1 | P a g e
POLA PENANGANAN ANAK JALANAN DAN PENGEMIS DI SUMATERA BARAT
KASUS KOTA PADANG DAN KOTA BUKITTINGGI
Erwin
1
, Nilda Elfemi
2
Abstract There is a trend of the number of street children and beggars have increased in the
last ten years in West Sumatra. Studies conducted by Erwin 2006 showed an increase in the number of street children and beggars, among others, caused by;
weakening of social solidarity in the community, and a decreasing function of protection against the matrilineal extended family members. This research has
identified characteristics of the street children and beggars in the city of Padang and Bukittinggi, and analyzing models of development that has been undertaken by the
government Ministry of Social Affairs and the people in orphanages and shelters. The approach used in this study is a qualitative approach.
The results showed that in general, street children are either dropouts at primary school, junior high or high school. Coaching program street children who do not
maximized, look at the level of independence of street children after obtaining coaching are relatively low. The causes: First, the relatively short development time.
Second, the educational scholarship program at a halfway house coaching stops since 2008. Third, provincial and municipal governments, dependent on funds from
the central government. Development of street children in the orphanage, showed relatively better results, but
so far no special foster homes are street children. Social institutions which is a Unit of the Department of Social Welfare, do not set a target street children coaching.
Likewise, the social institutions owned by the community so far has not opened up for street children to get service and support. Coaching street kids through a system of
nursing is an option that can be considered for development. Nursing management established by the society during this tends to have staying power and a better level
of independence. Keywords: Street Chlidren, Beggars, West Sumatra, Development, Orphanage system
A. Pendahuluan
enduduk Sumatera Barat, pada tahun 2010 berjumlah 5.120.320
orang; terdiri dari 2.320.060 laki-laki dan
2.800.260 perempuan.
Laju pertumbuhan penduduk, 1,6 pertahun,
kondisi ini
berimplikasi meningkatnya tekanan
penduduk terhadap
lahan pertanian dan tanah pusaka meningkat.
Keadaan ini
berimplikasi terhadap
berkurangnya atau hilangnya akses anggota keluarga luas matrilinial untuk
menjadikan lahan
pertanian sebagai
sumber ekonomi dan untuk memamfaatkan tanah pusaka, untuk berbagai keperluan.
Hasil Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2010, jumlah penduduk miskin
tercatat sebanyak 1.079.241 orang atau sebanyak 233.825 KK, sekitar 22,07
penduduk Sumatera Barat. Meningkatnya jumlah keluarga miskin di Sumatera Barat,
akan berpengaruh terhadap kemampuan
P
1
Penulis adalah dosen tetap jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, Padang.
2
Penulis adalah dosen Luar Biasa jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, Padang
2 | P a g e
keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga, yang untuk
sebagian keluarga
terpaksa harus
membiarkan anggota keluarganya untuk melakukan berbagai aktifitas ekonomi di
jalanan. Suku
bangsa Minangkabau
merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia
yang menganut
sistem kekerabatan matrilinial, mendiami sebagian
besar daerah Propinsi Sumatera Barat, dan merupakan salah satu suku bangsa
dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, setelah suku bangsa Jawa,
Sunda, dan Madura Naim 1984:34-38. Karakteristik
yang menonjol
dari masyarakat
matrilinial Minangkabau
adalah; menarik garis keturunan dari pihak perempuan; ada suku, sub-suku matrilinial
dan kelompok keluarga lebih kecil, yang dipersatukan oleh kepemimpinan askriptif
dalam berbagai tingkat pemilikan tanah komunal. Keberadaan tanah komunal pada
masyarakat Minangkabau yang agraris menjadi
inti kelangsungan
sistem matrilineal, terutama berkaitan dengan
bentuk-bentuk perlindungan
terhadap seluruh anggota keluarga luas matrilineal
Erwin: 2006. Di
Sumatera Barat,
jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial,
seperti; anak jalanan berjumlah 7.086 orang, anak terlantar berjumlah 53.352
orang, pengemis berjumlah 1.361 orang dan anak nakal berjumlah 10.588 orang
Dinas Sosial Propinsi Sumbar, 2010. Keberadaan anak jalanan dan pengemis
perlu mendapat perhatian yang serius, sebagai
anak seharusnya
mereka memperoleh ruang dan waktu yang
kondusif untuk
perkembangan fisik
masupun psikis anak secara wajar. Anak- anak
yang seharusnya
mendapat perlindungan, kini harus berjuang sendiri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena tidak mendapat perlindungan dan
perhatian dari keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tulisan ini akan membahas;
karaktersitik anak jalanan dan pengemis, dan bagaimana pemerintah menyikapi
kehadiran anak jalanan dan pengemis serta peran apa saja yang sudah, sedang
dan akan dilakukan oleh pemerintah untuk memberdayakan
anak jalanan
dan pengemis ?
B. Kerangka Pemikiran