Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN
ANAK RAWAT JALAN PENDERITA INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH SAKIT HAJI
MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
SKRIPSI
OLEH:
ADE PUTRI RAMADHANI SIBUEYA NIM 111524021
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN
ANAK RAWAT JALAN PENDERITA INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH SAKIT HAJI
MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ADE PUTRI RAMADHANI SIBUEYA NIM 111524021
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN
ANAK RAWAT JALAN PENDERITA INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH SAKIT HAJI
MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
OLEH:
ADE PUTRI RAMADHANI SIBUEYA NIM 111524021
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 3 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Pembimbing II,
Medan, September 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001
Drs. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001
Drs. David Sinurat, M.Si., Apt. NIP 194912281978031002
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M. Pharm., Ph.D., Apt., dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa pendidikan. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. dr. Diah Retno Wilakskusuma Ningtyas selaku Direktur Utama Rumah Sakit Haji Medan dan dr. Yulinda Elvi Nasution selaku Ka.Bid. Pendidikan dan Penelitian serta ketua Komite Medik dan Sub Komite
(5)
Medik Rumah Sakit Haji Medan serta staf dan pegawainya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha, Kakak-kakak, Abang-abang dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Taskot Sibuea, Ibunda Latipah Sitorus dan Kakanda Khairunnisa Sibuea dan Romadhona Idris Sibuea yang telah memberikan cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Agustus 2013 Penulis,
Ade Putri Ramadhani Sibueya
(6)
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT JALAN PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
(ISPA) DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
ABSTRAK
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) termasuk salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia dan hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun. ISPA merupakan salah satu penyakit utama yang mendapat perawatan rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada bagian perawatan anak. Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan untuk mengatasi infeksi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di RS Haji Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, menggunakan resep dari kartu rekam medis pasien anak rawat jalan penderita ISPA yang menerima antibiotik di RS Haji Medan selama periode Januari - Juni 2012. Data yang diambil meliputi identitas responden (nama, jenis kelamin, umur), diagnosa, antibiotik yang digunakan, golongan antibiotik dan bentuk sediaan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata – rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Januari – Juni 2012 diperoleh 249 resep pasien anak rawat jalan terdiagnosa ISPA. Sebanyak 57,43% resep mengandung antibiotik. Resep yang mengandung antibiotik paling banyak digunakan pada anak laki-laki (51,7%) dan anak usia 2 tahun - 12 tahun (51,7%). Golongan antibiotik yang diresepkan yaitu golongan makrolida (eritromisin, 42,7%), sefalosporin (sefadroksil, 22,4% dan sefiksim 15,4%) dan penisilin (amoksisilin, 19,6%). Sediaan antibiotik yang paling banyak digunakan dalam bentuk sirup (96,5%) dan jenis antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik generik (72,7%). Dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah eritromisin.
Kata kunci: Antibiotik, pasien anak rawat jalan, Infeksi saluran pernapasan akut, RS Haji Medan.
(7)
PROFILE OF THE ANTIBIOTICS USAGE IN A PEDIATRIC OUT-PATIENT WITH ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTIONS
(ARTIs) AT HAJI MEDAN HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY – JUNE 2012
ABSTRACT
Acute respiratory tract infections (ARTIs) is a major cause of morbidity and mortality of infectious diseases in the world and nearly four million people die each year due to respiratory infection. ARTIs is one of the main diseases which get facility for ambulatory treatment, especially in pediatric services. Antibiotic is a class of drugs most widely used to treat these infections. This study aims to describe profile of the antibiotics usage in pediatric out-patient with ARTIs at Haji Medan Hospital in the period of January - June 2012.
This research was conducted with descriptive retrospective method, using prescription from the medical records of pediatric out-patient who received antibiotics in the Haji Medan Hospital period of January – June 2012. The data taken include the identity of respondents (name, gender, age), diagnosis, antibiotic use, types of drugs and dosage forms.The data obtained were presented in the percentage, mean and table form.
