BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 14090 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau
kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
14090 mmHg setelah kehamilan 20 minggu akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila
ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi
penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan
eklampsia terjadi pada 6-8 wanita hamil di Indonesia Ben-zion, 1994. Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang kerapkali muncul
selama kehamilan dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-3 kehamilan. Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan morbiditaskesakitan pada ibu
termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak, edema paru cairan di dalam paru, gagal ginjal akut, dan penggumpalanpengentalan darah di dalam pembuluh darah
serta morbiditas pada janin termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio plasentaplasenta terlepas dari tempat
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
melekatnya di rahim, dan kelahiran prematur. Selain itu, hipertensi pada kehamilan juga masih merupakan sumber utama penyebab kematian pada ibu Prawihardjo,
2009. Angka Kematian Ibu AKI Berdasarkan data resmi Survei Demografi
Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2007, terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004 yaitu 270 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Profil Kesehatan Indonesia
2010, walaupun sudah terjadi penurunan AKI di Indonesia, namun angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO
South East Asia Region, yaitu: Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan lain-lain.
Negara- negara didunia memberikan perhatian cukup besar terhadap AKI sehingga menempatkan kesehatan ibu diantara delapan tujuan yang tertuang dalam
Millenium Development Goals MDGs yang harus dicapai sebelum 2015, AKI di Indonesia harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup. Komitmen yang ditanda
tangani 189 negara pada September 2000, pada prinsipnya bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia Yustina, 2007.
Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Utara dalam 4 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 320 per 100.000 kelahiran hidup, pada
tahun 2006 menjadi 315 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2007 menjadi 275 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2008 sebesar 260 per 100.000 kelahiran
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
hidup dan pada tahun 2009 sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup Dinkes Propsu, 2009.
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Langkat pada tahun 2010 yaitu 238 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Indonesia masih disebabkan oleh
trias klasik perdarahan, infeksi dan eklamsi, dan non medis status gizi, faktor ekonomi, sosial budaya.
Salah satu kasus dari komplikasi kehamilan sebagai penyumbang AKI di Indonesia adalah hipertensi dalam kehamilan. Menurut Cunningham, dkk 1995
kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang sebelumnya dalam keadaan normal atau memperburuk hipertensi pada wanita yang sebelumnya telah
menderita hipertensi. Hipertensi sebagai penyulit dalam kehamilan sering ditemukan dan merupakan salah satu dari tiga besar, selain pendarahan dan infeksi, yang terus
menjadi penyebab utama sebagian besar kematian ibu di Amerika serikat. Menurut Bobak 2004, hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7 sampai 10
seluruh kehamilan. Lebih lanjut data kejadian hipertensi pada kehamilan juga diungkapkan oleh
WHO yang dikutip oleh Khan dan rekan dalam Boestari 1998 bahwa secara sistematis, 16 kematian ibu di negara-negara maju di seluruh dunia disebabkan
karena hipertensi. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya yaitu perdarahan 13 , aborsi 8 , dan sepsis 2 . Di Amerika Serikat pada tahun 1991-
1997, Berg dan rekan dalam Cuningham 1995 melaporkan bahwa hampir 16 dari
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3.201 kematian ibu berasal dari komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Dalam Profil Kesehatan Indonesia 2008 diketahui bahwa eklampsia 24
adalah persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu setelah perdarahan 28.
Kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi hipertensi yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi ini dapat terjadi karena kehamilan dan akan
kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun, ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah
diderita ibu sebelum hamil. Menurut Zweifel dalam Manuaba 2007 mengungkapkan bahwa cukup
banyak teori tentang bagaimana hipertensi pada kehamilan dapat terjadi sehingga disebut sebagai “disease of theory”. Beberapa landasan teori yang dikemukakan yaitu
teori genetik, teori immunologis, teori iskemia region uteroplasenter, teori kerusakan endotel pembuluh darah, teori radikal bebas, teori trombosit dan teori diet. Ditinjau
dari teori yang telah disebutkan di atas, maka teori diet merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dikendalikan dengan melakukan upaya pencegahan oleh ibu hamil.
Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya
hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang. Konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi zat gizi mikro vitamin dan mineral sering dihubungkan pula
dengan terjadinya ateroklerosis, antara vitamin C, vitamin E dan vitamin B6 yang meningkatkan kadar homosistein. Tingginya konsumsi vitamin D merupakan faktor
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
terjadinya asteroklerosis dimana terjadi deposit kalsium yang menyebabkan rusaknya jaringan elastis sel dinding pembuluh darah Kurniawan, 2002.
