Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif 4-8cm di Klinik Santi Medan Tahun 2012.

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP

INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I

FASE AKTIF DI KLINIK SANTI MEDAN

ADRIANA BANGUN

NIM : 115102060

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Diklinik Santi Medan

Nama : Adriana Bangun

Program : Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Usu Tahun : 2012

Abstrak

Latar belakang : Persalinan suatu proses membuka dan menipisnya serviks serta terjadi di kontraksi uterus sehingga menyebabkan nyeri pada proses persalinan. Manajemen nyeri persalinan dapat diterapkan secara nonfarmakologis, salah satunya adalah komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk mengurangi nyeri, kecemasan, dan waktu persalinan lebih pendek secara bermakna.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif.

Metedologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-eksperimen yang bersifat one group pretest-postest. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 40 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel. Analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Hasil : Penelitian diperoleh karakteristik responden sebagian besar berusia 20-35 tahun sebanyak 35 orang (87,5%), tidak bekerja sebanyak 27 orang (67,5%), pendidikan SMA sebanyak 17 orang (42,5%), status perkawinan sebanyak 40 orang (100%), dan status kehamilan primigravida sebanyak 16 orang (40%). Tingkat nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik sebagian besar ada pada tingkat mengganggu aktifitas sebanyak 16 orang (40%), sesudah komunikasi terapeutik pada tingkat nyeri agak sakit sebanyak 17 orang (42,5%). Intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik rata-rata 44,5 dan sesudah rata-rata 3,50. Rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah 4,45 dengan standart deviasi 0,846, dan rata-rata intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi 3,50 dengan standart deviasi 1,038. Hasil uji Wilcoxon intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik diperoleh nilai p=0,000. Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif. Sehingga disarankan agar bidan mampu melakukan komunikasi terapeutik yang baik dan benar sebagai intervensi untuk mengurangi intensitas nyeri dalam asuhan ibu bersalin normal.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif 4-8cm di Klinik Santi Medan Tahun 2012.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.

2. Nur Asnah Sitohang, S,Kp, Ns, M.Kep. selaku ketua program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU.

3. Mula Tarigan, S.Kp.M.Kes selaku dosen pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberi arahan dan bimbingan.

4. Nur Asiah, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen Akademik peneliti.

5. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU.

6. Bidan Santi Milala, AMKeb selaku pimpinan klinik bersalin Santi yang telah memberikan izin penelitian.

7. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa. 8. Teman- teman satu bimbingan yang selalu bersama dalam suka dan duka

selama menyelesaikan karya tulis ilmiah.

9. Teman- teman D-IV Bidan Pendidik yang telah memberikan dukungan, dan semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

1. Bagi Penulis ... 4

2. Bagi klien……….. ... 5

3. Bagi klinik ... 5

4. Bagi Instansi Pendidikan ... 5

5. Bagi Ilmu Pengetahuan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi ... 6

1. Prinsip Dasar Komunikasi ... 6

2. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 6

B. Komunikasi Terapeutik ... 7

1. Pengertian ... 7

2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik ... 7

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 8

4. Tahapan Komunikasi Terapeutik ... 8

5. Hal Yang Harus Dperhatikan Komunikasi Terapeutik ... 12

6. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik ... 14

7. Komunikasi Terapeutik Pada Ibu Melahirkan ... 16

C. Nyeri ... 17


(7)

2. Intensitas Nyeri ... 18

D. Nyeri Persalinan ... 19

1. Pengertian Nyeri Persalinan ... 19

2. Fisisologi Persalinan ... 20

3. Klasifikasi Nyeri ... 21

4. Penatalaksaan Nyeri ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP A.Kerangka Konsep ... 24

B. Hipotesis ... 24

C. Defenisi Operasiosional ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 26

B.Populasi dan Sampel ... 26

C.Tempat Penelitian ... 28

D.Waktu Penelitian ... 28

E. Etika Penelitian ... 28

F. Alat Pengumpulan Data ... 28

G.Validitas dan Realibilitas ... 29

H.Prosedur Pengumpulan Data ... 29

I. Analisis Data ... 31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 33

B. Pembahasan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi responden berdasarkan karakteristik berdasarkan data demografi ibu inpartu pada nyeri persalinan di klinik bersalin santi medan februari-mei 2012……… 36 Tabel 5.2 : Distribusi responden berdasarkan intervensi sebelum dan

sesudah komunikasi terapeutik pada nyeri persalinan di Klinik Bersalin Santi Medan Februari-mei 2012……… 36 Tabel 5.3 : Perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi komunikasi terapeutik di Klinik Bersalin Santi Medan Februari-Mei 2012 ……….. 36 Tabel 5.4 : Nilai Pvalue intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan

komunikasi terapeutik diKlinik Bersalin Santi Medan


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka Konsep………..………. 24 Skema 2 : Defenisi Operasional………..……… 25 Skema 3 : Desain Penelitian………..……….. 26


(10)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 : Kuisioner

Lampiran 3 : Prosedur Tindakan Komunikasi Terapeutik Lampiran 4 : Persetujuan Melaksanakan penelitian


(11)

Judul : Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Diklinik Santi Medan

Nama : Adriana Bangun

Program : Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Usu Tahun : 2012

Abstrak

Latar belakang : Persalinan suatu proses membuka dan menipisnya serviks serta terjadi di kontraksi uterus sehingga menyebabkan nyeri pada proses persalinan. Manajemen nyeri persalinan dapat diterapkan secara nonfarmakologis, salah satunya adalah komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk mengurangi nyeri, kecemasan, dan waktu persalinan lebih pendek secara bermakna.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif.

Metedologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-eksperimen yang bersifat one group pretest-postest. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 40 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel. Analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Hasil : Penelitian diperoleh karakteristik responden sebagian besar berusia 20-35 tahun sebanyak 35 orang (87,5%), tidak bekerja sebanyak 27 orang (67,5%), pendidikan SMA sebanyak 17 orang (42,5%), status perkawinan sebanyak 40 orang (100%), dan status kehamilan primigravida sebanyak 16 orang (40%). Tingkat nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik sebagian besar ada pada tingkat mengganggu aktifitas sebanyak 16 orang (40%), sesudah komunikasi terapeutik pada tingkat nyeri agak sakit sebanyak 17 orang (42,5%). Intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik rata-rata 44,5 dan sesudah rata-rata 3,50. Rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi terapeutik adalah 4,45 dengan standart deviasi 0,846, dan rata-rata intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi 3,50 dengan standart deviasi 1,038. Hasil uji Wilcoxon intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik diperoleh nilai p=0,000. Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif. Sehingga disarankan agar bidan mampu melakukan komunikasi terapeutik yang baik dan benar sebagai intervensi untuk mengurangi intensitas nyeri dalam asuhan ibu bersalin normal.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Distosia persalinan, persalinan disfungsi, tidak ada kemajuan persalinan semua istilah ini mengacu pada kemajuan persalinan yang lambat atau tidak ada kemajuan, yang merupakan suatu dari komplikasi persalinan yang mengkhawatirkan. Jelas bahwa pencegahan distosia tidak hanya menurunkan jumlah obstetrik yang beresiko, namun juga menghindarkan para wanita dari perasaan takut dan kecewa yang sering kali menyertai persalinan memanjang atau persalinan dengan komplikasi. Kemungkinan penyebab distosia cukup banyak salah satu diantaranya adalah nyeri, kecemasan dan keadaan emosional wanita (Simkin, 2005).