The results showed that in the period January – June 2012, 249 prescriptions of a pediatric out-patient were diagnosed with ARTIs, and 57.43% prescription contained antibiotic. Prescription write antibiotic were mostly used in male children (51.7%) and aged 2 to 12 years (51.7%). Class of antibiotics that prescribed was class of macrolide (erythromycin [42.7%]), cephalosporin (cefadroxil [22.4%] and cefixime [15.4%]) and penicillin (amoxicillin [19.6%]). The most frequently used antibiotic was in the form of syrup (96.5%) and generic (72.7%). It can be concluded that the most frequently prescribed antibiotic was erythromycin.
Keywords: Antibiotic, pediatric out-patient, acute respiratory tract infections,
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Rumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Antibiotik ... 5
2.1.1 Defenisi antibiotik ... 5
2.1.2 Klasifikasi antibiotik ... 5
2.1.3 Keberhasilan penggunaan antibiotik ... 6
2.1.4 Kegagalan terapi antibiotik ... 7
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ... 8
(9)
2.2.2 Penyebab ISPA ... 8
2.2.3 Jenis ISPA ... 9
2.2.4 Penggunaan antibiotik pada ISPA ... 13
2.3 Penggunaan Antibiotik Pada Anak–Anak ... 18
2.3.1 Pasien anak ... 18
2.4 Jenis Obat ... 19
2.5 Bentuk Sediaan Obat ... 19
2.5.1 Bentuk sediaan obat cair ... 19
2.5.2 Bentuk sediaan obat setengah padat ... 20
2.5.3 Bentuk sediaan obat padat ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
3.2 Jenis Penelitian ... 21
3.3 Sampel Penelitian ... 21
3.4 Rancangan Penelitian ... 21
3.4.1 Teknik pengumpulan data ... 21
3.4.2 Pengolahan data ... 22
3.5 Defenisi Operasional ... 22
3.6 Langkah Penelitian ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Persentase Resep Yang Mengandung Antibiotik ... 24
4.2 Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin . 25
4.3 Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia ... 26
4.4 Persentase Resep Yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan Golongan Antibiotik ... 27
(10)
4.5 Persentase Resep Yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan
Jenis Obat ... 29
4.6 Persentase Resep Yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Distribusi resep yang mengandung antibiotik pada
pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit
Haji Medan periode Januari – Juni 2012 ... 25 Tabel 4.2 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis
kelamin pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA
di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 25 Tabel 4.3 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia pada
pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit
Haji Medan periode Januari – Juni 2012 ... 27 Tabel 4.4 Distribusi antibiotik berdasarkan golongan pada
pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit
Haji Medan periode Januari – Juni 2012 ... 28 Tabel 4.5 Distribusi antibiotik berdasarkan jenis obat pada
pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit
Haji Medan periode Januari – Juni 2012 ... 29 Tabel 4.6 Distribusi antibiotik berdasarkan bentuk sediaan pada
pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Data yang mengandung antibiotik selama periode
Januari – Juni 2012 ... 37 Lampiran 2 Hasil analisis statistik deskriptif penggunaan antibiotik ... 44 Lampiran 3 Data mentah penggunaan antibiotik ... 50 Lampiran 4 Surat permohonan izin pengambilan data penelitian ... 73 Lampiran 5 Surat izin penelitian di ruang rekam medik Rumah Sakit
Haji Medan ... 74 Lampiran 6 Surat keterangan telah selesai penelitian ... 75
(13)
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT JALAN PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
(ISPA) DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI – JUNI 2012
ABSTRAK
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) termasuk salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia dan hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun. ISPA merupakan salah satu penyakit utama yang mendapat perawatan rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada bagian perawatan anak. Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan untuk mengatasi infeksi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di RS Haji Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, menggunakan resep dari kartu rekam medis pasien anak rawat jalan penderita ISPA yang menerima antibiotik di RS Haji Medan selama periode Januari - Juni 2012. Data yang diambil meliputi identitas responden (nama, jenis kelamin, umur), diagnosa, antibiotik yang digunakan, golongan antibiotik dan bentuk sediaan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata – rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Januari – Juni 2012 diperoleh 249 resep pasien anak rawat jalan terdiagnosa ISPA. Sebanyak 57,43% resep mengandung antibiotik. Resep yang mengandung antibiotik paling banyak digunakan pada anak laki-laki (51,7%) dan anak usia 2 tahun - 12 tahun (51,7%). Golongan antibiotik yang diresepkan yaitu golongan makrolida (eritromisin, 42,7%), sefalosporin (sefadroksil, 22,4% dan sefiksim 15,4%) dan penisilin (amoksisilin, 19,6%). Sediaan antibiotik yang paling banyak digunakan dalam bentuk sirup (96,5%) dan jenis antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik generik (72,7%). Dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah eritromisin.