Berbagai faktor defesiensi gizi juga diperkirakan berperan sebagai penyebab eklampsia. Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya
dengan menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji snack, dan produk-produk makanan instan lain. Hasil penelitian
Sastrawinata, dkk 2003 bahwa faktor gizi memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil karena disebabkan kekurangan kalsium, protein, kelebihan
garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak jenuh “Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA” dalam makanannya. John, dkk 2002 dalam Rozikhan, 2007
menemukan bahwa diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas non-oksidan yang dapat
menurunkan tekanan darah. Zhang, dkk 2002 dalam Rozikhan, 2007 menemukan
kejadian pre-eklampsia pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat.
Menurut.Blum dalam Notoatmojo 2007 bahwa status kesehatan individumasyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan herediterketurunan. Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan bahwa status kesehatan ibu hamil dapat dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam
memeliharamerawat kesehatan selama hamil. Dalam program perawatan kehamilan antenatal care terdapat beberapa perilaku sehat yang dianjurkan agar ibu hamil dan
janin sehat selama kehamilan dan persalinan. Perilaku sehat tersebut antara lain pemeriksaan kehamilan, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan senam hamil. Kebiasaan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
makan ibu hamil sangat mempengaruhi kondisi fisik ibu maupun janinnya. Gizi yang baik membantu ibu mengurangi terjadinya kesulitan dalam kehamilan dan kelelahan
yang biasanya akan menyebabkan ketegangan dan bertambahnya rasa sakit pada proses persalinan.
Hal tersebut serupa dengan yang diungkapkan oleh Manuaba, 2004, bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan antenatal care adalah gizi
saat hamil yang dapat memperburuk kehamilan. Untuk mengetahui keterkaitan antara faktor gizi ibu hamil dengan kejadian komplikasi kehamilan seperti hipertensi pada
kehamilan dapat dijelaskan oleh Sastrawinata, dkk 2003 bahwa faktor nutrisi memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil karena disebabkan
kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak jenuh “Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA” dalam makanannya.
Berdasarkan hasil penelitian Paramitasari 2005 dalam Rozikhan, 2007 tentang hubungan antara gaya hidup selama masa kehamilan dan kejadian pre-
eklampsia diketahui bahwa pola makan sebagai salah satu bentuk dari gaya hidup yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian pre-eklampsia pada ibu hamil.
Untuk itu, perlu disarankan pada ibu hamil agar memastikan pola makannya memenuhi kebutuhan gizi yang dianjurkan.
Faktor predisposisi lain yang berhubungan dengan kejadian pre-eklampsia diantaranya adalah primigravida, obesitas, dan kenaikan berat badan yang berlebihan.
Menurut Husaini 1992 kenaikan berat badan yang dianggap baik untuk orang Indonesia ialah 9 kg. Kenaikan berat badan ibu tidak sama, tetapi pada umumnya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
kenaikan berat badan tertinggi adalah pada umur kehamilan 16–20 minggu, dan kenaikan yang paling rendah pada 10 minggu pertama kehamilan. Kegemukan
disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15
dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung,
sehingga dapat menyumbangkan terjadinya pre-eklampsia Rozikhan, 2007. Dalam penelitian Riestyawati 2004 menjelaskan tentang pengaruh jumlah
kehamilan, pertambahan berat badan dan tingkat kecukupan gizi protein,kalsium terhadap kejadiaan preklampsia pada kehamilan yaitu ada pengaruh yang signifikan
antara jumlah kehamilan dan pertambahan berat badan dengan kejadian pre- eklampsia. Dari uji hubungan asosiasi diperoleh hasil bahwa jumlah kehamilan dan
pertambahan berat badan merupakan faktor risiko terhadap kejadian pre-eklampsia. Salah satu penilaian status gizi secara langsung adalah antropometri ukuran
tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan erat dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berat badan BB merupakan salah satu ukuran yang sering digunakan untuk pengukuran antropometri selain lingkar lengan
atasLILA, tinggi badanTB dan tebal lemak bawah kulit. Berat badan mengambarkan jumlah dari protein, lemak air dan mineral pada tubuh dan menjadi
parameter yang baik untuk melihat perubahan massa tubuh akibat perubahan- perubahan konsumsi makanan dan perubahan kesehatan Supariasa, 2001.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat pada tahun 2010 diketahui bahwa dari 970 orang ibu yang melakukan
pemeriksaan kehamilan di RS tersebut terdapat 107 orang ibu mengalami hipertensi yang ditandai dengan kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik
15 mmHg di atas nilai normal 11,0, 7 orang ibu hamil 6,54 diantaranya sudah terdiagnosa menderita pre-eklampsia dan 4 orang ibu hamil 3,73 menderita
eklampsia. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola makan dan
pertambahan berat badan yang dilihat dari penilaian status gizi ibu hamil merupakan faktor predisposisi terjadinya hipertensi pada ibu hamil. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pola makan dan status gizi terhadap kejadian hipertensi pada ibu hamil di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat
tahun 2012.
1.2. Permasalahan