siswa. Hal ini berkaitan dengan sarana dan prasarana yang tersedia seperti media dan bahan ajar, sumber audio visual, dan peralatan laboratorium serta
guru IPA yang profesional. Selain itu dukungan dan bimbingan orang tua juga menjadi salah satu faktor literasi sains siswa karena siswa menghabiskan
sebagian besar waktu di rumah dalam satu hari. Sehingga siswa yang selalu dibimbing belajar oleh orangtuanya memiliki hasil literasi sains yang berbeda
dengan siswa yang tidak dibimbing belajar oleh orangtuanya. Kemudian latar belakang pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap literasi sains.
Setelah seseorang selesai mempelajari IPA, diharapkan orang tersebut me- miliki kemampuan literasi sains sebagai produkhasil. Seseorang yang me-
miliki literasi sains adalah orang yang mampu menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan konsep sains untuk dapat menilai dalam membuat
keputusan sehari-hari serta memahami interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Selain itu juga
orang yang memiliki literasi sains adalah orang yang mampu menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan,
fakta dan data untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktifitas manusia.
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian Pembelajaran IPA
Faktor internal 1. Jurusan
pendidikan yang diminati
siswa 2. Motivasi dan
kebiasaan belajar siswa
Literasi Sains 1. Berdasarkan gender
2. Berdasarkan status sekolah Faktor eksternal
1. Metode pembelajaran
2. Latar belakang
pendidikan orang tua
3. Profesionalis me guru IPA
4. Fasilitas pembelajaran
IPA 5. Bimbingan
orang tua saat siswa belajar
di rumah
Hakikat IPA
Kurikulum IPA
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik un- tuk memahami sains, mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati,
dan ketekunan, serta sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat serta terjadi pengembangan arah sikap yang positif Mariana dan Praginda,
2009: 33. Menurut Depdiknas 2007: 8 hakikat IPA meliputi empat un- sur, yaitu: 1 produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; 2 proses:
prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; 3 aplikasi: penerap- an metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari;
4 sikap: rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
Sehubungan dengan hakikat pendidikan IPA maka pembelajaran harus lebih dari sekedar bagaimana menjelaskan apa yang dipikirkan oleh guru,
yaitu dengan memodelkan proses pembelajaran yang dialami guru sehing- ga peserta didik dapat mengamati dan mempelajari keterampilan proses,
keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan berpikir ketika mempelajari suatu pengetahuan yang telah menjadi standar pendidikan di
negeri ini Jufri, 2013: 166. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa stan-
dar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pen- didikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
Depdiknas, 2007: 2.
Kurikulum IPA pada masa lampau hanya memfasilitasi siswa yang akan melanjutkan studi dan berkarir dalam bidang IPA atau membutuhkan pe-
ngetahuan yang mendalam tentang IPA. Akibatnya, IPA kurang menyen- tuh bidang sosial masyarakat kemudian terjadi revolusi dalam pendidikan
IPA karena adanya permasalahan salah satunya yaitu adanya penekanan konten pada pure science yang menyebabkan aplikasi IPA dalam kehidup-
an nyata kurang dipelajari Anjasari, 2014: 3.
Berdasarkan permasalahan kurikulum IPA di masa lalu maka menurut Depdiknas 2007: 23 kurikulum IPA di masa depan hendaknya:
a. Menekankan pada pembelajaran sains yang seimbang antara konsep, proses dan aplikasinya.
b. Mengembangkan kemampuan kerja ilmiah yang mencakup proses sains dan sikap ilmiah.
c. Memungkinkan siswa merekonstruksi dan mengembangkan konsep IPA dan saling keterkaitannya serta nilai, sikap, dan kerja ilmiah
siswa. d. Memberikan siswa kesempatan untuk mendemonstrasikan kemampu-
an dalam mencari, memilih, memilah, dan mengolah informasi serta memakainya selama proses pembelajaran, sehingga dapat dinilai po-
tensi dan hasil belajarnya secara adil.
Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia dan sudah mengimplemen- tasikan literasi sains didalamnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan lebih terlihat jelas pada kurikulum
2013. Secara konseptual, kurikulum 2013 tidak berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu berbasis kompetensi. Dalam standar
kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran IPA pada kurikulum 2006 dinyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA juga merupakan suatu proses penemuan. Jadi, pembelajaran dalam KTSP diarahkan melalui kegiatan penemuan
atau inkuiri ilmiah yang merupakan salah satu pendekatan untuk mencapai literasi sains siswa Anjasari, 2014: 4.
Kurikulum terbaru di Indonesia yaitu kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan dari KTSP. Dalam kurikulum ini, standar kompetensi
lulusan dalam KTSP diterjemahkan menjadi kompetensi inti yang dibagi menjadi 3 aspek, yaitu KI 1 dan 2 merupakan aspek sikap, KI 3 menyang-
kut aspek pengetahuan, dan KI 4 menyangkut aspek keterampilan. Pende- katan yang digunakan dalam kurikulum ini adalah pendekatan ilmiah atau
“scientific approach” mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosia- si, dan mengkomunikasikan. Jadi, berdasarkan pendekatan yang diguna-
kan, kurikulum 2013 juga sudah mengimplementasikan pengembangan literasi sains bagi siswa Anjasari, 2014: 4.
Kurikulum yang sudah menerapkan pengembangan konsep IPA kemudian dituangkan kedalam pembelajaran IPA. Namun, pembelajaran IPA tidak
hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian sains misalkan pro-
ses dalam melakukan aktivitas ilmiah dan sikap ilmiah dari aktivitas sains.
Keterampilan proses sains inilah yang digunakan ketika mengerjakan aktivitas-aktivitas sains dan dapat juga diterapkan dalam kehidupan kita
sehari-hari ketika kita menemukan persoalan-persoalan keseharian dan kita harus mencari jawabannya Tawil dan Liliasari, 2014: 7.
Pembelajaran sains dilaksanakan dengan harapan tercapainya tujuan pen- didikan sains yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. Dengan kompeten- si itu peserta didik akan mampu belajar lebih lanjut dan hidup dimasya-
rakat yang saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains dan tek- nologi Toharudin, Rustaman, dan Hendrawati, 2011: 6.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan sains maka menurut Hidayat dalam Hasruddin, 2001: 40, tujuan pendidikan sains masa kini dan masa yang
akan datang hendaknya ditujukan kepada pengembangan individu-individu yang melek IPA, mengerti IPA, memiliki dasar IPA yang cukup seperti
fakta-fakta, konsep-konsep, kaitan antarkonsep dan keterampilan proses yang memungkinkannya mengembangkan ilmunya dan berpikir logis.
Dengan demikian, setiap individu akan menghargai nilai-nilai IPA dan teknologi di msyarakat Hasruddin, 2001: 3. Selain itu, pendidikan IPA
merupakan suatu upaya atau proses untuk membelajarkan siswa untuk me- mahami hakikat IPA produk, proses dan mengembangkan sikap ilmiah
dan tindakan berupa aplikasi IPA yang positif Mariana dan Praginda, 2009: 35.