Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bagan 2.1 Aspek-aspek Peningkatan Komunikasi Aminuddin, dalam Resmini dkk. 2009, hlm. 33 Peningkatan kemampuan komunikasi siswa didukung oleh isi pembelajaran bahasa Indonesia itu sendiri. Isi pembelajaran tersebut meliputi bahan ajar yang berisikan kemampuan-kemampuan berbahasa. Menurut Kurikulum dalam Resmini, 2009, hlm. 31 “Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1 mendengarkan menyimak, 2 berbicara, 3 membaca, dan 4 menulis.

2. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa Indonesia berlandaskan pada beberapa teori belajar. Teori ini memiliki beberapa kegunaan dalam pembelajaran bahasa. Djuanda 2014, hlm.8 mengemukakan bahwa Kegunaan teori, termasuk di dalamnya teori belajar bahasa, berguna untuk : a menyempurnakan suatu praktik, b memperjelas sesuatu, membuat orang mengerti sesuatu atau memberi tahu bagaimana mengerjakan sesuatu, c dapat merangsang pengetahuan baru dengan jalan memberikan bimbingan ke arah penyelidikan selanjutnya, misalnya dengan membuat deduksi tentang apa yang akan terjadi pada situasi dalam konteks tertentu. Menurut Resmini dkk.2009, hlm. 4 “Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip 1 humanisme, 2 progresivisme, dan 3 rekonstruksionisme. ” Selain prinsip belajar yang telah dikemukakan, ada beberapa prinsip atau teori belajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Teori tersebut terdiri Skemata Kebahasaan Strategi Produktif Mekanisme Psikofisik Konteks dari behaviorisme, mentalisme, kognitivisme, kontruktivisme, dan fungsionalisme. Dalam penelitian ini, teori belajar yang berkaitan dengan penggunaan metode 6P pada materi meringkas buku meliputi teori humanisme, behaviorisme, kognitivisme, konstruksionisme, dan fungsionalisme. a. Humanisme Menurut Resmini dkk. 2009 pada prinsip ini terdapat wawasan bahwa manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Perilaku manusia juga dilandasi oleh motif dan minat tertentu.Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi prinsip ini pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yaitu guru hanya menjadi fasilitator dan model, siswa diyakini dapat menemukan pemahamannya sendiri, pembelajaran harus dirasa bermakna dan berguna, isi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan siswa, serta guru juga harus melihat siswa secara individual dengan keunikannya sehingga pembelajaran tidak hanya dilakukan secara klasikal saja. Djuanda 2014, hlm 24 mengemukakan bahwa “Menurut pandangan ini, bahasa haruslah dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan siswa secara utuh bukan sekedar sesuatu yang intelektual semata- mata.” Kaitan teori humanisme dengan penelitian ini bahwa siswa akan menemukan pemahamannya sendiri tentang bagaimana suatu kalimat dapat dibuat secara ringkas. Pembelajaran di kelas juga menjadikan guru hanya sebagai fasilitator agar siswa terlibat dalam pembelajaran dengan baik. b. Behaviorisme Prinsip behaviorisme dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Prinsip ini menyatakan di mana ada stimulus pasti akan ada respon. Jika respon yang diharapkan bermakna, maka harus disiapkan kondisi stimulus yang bermakna pula. Namun, sebelumnya harus melakukan kontrol terhadap lingkungan stimulus yang akan diberikan. Menurut Edward L. Thorndike dalam Djuanda, 2014, hlm. 9 “Dalam melakukan kontrol perlu diperhatikan tiga hal yaitu law of effect atau kaidah efek, law of excersise atau kaidah latihan, law of readinnes atau kaidah kesiapan.” Kaidah efek menjelaskan bahwa respon akan terbentuk tergantung pada efek yang diperoleh. Jika efek yang diperoleh suatu kesenangan maka respon yang diberikan akan maksimal, begitu sebaliknya. Kaidah latihan beranggapan bahwa semakin sering diadakan latihan maka semakin bagus respon yang diberikan. Kaidah kesiapan beranggapan bahwa belajar itu akan lebih baik berada dalam keadaan tegang dan disiplin agar tercipta suatu keseriusan. Implikasi prinsip behaviorisme dalam pembelajaran bahasa menurut Djuanda 2014 pada tahun 1970-an terdapat wawasan bahwa belajar bahasa merupakan pemberian stimulus kebahasaan yang bisa berbentuk latihan, peniruan, dan pembiasaan yang diikuti penguatan dari guru. Belajar bahasa juga harus difokuskan pada keterampilan tertentu. Selain itu belajar bahasa tidak melibatkan aktivitas mental, melainkan kenyataan yang muncul pada respon. Kaitan teori ini denga penelitian yang dilakukan terletak pada keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Agar siswa tertib dalam mengerjakan tugas, diberikan stimulus berupa sanksi dan pujian. Ketika siswa tidak mengerjakan tugasnya maka ia akan diberi bintang merah sebagai peringatan. Dalam kaitan kebahasaannya, siswa diberikan latihan berupa menulis huruf kapital dengan benar dan melihat guru membuat pemetaan pikiran. c. Kognitivisme Teori kognitivisme dipelopori oleh Jean Piaget. Menurut teori ini, pengalaman yang sudah ada skemata dimanfaatkan untuk memperoleh pengetahun baru. Teori ini memandang pembelajaran sebagaimana dikemukakan Djuanda 2014, hlm. 17 “...belajar juga dapat disikapi sebagai asimilasi dan akomodasi yang bermakna sehingga dapat menghasilkan pemahaman, penghayatan, dan keterampilan.” Asimilasi di sini berarti bahwa siswa tidak harus mengubah skematanya ketika menerima pengetahhuan baru. Sedangkan akomodasi menuntut siswa mengubah terlebih dahulu skematanya untuk menerima pengetahuan baru. Aminuddin dalam Djuanda, 2014 menyarankankan bahwa dalam pembelajaran menurut teori ini menganjurkan guru menyajikan materi yang saling berkaitan. Selain itu, pembelajaran juga harus disesuaikan dengan pengetahuan siswa, proses pembelajaran yang menarik, alamiah, dan memiliki nilai fungsional bagi siswa. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan skematanya setelah membaca buku, mengaitkan setiap gagasan yang ia temukan dengan gagasan lain sehingga membentuk pengetahuan isi buku yang ia baca. d. Konstruktivisme Teori konstruktivisme didasari oleh pandangan Jean Piaget, Vigotsky, dan Bruner. Teori ini menekankan bahwa siswa dengan sendirinya mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan konsep rasional. Menurut Djuanda 2014, hlm. 118 “Pemahaman kenyataan dan pemecahan masalah menghasilkan pengetahuan baru dalam proses yang aktif dan dinamis. Siswa merekonstruksi pengetahuannya oleh dirinya sendiri.” Beberapa hal perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme. Hal ini dikemukakan oleh Djuanda 2014 bahwa dalam merencanakan isi dan proses pembelajaran bahasa Indonesia, guru harus mempersiapkan materi konkret yang bisa diamati siswa, karakteristik materi, hubungan materi dengan lingkungan siswa, serta keterhubungan pembelajaran dengan kehidupan sosial siswa. Hubungan antara teori konstruktivisme dengan penelitian ini yaitu ketika siswa membaca sebuah buku, maka kemudian ia akan membangun sebuah pemikiran tentang isi buku tersebut. Pengetahuan yang telah ia dapatkan dari membaca buku akan dituangkan dalam sebuah pemetaan pikiran. e. Fungsionalisme Teori fungsionalisme merupakan landasan dari pendekatan komunikatif. Perbedaan teori ini dengan teori lain dikemukkan oleh Djuanda 2014 bahwa bahasa merupakan fakta soisal, bahasa memiliki tiga tataran fungsi ideasional, interpersonal, tekstual, belajar bahasa harus sesuai dengan fungsinya dalam kehidupan, memahami bahasa berawal dari memahami penggunaannya, serta hakikat belajar bahasa adalah belajar menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi dan kaidah sosial. Implikasi teori fungsionalisme pada pembelajaran bahasa Indonesia menurut Djuanda 2014 yaitu bahwa pembelajaran bahasa Indonesia harus bermakna dan berfungsi bagi siswa, merujuk pada kepentingan pengembangan berbahasa baik secara individu maupun kelompok, serta berorientasi pada pengembangan kemampuan untuk meningkatkan nilai kebangsaan dari bahasa Indonesia. Kaitan teori pembelajaran fungsionalisme dengan penelitian ini adalah kegunaan dari menulis ringkasan sangat dibutuhkan oleh siswa. Pada saat tertentu dijenjang pendidikan selanjutnya, siswa akan mengahadapi materi pembelajaran yang lebih rumit. Oleh karena itu, kemampuan menulis ringkasan ini diajarkan agar mempermudah siswa mempelajari pelajaran dijenjang selanjutnya.

3. Sumber dan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia