PENGARUH AMNION LIOFILISASI STERIL-RADIASI (ALS-R) TERHADAP PENYEMBUHAN FRAKTUR FEMUR YANG DILAKUKAN OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) PADA TIKUS PUTIH SPRAGUE DAWLEY

(1)

ABSTRAK

PENGARUH AMNION LIOFILISASI STERIL-RADIASI (ALS-R) TERHADAP PENYEMBUHAN FRAKTUR FEMUR YANG DILAKUKAN OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) PADA TIKUS PUTIH

SPRAGUE DAWLEY

Oleh

Suci Widya Primadhani

Penatalaksanaan fraktur dengan metode Open Reduction Internal Fixation (ORIF) memiliki kekurangan berupa risiko tinggi infeksi, non union, kegagalan implantasi dan refraktur. Amnion Liofilisasi Steril-Radiasi (ALS-R) telah diketahui memiliki growth factor dan cell scaffold yang dapat berperan dalam penyembuhan fraktur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF secara histopatologi pada proses penyembuhan fraktur femur pada tikus. Penelitian ini melibatkan 30 tikus Sprague Dawley. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok yakni fraktur (K), fraktur yang dilakukan ORIF (P1) dan fraktur yang dilakukan ORIF dengan penambahan ALS-R (P2). Setelah 28 hari tikus diterminasi dan diambil jaringan tulang femur yang diamati secara histopatologi dengan menggunakan skoring Salked. Penelitian ini menggunakan analisis non-parametrik Kruskal-Wallis dan post hoc

Mann-Whitney. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik skor histopatologi

penyembuhan fraktur antara ketiga kelompok penelitian (p<0,05). Perbandingan rata-rata skor histopatologi pada kelompok P2 dan P1 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05), namun rata-rata skor histopatologi lebih tinggi pada kelompok P2 dibandingkan dengan kelompok P1. ALS-R memberikan pengaruh positif terhadap penyembuhan fraktur femur tikus putih

Sprague Dawley.


(2)

ABSTRACT

ROLE OF LYOPHILIZED RADIATION STERILIZED AMNIOTIC MEMBRANE TOWARD BONE HEALING OF FRACTURE FEMUR IN

OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) IN SPRAGUE DAWLEY RATS

By

Suci Widya Primadhani

Fracture treatment with Open Reduction Internal Fixation (ORIF) method has some weaknesses such as high risk infection, non union, implantation failed, and refracture. Lyophilized Radiation Sterilized Amnion Membrane (ALS-R) known that has some growth factors and cells scaffold which play role in fracture healing. This study aims to know the role of giving ALS-R in ORIF histopathologically in fracture femur healing process in rats.This study is involving 30 Sprague Dawley rats. Samples divided into three groups, whic is fracturized (K), fracturized and immobilized with ORIF (P1), and fracturized then immobilized with ORIF and given ALS-R (P2). After 28 days samples were terminated and took for its femur and analized histopathologically using Salked score. Data were analized with Kruskal-Wallis test and post hoc Mann-Whitney. This study results a statistically different histopathologic fracture healing between three groups (p<0,05). Comparison the means of P2 and P1 showed there was no significance difference, how ever the means of P2 is higher than P1. ALS-R has a positive impact toward fracture femur healing in Sprague Dawley rats.


(3)

PENGARUH AMNION LIOFILISASI STERIL-RADIASI (ALS-R) TERHADAP PENYEMBUHAN FRAKTUR FEMUR YANG DILAKUKAN OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)

PADA TIKUS PUTIH SPRAGUE DAWLEY

Oleh:

SUCI WIDYA PRIMADHANI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

i$:,i

Ilt:::.t+i[ "l:..\.i!"r":tffi

ttr;r?x*t$

,.,.].\ -"""t

scll{fr{s#


(5)

(6)

'wv1ef,und lsnqured 9l0Z uvrulr-l'Eundure.I r"prreg

'edes epedel

rrE{lJeqrp Euez( rslues

wp

13qHB EunEEueueu Brpesreq e,(es ,ueleuaq{sprlel

eduepe rrlnlmueilp

epfurel'rmq

tmrprnue>1

p

elpede

tw

ueeledtued selv 'Eundurul sslrsJelrun upedel edmpuedes uuplereslp 1uI r{Blrrr11

efru]

su]e lenplele]w

{BH

.Z

,

'eurslrelEeld pqserp Eue.( nep

Turep?)lg }a[uredseru urBlsp n)pFeq Euu{ qepqr 3{4e s}3} runsos {BpIl Brec uuEuep rrBI srFued

edrq

sele uudgp8ued nep uapldrlued uatn{Bleur {ep4 IIBP IJIPUES EI,*4IIS,IT TIBI,PB ,JXTilYQ XNDYf,dS HIJNd SMIJ YOVd

(rruo)

Norlyxu

ryMtxJM

NorJJnaw

Nxdo

Ny)rlxVfrc

cNvA

unwgc

uruxvud

N\rHngI{IIANird

dvc\ttruilJ

(u-srv)

IsYI0\Qr

-1ruil^ts

IsvsIfIdoI'I

NOINIAIV

HnUVSNAd. Inpfif

ueEuep rsdp15 .I

:"Arqeq 'efrueueqes neEuep uu4epdueur e{us rm ue8ueq


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung 18 Febuari 1994, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Yansari dan Ibu Erwina.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Cahaya, Bekasi pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDS Angkasa IV, Jakarta pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 109 Jakarta diselesaikan pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 71 Jakarta diselesaikan pada tahun 2012.

Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif menjadi Wakil Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung periode 2014/2015 dan aktif dibeberapa organisasi lainnya seperti PMPATD PAKIS Rescue Team dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina tahun 2012-2014.


(8)

SANWACANA

Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan serangkaian proses penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.

Skripsi dengan judul ”Pengaruh Amnion Liofilisasi Steril-Radiasi (ALS-R) terhadap Penyembuhan Fraktur Femur yang Dilakukan Open Reduction Internal

Fixation (ORIF) pada Tikus Putih Sprague Dawley” adalah salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

sekaligus sebagai pembahas atas saran dan masukan yang sangat konstruktif bagi penulis.


(9)

3. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes, Sp. MK, selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

4. dr. Hanna Mutiara, M.Kes selaku pembimbing satu atas kesediaan waktu, tenaga serta pikiran dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. Ahmad Fauzi, M. Epid., Sp.OT, selaku pembimbing dua atas kesediaan waktu, tenaga, serta pikiran ditengah kesibukannya dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran dan pengarahan pada penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan telah mengajarkan banyak hal terkait serangkaian proses penelitian ini.

6. dr. Indri Windarti, Sp.PA, atas dukungan motivasi, dana, tenaga dan pikiran ditengah kesibukan beliau kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT, selaku pembimbing akademik atas kesediaan waktu, tenaga serta pikiran dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Ir. Basril Abbas, M.Si, atas kesediaan waktu, tenaga serta pikiran yang telah membantu dalam pembuatan ALS-R dan Bapak Ir. Ismanto Jumadi yang telah menjembatani penelitian ini dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Terima kasih kepada segenap pihak BATAN yang telah membantu.

9. Dokter dan Staff Pengajar, Staff Administrasi serta seluruh civitas

akademica Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas keramahan dan


(10)

tercinta, Ir. Erwina atas kiriman doa, kasih sayang, kesabaran, semangat, motivasi dan nilai-nilai kehidupan yang berharga kepada penulis. Papa tercinta Ir. Yansari, MM, yang juga tiada henti memberikan doa, kasih sayang, dukungan finansial, arahan dan semangat juang kepada penulis. Abang Muhammad Arief Akbar dan adik Nadya Nurmadina yang merupakan anggota keluarga kecil ku yang berbahagia. Keluarga Besar Nawawi Aziz, sepupuku yang tergabung dalam Big Five, terimakasih atas doa, motivasi dan keceriaan yang telah diberikan selama ini.

11.Kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan motivasi, tenaga, waktu dan pikiran dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dina Ikrama Putri selaku mitraku dalam penelitian ini. Tim Help: Andika Yusuf Ramadhan, Desti Nurul Qomariah, Ferina Nur Haqiqi, Fairuz Rabbaniyah, Indriasari Nurul Putri, Radita Dewi Prasetyani, Alyssa Fairudz, Gheavani Legowo, Restiko Maleo F, Fetiara Nurannisa, Idzni Mardhiyah, Farida Hakim, Ratna Agustina, Airi Firdausia, Ade Marantika, Nico Aldrin, dan kawan seperjuangan yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu. Terima kasih tim help yang tak kenal lelah sepanjang hari hingga malam menemani dan membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari melakukan operasi frakturisasi, memberikan obat untuk tikus, hingga terminasi tikus penelitian penulis. Kepada teman sekamar dalam mengelola


(11)

Airi, Nico, Fetiara, Ade dan Dyah Kartika. Terima kasih kepada Ferina Nur Haqiqi atas kesediaan rumahnya menjadi sebagai rumah kedua ku.

12.Kepada Klub Belajar Babons: Aulia Rahma, Indriasari NP, Seffia Riandini, Ratu Balqis Anasa, Silvia Marischa, Radita Dewi Prasetyani, Zahra Zettira, Nani Indah dan Yvonne Yolanda, terima kasih atas segalanya yang telah kita lalui bersama.

13. Kepada tetangga Kosan Lumbok Seminung, Aulia Kauri dan Astrid Wendi atas dukungan, tempat bercerita, berkeluh kesah serta berbagi keceriaan setiap harinya.

14.Kepada Keluarga FK UNILA 2012 terima kasih atas momen serta pelajaran hidup yang berharga setelah 3,5 tahun mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

15.Kepada Keluarga Besar BEM FK Unila yang telah memberikan amanah, pelajaran serta pengalaman berharga yang tidak dapat tergantikan oleh apapun.

16.Kepada Keluarga Besar PMPATD PAKIS Rescue Team, FSI Ibnu Sina serta Lunar FK Unila atas pelajaran dan pengalaman yang diberikan kepada penulis.

17.Kepada Keluarga Besar Jokam Rajabasa (KEJORA) yang telah mengingatkan untuk terus taat dalam menjalani ibadah dan mencari ridho Allah SWT. Alhamdulillahi Jaza Kumullahu Khoiro.

18.Kepada guru-guru ku sedari TK hingga SMA. Guru SD ku Ibu Suharti yang telah memberikan pecutan dikala kecil hingga aku dapat membuktikan bahwa aku layak mengenyam pendidikan dokter.


(12)

langsung.

20.Kepada kamu yang telah tertuliskan di Lauhul Mahfudz, yang memotivasiku untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Penulis berdoa semoga segala kebaikan dan keikhlasan segenap pihak yang telah membantu mendapatkan balasan dari Allah SWT. Aamiin.

Akhirussalam, Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Januari 2016


(13)

UNTUKMU KU PERSEMBAHKAN MAMA, PAPA, ABANG, ADIK DAN GURU-GURU KU

“BESERTA KESULITAN ITU ADA

KEMUDAHAN” QS: Al Insyirah 5

-6

“Keep moving forward”


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Derajat Fraktur Terbuka Menurut Gustillo ... 7

Tabel 2. Waktu dan Aktivitas Molekuler pada Penyembuhan Fraktur ... 23

Tabel 3. Definisi Operasional ... 30

Tabel 4. Skoring Salked pada Fraktur Healing yang Telah Dimodifikasi .. 36

Tabel 5. Analisis Skor Histopatologi Penyembuhan Tulang Femur pada Masing-Masing Kelompok ... 42

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data pada Masing-Masing Kelompok ... 44

Tabel 7. Uji Non-Parametrik Kruskal-Wallis ... 45


(15)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik... 56

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ... 60

Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ... 64


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Variasi Fraktur ... 8

Gambar 2. Proses Penyembuhan Fraktur ... 11

Gambar 3. Potongan Longitudinal Proses Penyembuhan Fraktur ... 13

Gambar 4. Bagian External Callus pada Fraktur ... 13

Gambar 5. Pembentukkan Periosteum Tulang Baru ... 14

Gambar 6. Maturasi dari Permulaan Sintesis Periosteum Tulang Anyaman ... 15

Gambar 7. Gap Telah Terisi dengan Tulang Baru Setelah 6 Minggu ... 15

Gambar 8. Variasi Open Reduction Internal Fixation ... 18

Gambar 9. Kerangka Teori ... 26

Gambar 10. Kerangka Konsep ... 27

Gambar 11. Histopatologi Penyembuhan Fraktur Tulang Femur dengan Pewarnaan HE pada Kelompok Kontrol ... 41

Gambar 12. Histopatologi Penyembuhan Fraktur Tulang Femur dengan Pewarnaan HE pada Kelompok Perlakuan 1 ... 42

Gambar 13. Histopatologi Penyembuhan Fraktur Tulang Femur dengan Pewanraan HE pada Kelompok Perlakuan 2 ... 42

Gambar 14 Grafik Rata-Rata Skor Histopatologi Penyembuhan Tulang Femur pada Masing-Masing Kelompok ... 44


(17)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur ... 6

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur ... 6

2.1.2 Klasifikasi Fraktur ... 6

2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur ... 8

2.1.3.1 Penyembuhan dengan Kalus ... 9

2.1.3.2 Penyembuhan dengan Penyatuan Langsung (direct union) ... 11

2.2 Penilaian Proses Penyembuhan Fraktur secara Histopatologi ... 12

2.3 Open Reduction Internal Fixation ... 15

2.4 Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS-R) ... 18


(18)

2.6 Kerangka Konsep ... 27

2.7 Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Waktu dan Tempat ... 29

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Bebas ... 29

3.3.2 Variabel Terikat ... 30

3.3.3 Definisi Operasional ... 30

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Kriteria Inklusi ... 31

3.4.2 Kriteria Ekslusi ... 31

3.4.3 Besar Sampel ... 31

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian ... 32

3.5.2 Bahan Penelitian ... 33

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Persiapan ... 34

3.6.2 Adaptasi Tikus ... 34

3.6.3 Prosedur Frakturisasi ... 34

3.6.4 Pembedahan ... 34

3.6.5 Perawatan Pasca Pembedahan ... 35

3.6.6 Pengambilan Jaringan dan Pembuatan Preparat ... 35

3.6.7 Pembuatan Preparat ... 35

3.6.8 Pengamatan Preparat ... 36

3.6.9 Penilaian Histopatologi ... 36

3.7 Alur Penelitian ... 37


(19)

iii

3.9 Etika Penelitian ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.1.1 Gambaran Histopatologi Tulang Tikus ... 39

4.1.2 Analisis Gambaran Histopatologi Tulang Tikus ... 41

4.2 Pembahasan ... 46

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

DAFTAR SINGKATAN

ALS-R : Amnion Liofilisasi Steril Radiasi

BATAN : Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

bFGF : Fibroblast Growth Factor Basic

BMSC : Bone Marrow Mesenchymal Cell

BMP : Bone Morphogenetic Protein

BJRB : Bank Jaringan Riset Batan DCPs : Dynamic Compression Plates

FGF : Fibroblast Growth Factor

GDF : Growth Differentiation Factor

HAAM : Human Acellular Amniotic Membranes HAM : Human Amniotic Membranes

HE : Hematoksilin Eosin

IGF : Insuline-like Growth Factor

IGFBP : Insuline-like Growth Factor Binding Protein PDGF-AB IL : Interleukin

K-wires : Kirschner wires


(21)

viii

MSC : Mesenchymal Stem Cell

M-SCF-R : Mesenchymal Stem Cell Factor-R ORIF : Open Reduction Internal Fixation PDGF : Platelet-Derived Growth Factor

TGF- 1 : Transforming Growth Factor- 1

TNF : Tumor Necrosis Factor


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Kejadian fraktur dapat diakibatkan oleh kecelakaan, tekanan yang berulang, atau kelemahan tulang yang abnormal (fraktur patologis) (Solomon et al., 2010). Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan fraktur (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan secara operatif dan non operatif. Penatalaksanaan non‒operatif antara lain dengan cara proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, imobilisasi luar tanpa reposisi (seperti pembidaian), reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, dan reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu pada beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi (seperti pemasangan gips). Penatalaksanaan operatif berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi eksterna, reposisi secara non‒operatif yang


(23)

2

diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif dan reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan fiksasi internal atau dikenal juga Open Reduction

Internal Fixation (ORIF). Metode ORIF telah banyak digunakan. Pada

umumnya metode ini digunakan plate, screw dan kawat atau intramedullary

(IM) wire untuk menstabilkan tulang (Lakatos, 2014). Metode ini memiliki

kekurangan berupa risiko tinggi infeksi (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Selain itu, komplikasi dari ORIF adalah non union, kegagalan implantasi dan refraktur (Solomon et al., 2010). Oleh karena itu dibutuhkan metode lain yang dapat meningkatkan kesembuhan fraktur, salah satunya dengan penambahan Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS‒R) pada fraktur.

Amnion Liofilisasi Steril‒Radiasi merupakan suatu penemuan yang telah dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang disimpan dalam Bank Jaringan Riset Batan (BJRB). Amnion diproses dengan metode liofilisasi untuk dikeringkan dan dilakukan sterilisasi dengan radiasi sinar sehingga dapat menghambat aktifitas mikroorganisme. Metode ini juga dapat meminimalisasi kerusakan jaringan (Suryani, 2013) sehingga tidak merusak senyawa organik seperti growth

factor yang terkandung dalam amnion. Growth factor diperlukan dalam


(24)

Penelitian Winanto et al. membuktikan bahwa implantasi dengan membran amnion memberikan efek stimulasi yang positif terhadap penyembuhan fraktur (Winanto et al., 2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah dengan penambahan ALS‒R pada ORIF lebih baik secara histopatologi pada proses penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley.

1.2 Rumusan Masalah

Penanganan fraktur umumnya dengan dilakukan ORIF, namun ORIF memiliki banyak kekurangan seperti rentan terjadi infeksi, kejadian non‒

union, kegagalan implantasi dan kejadian refraktur. Sehingga dibutuhkan

suatu metode untuk meningkatkan kesembuhan ORIF dengan penambahan ALS‒R. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi?

2. Apakah terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi?

3. Apakah terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi?


(25)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ALS-R terhadap kesembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi

b. Mengetahui pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi

c. Mengetahui pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus

Sprague Dawley secara histopatologi

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menjawab pertanyaan penulis akan kegunaan ALS‒ R bagi kesembuhan fraktur.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan pengetahuan tentang penyembuhan fraktur dan efek positif dari ORIF dan ALS-R.


(26)

c. Bagi Masyarakat

a) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai manfaat ALS‒ R bagi kesembuhan fraktur.

b) Penelitian ini dapat sebagai acuan untuk mengaplikasikan ALS‒R dalam penggunaan klinis.

c) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai kegunaan ALS‒R terhadap kesembuhan fraktur pada ORIF.

d. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan sumber referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010).

2.1.2 Klasifikasi Fraktur

Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi, seperti yang dijelaskan pada tabel 1.


(28)

Tabel 1. Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi <1 cm kerusakan

jaringan tidak berarti relatif bersih

II Laserasi >1cm tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi, ada kontaminasi

III Luka lebar dan rusak hebat

atau hilangnya jaringan disekitarnya. Kontaminasi hebat

(Sumber: Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Sederhana, dislokasi fragen minimal

Dislokasi fragmen jelas

Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Fraktur sangat bervariasi dari segi klinis, namun untuk alasan praktis, fraktur dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a. Complete fractures

Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Patahan fraktur yang dilihat secara radiologi dapat membantu untuk memprediksi tindakan yang harus dilakukan setelah melakukan reduksi. Pada fraktur transversal (gambar 1a), fragmen tetap pada tempatnya setelah reduksi, sedangkan pada oblik atau spiral (gambar 1c) lebih cenderung memendek dan terjadi pergeseran meskipun tulang telah dibidai. Fraktur segmental (gambar 1b) membagi tulang menjadi 3 bagian. Pada fraktur impaksi fragmen menumpuk saling tumpang tindih dan garis fraktur tidak jelas. Pada raktur kominutif terdapat lebih dari dua fragmen, karena kurang menyatunya permukaan fraktur yang membuat tidak stabil (Solomon et al., 2010).


(29)

8

b. Incomplete fractures

Pada fraktur ini, tulang tidak terbagi seutuhnya dan terdapat kontinuitas periosteum. Pada fraktur buckle, bagian yang mengalami fraktur hampir tidak terlihat (gambar 1d). Pada fraktur greenstick (gambar 1e dan 1f), tulang melengkung atau bengkok seperti ranting yang retak. Hal ini dapat terlihat pada anak‒anak, yang tulangnya lebih elastis daripada orang dewasa. Pada fraktur kompresi terlihat tulang spongiosa tertekan kedalam (Solomon et al., 2010).

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Gambar 1. Variasi fraktur. Keterangan : Complete fractures: (a) transversal; (b) segmental; (c) spiral. Incomplete fractures: (d) fraktur buckle; (e, f) fraktur greenstick (Solomon et al., 2010).

2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi, penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus berespon terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin penyatuan


(30)

tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010).

Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, 2013).

2.1.3.1 Penyembuhan dengan kalus

Proses ini adalah bentuk alamiah dari penyembuhan fraktur pada tulang tubular tanpa fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu (Solomon et al., 2010) :

1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom

Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).

2. Inflamasi dan proliferasi selular

Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.


(31)

10

Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area tersebut.

3. Pembentukan kalus

Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau‒pulau tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.

4. Konsolidasi

Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban dengan normal.


(32)

5. Remodeling

Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau

reshaped dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan

tulang (gambar 2d).

(a) Pembentukan hematom pada fraktur

(b) Pembentukan kalus fibrokartilago

(c) Pembentukan kalus yang keras

(d) Tulang yang mengalami remodeling

Gambar 2. Proses penyembuhan fraktur (Mescher, 2013).

2.1.3.2 Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union)

Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi fraktur benar‒benar dilakukan imobilisasi dengan menggunakan plate, tidak dapat memicu kalus. Namun, pembentukan tulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen. Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar (gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama‒


(33)

12

tama akan diisi dengan tulang anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar. Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact healing (Solomon et al., 2010).

Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect) memiliki keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas (Solomon et al., 2010).

2.2 Penilaian Proses Penyembuhan Fraktur secara Histopatologi

Proses perbaikan tulang dimulai dari korteks perifer beberapa sentimeter dari lokasi fraktur. Meskipun terdapat perubahan pada perbaikan lingkungan dan jaringan hipoksia akibat dari kerusakan suplai darah, hal ini mengawali pembentukan oleh lapisan dalam periosteum dan sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi dari massa kartilago baik di luar korteks disebut external callus dan di dalam korteks disebut internal callus (Shapiro, 2008).


(34)

Kalus diawali dengan kartilago dan fibrokartilago untuk menstabilisasi lokasi fraktur. Kemudian melalui peran vaskuler, kalus bertambah dari lapisan korteks paling jauh dari lokasi fraktur dan dari periosteum yang terletak pada batas luar

external callus. Terlihat fase awal pembentukkan tulang endokondral, terdapat

external dan internal callus (gambar 3).

E I

Gambar 3. Potongan longitudinal proses penyembuhan fraktur mid diafisis os femur (Shapiro, 2008). Keterangan : E : external callus, I : internal callus

External callus (gambar 4), terlihat jaringan fibrosa pada bagian atas dan awal

perbaikan kartilago pada bagian bawah gambar. Secara keseluruhan external

callus yang baru terbentuk ini dikatakan terdapat jaringan fibrokartilago.

Gambar 4. Memperlihatkan bagian external callus pada fraktur (Shapiro, 2008).


(35)

14

Setelah satu minggu terlihat pembentukkan periosteum tulang baru pada sebelah kanan dari korteks dan pembentukkan kartilago pada sebelah kiri korteks yang lebih mobile dan kurang stabil pada lokasi fraktur (gambar 5). Dengan cara seperti ini tulang anyaman disintesis pada kartilago yang terkalsifikasi dari kalus hingga perbaikan kartilago telah diubah dengan sempurna oleh tulang melalui mekanisme endokondral (Shapiro, 2008).

Gambar 5. Pembentukkan periosteum tulang baru (Shapiro, 2008).

Proses selanjutnya adalah dengan melibatkan transformasi tulang anyaman menjadi tulang kompak. Proses ini melalui resorbsi external callus yang tidak lagi dibutuhkan sejak ujung patahan tulang telah mengalami bridging dan stabil dengan pemulihan jaringan dan remodeling korteks tulang Havers. Pada fase ini, external callus yang digambarkan secara mikroskopis terdapat tulang anyaman yang telah dilapisi dengan proses sintesis tulang lamelar. Tulang lamelar membesar dan berubah menjadi jaringan tulang kompak (gambar 6).


(36)

Gambar 6. Tulang anyaman (W) dan tulang lamelar (L) (Shapiro, 2008)

Setelah 6 minggu gap telah terisi dengan tulang baru. Terlihat (gambar 7) tulang anyaman berwarna ungu gelap, dikelilingi dengan tulang lamelar berwarna ungu terang dan osteoblas yang mengisi rongga kosong. Jaringan ini disebut juga woven bone atau tulang anyaman (Shapiro, 2008)

Gambar 7. Tulang anyaman (ungu gelap), tulang lamelar (ungu terang) dan osteoblas (Shapiro, 2008).

2.3 Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Meskipun konsep teknik internal fiksasi telah dikemukakan pada pertengahan tahun 1800‒an, Lister mengenalkan ORIF fraktur patella pada tahun 1860.


(37)

16

Penggunaan plate, screw dan kawat pertama kali dilakukan pada tahun 1880 dan 1890. Awal mula dilakukan pembedahan fiksasi internal mengalami berbagai macam rintangan seperti infeksi, sedikit pengetahuan tentang implant dan tekniknya, metal allergic dan keterbatasan pengetahuan tentang proses penyembuhan fraktur secara biologis. Pada tahun 1950, Dannis dan Muller menetapkan prinsip dan teknik fiksasi internal. Setelah 40 tahun kemudian, kemajuan ilmu biologi dan mekanikal saat ini telah mempermudah teori dan teknik fiksasi (Lakatos, 2014).

ORIF merupakan reposisi secara operatif yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur bagian distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan dengan neurovascular

compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral ekstrimitas bawah,

irreducible fractures, dan fraktur patologis (Thomson & Jonna, 2014).

Prinsip umum dari fiksasi interna antara lain dengan menggunakan pin and

wire, plate and screw, tension‒band principle, intramedullary nails dan

biodegradable fixation (gambar 8). Pin and wires menggunakan metode

Kirschner wires (K‒wires) dan Steinmann pins memiliki beberapa kegunaan,


(38)

Metode ini juga memberikan fiksasi sementara untuk rekonstruksi dari fraktur yang melibatkan kerusakan tulang dan soft tissue yang minimal (Lakatos, 2014).

Bone screw adalah bagian dasar dari metode fiksasi interna modern dan dapat

digunakan baik secara independen atau dengan kombinasi dengan tipe implantasi lain. Kekuatan dipengaruhi oleh pemasangan pengencangan screw. Seiring berjalannya waktu, sejumlah kekuatan kompresif menurun secara lambat saat tulang mengalami remodeling terhadap tekanan. Namun, waktu penyembuhan fraktur biasanya lebih singkat dibandingkan waktu yang dibutuhkan dari substansi yang hilang akibat kompresi dan fiksasi (Lakatos, 2014). Metode lain dengan menggunakan plate memiliki berbagai macam ukuran dan bentuk untuk tulang dan lokasi yang berbeda. Dynamic

compression plates (DCPs) tersedia dalam ukuran 3,5 mm dan 4,5 mm. Lubang

screw pada DCP membentuk sudut kemiringan pada satu sisi berlawanan dari

bagian tengah plate (Lakatos, 2014).

Pada tahun 1930 an, Küntscher memperbaiki nailing technique, sehingga

intramedullary (IM) nails menjadi teknik fiksasi standar untuk tulang femur.

IM nails memiliki keuntungan dari plate dan fiksasi eksternal karena lokasi

intramedular memungkinkan penjajaran sumbu aksis dan pengurangan beban. Implantasi IM nails memberikan fiksasi yang stabil, akan tetapi penyembuhan berlangsung secara primer melalui pembentukan dari kalus periosteum (Lakatos, 2014).


(39)

18

Gambar 8. Variasi ORIF (Solomon et al., 2010)

2.4 Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS‒R)

Amnion liofilisasi steril radiasi (ALS‒R) adalah amnion yang dikeringkan dengan cara liofilisasi kemudian dilakukan sterilisasi dengan mengggunakan radiasi sinar γ. Proses pengeringan amnion di Bank Jaringan Riset Batan dilakukan dengan dua metode yaitu dengan liofilisasi dan suhu ruangan (air

dried), liofilisasi adalah penghilangan air melalui sublimasi yakni perubahan

wujud padat (es) langsung menjadi wujud gas (uap) sehingga menghambat aktifitas mikroorganisme dan enzim secara normal dapat mendegradasi senyawa di dalam bahan biologi. Sehingga pengeringan dengan cara ini dapat mengurangi kerusakan jaringan secara minimal (Suryani, 2013).

Proses pengawetan jaringan agar jaringan biologi dapat disimpan dalam waktu lama, BJRB melakukan beberapa cara proses pengawetan, antara lain (Abbas, 2010) :

 Liofilisasi, yaitu suatu proses pengeringan dari bahan biologi dengan cara sublimasi. Bahan biologi dibekukan dan dikeringkan


(40)

tanpa melalui fase cair. Dengan cara ini tidak mengalami perubahan kimia dan fisika.

 Pembekuan pada suhu ‒80°C, dilakukan untuk menjaga keamanan dari jaringan alograf agar tetap awet sebelum diproses. Disamping itu juga digunakan untuk menyimpan jaringan autograf untuk dipakai kembali oleh pasien yang sama di kemudian hari. Penyimpanan jaringan pada suhu ‒80°C dapat digunakan sebelum 5 tahun.

 Sterilisasi Radiasi, untuk menjaga keamanan dari jaringan biologi, jaringan disterilkan dengan cara radiasi dengan sinar γ atau partikel elektron. Sterilisasi radiasi sangat cocok untuk jaringan biologi, karena prosesnya dingin sehingga tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu beracun, sangat ampuh membunuh mikroorganisme dan juga virus sampai batas tertentu, sehingga aman digunakan untuk implantasi pada manusia.

Jaringan yang telah diproses dengan cara liofilisasi hingga kadar air 5‒7%, dikemas dalam kantung plastik poli etilen, dan diiradiasi dengan dosis 25kGγ. Jaringan tersebut dapat disimpan pada suhu 4‒10°C dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Cara penyimpanan ini direkomendasikan hanya untuk 2‒5 tahun, tergantung dari jenis jaringannya. Untuk menjaga kualitas dan sterilitas jaringan, kemasan yang rusak atau terbuka akibat pemakaian (jaringan sisa) tidak boleh digunakan lagi (Abbas, 2010).


(41)

20

Proses liofilisasi tetap menjaga morfologi membran amnion seperti struktur epitel yang terlihat kuboid selapis, beberapa lapisan stratifikasi dan stroma edematosa yang diamati secara makroskopis. Perwarnaan dengan PAS mengindikasikan terdapat membran dasar yang terlihat seperti pembatas dibawah stroma pada membran amnion terliofilisasi (Rodriguez et al., 2009). Kolagen IV terlihat pada membran amnion terliofilisasi membentuk selapis tipis yang memmanjang pada membran dasar yang ditunjukkan secara imunohistokimia.

Selain kandungan kolagen, membran amnion terliofilisasi tetap menjaga kandungan growth factor yang berperan dalam bone healing antara lain

transforming growth factor‒ 1 (TGF‒ 1), fibroblast growth factor basic

(bFGF) (Rodriguez et al., 2009). Penelitian Grzywocz et al. (2014), menunjukkan beberapa growth factor dari membran sel amnion manusia, seperti FGF‒6, VEGF‒R3, M‒SCF‒R, IGFBP‒4, IGFBP‒6 dan PDGF‒AB (Grzywocz et al., 2014). Membran sel amnion mengekspresikan bone

morphogenetic protein (BMP)‒2 dan ‒4 dan juga kolagen tipe 2 yang memiliki

potensi terapeutik sebagai terapi dari kerusakan atau penyakit kartilago (Toda et al., 2007).

Growth factor adalah protein yang disekresikan oleh sel yang aktif pada sel

target atau sel yang memiliki aksi yang spesifik. Growth factor memiliki kegunaan klinis yang potensial dalam meningkatkan perbaikan tulang, termasuk


(42)

mempercepat penyembuhan tulang, tatalaksana kejadian nonunion, dan juga sebagai salah satu elemen dari strategi tissue‒engineering yang komprehensif yang termasuk dalam terapi gen untuk tatalaksana permasalahan bone loss dalam jumlah besar (Lieberman et al., 2002).

Transforming growth factor‒beta (TGF‒ ) memiliki super family yang

termasuk kedalamnya adalah bone morphogenetic protein (BMPs), growth

differentiation factor (GDF), activins, inhibins dan Mullerian inhibiting

substance. Pada proses penyembuhan fraktur, TGF‒ berperan sebagai

mitogenik dan kemotaktik poten bagi sel pembentuk tulang, faktor kemotaktik bagi makrofag. Sedangkan BMPs berperan dalam diferensiasi pada

undifferentiated mesenchymal cell menjadi kondrosit dan osteoblas, dan

osteoprogenitor menjadi osteoblas (Dimitriou et al., 2005).

Selain TGF‒ dan BMPs, growth factor lain yang terkandung dalam ALS‒R adalah fibroblast growth factor (FGFs) berperan dalam angiogenetik dan mitogenik pada sel mesenkimal dan epitel, osteoblas dan kondrosit. α‒FGF memiliki efek terhadap proliferasi kondrosit, ‒FGF (lebih poten) mempengaruhi maturasi kondrosit dan resorpsi tulang. Insulin‒like growth

factor‒I (IGF‒I) berperan dalam proliferasi dan melibatkan sel mesenkimal dan

osteoprogenitor yang diekspresikan pada penyembuhan fraktur. IGF‒I mempromosikan pembentukkan matriks tulang (kolagen tipe‒1 dan matriks protein non‒kolagen) oleh osteoblas yang telah berdiferensiasi. Sedangkan IGF‒II aktif kemudian saat pembentukkan tulang endokondral dan


(43)

22

menstimulasi produksi kolagen tipe‒1, matriks kartilago dan proliferasi seluler.

Platelet‒derived growth factor (PDGF) memiliki peran yang sama seperti

TGF‒ dalam mitogenik bagi sel mesenkimal dan osteoblas, kemotaktik bagi sel inflamatorik dan mesenkimal (Dimitriou et al., 2005).

Vascular endothelial growth factor (VEGF) diproduksi oleh sel endotel,

makrofag, fibroblas, sel otot polos, osteoblas dan kondrosit hipertrofik. VEGF berperan dalam angiogenesis pada proses penyembuhan fraktur. Selain itu secara tidak langsung VEGF menginduksi proliferasi dan diferensiasi dari sel prekursor osteoblas. Hal ini dihasilkan dari sekresi faktor osteoanabolik seperti endotelin‒I dan IGF‒I oleh sel endotel yang distimulasi VEGF (Beamer et al., 2009).

Baik secara seluler, atau aseluler membran amnion memiliki fungsi dalam penyembuhan fraktur. Penelitian menunjukkan human acellular amniotic

membran (HAAM) dapat memuat bone marrow mesechymal stem cell

(BMSCs) yang dapat memperbaiki jaringan kartilago sendi pada kelinci percobaan pada lingkungan in vitro. Komponen utama dari tissue‒engineered kartilago adalah seed cell, scaffold, dan growth factors. Seed cells adalah elemen dasar dari perbaikan jaringan dan menjadi kandungan utama dalam perbaikan defek kartilago. Sebagai sel pemicu (cell scaffold), human amniotic

membranes (HAM) memiliki komposisi sel yang mempromosikan proliferasi

dan diferensiasi dengan lebih banyak substansi adhesi (seperti kolagen dan laminin) (Liu et al., 2014).


(44)

Growth factor memiliki peran dalam aktivitas molekuler masing‒masing berdasarkan waktu dan proses penyembuhan seperti yang dijelaskan pada tabel 2.

Tabel 2. Waktu dan aktivitas molekuler pada penyembuhan fraktur

Hari Proses Aktivitas molekuler

Hari ke‒1 Pembentukan hematom, inflamasi

Perekrutan sel mesenkimal Diferensiasi osteogenik MSCs dari sumsum tulang

Sitokin: IL‒1, IL‒6, TNF‒

α

PDGF, TGF‒ BMP‒2

Hari ke‒3 Proliferasi MSCs dimulai Proliferasi dan diferensiasi dari preosteoblast dan osteoblas di lokasi oleh osifikasi intramembranosa

Proses angiogenesis dimulai Hari ke‒7 Puncak proliferasi sel pada

osifikasi intramembranosa antara hari ke‒7 dan 10

Kondrogenesis dan osifikasi endokondral dimulai (maturasi kondrosit hari ke 9‒14)

Hari ke‒14 Penghentian proliferasi sel

pada osifikasi

intramembranosa, namun aktivitas osteoblas tetap berlangsung

Mineralisasi soft callus, resorpsi kartilago dan pembentukkan tulang anyaman Neo‒angiogenesis yang diinfiltrasi bersamaan dengan sel mesenkimal

Hari ke‒21 Remodeling tulang anyaman dan mulai berganti menjadi tulang kompak

(Sumber: Dimitriou et al., 2005)

Penurunan kadar sitokin Ekspresi TGF‒ 2, ‒ 3, GDF‒10, BMP‒5, ‒6

Induksi angiopoietin‒1 Puncak ekspresi TGF‒ 2 dan – 3

Ekspresi GDF‒5 dan mungkin GDF‒1

Penurunan ekspresi TGF‒ 2, GDF‒5 dan mungkin GDF‒1

Ekspresi dari BMP‒3, ‒4,

‒7 dan ‒8

Ekspresi dari VEGFs

Penurunan ekspresi TGF‒ 1 dan TGF‒ 3, GDF‒10 dan BMPs


(45)

24

Winanto et al., telah melakukan penelitian pada tikus Sprague Dawley yang mengalami fraktur femur yang diberikan ALS‒R dan xenograf. Hasil yang didapatkan meliputi ALS‒R memiliki skor radiologi yang sama dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun secara skor histopatologi lebih baik daripada kelompok kontrol. Xenograf memiliki hasil yang sama dengan kelompok kontrol baik secara radiologi maupun histopatologi. Kombinasi antara pemberian membran amnion dengan xenograf lebih baik secara histopatologi dibandingkan kelompok kontrol, dengan hasil yang sama pada skor radiologi (Winanto et al., 2013).


(46)

2.5 Kerangka Teori

Penyembuhan fraktur dibagi menjadi direct union dan indirect union. Penanganan operatif pada fraktur dilakukan ORIF dengan menggunakan

intramedullary nails akan melibatkan proses penyembuhan indirect union.

Terdapat beberapa tahapan proses penyembuhan fraktur indirect union seperti inflamasi dan proliferasi seluler, pembentukan kalus, dan remodeling (Solomon

et al., 2010). Dengan penambahan ALS‒R yang mengandung beberapa growth

factor seperti PDGF, TGF, FGF, VEGF, IGFs, BMP‒2, BMP‒4 dan cell

scaffold seperti kolagen dan laminin diharapkan dapat mempercepat penyatuan

tulang atau union. Pengaruh growth factor dan cell scaffold tersaji pada gambar 9 (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009).


(47)

26

Gambar 9. Kerangka Teori Pengaruh ALS‒R terhadap perbaikan fraktur (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009; Solomon et al., 2010)

PDGF

ALS‒R

Growth factor Cell Scaffold TGF IGFs VEGF Kolagen Laminin FGF Fraktur

ORIF dengan

intramedullary nails

Proses penyembuhan primer (indirect union)

Inflamasi dan

proliferasi seluler Pembentukkan kalus Remodeling Union Proses penyembuhan sekunder (direct union)

BMP‒2,


(48)

2.6Kerangka Konsep

Gambar 10. Kerangka konsep perbandingan penyembuhan fraktur femur yang

dilakukan ORIF dan ALS‒R dengan tanpa ALS‒R

2.7Hipotesa Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi

b. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi

ORIF dengan ALS‒R

(Variabel Independen)

Fraktur femur

ORIF

(Variabel Independen)

Union (Variabel Dependen)


(49)

28

c. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus


(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only

control group design yang menggunakan evaluasi secara histopatologi.

Penelitian ini menggunakan penilaian histopatologi Salked score (Winanto et al., 2013).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober‒Desember 2015 dengan tempat penelitian di animal house Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pembuatan dan pengawetan bahan jaringan ALS‒R dilakukan oleh Bank Jaringan Riset Batan (BJRB), Pasar Jumat, Jakarta. Pembuatan dan pengamatan preparat secara mikroskopis dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Bebas


(51)

30

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah penyatuan (union) fraktur femur tikus Sprague Dawley

3.3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini terdiri dari fraktur femur, ALS‒R, ORIF, penilaian histopatologi seperti yang dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3. Definisi operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Fraktur Femur Tulang femur pada

tikus Sprague

Dawley yang dibuat

fraktur transversal dengan gergaji kecil 2. ALS‒R Selaput amnion yang

diperoses secara liofilisasi kemudian disterilkan dengan radiasi sinar γ yang didapat dari Bank Jaringan Riset Batan

3. ORIF Metode fiksasi

interna dengan pemasangan

intramedullary wire pada fraktur femur yang dibuat pada tikus putih oleh Spesialis Orthopedi

Tidak ada Tidak ada Kategorik

Tidak ada Tidak ada Kategorik

Tidak ada Tidak ada Kategorik

4. Penilaian Histopatologi

Penilaian secara histolopatologi proses penyembuhan fraktur

Menggunakan Salked score


(52)

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur

Sprague Dawley yang telah dewasa berumur 2‒3 bulan, berat badan 200‒300

gram yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Coba Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes.

3.4.1 Kriteria Inklusi a Tikus jantan b Sehat

c Berumur 2‒3 bulan

d Berat badan 200‒300 gram

3.4.2 Kriteria Eksklusi a Mati

b Tampak sakit (gerakan tidak aktif, tidak mau makan, rambut kusam atau rontok)

3.4.3 Besar Sampel

Sampel penelitian sebanyak 30 ekor dipilih secara acak dan dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan sesuai dengan rumus Frederer. Rumus Federer yaitu :

(t − 1)(n − 1) > 15

Dengan t adalah jumlah kelompok perlakuan dan n adalah besar sampel tiap kelompok, sehingga didapatkan jumlah sampel dengan rumus Frederer sebagai berikut :


(53)

32

(3‒1) (n‒1) > 15 2n ‒2 > 15 n > 8,5

sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 9 ekor (n>8,5) dan jumlah kelompok yang akan digunakan adalah 3 kelompok. Penambahan sampel untuk mencegah drop out sebesar 10%. Sehingga penelitian ini akan menggunakan 30 ekor tikus Sprague Dawley dari populasi yang ada.

Pada penelitian ini sampel dibagi dalam tiga kelompok, yakni kelompok K, P1, dan P2. Pada kelompok kontrol (K) tikus akan diberikan pakan standar dan dibuat fraktur tanpa perlakuan khusus. Pada kelompok kedua (P1) tikus diberikan pakan standar, dibuat fraktur dan diberikan perlakuan khusus dengan dilakukan ORIF tanpa ALS‒R. Pada kelompok ketiga (P2) tikus diberikan pakan standar, dibuat fraktur dan diberikan perlakuan khusus dengan dilakukan ORIF dengan ALS‒R.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Kandang hewan

b. Tempat pakan hewan c. Tempat minum hewan d. Alat tulis


(54)

e. Handscoen f. Spuit

g. Gergaji kecil (small saw) h. Alat bedah minor

i. Mikroskop j. Object glass

3.5.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. Hewan coba berupa tikus Sprague Dawley dengan berat badan 200‒300 g, berumur 2‒3 bulan. Hewan coba diberi pakan standar dan minum secara ad libitum

b. Bahan Perlakuan i. ORIF ii. ALS‒R

c. Bahan untuk tindakan anasthesia berupa : i. Ketamine 75 mg/kgBB

ii. Xylaxine 5 mg/kgBB d. Bahan pembuatan preparat

i. Formalin 10% ii. Paraffin block iii. Hematoxyillin Eosin


(55)

34

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Persiapan

Persiapan sebelum penelitian dilakukan pemilihan sampel tikus Sprague

Dawley yang didapatkan dari Laboratorium Hewan Coba Pusat Biomedis

dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes. Pembuatan ALS‒R dilakukan di Bank Jaringan Riset Batan (BRJB), Pasar Jumat, Jakarta.

3.6.2 Adaptasi Tikus

Adaptasi tikus dilakukan bertujuan untuk memgurangi stres dan kematian. Tikus sebanyak 30 ekor dibagi kedalam 3 kandang dan diadaptasi selama 3 hari sebelum perlakuan dimulai di animal house Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama masa adaptasi tikus diberi makan berupa pelet dan air secara ad libitum.

3.6.3 Prosedur Frakturisasi

Mengacu pada penelitian sebelumnya, proses frakturisasi tikus dengan menggunakan gergaji kecil (small saw). Tikus di anastesi subkutan dengan ketamin 75 mg/kgBB dan xylazine 5 mg/kgBB. Selanjutnya dilakukan fraktur transversal pada mid diafisis os femur hingga menunjukkan garis patahan pada periosteum.

3.6.4 Pembedahan

Setelah dilakukan frakturisasi, dilakukan fiksasi interna dengan menggunakan ORIF. Pada kelompok K3 dilakukan pemasangan ALS‒R


(56)

dengan implantasi pada bagian fraktur femur dengan ukuran 15x5 mm. Pembedahan ini dilakukan dengan alat bedah minor steril.

3.6.5 Perawatan Pasca Pembedahan

Tikus diberikan gentamicin salep setelah pembedahan untuk meminimalisir infeksi. Selama 5 hari pasca operasi tikus diberikan asam mefenamat dan amoksisilin peroral. Luka operasi diobati dengan menggunakan larutan betadine.

3.6.6 Pengambilan Jaringan dan Pembuatan Preparat

Proses penyembuhan fraktur terjadi selama 28 hari, selanjutnya dilakukan

euthanasia untuk diambil jaringan tulang femur. Pengambilan jaringan

dilakukan dengan menggunakan alat bedah minor steril. Jaringan kemudian dimasukkan ke dalam pot sampel yang berisi formalin 10%. Jaringan dikirimkan ke tempat pembuatan preparat di bagian Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitass Lampung.

3.6.7 Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat dilakukan dengan menggunakan paraffin block selanjutnya dilakukan pewarnaan Hematoxyillin Eosin. Pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(57)

36

3.6.8 Pengamatan Preparat

Pengamatan preparat dilakukan dengan melihat jaringan tulang, fibrosis, kalus, kartilago tulang dan bone union. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.6.9 Penilaian Histopatologi

Berdasarkan Salked score penilaian histopatologi proses penyembuhan tulang yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Penilaian Salked score pada fraktur healing yang telah dimodifikasi

Kualitas dari penyatuan (union) Skor

Tidak ada tanda‒tanda fibrosis atau penyatuan lainnya 0

Penyatuan fibosis 1

Fibrokartilaginosa atau penyatuan kartilago <25% 2 Fibrokartilaginosa atau penyatuan kartilago 26‒50% 3 Fibrokartilaginosa atau penyatuan kartilago 51‒75% 4 Fibrokartilaginosa atau penyatuan kartilago >75% 5 Kartilago termineralisasi dan penyatuan tulang 6

Woven bone (tulang anyaman) 7

Tulang matur 8


(58)

3.7Alur Penelitian

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Dilakukan ORIF dengan intramedullary

nails

Dilakukan ORIF dengan intramedullary

nails dan diberikan

ALS‒R

Pengambilan jaringan dan pembuatan preparat

Pengamatan dan penilaian secara histopatologi

Pada minggu keempat, tikus dieuthanasia menggunakan katemine 75‒100 mg/kgBB

xylazine 25‒50 mg/kgBB secara intraperitoneal dan terminasi

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Kelompok K Kelompok P1 Kelompok P2

Adaptasi tikus selama 3 hari

Pengelompokkan tikus menjadi 3 kelompok, masing‒masing berisi 10 tikus

Pengajuan izin ke komisi etik penelitian hewan coba


(59)

38

3.8 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik dengan program komputer. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro‒Wilk dan uji homogenitas dilakukan dengan uji levene. Selanjutnya dilakukan, uji analisis non‒parametrik

Kruskal‒Wallis dan post hoc Mann‒Whitney.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan kaji etik dan disetujui oleh komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 2476/UN26/8/DT/2015.


(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh positif ORIF (P1) terhadap penyembuhan fraktur femur (K) pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi. 2. Terdapat pengaruh positif ORIF dan diberikan penambahan ALS-

R (P2) terhadap penyembuhan fraktur femur (K) pada tikus

Sprague Dawley secara histopatologi.

3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF dan diberikan penambahan ALS-R (P2) dibandingkan dengan kelompok yang dilakukan ORIF (P1) pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi. Namun rata-rata skor histopatologi P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P1.

5.2 Saran

1. Peneliti lain perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbandingan luas permukaan ALS-R terhadap proses penyembuhan tulang.


(61)

52

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ALS-R terhadap penambahan sel tulang yang ditinjau secara in vitro.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiangiogenesis dan reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh ALS- R.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas B. 2010. Bank jaringan riset batan: Batan Research. Jakarta: Pusat Diseminasi Iptek Nuklir.

Angle SR, Sena K, Sumner DR, Virkus WW, & Virdi AS. 2012. Healing of rat femoral segmental defect with bone morphogenetic protein-2 : A dose response study. J Musculoskelet Neuronal Interact. 12(1):28–37.

Beamer B, Hettrich C, Lane J. 2009. Vascular endothelial growth factor : an essential component of angiogenesis and fracture healing. HSS J. 6(1):85–94. Dimitriou R, Tsiridis E, Giannoudis PV. 2005. Current concepts of molecular

aspects of bone healing. Injury Journal. 36(12):1392–404.

Grzywocz Z, Pius-sadowska E, Klos P, Gryzik M, Wasilewska D, Aleksandrowicz B, et al. 2014. Growth factors and their receptors derived from human amniotic cells in vitro. Folia Histochem Cytobiol. 52(3):163–70. Lakatos R. 2014. General principles of internal fixation. Diakses pada tanggal 13

Agustus 2015. Tersedia dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview#aw2aab6b2 Lappas M, Permezel M, Georgiou HM, Rice GE. 2002. Nuclear Factor Kappa B

Regulation of Proinflammatory Cytokines in Human Gestational Tissues In Vitro 1. Biol Reprod. 67(2):668–73.

Lieberman JR, Daluiski A, Einhorn TA. 2002. The role of growth factors in the repair of bone. J Bone Joint Surg. 84(6):1032–43.

Liu P, Guo L, Zhao D, Zhang Z, Kang K, Zhu R. 2014. Study of human acellular amniotic membrane loading bone marrow mesenchymal stem cells in repair of articular cartilage defect in rabbits. Genet Mol Res. 13(3):7992–8001. Mescher AL. 2013. Junqueira’s Basic Histology: Text & Atlas 13th ed. New

York: Mc Graw Hill.

Morshed S. 2014. Current options for determining fracture union. Adv Med. 2014(2014):1–12.


(63)

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitiaan kesehatan. J Indon Med Assoc. 63(3):112-6.

Rodriguez AMT, Gude F, Valladares MJL, Tourino R, Vietes B, Silva MT, et al. 2009. Effects of lyophilization on human amniotic membrane. Acta

Ophthalmol. 87(4):396–403.

Shapiro F. 2008. Bone development and its relation to fracture repair. The role of mesencymal osteoblast and surface osteoblast. Eur Cell Mater. 15(1):53–76. Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Bedah Edisi Ke-3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010. Apley's System of Orthopaedics and

Fractures 9th ed. Liverpool: The Royal Liverpool University.

Sulistiyani A. 2013. Jumlah Osteoblas Pada Tulang Femur Tikus Sprague dawley Pasca Imobilisasi Dengan Metode Pin Intramedular [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Suryani N. 2013. Perbandingan metode pengeringan terhadap resorbsi amnion dalam larutan simulated body fluid (SBF). Majalah Ilmiah Aplikasi Isotop

Dan Radiasi. 4(2):53–8.

Thomson JD, Jonna K. 2014. Open reduction and internal fixation of distal femoral fractures in adult. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2015. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/2000429-overview

Toda A, Okabe M, Yoshida T, Nikaido T. 2007. Critical review the potential of amniotic membrane / amnion-derived cells for regeneration of various tissues. J Pharmacol Sci. 105(3):215–28.

Winanto ID, Kamal AF, Prabowo Y, Jusuf AA, Prasetyo M. 2013. Role of sterile

lyophilized amniotic membrane in treatment of fracture with bone defect : an


(1)

3.7Alur Penelitian

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Dilakukan ORIF dengan intramedullary

nails

Dilakukan ORIF dengan intramedullary

nails dan diberikan ALS‒R

Pengambilan jaringan dan pembuatan preparat

Pengamatan dan penilaian secara histopatologi

Pada minggu keempat, tikus dieuthanasia menggunakan katemine 75‒100 mg/kgBB xylazine 25‒50 mg/kgBB secara intraperitoneal dan terminasi

Fraktur Femur dengan gergaji kecil pada mid

diafisis os femur

Kelompok K Kelompok P1 Kelompok P2

Adaptasi tikus selama 3 hari

Pengelompokkan tikus menjadi 3 kelompok, masing‒masing berisi 10 tikus

Pengajuan izin ke komisi etik penelitian hewan coba


(2)

38

3.8 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik dengan program komputer. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro‒Wilk dan uji homogenitas dilakukan dengan uji levene. Selanjutnya dilakukan, uji analisis non‒parametrik Kruskal‒Wallis dan post hoc Mann‒Whitney.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan kaji etik dan disetujui oleh komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 2476/UN26/8/DT/2015.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh positif ORIF (P1) terhadap penyembuhan fraktur femur (K) pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi. 2. Terdapat pengaruh positif ORIF dan diberikan penambahan ALS-

R (P2) terhadap penyembuhan fraktur femur (K) pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi.

3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF dan diberikan penambahan ALS-R (P2) dibandingkan dengan kelompok yang dilakukan ORIF (P1) pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi. Namun rata-rata skor histopatologi P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P1.

5.2 Saran

1. Peneliti lain perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbandingan luas permukaan ALS-R terhadap proses penyembuhan tulang.


(4)

52

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ALS-R terhadap penambahan sel tulang yang ditinjau secara in vitro.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antiangiogenesis dan reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh ALS- R.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas B. 2010. Bank jaringan riset batan: Batan Research. Jakarta: Pusat Diseminasi Iptek Nuklir.

Angle SR, Sena K, Sumner DR, Virkus WW, & Virdi AS. 2012. Healing of rat femoral segmental defect with bone morphogenetic protein-2 : A dose response study. J Musculoskelet Neuronal Interact. 12(1):28–37.

Beamer B, Hettrich C, Lane J. 2009. Vascular endothelial growth factor : an essential component of angiogenesis and fracture healing. HSS J. 6(1):85–94. Dimitriou R, Tsiridis E, Giannoudis PV. 2005. Current concepts of molecular

aspects of bone healing. Injury Journal. 36(12):1392–404.

Grzywocz Z, Pius-sadowska E, Klos P, Gryzik M, Wasilewska D, Aleksandrowicz B, et al. 2014. Growth factors and their receptors derived from human amniotic cells in vitro. Folia Histochem Cytobiol. 52(3):163–70. Lakatos R. 2014. General principles of internal fixation. Diakses pada tanggal 13

Agustus 2015. Tersedia dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview#aw2aab6b2 Lappas M, Permezel M, Georgiou HM, Rice GE. 2002. Nuclear Factor Kappa B

Regulation of Proinflammatory Cytokines in Human Gestational Tissues In Vitro 1. Biol Reprod. 67(2):668–73.

Lieberman JR, Daluiski A, Einhorn TA. 2002. The role of growth factors in the repair of bone. J Bone Joint Surg. 84(6):1032–43.

Liu P, Guo L, Zhao D, Zhang Z, Kang K, Zhu R. 2014. Study of human acellular amniotic membrane loading bone marrow mesenchymal stem cells in repair of articular cartilage defect in rabbits. Genet Mol Res. 13(3):7992–8001. Mescher AL. 2013. Junqueira’s Basic Histology: Text & Atlas 13th ed. New

York: Mc Graw Hill.

Morshed S. 2014. Current options for determining fracture union. Adv Med. 2014(2014):1–12.


(6)

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitiaan kesehatan. J Indon Med Assoc. 63(3):112-6.

Rodriguez AMT, Gude F, Valladares MJL, Tourino R, Vietes B, Silva MT, et al. 2009. Effects of lyophilization on human amniotic membrane. Acta Ophthalmol. 87(4):396–403.

Shapiro F. 2008. Bone development and its relation to fracture repair. The role of mesencymal osteoblast and surface osteoblast. Eur Cell Mater. 15(1):53–76. Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Bedah Edisi Ke-3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010. Apley's System of Orthopaedics and Fractures 9th ed. Liverpool: The Royal Liverpool University.

Sulistiyani A. 2013. Jumlah Osteoblas Pada Tulang Femur Tikus Sprague dawley Pasca Imobilisasi Dengan Metode Pin Intramedular [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Suryani N. 2013. Perbandingan metode pengeringan terhadap resorbsi amnion dalam larutan simulated body fluid (SBF). Majalah Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi. 4(2):53–8.

Thomson JD, Jonna K. 2014. Open reduction and internal fixation of distal femoral fractures in adult. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2015. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/2000429-overview

Toda A, Okabe M, Yoshida T, Nikaido T. 2007. Critical review the potential of amniotic membrane / amnion-derived cells for regeneration of various tissues. J Pharmacol Sci. 105(3):215–28.

Winanto ID, Kamal AF, Prabowo Y, Jusuf AA, Prasetyo M. 2013. Role of sterile

lyophilized amniotic membrane in treatment of fracture with bone defect : an