Persepsi Terhadap Kuota 30 persen Keterwakilan Perempuan di Lagislatif

66 Tabel 20 menunjukkan bahwa media televisi yang termasuk dalam kategori sering ditonton adalah RCTI dan SCTV. Media televisi dalam kategori kadang-kadang ditonton adalah AnTv dan Lativi. Media televisi dalam kategori tidak pernah ditonton adalah Jak-TV dan St-Tv Lokal. Artinya RCTI dan SCTV termasuk saluran televisi yang sering digunakan responden untuk mendapatkan informasi dan menonton hiburan.

5.4. Persepsi Terhadap Kuota 30 persen Keterwakilan Perempuan di Lagislatif

Persepsi terhadap kuota 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif merupakan pandangan yang diberikan responden tentang UU.No12 tahun 2003 pasal 65 ayat 1 yang berbunyi” Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupatenkota untuk setiap Daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen meliputi akses politik perempuan, partisipasi politik perempuan, dan keterwakilan politik perempuan. Persepsi Terhadap kuota 30 peresen keterwakilan perempuan tersebut dapat dilihat lebih rinci pada masing – masing aspek sebagai berikut: 5.4.1 Persepsi tentang akses politik perempuan Berdasarkan konsep yang tercantum dalam UU.No.12 tahun 2003 yang memberikan peluang kepada perempuan untuk ikut dalam calon legislatif yang dituangkan dalam pasal 65 ayat 1, menekankan keterwakilan perempuan dilegislatif sebesar 30 persen. Keterwakilan perempuan dengan kuota 30 persen merupakan suatu bentuk akses yang dibuka oleh pemerintah bagi perempuan Indonesia. Akses politik yang membuka jalan bagi perempuan berperan aktif dalam pengambilan keputusan, serta ikut berperan dalam mencari solusi untuk kepentingan kaum perempuan, anak- 67 anak dan bangsa. Berikut pernyataan responden tentang akses politik yang dihubungkan dengan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif. Tabel 21 Persepsi Tentang Akses Politik Perempuan dalam No Pernyataan N SS S CS KS TS 1. Kuota 30 menjadi saluran politik bagi perempuan 100 19 66 5 6 4 2. Saluran politik perempuan dipelajari melalui sosialisasi 100 15 72 4 8 1 3. Perempuan Indonesia butuh kuota 30 uketerwakilan politik 100 13 67 10 8 2 4. Kuota 30 sudah sesuai dengan kebutuhan politik perempuan 100 2 47 25 17 9 5. Partai politik memberi peluang sama antara laki2 perempuan 100 10 37 23 24 6 6. Peran partai dalam menyalurkan politik perempuan sesuai prosedur 100 2 40 28 26 4 7. Pelatihan yang diadakan partai politik mewakili kepentingan politik perempuan 100 3 28 27 33 9 Keterangan: N=total responden, SS=Sangat setuju,S=setuju, Cukup setuju, KS=kurang setuju, TD=tidak setuju Tabel 21 menunjukkan pernyataan responden tentang persepsi mereka terhadap akses politik perempuan. Tampak pada tabel bahwa 19 persen responden sangat setuju dengan kuota sebagai saluran politik perempuan. 66 persen responden setuju bahwa kuota sebagai saluran politik perempuan. 15 persen menyatakan cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan responden 85 persen responden setuju dan bahkan sangat setuju bahwa kuota merupakan saluran politik perempuan. Pernyataan bahwa saluran politik perempuan dipelajari melalui sosialisasi, 15 persen responden menjawab sangat setuju, 72 persen responden menjawab setuju, 13 persen menjawab cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Dapat dikatakan bahwa 87 persen responden 68 menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa saluran politik untuk perempuan dipelajari melalui sosialisasi. Pernyataan tentang perempuan Indonesia membutuhkan kuota 30 persen untuk keterwakilan politik, 80 persen responden menjawab setuju dan bahkan sangat setuju, 20 persen lainnya menjawab cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Dapat dikatakan bahwa responden menyetujui bahwa perempuan membutuhkan kuota 30 persen keterwakilan politik. Karena selama ini belum ada kepastian jumlah bagi perempuan di legislatif. Pernyataan tentang kuota 30 persen sudah sesuai dengan kebutuhan politik perempuan Indonesia, 49 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju, 51 persen menjawab cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa masih ada keinginan dari responden untuk meningkatkan kuota 30 persen tersebut ke tingkat kesetaraan yaitu 50 persen di legislatif. Adanya ragu-ragu pernyataan dari responden yang dinyatakan dengan pernyataan kurang setuju karena mereka melihat bahwa hal itu belum bisa di harapkan karena kepedulian perempuan Indonesia terhadap politik belum banyak. Pernyataan tentang partai politik memberi peluang sama antara laki- laki dan perempuan, 47 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 53 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju, hal ini dapat dikatakan karena sebagian responden melihat bahwa partai politik memilih antara perempuan dan laki-laki sebagai caleg, akan mendahulukan laki-laki. Hal ini sangat sering terjadi di Indonesia. Sehingga perempuan belum banyak yang terlibat secara langsung dalam politik. Pertimbangan selalu pada kesempatan yang dimiliki perempuan belum banyak, dan partai juga belum memberikan peluang yang sama dalam pencalonan. Partai lebih sering berpihak kepada laki-laki. Pernyataan tentang peran partai dalam menyalurkan politik perempuan sudah sesuai prosedur, 42 persen responden menyatakan setuju 69 dan sangat setuju, 58 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju, hal ini dapat dikatakan bahwa partai saat ini belum melakukan penyaluran politik yang sesuai prosedur Saat ini untuk dapat menjadi seorang calon legislatif, harus dapat membuat pernyataan kepada partai berapa kontribusi yang dapat diberikan oleh calon tersebut, agar dapat dijadikan calon legislatif. Sehingga penyaluran politik perempuan belum dapat disalurkan sesuai prosedur yang diinginkan undang-undang no.12 tahun 2003 pasal 65 ayat 1. Pernyataan tentang pelatihan yang diadakan partai politik mewakili kepentingan politik perempuan. 31 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 69 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa responden menilai bahwa partai belum melakukan pengkaderan terhadap perempuan, partai masih berjalan sebagai garis komando dari dewan pemimpin pusat partai. Sehingga keputusan masih berdasarkan kepentingan misi partai. Sehingga perhatian terhadap peran politik perempuan belum terpikirkan oleh pemimpin partai. Yang terjadi adalah keterlibatan perempuan atas dasar perempuan tersebut mau dan mampu. Untuk saat ini perempuan Indonesia belum banyak yang mampu sehingga partai kesulitan mencari calon perempuan, dan peran partai politik dalam pengkaderan belum tampak. 5.4.2 Persepsi tentang Partisipasi Politik perempuan Sebagaimana yang dicanangkan oleh UNDP dalam Partisipatori tata pemerintahan abad 21 yang menganjurkan setiap negara memberikan kuota keterwakilan kepada perempuan sebesar 30-33 persen pada setiap negara. Hal ini yang membuat partisipasi perempuan meningkat terhadap politik. Wujud di Indonesia dengan melahirkan UU.No.12 tahun 2003 tentang pemilihan Umum dalam calon legislatif. Ada keterwakilan 30 persen yang dicantumkan dalam UU tersebut. Dalam UU.No12 tersebut pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa: setiap partai peserta pemilu dapat 70 mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120 persen seratus dua puluh persen jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan. Dalam pasal 65 ayat 2 ini terkandung makna bahwa partai boleh melakukan spekulasi angka untuk meloloskan calon legislatif yang diusulkan partai untuk menempati kursi di DPR.RI atau DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten Kota. Pasal 65 ayat 2 ini bentuk peluang yang diberikan kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Hal ini tergantung kepada mekanisme yang dibuat oleh partai politik. Dalam hal ini partai politik mempunyai wewenang khusus dalam menyalurkan aspirasi politik Tabel 22 Persepsi Tentang Partisipasi Politik Perempuan dalam No. Pernyataan N SS S CS KS TS 1. Perempuan dalam politik hanya sebagai pelengkap struktur 100 7 23 13 35 22 2. Pengambilan keputusan tentang perempuan sebaiknya melibatkan perempaun 100 35 49 8 6 2 3. Partisipasi perempuan dalam politik masih sedikit 100 16 60 12 9 3 4. Pemimpin perempuan di lembaga Indonesia msh sedikit 100 16 58 11 8 7 5. Kuota 30 dapat wujudkan partisipasi perempuan dalam politik 100 5 62 15 9 9 6. Peran perempuan muncul setelah ada kuota 30 100 15 52 12 13 8 7. Perempuan parlemen belum berperan aktif dalam pengambilan keputusan 100 13 52 14 18 3 8. Perempuan parlemen harus membela kepentingan dan hak perempuan 100 33 54 8 5 9. Perempuan berpolitik bukan kaderisasi 100 16 52 18 9 5 10. Perempuan berpolitik karena desakan diri sendiri 100 12 31 23 25 9 71 11. Perempuan masih sering dicekal dalam kampanye politik 100 6 30 27 23 14 12. Perempuan punya potensi besar dalam politik 100 14 56 19 5 6 13. Kuota 30 dapat membantu jumlah partisipasi politik perempuan 100 9 69 14 2 6 Keterangan: N=total responden, SS=Sangat setuju,S=setuju, cukup setuju, KS=kurang setuju, TD=tidak setuju Tabel 22 menunjukkan pernyataan responden tentang partisipasi politik perempuan. Pada pernyataan tentang perempuan dalam partai hanya sebagai pelengkap, 30 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 70 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa lebih dari sebagian responden menginginkan bahwa perempuan tidak sebagai pelengkap struktur. Karena kemampuan perempuan sudah setara dengan laki-laki. Sehingga ada harapan bahwa perempuan menjadi orang utama dalam suatu organisasi atau lembaga, bukan sebagai pelengkap. Selama ini kita melihat lebih banyak kedudukan perempuan dalam struktur sebagai Bendahara, atau sebagai sekretaris, terkadang sebagai utusan suatu partai, dan selalu diembel-embelkan dengan konotasi yang negatif, lebih cenderung sebagai pelengkap dalam suatu pertemuan. Keinginan yang muncul adalah perempuan jangan dijadikan sebagai pelengkap saja, tetapi difungsikan sebagai struktur yang sesuai dengan proporsinya. Pernyataan tentang pengambilan keputusan tentang perempuan sebaiknya melibatkan perempuan, 84 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 16 persen menyatakan cukup setuju, kurang satuju, tidak setuju. Hal ini dapat diartikan bahwa keinginan untuk terlibat secara nyata dalam politik dan pengambilan keputusan diharapkan oleh sebagian masyarakat. Karena masalah yang menyangkut perempuan,anak dan keluarga, lebih baik melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan. 72 Untuk menghindarkan adanya keputusan yang tidak tepat. Perempuan dinilai mampu untuk menyelami masalah tentang kaumnya. Pernyataan tentang partisipasi perempuan dalam politik masih sedikit, 76 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 24 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat diartikan bahwa kenyataannya bahwa perempuan terlibat secara politik masih sangat sedikit. Dapat kita contohkan DPRD Kota Bekasi, keterlibatan perempuan dalam parlemen berjumlah 5 orang dari 45 orang anggota Dewan. Dapat diartikan bahwa baru 11 persen keterlibatan perempuan dalam politik. Jika dikaitkan dengan kuota 30 persen masih belum terpenuhi. Masih banyak peluang perempuan untuk aktif dalam politik. Pernyataan tentang pemimpin perempuan dilembaga Indonesia masih sedikit. 74 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 26 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemimpin perempuan di Indonesia saat ini masih dapat di hitung dengan jari tangan. Belum banyak kiprah perempuan Indonesia menuju jenjang kepemimpinan di Lembaga Nasional Indonesia. Saat ini hanya perempuan-perempuan tertentu yang dapat menuju kursi kepemimpinan tersebut. Perempuan Indonesia yang telah mendapat akses dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Masih banyak kesempatan yang dapat diraih perempuan untuk menuju tampuk pimpinan di negeri ini. Pernyataan tentang kuota 30 persen dapat mewujudkan partisipasi perempuan dalam politik. 67 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju, 33 persen responden menjawab cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa partisipasi politik perempuan dapat diwujudkan dengan melaksanakan kuota yang telah ditetapkan sebanyak 30 persen terhadap perempuan. Kuota yang diharapkan tersebut dilaksanakan dengan mekanisme yang betul-betul dirancang oleh lembaga yang terkait, 73 dalam hal ini seperti partai politik, KPU Pusat, KPU Daerah, agar kuota betul-betul sebagai bentuk perwujudan partisipasi politik perempuan. Pernyataan tentang peran perempuan muncul setelah adanya kuota 30 persen, 67 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 33 persen menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa perempuan Indonesia sejak dahulu telah menginginkan keterlibatan dalam politik. Telah banyak pula perempuan Indonesia yang berkecimpung dalam politik. Hanya saja keterlibatan perempuan dalam politik tidak berdasarkan keterwakilan yang pasti, tetapi berdasarkan adanya kesempatan dari partai untuk mencalonkan. Sering terjadi perwakilan yang tetap. Sehingga banyak dari partai yang ada di Indonesia tidak mempunyai calon perempuan untuk di legislatif. Pernyataan tentang Perempuan parlemen belum berperan aktif dalam pengambilan keputusan. 65 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 35 persen menyatakan cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa perempuan yang ada diparlemen secara menyeluruh belum terasa perannya terhadap pengambilan keputusan. Belum banyak gebrakan perempuan dalam parlemen untuk memperjuangkan suatu keputusan untuk perempuan di Indonesia. Masih sedikit yang dapat diangkat oleh perempuan parlemen masalah perempuan. dapat dicontohkan tentang masalah TKW tenaga Kerja wanita yang dikirim keluar negri seperti Arab Saudi. Merupakan masalah yang belum dapat dituntaskan sampai sekarang. Pernyataan tentang perempuan parlemen harus membela kepentingan dan hak perempuan. 87 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 13 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa perempuan Indonesia selayaknya memang membela kepentingan dan hak perempuan Indonesia. Pernyataan tentang perempuan berpolitik bukan karena kaderisasi. 68 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 32 persen 74 responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama ini perempuan berpolitik bukan karena kaderisasi, tetapi merupakan pilihan dari partai politik. Sehingga ada sebagian responden menyatakan bahwa sebenarnya perempuan dapat menja di kader yang baik bagi sebuah partai politik. Pernyataan tentang perempuan berpolitik karena desakan diri sendiri. 43 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju. 57 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa perempuan secara keseluruhan selama ini berada dalam partai bukan karena dirinya yang menginginkan tetapi lebih cenderung partai yang memilih. Selama ini keinginan perempuan dalam politik terbelengu dengan ketidak adanya kesempatan yang pasti. Pernyataan tentang perempuan masih sering dicekal dalam kampanye politik. 36 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 64 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama ini perempuan sangat jarang melakukan kampanye sendiri. Lebih seringnya dilakukan berkelompok. Sehingga pencekalan terjadi bukan terhadap perempuan itu sendiri tetapi terhadap kelompok dalam partai politik. Kalaupun ada perempuan yang dicekal dalam kampanye sifatnya adalah menyangkut izin suatu partai terhadap calon legislatif yang ditunjuk partai. Pernyataan tentang perempuan punya potensi besar dalam politik. 70 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju. 30 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara personal perempuan mempunyai kemampuan yang sama dengan laki-laki. Sehingga penilaian terhadap perempuan yang punya potensi besar dalam politik merupakan suatu ukuran yang sebagaimana mestinya. Pada saat sekarang ini perempuan Indonesia sudah mengalami kemajuan dalam pendidikan dan pengetahuan, sehingga setara dengan pendidikan dan pengetahuan yang didapat oleh laki-laki di 75 Indonesia. Sudah banyak perempuan Indonesia yang mendapat pendidikan tinggi, bahkan sudah banyak perempuan Indonesia yang menjadi pakar pada suatu bidang keilmuan. Hal ini merupakan suatu potensi dalam melakukan suatu sikap politik. Pernyataan tentang Kuota 30 persen dapat membantu jumlah partisipasi politik perempuan. 78 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 22 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang stuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa kuota sebagai bentuk atau wujud keterwakilan bagi perempuan merupakan sesuatu yang ditunggu- tunggu oleh perempuan yang mencari kesempatan berpartisipasi dalam politik. Dengan adanya kuota sebanyak 30 persen keterwakilan dilegislatif, maka suatu kesempatan yang sangat pasti bagi perempuan Indonesia untuk melangkah kekancah politik. 5.4.3. Persepsi tentang keterwakilan politik perempuan Keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga pemerintahan dibutuhkan adalah diharapkan perempuan dapat mengambil posisi dalam keikutsertaan sebagai pembuat keputusan politik. Hal ini diperlukan agar perempuan dapat mencegah adanya diskriminasi yang tercipta pada kaum perempuan secara umumnya. Selama ini telah banyak bentuk diskriminasi terjadi dalam masyarakat yang lebih kepada ketidaksetaraan gender. Penyelesaian dalam masalah diskriminasi dari jalur pemerintah adalah dengan me lakukan pemberdayaan yang bertujuan mengajak partisipasi semua warga untuk memberdayakan semua masyarakatnya. 76 Tabel 23 Persepsi Tentang Keterwakilan Politik Perempuan dalam No. Pernyataan N SS S C S K S TS 1. Jumlah perempuan dilegislatif belum 30 100 6 66 11 13 4 2. Perempuan belum pernah menjadi ketua Komisi di DPR 100 3 41 17 29 10 3. 30 cukup sebagai kuota keterwakilan bagi perempuan 100 3 56 18 19 4 4. Partai politik memberi peluang bagi perempuan u memenuhi kuota 30 100 7 47 17 23 6 5. Syarat jadi calon legislatif tidak terlalu sulit 100 4 51 19 15 11 6. Pelayanan partai sangat membantu calon legislatif 100 5 58 27 8 2 7. Pelayanan partai tidak membedakan gender 100 12 52 18 13 2 8. Pendapatan anggota parlemen sama 100 25 56 6 7 6 9. Pemilu dengan sistem Distrik kurang menguntungkan perempuan 100 4 34 18 25 19 10. Pemilu secara porposional membantu peningkatan jumlah kuota perempuan 100 9 60 16 11 4 Keterangan: N=total responden, SS=Sangat setuju,S=setuju, cukup setuju, KS=kurang setuju, TD=tidak setuju Tabel 23 menunjukkan tentang persepsi responden terhadap keterwakilan perempuan di legislatif. Pernyataan tentang jumlah perempuan di legislatif belum 30 persen. Responden menjawab setuju dan sangat setuju sebanyak 72 persen dan 28 persen menjawab cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa kedudukan perempuan di legislatif belum mencapai 30 persen. Kedudukan pe rempuan 77 di dewan baik pusat maupun daerah rata -rata antara 9-11 persen dari total anggota Dewan. Pernyataan tentang perempuan belum pernah menjadi ketua Komisi di DPR. 44 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju, 56 persen menjawab cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam politik bukan harus menjadi ketua komisi. Keterwakilan dapat berada pada posisi mana saja, yang penting menunjukkan peran dalam pengambilan keputusan. Pernyataan tentang 30 persen cukup sebagai kuota keterwakilan bagi perempuan. 59 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju. 41 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa keinginan perempuan untuk ta mpil dalam kancah politik sudah mendapat keterwakilan secara pasti. Kuota dengan 30 persen tersebut dianggap suatu yang perlu dipenuhi terlebih dahulu. Apabila dalam pelaksanaan pemilu berikutnya mencapai target 30 persen dan keinginan perempuan melebihi dari 30 persen tersebut, maka kuota untuk keterwakilan dapat diperjuangkan menjadi kesetaraan 50 persen. Pernyataan tentang partai politik memberi peluang kepada perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen. 54 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju. 46 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa partai politik masih belum sepenuhnya berlaku seperti yang diinginkan UU.No.12 tahun 2003, yang meminta partai politik mengusahakan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dan dapat melakukan spekulasi untuk memenuhi target tersebut. Hal ini belum dilakukan oleh partai politik sehingga peluang untuk memenuhi kuota tersebut masih sulit bagi perempuan. Pernyataan tentang syarat menjadi caleg tidak terlalu sulit. 55 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju, 45 persen responden 78 menjawab cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian Caleg Calon Legislatif menganggap persyaratan partai tidak terlalu sulit, sedangkan sebagian lainnya menjawab partai memberikan syarat yang cukup sulit seperti adanya kesanggupan dalam memberikan kontribusi kepada partai. Hal ini termasuk suatu persyaratan yang dinilai sulit bagi Caleg Calon Legislatif yang tidak mempunyai kemampuan secara material. Pernyataan tentang pelayanan partai sangat membantu calon legislatif. 63 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 37 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa partai politik selama ini ada yang membantu calon legislatif sampai tuntas menjadi anggota legislatif, dan ada partai politik yang mencoba mencari kesepakatan politik yang arahnya menguntungkan partai secara organisasi. Sehingga lebih banyak Caleg patah ditengah jalan. Tidak berjuang secara maksimal untuk mendapatkan posisinya. Pernyataan tentang pelayanan partai tidak membedakan gender. 64 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju, 36 persen responden menjawab cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa partai politik masih ada yang membedakan gender laki- laki dan gender perempuan. Budaya patriarkhi yang dianut masyarakat Indonesia masih sangat mempengaruhi pola pikir pengurus partai maupun masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat masih menganggap bahwa perempuan masih belum layak untuk aktif secara tuntas dalam politik. Kalau ada kesempatan bagi perempuan itu adalah sebagai kesempatan untuk mengisi waktu. Maka banyak perempuan tidak mendapat posisi secara struktural yang tepat dengan kemampuannya. Lebih cenderung di tempatkan pada posisi yang dianggap pantas dilakukan. Kecenderungan pekerjaan yang ringan-ringan. 79 Pernyataan tentang pendapatan anggota parlemen sama. 81 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 11 persen menyatakan cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara peraturan kenegaraan di Indonesia pendapatan anggota DPR, DPRD, diatur secara undang-undang. Sehingga pendapatan akan menjadi sama terhadap personal anggota legislatif. Kalau ada perbedaan adalah karena adanya peraturan partai politik yang diatur secara masing-masing partai untuk kontribusi anggota legislatif terhadap partai politik yang merekomendasikannya. Hal ini membuat tidak sama pendapa tan antara satu personal anggota legislatif dengan anggota legislatif lainnya. Pernyataan tentang pemilu dengan sistem distrik tidak menguntungkan perempuan. 38 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, 62 persen menyatakan cukup setuju, kurang stuju, tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa sistem distrik secara keseluruhan adalah menyelenggarakan pemilu secara langsung yang dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga perempuan yang ingin terlibat dalam politik harus betul-betul mempersiapkan diri secara maksimal. Karena rakyat akan memilih figur dari perempuan yang tangguh dan terutama yang membela kepentingan masyarakat banyak. Responden melihat bahwa bukan keuntungan yang harus dilihat perempuan tetapi kesempatan yang harus ditunjukkannya. Sistem distrik merupakan kompetensi langsung antara perempuan dan laki-laki. Pernyataan tentang pemilu secara proporsional sangat membantu jumlah kuota perempuan. 69 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuaju, 31 persen responden menyatakan cukup setuju, kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa Pemilu secara proporsional merupakan sistem pemilu yang mencari wakil berdasarkan jumlah suara yang dimiliki pada suatu daerah pemilihan. Keikutsertaan perempuan dalam politik secara konseptual akan terbantu dengan sistem proporsional. Karena suara politik dapat diarahkan kepada calon pada 80 daerah yang direkomendasikan, sehingga perempuan yang dijadikan calon kemungkinan akan berhasil menduduki posisi yang direncanakan. Sedangkan sistem distrik belum tentu mendapatkan suara sebagaimana yang direncanakan partai, karena suara bisa dibulatkan kepada calon yang ditentukan partai. Responden mengerti bahwa sistem proporsional dapat membantu perempuan dalam pencalonan pasti.

5.5. Faktor-faktor Kharakteristik yang berhubungan dengan