - - 1 2,34

42 - - √ - - 1 2,34


(67)

56

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Intervensi

Tingkatan nyeri Ya % Tidak %

Tidak ada nyeri

0 Tidak merasakan nyeri Atau sakit

0 0 42 100

Nyeri ringan

1 Masih dapat berkomunikasi dengan baik

0 0 42 100

2 Mendesis, menyeringai 0 0 42 100

3 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri

0 0 42 100

Nyeri sedang

4 Masih dapat mendeskripsikan nyeri

6 14,3 36 85,7 5 Masih dapat mengikuti

perintah dengan baik

8 19,04 34 80,9 6 Tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih dapat merespon terhadap tindakan

3 7,1 39 92,8

Nyeri berat

7 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

13 30,9 29 69,04

8 Tidak dapat mengatasi rasa nyerinya

7 16,6 33 78,6

Nyeri sangat berat

9 Sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

3 7,1 39 92,8 10 Tidak mampu berkomunikasi

lagi dan mengatasi nyeri yang dirasakan

2 4,8 40 95,2


(68)

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Intervensi

Tingkatan nyeri Ya % Tidak %

Tidak ada nyeri

0 Tidak merasakan nyeri Atau sakit

0 0 42 100

Nyeri ringan

1 Masih dapat berkomunikasi dengan baik

5 11,9 37 88,0 2 Mendesis, menyeringai 0 0 42 100 3 Masih dapat menunjukkan

lokasi nyeri

4 9,5 38 90,5

Nyeri sedang

4 Masih dapat mendeskripsikan nyeri

8 19,0 34 80,9 5 Masih dapat mengikuti

perintah dengan baik

11 26,2 31 73,8 6 Tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih dapat merespon terhadap tindakan

6 14,3 39 85,7

Nyeri berat

7 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

2 4,8 40 95,2

8 Tidak dapat mengatasi rasa nyerinya

5 11.9 37 88,0

Nyeri sangat berat

9 Sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

0 0 42 100

10 Tidak mampu berkomunikasi lagi dan mengatasi nyeri yang dirasakan

2 4,8 40 95,2


(1)

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah Diberikan Intervensi

No. Res Tingkatan Nyeri Tidak ada nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat

F %

1 - - √ - - 1 2,34

2 - - - √ - 1 2,43

3 - √ - - - 1 2,34

4 - √ - - - 1 2,34

5 - - √ - - 1 2,34

6 - - √ - - 1 2,34

7 - √ - - - 1 2,34

8 - - √ - - 1 2,34

9 - - √ - - 1 2,34

10 - √ - - - 1 2,34

11 - √ - - - 1 2,34

12 - - √ - - 1 2,34

13 - √ - - - 1 2,34

14 - - - √ - 1 2,34

15 - - √ - - 1 2,34

16 - - √ - - 1 2,34

17 - √ - - - 1 2,34

18 - - - √ - 1 2,34

19 - - √ - - 1 2,34

20 - - √ - - 1 2,34

21 - √ - - - 1 2,34

22 - - - - √ 1 2,34

23 - - √ - - 1 2,34

24 - - √ - - 1 2,34

25 - - - √ - 1 2,34

26 - - - - √ 1 2,34

27 - - - √ - 1 2,34

28 - - - √ - 1 2,34

29 - - - √ - 1 2,34

30 - - √ - - 1 2,34

31 - - √ - - 1 2,34

32 - - √ - - 1 2,34

33 - - √ - - 1 2,34

34 - - √ - - 1 2,34

35 - - √ - - 1 2,34

36 - √ - - - 1 2,34

37 - - √ - - 1 2,34

38 - - √ - - 1 2,34

39 - - √ - - 1 2,34

40 - - √ - - 1 2,34

41 - - √ - - 1 2,34

42 - - √ - - 1 2,34

Jumlah 42 100


(2)

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Intervensi

Tingkatan nyeri Ya % Tidak %

Tidak ada nyeri

0 Tidak merasakan nyeri Atau sakit

0 0 42 100

Nyeri ringan

1 Masih dapat berkomunikasi dengan baik

0 0 42 100

2 Mendesis, menyeringai 0 0 42 100

3 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri

0 0 42 100

Nyeri sedang

4 Masih dapat mendeskripsikan nyeri

6 14,3 36 85,7

5 Masih dapat mengikuti perintah dengan baik

8 19,04 34 80,9 6 Tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih dapat merespon terhadap tindakan

3 7,1 39 92,8

Nyeri berat

7 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

13 30,9 29 69,04

8 Tidak dapat mengatasi rasa nyerinya

7 16,6 33 78,6

Nyeri sangat berat

9 Sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

3 7,1 39 92,8

10 Tidak mampu berkomunikasi lagi dan mengatasi nyeri yang dirasakan

2 4,8 40 95,2

Jumlah 42


(3)

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Intervensi

Tingkatan nyeri Ya % Tidak %

Tidak ada nyeri

0 Tidak merasakan nyeri Atau sakit

0 0 42 100

Nyeri ringan

1 Masih dapat berkomunikasi dengan baik

5 11,9 37 88,0

2 Mendesis, menyeringai 0 0 42 100

3 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri

4 9,5 38 90,5

Nyeri sedang

4 Masih dapat mendeskripsikan nyeri

8 19,0 34 80,9

5 Masih dapat mengikuti perintah dengan baik

11 26,2 31 73,8 6 Tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih dapat merespon terhadap tindakan

6 14,3 39 85,7

Nyeri berat

7 Masih dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri

2 4,8 40 95,2

8 Tidak dapat mengatasi rasa nyerinya

5 11.9 37 88,0

Nyeri sangat berat

9 Sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

0 0 42 100

10 Tidak mampu berkomunikasi lagi dan mengatasi nyeri yang dirasakan

2 4,8 40 95,2

Jumlah 42


(4)

Lampiran 8


(5)

Lampiran 9


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Rina Sari

Tempat/Tgl lahir : Medan, 10 Oktober 1992 Agama : Islam

Alamat : Jl. Halat Gg.Terbatas No.8 Medan

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1998 – 2004 : SD Negeri 060813 Medan 2004 – 2007 : SMP Negeri 04 Medan 2007 – 2010 : SMA Negeri 06 Medan

2010 – 2013 : Mengikuti Program Studi Diploma III Akademi Kebidanan Hafsyah Medan

2013 – 2014 : Mengikut i Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara