Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda Berbagai Stereotipe Orang Lanjut Usia

Kepribadian Pada Lanjut Usia Meilisa Maretta Arif, S.Ked 406080047 seseorang sangat memikirkan proses ketuaannya dan membiarkan saja proses menua mentalnya terjadi apabila tanda-tanda pertama ketuaan fisik tampak.

C. Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda

Karena arti tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak muda, maka orang cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik. Bagi usia tua, anak-anak adalah lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa dan harus dirawat, sedang orang dewasa adalah sudah besar dan dapat merawat diri sendiri. Orang tua mempunyai rambut putih dan tidak lama lagi berhenti dari pekerjaan sehari-hari. Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai lanjut usia dalam cara yang sama dengan cara penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri dan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukannya. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka, banyak orang berlanjut usia melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda proses menua fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi diri dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia.

D. Berbagai Stereotipe Orang Lanjut Usia

Dalam kebudayaan orang Amerika dewasa ini, terdapat banyak stereotipe orang lanjut usia dan banyak kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari pelbagai sumber, empat yang paling umum dijelaskan berikut ini: Pertama, cerita rakyat dan dongeng, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, cenderung melukiskan lanjut usia sebagai usia yang tidak menyenangkan. Walaupun pendapat tersebut benar tentang beberapa gambaran orang berlanjut usia yang bersikap baik dan mempunyai pengertian, tetapi banyak juga yang menggambarkan mereka, khususnya wanita sebagai orang yang rewel dan jahat. Kedua, orang yang berlanjut usia sering diberi tanda dan diartikan orang secara tidak menyenangkan oleh pelbagai media massa. Contohnya, Shakespeare membuat 132 acuan tentang perubahan fisik dan perilaku yang menyertai lanjut usia. Dia menggambarkan masa uzur sebagai berikut: Babak terakhir dari segalanya, Yang mengakhiri sejarah peristiwa aneh ini, Adalah masa kekanak-kanakan tahap kedua, dan semata-mata kepikunan, Kehilangan gigi, kehilangan penglihatan, kehilangan pendengaran, kehilangan pengecapan, dan kehilangan segalanya. Shakespeare juga menulis tentang penampilan orang usia tua sebagai berikut: Pakaiannya seperti anak muda , cukurannya bagus, dunianya yang begitu luas Tulang keringnya mengkerut, dan suaranya berwibawa Kembali lagi ke sifat yang lebih kekanak-kanakan, berpipa dan suaranya berdesis. Salah satu dari beberapa referensi literer terhadap lanjut usia, antara lain dibuat oleh Browning: Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009 89 Kepribadian Pada Lanjut Usia Meilisa Maretta Arif, S.Ked 406080047 Tumbuhlah menua bersama aku, Yang terbaik sungguh terjadi, Yang terakhir dari hidup, yang baginya yang pertama telah terjadi. Gambaran orang lanjut usia dalam karya sastra puisi dewasa ini nampak cenderung bernada negatif. Sohngen dan Smith menyimpulkan dari studinya tentang puisi modern, bahwa pekenannya terletak pada hilangnya daya fisik, hubungan sosial, dan emosi. Mereka menulis, “Gambaran tentang usia yang ditemukan dalam sebagian besar puisi dan sajak yang ada, adalah sama dengan gambaran tipe-tipe stereotipe negatif dari kebudayaan popular.” Cerita fiksi tidak lagi menarik dan menyenangkan bagi mereka yang berlanjut usia ketimbang puisi. Alasannya adalah karena dalam kedua bentuk sastra tersebut orang berlanjut usia digambarkan secara negatif. Bagaimanapun juga ada bukti-bukti bahwa pada tahun-tahun belakangan ini, cerita fiksi bagi anak-anak menggambarkan secara rinci orang berlanjut usia dalam nada yang kurang negatif daripada di masa yang lalu. Televisi telah ikut ambil bagian dalam mempopulerkan pendapat klise tentang orang lanjut usia. Karena sajiannya secara konstan hanya menekankan pada kecantikan dan keperkasaan anak muda, maka orang berlanjut usia tampaknya tidak menarik dan tidak efektif kalau digunakan sebagai pembanding. Walaupun televisi tidak secara langsung menekankan aspek negatif lanjut usia, tetapi sesungguhnya secara tidak langsung televisi menonjolkan aspek negatif tersebut karena membandingkan orang berlanjut usia dengan anak muda. Ketiga, berbagai humor dan canda yang berbeda juga menyangkut aspek negatif orang lanjut usia, dengan acara yang tidak menyenangkan dan klise yang sebagian besar lebih menekankan sikap ketololan sebagai orang tua daripada kebijakan. Hal demikian, yang tidak dapat dimengerti, cenderung menimbulkan sikap negatif yang memperkuat pendapat klise yang ada tentang orang tua lanjut usia tidak menyenangkan. Keempat, pendapat klise lama telah diperkuat oleh hasil studi ilmiah, karena masalah pokok dari studi tersebut pada umunya menekankan masa sebelumnya, bahwa orang-orang dalam lembaga tertentu yang kemampuan fisik dan mentalnya telah menurun merupakan orang penting yang bertanggung jawab terhadap proses perlembagaannya, sehingga tidak mengherankan lagi kalau hasil studi semacam itu justru mendukung pendapat klise yang sudah populer. Akan tetapi, ada juga studi yang sampelnya mewakili orang lanjut usia yang tidak banyak menunjang pendapat klise tersebut. Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang lanjut usia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang yang lebih muda. Menurut pendapat klise ini, seperti dijelaskan oleh Berry, “Orang muda itu indah dan cantik, dan orang berlanjut usia itu jelek. Pendapat klise yang tidak menyenangkan ini tampaknya membuat ia sulit untuk melihat lanjut usia sebagai segalanya melainkan lebih merupakan hal yang negatif dalam kehidupannya. Sama pentingnya bahwa konsep diri tentang lanjut usia yang dipunyai orang, yang dibentuk pada awal tahun kehidupannya dan yang lebih banyak dilandasi oleh budaya klise daripada pengalaman pribadi seseorang pada lanjut usia, mempengaruhi sikap mereka sendiri baik yang berlanjut usia maupun yang sedang dalam masa menuju tua. Karena efek seperti ini bersifat negatif, sehingga menambah ketakutan mereka terhadap lanjut usia dan menimbulkan konsep diri yang negatif. Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009 90 Kepribadian Pada Lanjut Usia Meilisa Maretta Arif, S.Ked 406080047

E. Sikap Sosial Terhadap Lanjut Usia