Pola Tempat Tinggal Daerah Asal Anak Jalanan

5 | P a g e 3. Mengamen dan mengemis. Kegiatan mengamen dan mengemis dilakukan di sekitar perempatan jalan lampu merah. Usia anak jalanan yang melakukian pekerjaan mengamen dan mengemis ini bervariasi antara 8 – 19 tahun, bahkan juga terdapat anak-anak dibawah usia 8 tahun. Hasil wawancara dengan Dinas Sosial, dapat diinformasikan bahwa dari ke tiga jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak jalanan tersebut, kelompok pengamen dan pengemis, merupakan kelompok yang sangat sulit untuk dibina karena pada kelompok ini, selain bekerja sendiri juga terdapat anak-anak yang dikoordinir oleh suat u “jaringan” yang memanfaatkan anak-anak jalanan untuk memperoleh penghasilan. Salah seorang staf dinas sosial mengatakan, hasil dari pekerjaan anak jalanan bisa mencapai Rp.30.000 – Rp.50.000 per hari. Bahkan untuk pekerjaan mengamen bisa memperoleh uang sampai Rp.85.000 per hari. Hal ini, menjadi alasan yang cukup untuk menjadikan anak jalanan sulit melepaskan diri dari pekerjaan tersebut karena merasa sudah bisa mencari uang sendiri dengan jumlah yang relatif besar. Namun, saat ditanyakan kepada beberapa orang informan, menyebutkan pendapatan mereka tidak pernah lebih dari Rp 30.000,- dalam sehari. Terdapat dua kategori umur bila dikaitkan dengan pekerjaan anak jalanan. Pertama, anak jalanan usia sekolah pada umumnya memiliki pekerjaan berjualan, menyemir sepatu, dan mengemis. Sedangkan anak jalanan pada usia di atas 13 tahun pada umumnya memilih pekerjaan sebagai pengamen. Kegiatan mengamen dilakukan baik secara sendiri- sendiri maupun secara berkelompok antara 2-3 orang. Hasil pengamatan terhadap 3 orang anak yang berusia antara 6-10 tahun di sekitar taman kota Imam Bonjol, menunjukkan bahwa anak-anak tersebut melakukan kegiatan mengamen dibawah pengawasan ibu mereka. Anak-anak tersebut melakukan kegiatan mengamen di persimpangan jalan sekitar Polresta, sementara ibu mereka duduk santai menunggu di dalam taman kota. Ketika anak-anak mereka selesai mengamen, si ibu meminta hasil dan anak di suruh kembali ke jalan untuk mengamen. Menurut informan salah seorang staf Dinas Sosial dan pengelolah Rumah singgah menuturkan sebagai berikut : terjadinya tindakan kriminal seperti pencopetan, narkoba, mengisap bensin, dan sebagainya pada umumnya dilakukan oleh anak jalanan dari kelompok usia diatas 15 tahun dan bekerja sebagai pengamen. Kelompok ini umumnya merupakan anak-anak yang berasal dari lingkungan umumnya kurang harmonis atau keluarga yang sangat sibuk sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan dan mengawasi perkembangan anak mereka. Akibatnya anak tersebut mencari kesenangan sendiri dengan hidup sebagai anak jalanan. Berbeda dengan usia anak jalanan, usia pengemis relatif didominasi oleh orang dewasa atau orang tua. Pekerjaan mengemis dilakukan secara sendiri maupun dengan bantuan seorang perempuan dewasa dan anak-anak yang menuntunnya di jalan. Kondisi fisik pengemis beraneka ragam seperti; buta, cacat kaki, dan sebagian juga ada yang sudah renta. Menurut data dari program Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Dinas Sosial propinsi Sumatera Barat, bahwa di Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 terdapat sebanyak 621 orang pengemis dimana sebagian besar 235 orang atau 37,84 berada di Kota Padang. Kemudian disusul oleh kebupaten Pesisir Selatan sebanyak 88 orang 14,17 dan Kota Solok sebanyak 68 orang 10,95. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kota Padang masih merupakan daerah yang cukup diminati oleh pengemis dalam upaya mencari rezeki.

c. Pola Tempat Tinggal

ada umumnya anak jalan masih tinggal bersama orang tua atau angota keluarga yang lain, terutama anak jalanan yang masuk kategori usia sekolah. Hanya sebagian kecil saja anak jalanan yang lepas kontak dengan orang P 6 | P a g e tua atau anggota keluarganya. Mereka inilah yang cendrung melakukan kegiatan- kegiatan seperti menghisap lem dan bensin. Sementara anak lainnya tetap tinggal dengan orang tua, hanya pada saat melakukan pekerjaan saja berada di jalan atau di lorong-lorong pasar. Berdasarkan data dari Rumah Singgah, anak jalanan yang murni lepas dari orang tuanya bisa dihitung dengan jari, artinya relatif kecil jumlahnya. Anak jalanan yang dibina di Rumah Singgah Srikandi misalnya, dari 114 anak yang dibina terdapat dua orang yang murni anak jalanan dimana mereka tidur di pasar atau di emperan toko. Demikian anak jalanan yang dibina di Rumah Singgah Bina Generasi menunjukkan bahwa pada umumnya anak- anak tersebut masih tinggal bersama orang tua atau anggota keluarganya, atau ada sebagian anak jalanan yang sudah memiliki penghasilan lebih baik dan merasa sudah bisa mandiri, maka mereka akan menyewa rumah sendiri yang disewa secara bulanan. Pengemis pada umumnya tinggal dengan cara mengontrak kamar atau rumah sederhana. Hal ini karena pengemis pada umumnya berusia dewasa atau tua sehingga tidak memungkinkan mereka untuk tinggal menumpang pada saudara mereka. Menurut informan dari Dinas Sosial Kota Padang, penghasilan dari mengemis dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga pengemis termasuk untuk menyewa rumah meskipun rumah ukuran kecil dan semi permanen. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu penyebab mengapa pekerjaan mengemis sulit dihapus dari pusat-pusat kota seperti Padang dan Bukittinggi karena penghasilan dari pekerjaan mengemis tersebut cukup memadai.

d. Daerah Asal Anak Jalanan

idak ada data yang pasti berkenaan dengan daerah asal anak jalanan. Namun hasil wawancara dengan Dinas Sosial dan Rumah Singgah menunjukkan daerah asal anak jalanan adalah Pesisir Selatan 10 orang, Pariaman 9 orang , Solok 7 orangdan kota Padang 12 orang. Permasalahannya adalah keluarga tersebut langsung memboyong semua anggota keluarganya ke Padang pada hal pekerjaan belum dimiliki. Akibatnya banyak anggota keluarga yang akhirnya bekerja serabutan. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada akhirnya anak-anak juga ikut melakukan pekerjaan orang tua mereka dengan bekerja sebagai penjual koran, kantong plastik, rokok, mengamen, mengemis dan sebagainya. Sama halnya dengan anak jalanan, menurut informan Dinas Sosial bahwa sebagian besar dari pengemis yang beroperasi di Kota Padang berasal dari kabupaten Pesisir Selatan dan Padang Pariaman. Hal ini juga sama dengan apa yang diinformasikan oleh pengelola rumah singgah bahwa para pengemis tersebut umumnya berasal dari Pesisir Selatan dan Padang Pariaman.

e. Alasan Menjadi Anak Jalanan