Wanita hamil sering khawatir tentang rasa yang akan mereka alami saat melahirkan dan bagaimana mereka akan bereaksi untuk mengatasi nyeri tersebut. Nyeri persalinan bukan hal baru yang dikenal sekarang tetapi sejak zaman dahulu dan tampaknya rasa nyeri pada persalinan pada zaman dahulu tidak berbeda dengan nyeri yang dialami oleh wanita zaman sekarang. Rasa nyeri dalam persalinan disebabkan oleh kombinasi peregangan segmen bawah rahim dan dilatasi serviks (Farer, 1999). Nyeri persalinan menjadi lebih ringan seiring dan efektifnya pengendalian nyeri (Mender, 2003). Reaksi terhadap rasa nyeri bersifat subjektif antar individu dan dipengaruhi oleh intensitas serta lamanya his, besar pembukaan, regangan segmen bawah rahim, umur pasien, banyaknya persalinan, besar janin (Farer, 1999). Untuk menghadapi proses persalinan ini tidak semua klien (pasien) bisa dengan tenang menghadapinya, ada pula yang memperlihatkan reaksi seperti berteriak-teriak.


(13)

Rasa nyeri persalinan dapat dikurangi baik dengan menggunakan metode farmakologik maupun nonfarmakologik yang terkait dengan tiga tujuan dasar pengurangan nyeri persalinan yaitu mengurangi perasaan nyeri dan tegang, menjaga agar pasien dan janinnya sedapat mungkin tetap terbebas dari efek depresif yang ditimbulkan oleh obat, dan mencapai tujuan ini tanpa menggangu kontraksi rahim (Farer, 1996). Teori gerbang kendali menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi presepsi individu mengenai intensitas nyeri, dan sebagian dari faktor ini adalah psikologis bukan fisiologis. Dalam persalinan dukungan sosial mungkin salah satu faktor yang dapat mengurangi rasa nyeri persalinan (Mender, 2003). Pemberian dukungan ini adalah menjadi tugas bidan, dimana bidan harus bisa tanggap dalam memberikan asuhannya, disini komunikasi sangat diperlukan. Dalam dunia kesehatan ataupun kebidanan, teknik komunikasi dikenal dengan komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan tujuan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik ini bertujuan untuk mengurangi beban perasaan dan rasa takut yang ada pada pasien, mengurangi keraguan pasien serta dapat mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Taufik, 2010). Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam komunikasi dengan ibu bersalin antara lain: menjalin hubungan yang mengenakkan dengan klien (rapport), hadir mendampingi klien selama persalinan, mendengarkan keluhan-keluhan pesien selama proses persalinan, memberikan sentuhan dalam pendampingan klien, memberikan informasi tentang kemajuan persalinan, memandu persalinan, mengadakan kontak fisik dengan pasien, memberi pujian kepada pasien atas usaha yang telah


(14)

dilakukannya dan memberi ucapan selamat atas kelahiran bayinya (Wulandari, 2009).

Pentingnya komunikasi terapeutik dalam menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh persalinan sangat diperlukan, oleh karena itu bidan dalam persalinan harus bisa membantu menimbulkan rasa percaya diri, karena bila klien itu sendiri grogi atau gugup dalam persalinannya baik fisik ataupun mental belum siap maka timbul rasa ketakutan sehingga rasa nyeri akan semakin bertambah (Kartono, 1992). Awal abad ini Dick-Read menyusun ide bahwa ketakutan menyebabkan atau paling tidak dapat memperburuk nyeri persalinan. Selama tiga dekade terakhir makin banyak minat untuk menerapkan cara penanggulangan nyeri pada persalinan tanpa memakai obat-obatan.

Berdasarkan jurnal penelitian Setiawan bahwa komunikasi terapeutik berefek baik terhadap tingkat kecemasan pre operasi yaitu, sebanyak 84,6% cemas ringan, 15,4% cemas sedang, setelah dilakukan komunikasi terapeutik didapat cemas ringan bertambah yaitu 92,3% dan sedang 7,7%.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di klinik santi, dilakukan perlakuan komunikasi pada lima ibu bersalin, diperoleh hasil bahwa setelah mendapat perlakuan komunikasi terapeutik mengalami penurunan nyeri dibandingkan sebelum mendapat perlakuan komunikasi terapeutik.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif 4-8cm di klinik Santi tahun 2012.


(15)

B. Perumusan Masalah

Masalah pada penelitaian ini adalah, apakah ada pengaruh dilakukannya komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan pada ibu bersalin kala I fase aktif 4-8cm, di Kinik Santi Medan.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan pada ibu bersalin kala I fase aktif 4-8cm di Klinik bersalin Santi Medan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum melakukan komunikasi terapeutik.

b. Untuk mengetahui intensitas nyeri sesudah melakukan komunikasi terapeutik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Bagi penulis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai hubungan komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif 4-8cm di kinik Santi Medan.

2. Bagi klien

Diharapkan penelitian ini nantinya bermanfaat bagi ibu bersalin khususnya dalam mengurangi rasa nyeri persalinan yang dialaminya dan


(16)

memberikan kepuasan terhadap pelayanan kebidanan bagi klien dan keluarganya.

3. Bagi klinik

Diharapkan penelitian ini dapat menambah wacana Bidan dalam memberikan komunikasi terapeutik yang efektif bagi ibu bersalin khususnya dalam pengurangan nyeri persalinan

4. Bagi instansi pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan refrensi bagi peneliti berikutnya. 5. Bagi ilmu pengetahuan

Jika ditemukan korelasi positif antara komunikasi terapeutik dengan pengurangan rasa nyeri persalinan, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan baru dalam ilmu pengetahuan sebagai wacana baru.


(17)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi

1. Prinsip Dasar Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut kmunikasi non-verbal (Setiawati, 2008).

2. Bentuk-bentuk Komunikasi

Agar proses komunikasi kesehatan efektif dan terarah, dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi antara lain : komunikasi interpersonal, yaitu salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Komunikasi terapeutik termasuk dari komunikai interpersonal. Bentuk komunikasi yang lain adalh komunikasi masa, komunikasi ini menggunakan saluran (media) massa, atau berkomunikasi melalui media masa. Komunikasi melalui media masa kurang efektif dibanding dengan komunikasi interpersonal (Notoatmodjo, 2003).


(18)

B. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2005). Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien.

2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. a.Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip ”humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.


(19)

Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah. hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik

3. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Purwanto (1994), tujuan komunikasi terapeutik adalah, membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak memiliki tujuan yang spesifik dan pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan terapeutik berfungsi untuk mencapai kesembuhan pasien melalui perubahan dalam diri pasien. Karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Menurut Struart, G. W (1998) Struktur dalam proses komunikasi


(20)

terapeutik terdiri dari dari empat tahap yaitu tahap prainteraksi, tahap perkenanlan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Pada setiap tahap terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus diselesaikan

Pada tahap Pra-Interaksi, dimulai sebelum perawat bertemu dengan pasien. Perawat terlebih dahulu menggali kemampuan yang dimiliki sebelum kontak/berhubungan dengan klien termasuk kondisi kecemasan yang menyelimuti diri perawat sehingga terdapat dua unsur yang perlu dipersiapkan dan dipelajari pada tahap prainteraksi yaitu unsur diri sendiri dan unsur dari klien. Menurut Nasir et al (2009) dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien, kecemasan dan kekalutan diri, analisis kekuatan diri, dan waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan. Sedangkan, hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur klien adalah perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya, adat istiadat, dan tingkat pengetahuan.

Pada tahap perkenalan atau orientasi, perawat memulai kegiatan yang pertama kali dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi perawat adalah dirinya. Menurut Suryani (2006), Tugas perawat pada tahap perkenalan adalah pertama, membina hubungan rasa saling percaya dengan menunjukan penerimaan dan komunikasi terbuka. Penting bagi perawat untuk mempertahankan hubungan saling percaya agar klien dan perawat ada keterbukaan dan saling menutup-nutupi. Kedua, memodifikasi lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap respon klien


(21)

dan menunjukan penerimaan, serta membantu klien mengekspresikan perasaan dan pikirannya.

Menurut Nasir et al (2009), Perawat dituntut mampu membuat suasana tidak terlalu formal sehingga suasana tidak terkesan tegang dan tidak bersifat menginterograsi. Lingkungan yang kondusif membantu klien bisa berpikir jernih dan mengutarakan keluhan yang diderita secara terbuka, lengkap sistematis, dan objektif. Tugas perawat yang ketiga pada tahap perkenalan adalah membuat kontrak dengan klien. Menurut Suryani (2006) Kontrak harus disetujui bersama dengan klien antara lain, tempat, waktu pertemuan, dan topik pembicaraan. Dan, tugas yang keempat pada tahap ini, perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien dan divalidasi dengan tanda dan gejala yang lain, maka dari itu perawat perlu mendenarkan secara aktif untuk mengumpulkan data tersebut.

Perawat dituntut memiliki keahlian yang tinggi dalam menstimulasi klien maupun keluarga agar mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakan secara lengkap dan sistematis serta objektif. Keahlian yang harus dimiliki perawat adalah terkait dengan teknik komunikasi agar klien mengungkapkan keluhannya dengan sebenarnya tanpa dututup-tutupi ataupun diada-adakan sehingga mengacaukan rencana tindakan keperawatan.

Pada Tahap Kerja, biasanya merupakan tahap yang paling lama diantara tahap-tahap lain. Pada tahap ini, perawat dan klien bertemu untuk menyelesaikan masalah dan membentuk hubungan yang saling menguntungkan secara profesional, yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas perawat pada fase ini adalah memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien, memberi bantuan yang dibutuhkan


(22)

pasien, mendiskusikan dengan klien teknik-teknik untuk mencapai tujuan. Selain sebagai pemberi pelayanan, peran perawat sebagai pengajar dan konselor sangat diperlukan pada fase ini. Peran ini meliputi upaya meningkatkan motivasi klien untuk mempelajari dan melaksanakan aktivitas peningkatan kesehatan, untuk mengikuti program pengobatan dokter, dan untuk mengekspresikan perasaan/pengalaman yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan kebutuhan perawatan yang terbentuk, contohnya memberikan pengajaran tentang diet yang harus dipatuhi pasien dengan hemodialisa. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalkan ketakutan, kecemasan, ketidakpercayaan, dan tekanan pada klien (Tamsuri, 2005)

Tahap terakhir pada komunikasi terapeutik adalah tahap terminasi. Tahap terminasi dimulai ketika klien dan perawat memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan klien. Menurut Tamsuri (2005), tahap terminasi dibagi menjadi dua yaitu terminasi hubungan yang temporer, terjadi ketika perawat dan klien harus berpisah pada akhir shift perawat, sementara terminasi scara permanen dilakukan ketika klien telah sembuh (tujuan telah tercapai) atau dipindah ke unit lain atau ketika perawat pindah ke unit lain sehingga tidak memungkinan lagi pertemuan dengan klien dalam situasi profesional. Tugas perawat pada tahap ini menurut Suryani (2005) adalah mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan dan membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.


(23)

5. Hal-hal yang Harus diperhatikan Perawat dalam Komunikasi Terapeutik.

Dalam melakukan komunikasi terapeutik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan perawat, antara lain sikap perawat dalam melakukan hubungan, materi hubungan dan teknik komunikasi terapeutik.

Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi terapeutik. Egan dalam Kozier (1983) mengidentifikasi lima sikap atau cara menghadirkan diri secara fisik untuk memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu Berhadapan, posisi berhadapan menunjukan/memberi isyarat ”saya siap untuk anda”. Posisi yang tidak lurus menghadap wajah klien menunjukan keterlibatan yang kurang. Mempertahankan kontak mata, kontak mata sejajar menunjukan perawat menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Membungkuk ke arah klien, posisi membungkuk ke arah klien memberi makna ada keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu. Mempertahankan postur terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi.

Jarak yang terbentuk antara perawat dan klien menunjukan juga keintiman dan keterbukaan sikap dalam hubungan yang terbentuk antara perawat dan klien. Hall dalam kozier (1995) menyatakan bahwa hubungan intim berjarak dari nol (kontak tubuh) sampai 45 cm. Hubungan personal memiliki jarak antar individu antara 45-120 cm, hubungan sosial dalam jarak antara 1,2-3,6 meter, dan hubungan publik dengan jarak antarpersonal lebih dari 3,6 meter.


(24)

Lebih jauh, keintiman juga tercermin dari sentuhan tubuh, kemampuan merasakan bau tubuh, dan kehangatan suhu tubuh individu lain, serta frekuensi dan kualitas kontak mata terbentuk. Dan sikap yang yang terakhir yaitu rileks, sikap rileks menciptakan iklim kondusif bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan memungkinkan pengembangan komunikasi. Situasi yang rileks tercipta melalui posisi tubuh yang digunakan selama komunikasi, intonasi pembicaraan, dan penggunaan kata-kata yang tepat atau mengandung humor. Pemilihan kata juga penting untuk menimbulkan kesan rileks bagi klien. Situasi rileks penting bagi klien untuk meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan diri dengan perawat tetap mempertahankan kesan profesional.

Saat melakukan hubungan terapeutik, materi hubungan juga harus diperhatikan perawat. Materi dalam komunikasi terapeutik diorientasikan untuk mencapai tujuan hubungan. Isi (content) komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien dilakukan sesuai kontrak yang telah dibuat antara klien dan perawat sehingga nilai-nilai hubungan profesional tetap terjaga (Tamsuri, 2005).

Kemudian yang tidak kalah pentingnya harus diperhatikan adalah komunikasi terapeutik Sebagaimana penjelasan bahwa hubungan yang terbentuk antara perawat dan klien selalu memerlukan komunikasi dan mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi merupakan salah satu sarana untuk membina hubungan profesional antara perawat dan klien, penting kiranya seorang perawat memiliki keterampilan berkomunikasi supaya komunikasi yang dilakukan berguna untuk mempertahankan hubungan perawat-klien, mempengaruhi prilaku klien menuju pola-pola kesehatan,


(25)

miningkatkan integritas klien, dan akhirnya menimbulkan efek mengatasi masalah klien (Tamsuri, 2005).

6. Teknik-teknik komunikasi Terapeutik

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dari Tamsuri (2005)

a. Diam, yaitu tenang, tidak melakukan pembicaraan selama beberapa detik atau menit

b. Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima

c. Menghadirkan topik pembicaraan yang umum adalah dengan menggunakan pernyataan atau pertanyaan yang mendorong klien untuk berbicara, memilih topik pembicaraan dan memfasilitasi kelanjutan pembicaraan.

d. Menspesifikan adalah membuat pernyataan yang lebih spesifik dan tentatif

e. Menggunakan pertanyaan terbuka adalah menanyakan sesuatu yang bersifat luas, yang memberi klien kesempatan untuk mengeksplorasi (mengungkapkan, klarifikasi, menggambarkan, membandingkan, atau mengilustasikan)

f. Sentuhan adalah melakukan kontak fisik untuk meningkatkan kepedulian


(26)

g. Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang disampaikan klien

h. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman tentang sesuatu

i. Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik tentang klien walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang dimaksud, perawat menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan orang yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.

j. Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan pesan utama yang disampaikan klien dan kemudian menyampaikan kembali pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kata-kata serupa.

k. Mengklarifikasi adalah metode membuat inti seluruh pesan dari pernyataan klien lebih dimengerti. Klarifikasi dapat dilakukan bila perawat tidak dapat menyatakan kembali. Perawat dapat melakukan klarifikasi dengan menyatakan kembali pesan dasar/meminta klien mengulang atau meyatakan kembali pesan yang disampaikan

l. Refleksi adalah mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada klien untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap situasi.

m. Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam diskusi untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan. Teknik ini berguna pada akhir wawancara atau


(27)

mengevaluasi penguasaan klien terhadap program pengajaran kesehatan. Teknik ini sering digunakan pada pendahuluan untuk menentukan rencana perawatan berikutnya.

n. Menyatakan realitas adalah membantu klien membedakan antara yang nyata dan yang tidak nyata

o. Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi terhadap perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan

p. Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau kejadian, situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu. q. Memfokuskan adalah membantu klien mengembangkan topik yang

penting. Penting bagi perawat untuk menunggu klien beberapa saat tentang tema apa yang mereka sampaikan (perhatikan) sebelum memfokuskan pembicaraan.

7. Komunikasi Terapeutik Pada Ibu Melahirkan

Langkah – langkah komunikasi terapeutik kebidanan pada ibu melahirkan a. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dalam klien.

b. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.

c. Kehadiran

Merupakan bentuk tindakan yang meliputi mengatasi semua kekacauan/ kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Dalam hal ini pendampingan klien difokuskan secara fisik dan pisikologis.


(28)

d. Mendengarkan

Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien. e. Sentuhan dalam Pendampingan Klien yang bersalin

f. Bidan memberi rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi, misalnya ketika kontraksi pasien merasa kesakitan, bidan memberikan sentuhan pada daerah pinggang klien sehingga pasien merasa nyaman.

g. Memberikan Informasi Tentang Kemajuan Persalinan

Merupakan upaya untuk memberi rasa percaya diri klien, bahwa klien dapat menyelesaikan persalinannya.

h. Memandu Persalinan dengan memandu

Misalnya bidan menganjurkan kepada klien untuk meneran pada saat his berlangsung.

i. Mengadakan kontak fisik dengan klien

Misalnya menyeka keringat mengipasi, memeluh klien, menggosok punggung klien.

j. Memberikan pujian kepada klien atas usaha yang telah dilakukannya Misalnya Bidan mengatakan : “ Bagus Ibu, pintar sekali menerannya” k. Memberikan ucapan selamat kepada klien atas kelahiran bayinya dan

mengatakan ikut berbahagia. C. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Menurut Smeltzer, Suzanne C, (2001) nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak


(29)

proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.

2. Intensitas Nyeri

Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada Skala verbal tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat, nyeri paling hebat.

Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan "tidak ada" atau "tidak nyeri," sedangkan ujung kanan biasanya menandakan "berat" atau "nyeri yang paling buruk." Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari "tidak ada nyeri" diukur dan ditulis dalam centimeter.Dalam kasus ini pasien dapat ditanya: "Pada skala dari nol sampai dengan sepuluh, nol 'tidak ada nyeri' dan sepuluh 'nyeri paling buruk yang dapat terjadi,' seberapa berat nyeri yang anda rasakan saat ini?" Pasien biasanya dapat berespons tanpa kesulitan. Jika mungkin, perawat dapat menunjukkan kepada pasien bagaimana skala nyeri bekerja sebelum nyeri terjadi (Smeltzer, 2002).


(30)

D. Nyeri Persalinan

1. Pengertian Nyeri Persalinan

Nyeri persalianan merupakan rasa sakit yang ditimbulkan saat persalinan mulai berlangsung yang dimulai dari kala I persalinan, rasa sakit terjadi karena adanya aktifitas besar di dalam tubuh ibu guna mengeluarkan bayi, semua ini terasa menyakitkan bagi ibu. Rasa sakit kontraksi dimulai dari bagian bawah perut, mungkin juga menyebar ke kaki, rasa sakit dimulai seperti sedikit tertusuk, lalu mencapai puncak. Sebahagian ibu merasakannya seperti kram haid yang parah. Ada juga yang merasakannya seperti gangguan saluran pencernaan atau mulas diare. Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar dari dalam rahim ibu ( Danuatmaja, 2004).

Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Bare dan Smeltzer, 2001). Menurut Telfer (1997), nyeri merupakan fenomena multifaktorial, yang subjektif, personal, dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, biologis, sosial budaya, dan ekonomi (Fraser, D. M., dan Cooper, M. A., 2009).


(31)

2. Fisiologi Persalinan

Rasa nyeri pada kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus, peregangan serviks pada waktu membuka, iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit) akibat kontraksi arteri miometrium. Impuls nyeri ditransmisikan oleh segmen saraf spinalis T11-12 dan saraf-saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks. Ketidaknyamanan dari perubahan serviks dan iskemia uterus adalah nyeri viseral yang berlokasi di bawah abdomen menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke paha. Biasanya nyeri dirasakan pada saat kontraksi saja dan hilang pada saat relaksasi. Nyeri bersifat lokal seperti kram, sensasi sobek dan sensasi panas yang disebabkan karena distensi dan laserasi serviks, vagina dan jaringan perineum.

Setiap wanita memiliki reaksi yang berbeda-beda dalam menghadapi persalinan. Respon ini sifatnya sangat individual dan tergantung pada kepribadian, kondisi ekonomi serta tingkat pemahaman pasien, latar belakang kultural, keluarga serta pendidikan dan pengalaman sebelumnya. Wanita yang menjalani persalinan normal dengan pendidikan dan persiapan yang baik, perawatan preventif yang cermat, dukungan serta pendampingan oleh bidan yang kompeten dan dengan analgesia yang tepat waktu serta indikasinya, cenderung untuk memberikan pengalaman persalinan yang ”baik” (Hellen Farrer, 1996).

Rasa nyeri memiliki 3 komponen: a. Stimulus-Penyebab nyeri


(32)

c. Reaksi-bagaimana seseorang menginterpretasikan nyeri dan bereaksi terhadap nyeri tersebut.

Rasa nyeri persalinan dapat dikurangi baik itu menggunakan metode farmakologik maupun nonfarmakologik yang mana terkait dengan 3 tujuan dasar pengurangan nyeri dalam persalinan yaitu mengurangi perasaan nyeri dan tegang, sementara pasien dalam keadaan terjaga seperti yang dikehendakinya, menjaga agar pasien dan janinnya sedapat mungkin terbebas dari efek depresif yang ditimbulkan oleh obat serta yang ketiga adalah mencapai tujuan ini tanpa mengganggu kontraksi otot rahim (Hellen Farrer, 1996).

3. Klasifikasi Nyeri

Nyeri secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronis. (a) Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot dan cemas, (b) Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan – lahan biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan meliputi nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik.

Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya (a) Nyeri somatic dan visceral yaitu bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (supervisial) pada otot dan tulang. Nyeri somatic dan visceral berbeda karakteristiknya terutama kualitas nyeri, lokalisasi, sebab-sebabnya, dan gejala yang menyertainya, (b) Nyeri menjalar (Referrent pain) dimana nyeri terasa pada daerah lain daripada yang mendapat ransang, misalnya pada serangan jantung akan mengeluh nyeri yang menjalar kebawah lengan kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium, (c) Nyeri


(33)

psikogenik yaitu nyeri yang tidak diketahui secara fisik, biasanya timbul dari pikiran pasien atau psikologis, (d) Nyeri phantom dari ektremitas yaitu nyeri pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi, (e) Nyeri neurologis yang timbul dalam berbagai bentuk, dimana neuralgia adalah nyeri yang tajam (Bare, B. G., dan Smeltzer, S. C., 2001)

4. Penatalaksaan Nyeri

Rasa sakit yang dialami ibu selama proses persalinan sangat bervariasi tingkatannya. Untuk itu perlu dukungan selama persalinan untuk mengurangi rasa nyeri selama proses persalinan. Penny simpkin (2007) mengatakan cara untuk mengurangi rasa sakit ini ialah : mengurangi sakit langsung dari sumbernya, memberikan ransangan alternatif yang kuat, mengurangi reaksi mental negatif, emosional dan fisik ibu terhadap rasa sakit. Pendekatan pengurangan rasa nyeri persalinan dapat dilakukan dengan pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis.

Manajemen secara farmakologis adalah dengan pemberian obat-obatan sedangkan nonfarmakogis tanpa obat-obatan. Cara farmakologis adalah dengan pemberian obat-obatan analgesia yang bisa disuntikan melalui infus intravena yaitu saraf yang mengantar nyeri selama persalinan. Tindakan farmakologis masih menimbulkan pertentangan karena pemberian obat selama persalinan dapat menembus sawar plasenta, sehingga dapat berefek pada aktifitas rahim. Efek obat yang diberikan kepada ibu terhadap bayi dapat secara langsung maupun tidak langsung(Mander, 2005).

Manajemen secara nonfarmakologis sangat penting karena tidak membahayakan bagi ibu maupun janin, tidak memperlambat persalinan jika diberikan kontrol nyeri yang kuat, dan tidak mempunyai efek alergi maupun


(34)

efek obat. Banyak teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri selama kala I meliputi, relaksasi, akupresur, kompres dingin atau hangat, terapi musik, hidroterapi dan masase (Mander, 2005).


(35)

BAB III

KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep yang digunakan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesa

Hipotesa merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, S. 1997).

Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesa sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh komunikasi therapeutik dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif 4-8 cm

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)


(36)

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu penentuan mengenai wujud variabel yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Untuk mengkaji hipotesis, peneliti perlu menentukan atau memastikan variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitian ini. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen alat ukur. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Tabel 3.1 Definisi Operasional N

o. Variabel

Definisi Oprasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1. Komunikasi

Terapeutik Komunikasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang bertujuan membantu mengurangi rasa nyeri yang meliputi verbal dan non verbal Melakuka n komunikas i terapeutik Lembar prosedur pelaksanaa n 1. Sebelum dilakukan komunikasi terapeutik 2. Sesudah dilakukan komunikasi terapeutik Nominal

2 Intensitas

rasa nyeri persalinan

Kekuatan nyeri yang dirasakan ibu selama proses persalinan kala I fase aktif 4-8 cm

Wawancar a

Skala nyeri Wong

1. tidak sakit

2. Sedikit Sakit

3. Agak Menggangu 4. Menggangu Aktivitas 5. Sangat Menggangu 6. Tak Tertahankan Rasio


(37)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode pra- eksperimen yang bersifat one group pretest-postest yaitu intervensi untuk mengidentifikasi pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu inpartu sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik. Desain ini digambarkan:

Skema 4.1 Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Postest

01 X 02

Keterangan :

01 : Pretest dilakukan pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri persalinan sebelum dilakukan komuniksai terapeutik

02 : Postest dilakukan pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri persalinan sesudah dilakukan komuniksai terapeutik

X : Intervensi (tindakan komunikasi terapeutik)

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di klinik Santi Medan . Rata- rata ibu yang bersalin di klinik ini ada sebanyak 15 orang per bulan.


(38)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling atau pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.

Kriterian inklusinya meliputi: a) Ibu inpartu tanpa perlakuan induksi b) Ibu inpartu dengan fase aktif (4-8 cm) c) Ibu inpartu dengan dukungan suami

d) Ibu inpartu presentasi kepala dan tanpa penyulit e) Ibu inpartu dan bersedia menjadi responden.

Besar sampel:

Dalam penelitian ini besar sampel yang akan peneliti gunakan mengacu pada rumus:

n = = = 40

n: jumlah sampel N: jumlah populasi

d: tingkat signifikansi (0,05)

dari rumus diatas maka di peroleh besar jumlah sampel dalam penelitiann ini adalah sebanyak 40 orang.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik Santi jalan starban no 46 medan. Dengan pertimbangan banyaknya ibu bersalin yang dapat di jumpai untuk dijadikan sampel dalam penelitian.


(39)

D. Waktu Penelitian

Dari bulan Februari-Mei 2012. E. Etika Penelitian

Penelitian akan dilakukan setelah peneliti mendapat surat rekomendasi dari program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin dilakukan penelitian di Klinik Santi Medan. Satelah mendapatkan izin dari pemilik Klinik Santi Medan Polonia, peneliti memulai dengan pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti di Klinik Santi Medan Polonia. Sebelum responden mengisi dan menandatangi lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud, tujuan dan proses dilakukannya penelitian tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa responden.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama pasien dengan nama aslinya melainkan dengan inisial. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian berisi data demografi dan skala pengukuran nyeri yang dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada. Data demografi meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, perkawinan, dan satus kehamilan. Sedangkan bagian kedua adalah skala nyeri WONG.


(40)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang sudah baku berdasarkan literatur sehingga tidak perlu lagi di ujivaliditas dan realibilitasnya. Alat akur skala nyeri yang digunakan adalah skala nyeri wong (Bare, dan Smeltzer, 2002).

H. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin penelitian dari program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan telah mendapat izin dari Klinik Santi Medan. Setelah mendapat izin peneliti melaksanakan pengumpulan data pada ibu inpartu kala I fase aktif (4-8cm) sesuai kriteeria penelitian. Peneliti menemui responden di tempat penelitian dengan cara meninggalkan nomor handphone dan menyimpan nomor handphone asisten klinik yang membantu penelitian ini untuk memperlancar proses pengumpulan data. Asisten yang akan membantu penelitian ini ada dua orang, yang satu bertugas sebagai pemberi perlakukan komunikasi terapeutik dan yang satunya lagi bertugas untuk memberi lembar inform consent dan sekaligus mengkaji nyeri persalinan sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Hal ini dilakukan untuk meminimaliskan adanya bias dalam penelitian ini.

Ketika ada responden yang datang, asisten kedua meminta persetujuan responden dengan menandatangani inform consent. Setelah responden bersedian, asisten kedua mengisi lembar kuisioner data demografi yaitu nama (inisial), usia, pekerjaan, pendidikan, perkawinan dan status kehamilan responden melalui wawancara. Setelah itu asisten kedua menyuruh ibu membawa lembar kuisioner ke dalam kamar dan menganjurkan ibu untuk memberi tanda pada skala nyeri wajah yang ada pada lembar kuisioner sesuai dengan ekspresi wajah yang ibu


(41)

rasakan saat ini. Setelah ibu memberi tanda, maka lembar kuisioner tersebut di kembalikan lagi kepada asisten kedua. Setelah itu asisten pertama datang, dan memberi perlakuan komunikasi terapeutik sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan sebelumnya sampai batas pembukaan persalinan ibu delapan cm.

Setelah itu dilakukan maka asisten kedua datang kembali dengan membawa lembar kuisioner yang tadi telah diisi, dan menganjurkan ibu untuk memberi tanda atau check list ekspresi wajah yang sesuai engan nyeri yang ibu rasakan saat ini. Yang Peneliti memiliki tugas yang sama dengan asisten pertama yaitu memberi perlakuan komunikasi terapeutik. Asisten dalam penelitian ini adalah seorang bidan yang bekerja di klinik santi, pendidikan terakhir bidan tersebut adalah DIII kebidanan dan telah mengetahui prosedur pelaksanaan perlakuan komunikasi terapeutik.

Setelah data terkumpul lalu dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS dengan uji t-dependent paired sampel t-test untuk mengukur skala nyeri sebelumdan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik dan diperoleh mean perbedaan sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik.

Tabel Prosedur Tindakan Komunikasi Terapeutik Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri pada Persalinan Fase Aktif

No Tindakan

1. Menjelaskan maksud,tujuan dan cara dilakukannya tindakan komunikasi terapeutik.

2. Mengkaji intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi dengan menggunakan skala nyeri

yang ada dikuesioner yang sudah dijelaskan cara pengisiannya

3. Tindakan komunikasi yang dilakukan antara lain:

a. Mendampingi ibu selama ibu merasa nyeri

b. Memberi dukungan dan semangat kepada ibu

c. Menganjurkan ibu untuk berdoa

d. Mencoba mengalihkan perhatian ibu dari nyeri, misalnya dengan mengajak ibu berbicara

hal-hal yang menyenangkan.

e. Mengajari ibu cara mengatur napas untuk mengurangi rasa nyeri.


(42)

g. Menganjurkan ibu untuk turun dari tempat tidur atau jalan-jalan.

h. Melakukan kontak mata saat berbicara dengan ibu

i. Membelai perut ibu saat ibu merasa nyeri

j. Menyeka kening dan wajah ibu saat berkeringat

I. Rencana Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data kembali dengan memeriksa semua kuesioner apakah jawaban sudah lengkap dan benar (editing). Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam bentuk tabel. Entry data dalam komputer dan dilakukan data dengan menggunakan teknik komputerisasi. Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry yakni pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan.

Analisis data pada penelitian ini akan menggunakan anlisis univariat dan bivariat.

1. Univariat

Data yang bersifat kategorik dicari frekuensi dan persentasenya yakni data demografi ibu inpartu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan kehamilan (gravida). Sedangkan data yang bersifat numerik dicari mean dan standart deviasinya yakni skala nyeri persalianan melalui statistik deskriptif. Hasil data dibuat dalam bentuk tabel.

2. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif (4-8cm) . Pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik uji t dependent, apabila datanya


(43)

berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro wilk ternyata data sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu analisis data dilakukan dengan uji nonparametri uji Wilcoxon. Taraf signifikan (α = 0.05), pedoman dalam menerima hipotesa jika data probabilitas (p) <0,05 maka Ho ditolak dan apabila nilap (p) >0,05 maka Ho gagal di tolak.


(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu inpartu di klinik santi pada bulan februari- mei 2012. Jumlah responden adalah 40 orang.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini bertujuan mendeskripsikan masing-masing variable yang diteliti yakni data demografi meliputi umur. Pekerjaan, pendidikan, perkawinan, kehamilan dan mencari mean, dan standart deviasi sakla nyeri persalinan.

1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Data Demografi Ibu Inpartu Pada Nyeri Persalinan

Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 40 responden sebagian besar berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 35 orang (87,5%), status pekerjaan responden sebagian besar adalah tidak bekerja sebanyak 27 orang (67,5%), status pendidikan responden sebagian besar adalah SMA sebanyak 17 orang (42,5%), status perkawinan semua kawin sebanyak 40 orang (100%), dan status kehamilan sebagian besar adalah primigravida (hamil pertama) sebanyak 16 orang (40%). Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini,


(45)

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Data Demografi Ibu Inpartu Pada Nyeri Persalinan

Karakteristik f %

1. Umur

<20tahun 3 7.5

20-35tahun 35 87.5

>35tahun 2 5.0

Total 40 100

2. Pekerjaan

Bekerja 13 32.5

Tidak bekerja 27 67.5

Total 40 100

3. Pendidikan

SD 3 7.5

SMP 11 27.5

SMA 17 42.5

DIPLOMA 2 5.0

S1 7 17.5

Total 40 100

4. Perkawinan

Kawin 40 100

Tidak kawin 0 0

Total 40 100

5. Gravida

Primi garvida 16 40

Secundi gravid 12 30

Multi gravid 10 25

Grande gravid 2 5

Total 40 40

1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Intervensi Sebelum Dan Sesudah Komunikasi Terapeutik Pada Nyeri Persalinan

Hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 40 orang responden, tingkat nyeri yang responden rasakan sebelum mendapat komunikasi terapeutik sebagian besar berada pada tingkatan nyeri menggangu aktifitas sebanyak 16 orang (40,0%), dan setelah mendapat intervensi komunikasi terapeutik sebagian besar barada pada tingkat nyeri agak mengganggu sebantak 17 orang (42,5%). Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(46)

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Intervensi Sebelum Dan Sesudah Komunikasi Terapeutik Pada Nyeri Persalinan

Karakteristik f %

1. Sebelum komunikasi

Tidak sakit - -

Sedikit sakit - -

Agak mengganggu 5 12.5

Mengganggu aktifitas 16 40.0

Sangat menganggu 15 37.5

Tak tertahankan 4 110.0

Total 40 100

2. Sesudah komunikasi

Tidak sakit - -

Sedikit sakit 6 15.0

Agak sakit 17 42.5

Mengganggu aktifitas 9 22.5

Sangat mengganggu 7 17.5

Tak tertahankan 1 2.5

Total 40 100

2. Analisis Bivariat

Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistik uji t-dependen paired t-test yaitu mengukur skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik.

2.1 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Intervensi Hasil penelitian diperoleh rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan metode komunikasi terapeutik adalah 4,45 dengan standart deviasi 0,846. Rata-rata skala nyeri sesudah dilakukan metode masase 3,50 dengan standar deviasi 1,038. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini

Tabel 5.3

Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Intervensi Teknik Komunikasi Terapeutik

Variable Mean SD N

Intensitas nyeri sebelum dilakukan komunikasi

4,45 0,846 40 Intensitas nyeri sesudah

dilakukan komunikasi


(47)

2.2 Nilai Pvalue Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Intervensi Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Wilcoxon maka diperoleh nilai Pvalue 0,000. Maka Ha dalam penelitian diterima yang berarti ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif di klinik santi medan periode februari- mei 2012.

Tabel 5.4

Nilai Pvalue Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Intervensi Teknik Komunikasi Terapeutik

Variable Pvalue N

Intensitas nyeri sebelum

dilakukan komunikasi 0,000

40 Intensitas nyeri sesudah

dilakukan komunikasi

40

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terhadap 40 orang responden, diketahui sebagian besar umur responden 20-35 sebanyak 35 orang (87.5%) hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmotjo (2007) bahwa umur seseorang berpengaruh terhadap kehidupannya. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan dimana umur Ibu mempengaruhi tingkat nyeri terhadap persalinan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 17 orang (67.5%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nyeri terhadap ibu status pekerjaan, bahwa ibu yg tidak bekerja akan memiliki tingkat nyeri yang lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pendidikan responden baik yaitu SMA sebanyak 13 orang (46.43%). Hal ini sesuai pendapat Notoadmodjo 2007 bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kwalitas manusia.


(48)

Tingkat pendidikan Masyarakat dikaitkan dengan kemampuan dalam menyerap dan menerima informasi dalam bidang kesehatan dan keluarga. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara terori dan kenyataan dimana pendidikan mempengaruhi tingkat kecemasan ibu terhadap nyeri persalinan

Hasil penelitian menunjukkan semua responden adalah menikah sebanyak 40 orang (100%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nyeri terhadap ibu yang memiliki status perkawinan, bahwa ibu yang memiliki status perkawinan yang syah akan lebih dapat mengontrol tingkat nyerinya selama persalinan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar gravida responden primiparra sebanyak 12 orang (43%). Hal ini sesuai teori Mender (2003) Ada pengaruh nreyi terhadap ibu primigravida, bahwa primigravida akan mengalami tingkat nyeri yang lebih tinggi. .

2. Interpretasi dan diskusi hasil

Proses penelitian ini dilakukan peneliti dengan bantuan asisten yang telah dilatih bersama untuk menyamakan tindakan yang dilakukan. Ketika pasien datang dan dikaji bahwa pasien tersebut sesuai dengan kriteria responden maka responden tersebut akan diberikan perlakuan komunikasi teraupetik untuk mengurangi nyeri yang dialami ibu saat persalinan.

Hal pertama yang dilakukan adalah responden diminta untuk memberi tanda pada tingkat mana nyeri yang responden rasakan saat ini, sesuai dengan tingkat nyeri yang sudah disediakan. Setelah itu dilakukanlah komunikasi teraupetik sesuai dengan prosedur yang ditetapkan mulai dari urutan pertama sampai kesepuluh secara berurutan.

Langkah pertama yaitu mendampingi ibu selama masa nyeri, setelah itu memberi ibu semangat misalnya memberi kata-kata penguat seperti “Ayolah ibu


(49)

jangan selalu berteriak yah, sebentar lagi bayi ibu akan lahir, jadi ibu harus semangat, ibu bakal mendengar suara tangisan bayi, jadi ibu harus kuat dan semangat yah”. Sampai ibu itu dapat tersenyum kembali. Selanjutnya memberi saran agar ibu berdoa meminta kekuatan kepada yang maha kuasa agar semua proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan baik. Mengalihkan perhatian ibu dari nyeri yang ia rasakan dengan mengajak ibu membicarakan hal-hal yang menyenangkan misalny: “kalau nanti bayiny perempuan ibu mau beri siapa namanya bu?”. Sampai nyeri yang ibu rasakan dapat lebih teratasi. Mengajari ibu cara menarik nafas yang baik dan benar seperti: tarik nafas dari hidung dan keluarkan secara perlahan dari mulut.

Ketika kontraksi maka nyeri akan kembali dirasakan ibu, maka langkah selanjutnya harus kita lakukan adalah menganjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman misalnya miring kiri atau miring kanan sesuai dengan yang ibu inginkan. Jika ibu sudah merasa tidak nyaman lagi dengan posisi itu bantu ibu untuk berdiri dan menemani ibu berjalan-jalan santai sambil mengajak ibu berbincang-bincang. Setiap percakapan yang dilakukan dengan ibu sangat dianjurkan agar bidan melakukan kontak mata dan melempar senyuman agar ibu merasa lebih nyaman. Ketika ibu sudah merasa capek dan lelah untuk berjalan-jalan bantu ibu duduk atau kembali ketempat tidur dan beri sentuhan atau belaian yang lembut pada perut siibu pada saat ibu merasa sangat nyeri sambil memberi berbagai pujian-pujian kepada ibu dan yang terakhir adalah membantu ibu untuk menyeka keringat ibu dengan lembut dan perhatian.

Semua langkah tersebut selama penelitian ini dilakukan secara berurutan dari langkah pertama sampai langkah kesepuluh. Pada waktu penelitian ini dilakukan juga ada satu bidan senior yang menjadi penilai dan pengkoreksi setiap perlakuan yang dilakukan kepada ibu. Tujuan dari pengkoreksian ini adalah agar setiap perlakuan


(50)

komunikasi yang diberikan kepada responden sesuai dengan prosedur yang telah dibuat. Sebenarnya semua proses yang telah disusun dalam perlakuan komunikasi teraperutik ini sudah dilakukan sehari-harinya di klinik santi, hanya saja perlakuan tersebut tidak memiliki prosedur yang tetap, sehingga sulit untuk menilai perubahan tingkat nyeri yang ibu rasakan.

Nyeri persalinan menjadi lebih ringan seiring dengan makin sering dan efektifnya pengendalian nyeri. Bonica 1990 mengatakan bahwa menyiagakan wanita terhadap persalinan yang akan dihadapi akan dapat mengurangi nyeri. Ketegangan emosi akibat rasa cemas sampai rasa takut dapat memperberat presepsi nyeri selama persalinan. Nyeri atau kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan sehingga timbul kecemasan yang berakhir dengan kepanikan, keletihan dan kurang tidur yang dapat memperberat nyeri (metode dick-read).

Apabila rasa tegang takut dan nyeri berjalan beriringan, maka untuk menghilangkan nyeri diperlukan tindakan meringankan ketegangan dan menghilangkan rasa takut. Menurut Lamaze, wanita dapat dikondisikan supaya tidak mengalami rasa nyeri saat melahirkan misalnya dengan cara memusatkan perhatian pada satu tititk tertentu, menarik nafas, dukungan oleh suami atau orang lain.

Salah satu factor yang dapat mempengaruhi nyeri persalinan tetepai jarang disebutkan adalah makna kelahiran. Wanita dapat mengurangi nyeri persalinannya dengan cara mengurangi sensasi dan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri. Penggunaan metode psikologis untuk melawan nyeri tampak jelas (melzack dan wall). Rasa nyeri sering muncul akibat respon psikis dan reflex fisik.

Menurut hasil penelitian Setiawan dan Tanjung, komunikasi terapeutik adalah terapi yang efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan dan rasa takut terhadap pasien pre operasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa nyeri persalinan yang disebabkan


(51)

oleh rasa takut, cemas dan kepanikan tersebut akan dapat teratasi dengan teknik komunikasi terapeutik tersebut dan nyeri persalinan akan lebih terasa ringan. Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah realisasi atau penerimaan terhadap diri sendiri, lebih menguasai dan mengontrol emosi, mengurangi beban perasaan dan pikiran, mengurangi keraguan yang ada pada diri sendiri dan mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Damaiyanti, 2008).

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut beberapa teori yang ada bahwa nyeri persalinan yang timbul karena rasa kecemasan, ketakutan dan kepanikan, yang dapat memperberat nyeri persalinan akan mampu diatasi dengan pemberian komunikasi terapeutik, dimana terlihat bahwa tujuan dari komunikasi terapeutik tersebut adalah mengurangi beban pikiran rasa takut dan cemas yang dihadapi oleh pasien.

Berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi data menegnai pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif (4-8cm) di klinik santi medan, didapat bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan, diman Pvalue= 0,000 yang berarti (P<0,05). Hal ini di dukung oleh paparan teori yang telah di jabarkan diatas.

3. Keterbatasan penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti saat penelitian Februari-Mei 2012 dengan jumlah responden 40 orang ibu inpartu fisiologis adalah bahwa pada responden yang primigravida sering terjadi perlakuan komunikasi yang terputus-putus. Hal ini dikarenakan karena pada primigravida banyak responden yang minta untuk pulang kerumahnya dulu dan akan kembali keklinik jika nyeri yang ia rasakan sudah sangat tak terhanakan lagi. Misalnya pada ibu primigravida yang datang keklinik dengan pembukaan 4cm, seharusnya ibu tersebut sudah sesuai dengan kriteria responden


(52)

yang diharapkan, tetapi pada kenyataanya, si ibu memilih untuk kembali kerumah, sehingga perlakuan komunikasi yang terstruktur akan sedikit rancu, tetapi hal ini tidak sering terjadi selama penelitian berlangsung..

Keterbatasan yang lain adalah dijumpai tidak sama pada pembukaan serviksnya dan paritas yang tidak homogeny sehingga intensitas nyeri yang dirasakan berbeda-beda.

4. Implikasi untuk asuhan kebidanan/pendidikan kebidanan

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi terapeutik sebagai salah satu metode pengendalian nyeri secara non-farmakologi yang berpengaruh terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif. Oleh sebab itu, komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai intervensi dalam asuhan kebidanan pada ibu inpartu kala I fase aktif yang mempunyai keluhan nyeri dalam persalinan tanpa efek samping pada ibu dan bayi. Dalam keseharian mahasiswa ada baiknya jika komunikasi terapeutik ini diterapkan agar menjadi kebiasaan yang baik dan mempermudah mahasiswa melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien di rumah sakit.


(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh komunikasi terapeutik dengan nyeri persalinan kala I fase aktif (4-8 cm) di klinik santi medan tahun 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik demografi responden di klinik santi medan bulan February-mei 2012 diperoleh bahwa sebagian besar responden berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 20-35 orang (87.5%). Berdasarkan pekerjaan sebagian besar tidak bekerja sebanyak 27 responden (67.5%), berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SMA sebanyak 17 responden (42.5%). Berdasarkan status perkawinan seluruh responden adalah kawin sebanyak 40 responden (100%), berdasarkan gravid (kehamilan) sebagian besar adalah primigravida (kehamilan pertama) sebanyak 16 responden (40%) 2. Tingkat nyeri persalinan sebelum dilakukan komunikasi terapeutik sebagian

besar responden berada pada tingkat nyeri sangat mengganggu sebanyak 16 responden (40%), setelah mendapat komunikasi terapeutik sebagisn besar berada pada tingkat nyeri agak mengganggu sebanyak 17 responden (42.5%). 3. intensitas nyeri sebelum komunikasi terapeutik diperolah rata-rata 4,45

dengan standart deviasi 0,846. Intensitas nyeri sesudah dilakukan komunikasi terapeutik diperoleh rata-rata 3,50 dengan standar deviasi 1,038.

4. Nilai Pvalue intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi komunikasi terapeutik diperoleh 0,000 dengan uji wilcoxon. Yang memiliki arti bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif.