Kata kunci: Antibiotik, pasien anak rawat jalan, Infeksi saluran pernapasan akut, RS Haji Medan.
(14)
PROFILE OF THE ANTIBIOTICS USAGE IN A PEDIATRIC OUT-PATIENT WITH ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTIONS
(ARTIs) AT HAJI MEDAN HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY – JUNE 2012
ABSTRACT
Acute respiratory tract infections (ARTIs) is a major cause of morbidity and mortality of infectious diseases in the world and nearly four million people die each year due to respiratory infection. ARTIs is one of the main diseases which get facility for ambulatory treatment, especially in pediatric services. Antibiotic is a class of drugs most widely used to treat these infections. This study aims to describe profile of the antibiotics usage in pediatric out-patient with ARTIs at Haji Medan Hospital in the period of January - June 2012.
This research was conducted with descriptive retrospective method, using prescription from the medical records of pediatric out-patient who received antibiotics in the Haji Medan Hospital period of January – June 2012. The data taken include the identity of respondents (name, gender, age), diagnosis, antibiotic use, types of drugs and dosage forms.The data obtained were presented in the percentage, mean and table form.
The results showed that in the period January – June 2012, 249 prescriptions of a pediatric out-patient were diagnosed with ARTIs, and 57.43% prescription contained antibiotic. Prescription write antibiotic were mostly used in male children (51.7%) and aged 2 to 12 years (51.7%). Class of antibiotics that prescribed was class of macrolide (erythromycin [42.7%]), cephalosporin (cefadroxil [22.4%] and cefixime [15.4%]) and penicillin (amoxicillin [19.6%]). The most frequently used antibiotic was in the form of syrup (96.5%) and generic (72.7%). It can be concluded that the most frequently prescribed antibiotic was erythromycin.
Keywords: Antibiotic, pediatric out-patient, acute respiratory tract infections,
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, sebanyak 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama rawat jalan atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2007).
Menurut data rekapitulasi rekam medis, selama bulan Januari – Juni 2006 tercatat 249 kasus ISPA pada anak usia 0 – 12 tahun yang menjalani rawat jalan di RSUD Kabupaten Cilacap. Kasus ini menempati urutan pertama dari seluruh kasus pasien rawat jalan yang dirawat di rumah sakit tersebut. Dari seluruh pasien ISPA tersebut sebanyak 183 kasus terjadi pada anak–anak usia 1 – 12 tahun (Suryawati, 2008).
Tingginya prevalensi pada penyakit ISPA serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti antiinfluenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotik (Depkes RI, 2005). Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (WHO,
(16)
2007). Di negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di rumah sakit mendapat antibiotik (Lestari, dkk., 2011).
