2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA 2.2.1 Pengertian ISPA
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung patogen penyebabnya dan faktor lingkungan WHO,
2007. Batasan istilah ISPA menurut Depkes RI, mengandung tiga unsur yaitu
infeksi, saluran pernapasan dan akut. Pengertian masing – masing batasan adalah:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2.
Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. 3.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari Suhandayani, 2007.
2.2.2 Penyebab ISPA
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri.
Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi
Universitas Sumatera Utara
lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku
masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar
seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara Depkes RI, 2005.
2.2.3 Jenis ISPA
1. Otitis Media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah. Infeksi ini banyak menjadi problem pada bayi dan anak – anak. Otitis media mempunyai
puncak insiden pada anak usia 6 bulan - 3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan menurunnya imunokompetensi pada
anak. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama 3
bulan. Otitis media terbagi menjadi otitis media akut dan otitis media kronik. Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, cairan ditelinga,
kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam. Otitis media kronik
adalah dijumpainya cairan Otorrhea yang purulen sehingga diperlukan drainase. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotik oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah
yaitu usia 2 tahun serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik dan 10 hari bagi pasien risiko tinggi. Amoksisilin merupakan antibiotik
pilihan pertama pada terapi otitis media. Pilihan kedua dapat digunakan amoksisilin-klavulanat, kotrimoksazol, cefuroksim, ceftriaxone, cefprozil dan
cefixime Depkes RI, 2005. 2.
Sinusitis Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus pranasal. Peradangan
ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut, sinusitis subakut, sinusitis kronik. Sinusitis akut yaitu infeksi
pada sinus pranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala menetap yang dimaksud adalah gejala seperti
adanya cairan dari hidung, batuk siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, sedangkan yang dimaksud
dengan gejala yang berat adalah disamping adanya sekret hidung yang purulen juga disertai demam bisa sampai 39°C selama 3-4 hari. Sinusitis kronik
didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada
sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan bakteri anaerob dan Staphilococcus aureus Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Terapi pokok sinusitis meliputi pemberian antibiotik dengan lama terapi 10-14 hari. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotik
dapat diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Tujuan dari terapi sinusitis adalah mengurangi tanda dan gejala, mengurangi viskositas sekret dan mengeradikasi
kuman Depkes RI, 2005. 3 Rhinitis
Rhinitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi membran mukosa dari nasal dan nasopharing. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa
penyakit akut dan kronis yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi. Keluhan utama yang dirasakan pasien meliputi hidung berair. Rhinitis paling
sering akan menyertai infeksi virus akut pada saluran pernapasan atas, yang sering dikenal dengan influenza common cold. Virus disebarkan melalui
droplet yang berasal dari bersin Lumbanraja, 2008. Patofisiologi rhinitis adalah terjadinya inflamasi dan pembengkakan
mukosa hidung, sehingga menyebabkan edeme dan mengeluarkan sekret hidung. Rhinitis persisten menetap mengakibatkan sikatrik fibrosa pada
jaringan pengikat dan atropi kelenjar yang mengeluarkan lendir dan ingus. Manifestasi klinis penyakit rhinitis ini meliputi bersin, batuk, hidung berair,
demam ringan, sakit tenggorokan dan tidak enak badan Lumbanraja, 2008. 4 Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitarnya. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di
daerah dengan iklim panas. Faringitis yang paling umum disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptococci Grup A hemolitik. Streptococci hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30 dari
kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10 pada faringitis dewasa Depkes RI, 2005.
Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococci grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, sefalosporin
maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau.
Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada anak-anak dan menunjukkan efektifitas yang setara. Lama terapi dengan
antibiotik oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus Depkes RI, 2005.
5 Bronkhitis Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin,
hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza dan respiratory synctial virus Depkes RI,
2005. Terapi antibiotik pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila
disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H. influenzae.
Untuk batuk yang menetap 10 hari diduga adanya keterlibatan
Universitas Sumatera Utara
Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotik disarankan. Lama terapi dengan antibiotik selama 5-14 hari sedangkan untuk bronkhitis kronik
optimalnya selama 14 hari Depkes RI, 2005. 6 Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkial dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pola
bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia
adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Stapillococcus aureus, Streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia, dan mikoplasma
Depkes RI, 2005. Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotik yang dimulai secara empiris dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah
bakteri patogen diketahui, antibiotik diubah menjadi antibiotik berspektrum sempit sesuai jenis patogennya Depkes RI, 2005.
2.2.4 Penggunaan antibiotik pada ISPA