(54)

B. Saran

1. Bagi praktek kebidanan

Untuk bidan di klinik maupun di rumah sakit supaya menggunakan metode komunikasi terapeutik sebagai salah satu intervensi dalam mengurangi nyeri persalina kal I fase aktif.

2. Bagi pendidikan kebidanan

Mata kulian komunikasi dan konseling harus lebih diperdalam mengenai komunikasi terapeutik yang baik untuk dapat mengurangu intensitas nyeri pada ibu inpartu kala I fase aktif.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S (1997). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Ancheta. R, & Simkin. P (2005). Buku Saku Persalinan. Jakarta : EGC.

Bari Saifudin, A (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo.

Bare, B. G., dan Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC

Bobak, I. M., at all. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Farrer, Hellen (2001). Perawatan Maternitas (Terjemahan). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Indrawati. T, Sujianto. U, & Uripni. C. L (2002). Komunikasi Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jones – Lewellyn, D (2002). Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi Edisi 6 (Terjemahan). Jakarta : Hiprokates.

Juliane dan Taufik. M. (2010). Komunikasi Terapeutik Dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan.Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta : SalembaMedika.

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.

Purwanto, H (1994). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono (2006). Metode Penelitian Administrasi. Jakarta : Cv Alfabeta.

Suryani (2005). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktek. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Varney, H (2002). Buku Saku Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Walsh, L. V. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.


(56)

Yuswanto. T. J. A, dan Yulifah. R. (2009) Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.


(57)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Adriana Bangun/105102060 adalah mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif 4-8cm. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dalam memberikan jawaban atas wawancara sesuai dengan pendapat ibu tanpa di pengaruhi oleh orang lain. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu. Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukrela, sehingga bebas mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apa pun. Identitas pribadi ibu dan semua informasi yang ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan ini saja. Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.

Peneliti Medan, Februari 2012

Responden


(58)

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I

FASE AKTIF

A. Data Demografi

Petunjuk : Jawaban akan diisi oleh peneliti berdasarkan hasil dari wawancara dengan ibu dan dituliskan pada bagian yang disediakan.

Tanggal Penelitian :

1. Nama Ibu dengan ( inisial ) :

2. Umur Ibu : ฀ < 20 ฀ 20-35 ฀ >35 4. Status Pekerjaan : ฀ Bekerja ฀ Tidak Bekerja

5. Status Pendidikan : ฀ SD ฀ SMP ฀SMA

฀ DIPLOMA ฀ SI

6. Status Perkawinan : ฀ Kawin ฀ Belum Kawin 7. status kehamilan : ฀ Primigravida ฀ Secungravida

฀ Multigravida ฀ Grandegravida

B. Pengkajian Skala Nyeri

Petunjuk : Dalam skala nyeri di bawah ini ada enam kategori nyeri yaitu: tidak sakit,sedikit sakit, agak mengganggu, mengganggu aktifitas, sangat mengganggu dan tak tertahankan. Silakan ibu menunjukkan salah satu angka tingkat nyeri sesuai dengan yang ibu rasakan.


(59)

Prosedur Tindakan Komunikasi Terapeutik Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri pada Persalinan Fase Aktif

1. Menjelaskan maksud,tujuan dan cara dilakukannya tindakan komunikasi terapeutik.

2. Mengkaji intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi dengan menggunakan skala nyeri yang ada dikuesioner yang sudah dijelaskan cara pengisiannya 3. Tindakan komunikasi yang dilakukan antara lain:

a. Mendampingi ibu selama ibu merasa nyeri b. Memberi dukungan dan semangat kepada ibu c. Menganjurkan ibu untuk berdoa

d. Mencoba mengalihkan perhatian ibu dari nyeri, misalnya dengan mengajak ibu berbicara hal-hal yang menyenangkan.

e. Mengajari ibu cara mengatur napas untuk mengurangi rasa nyeri. f. Menganjurkan ibu untuk tidur miring ke kiri.

g. Menganjurkan ibu untuk turun dari tempat tidur atau jalan-jalan. h. Melakukan kontak mata saat berbicara dengan ibu

i. Membelai perut ibu saat ibu merasa nyeri. j. Menyeka kening dan wajah ibu saat berkeringat.


(60)

(61)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Adriana Bangun

Tempat/Tanggal Lahir : Sumbul Karo/ 05 Agustus 1988

Agama : Roma Katolik

Alamat : Jalan Pendidikan Desa Jaranguda No 57 Berastagi Riwayat Pendidikan :

SD : SD Letdjen Jamin Ginting Berastagi Tahun, 1996 SMP : SMP N1 Berastagi, 2003

SMA : SMA YPB Berastagi, 2006

DIII : Akademi Kebidanan Sarimutiara Medan, 2009


(1)

Yuswanto. T. J. A, dan Yulifah. R. (2009) Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Adriana Bangun/105102060 adalah mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif 4-8cm. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dalam memberikan jawaban atas wawancara sesuai dengan pendapat ibu tanpa di pengaruhi oleh orang lain. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu. Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukrela, sehingga bebas mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apa pun. Identitas pribadi ibu dan semua informasi yang ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan ini saja. Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.

Peneliti Medan, Februari 2012

Responden


(3)

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I

FASE AKTIF

A. Data Demografi

Petunjuk : Jawaban akan diisi oleh peneliti berdasarkan hasil dari wawancara dengan ibu dan dituliskan pada bagian yang disediakan.

Tanggal Penelitian :

1. Nama Ibu dengan ( inisial ) :

2. Umur Ibu : ฀ < 20 ฀ 20-35 ฀ >35 4. Status Pekerjaan : ฀ Bekerja ฀ Tidak Bekerja

5. Status Pendidikan : ฀ SD ฀ SMP ฀SMA

฀ DIPLOMA ฀ SI

6. Status Perkawinan : ฀ Kawin ฀ Belum Kawin 7. status kehamilan : ฀ Primigravida ฀ Secungravida

฀ Multigravida ฀ Grandegravida B. Pengkajian Skala Nyeri

Petunjuk : Dalam skala nyeri di bawah ini ada enam kategori nyeri yaitu: tidak sakit,sedikit sakit, agak mengganggu, mengganggu aktifitas, sangat mengganggu dan tak tertahankan. Silakan ibu menunjukkan salah satu angka tingkat nyeri sesuai dengan yang ibu rasakan.


(4)

Prosedur Tindakan Komunikasi Terapeutik Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri pada Persalinan Fase Aktif

1. Menjelaskan maksud,tujuan dan cara dilakukannya tindakan komunikasi terapeutik.

2. Mengkaji intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi dengan menggunakan skala nyeri yang ada dikuesioner yang sudah dijelaskan cara pengisiannya 3. Tindakan komunikasi yang dilakukan antara lain:

a. Mendampingi ibu selama ibu merasa nyeri b. Memberi dukungan dan semangat kepada ibu c. Menganjurkan ibu untuk berdoa

d. Mencoba mengalihkan perhatian ibu dari nyeri, misalnya dengan mengajak ibu berbicara hal-hal yang menyenangkan.

e. Mengajari ibu cara mengatur napas untuk mengurangi rasa nyeri. f. Menganjurkan ibu untuk tidur miring ke kiri.

g. Menganjurkan ibu untuk turun dari tempat tidur atau jalan-jalan. h. Melakukan kontak mata saat berbicara dengan ibu

i. Membelai perut ibu saat ibu merasa nyeri. j. Menyeka kening dan wajah ibu saat berkeringat.


(5)

(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Adriana Bangun

Tempat/Tanggal Lahir : Sumbul Karo/ 05 Agustus 1988

Agama : Roma Katolik

Alamat : Jalan Pendidikan Desa Jaranguda No 57 Berastagi Riwayat Pendidikan :

SD : SD Letdjen Jamin Ginting Berastagi Tahun, 1996 SMP : SMP N1 Berastagi, 2003

SMA : SMA YPB Berastagi, 2006

DIII : Akademi Kebidanan Sarimutiara Medan, 2009