Berdasarkan hasil data rekam medik pasien anak penderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kabupaten Cilacap periode Januari – Juni 2006 terdapat 249 kasus ISPA dan dari 249 kasus tersebut sebesar 100% pasien diberi antibiotik (Suryawati, 2008). Penggunaan antibiotik pada balita juga cukup tinggi, terutama pada terapi ISPA baik pada saluran pernapasan bagian atas maupun bagian bawah. Berdasarkan hasil penelitian Wahyono (2008) terhadap pasien balita penderita infeksi saluran pernafasan akut di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara tahun 2004, sebanyak 120 kasus balita usia 0-5 tahun yang terdiri dari 55,8% anak laki-laki dan 44,2% anak perempuan terdiagnosa sebagai penderita infeksi saluran pernafasan akut pneumonia. Antibiotik yang digunakan adalah dalam bentuk tunggal, yakni kotrimoksasol sebanyak 86,7%, dan amoksisilin sebanyak 13,3%. Sebagian besar (91,7%) dalam bentuk sediaan sirup dan sisanya tablet (8,3%) yang disajikan dalam bentuk serbuk terbagi. Berdasarkan hasil penelitian Lestari (2007) penggunaan antibiotik pada pasien rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi lebih banyak menggunakan antibiotik generik 63,49% daripada non generik 36,51%.
Berdasarkan tingginya prevalensi penderita ISPA dan tingginya penggunaan antibiotik di pusat-pusat pelayanan kesehatan terutama pada
(17)
pasien anak-anak yang terdiagnosis infeksi saluran pernafasan akut, maka perlunya dilakukan penelitian mengenai profil penggunaan antibiotik pada anak penderita ISPA di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Haji Medan.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan :
Variabel bebas : Usia, golongan antibiotik, bentuk sediaan dan jenis obat Variabel terikat : Profil penggunaan antibiotik
Bayi 1 bulan – 2 tahun Anak 2 tahun – 12 tahun
β-laktam Aminoglikosida
Kuinolon Kloramphenikol
Makrolida Kombinasi
Tablet Kapsul
Sirup Injeksi Tetes telinga
Generik
Paten JENIS OBAT
USIA
GOLONGAN ANTIBIOTIK
BENTUK SEDIAAN
Profil Penggunaan
(18)
1.3Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012?
1.4 Hipotesis
Penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 cukup tinggi.
1.5 Tujuan Penelitian
Mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Rumah Sakit Haji Medan
Dapat dijadikan pertimbangan dalam program monitoring, evaluasi penggunaan, perencanaan dan pengadaan antibiotik pada periode selanjutnya di Rumah Sakit Haji Medan.
1.6.2 Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk mendapatkan pengalaman yang sesungguhnya tentang profil penggunaan antibiotik dan menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
1.6.3 Bagi Akademik
Sebagai referensi dalam penulisan skripsi selanjutnya dan sebagai informasi tentang profil penggunaan antibiotik.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
2.1.1 Definisi antibiotik
Antibiotik adalah zat–zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat petumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tan dan Rahardja, 2010).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).
2.1.2 Klasifikasi antibiotik
a. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik
1. Menghambat metabolisme sel mikroba. Contohnya adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba. Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin.
3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Contohnya adalah polimiksin.
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba. Contohnya adalah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. 5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Contohnya adalah
(20)
b. Berdasarkan daya kerja
1. Zat-zat bakterisid, yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, polipeptida, rifampisin, kuinolon, aminoglikosid, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, dan polipeptida.
2. Zat-zat bakteriostatik, yang pada dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Contohnya adalah kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin (Tan dan Rahardja, 2010).
c. Berdasarkan luas aktivitas
1. Antibiotik narrow-spectrum (spektrum sempit). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya Penisilin G dan Penisilin-V, eritromisin, klindamisin yang hanya bekerja terhadap kuman gram positif sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiskat yang aktif khusus hanya pada kuman gram-negatif. 2. Antibiotik broad-spectrum (spektrum luas) bekerja terhadap lebih
banyak kuman baik gram-positif maupun gram-negatif antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin (Tan dan Rahardja, 2010).
2.1.3 Keberhasilan penggunaan antibiotik
Hal yang perlu perhatian khusus pada penanganan infeksi ialah : a. Dosis antibiotik
(21)
1. Rute parenteral: ditempuh bila infeksi perlu segera diatasi; infeksi terdapat pada lokasi yang memerlukan konsentrasi darah yang tinggi dari antibiotik untuk menjamin penetrasi yang memadai dari jaringan yang terinfeksi (endokardium, tulang, otak).
2. Rute oral: dipilih untuk mengatasi kebanyakan jenis infeksi saluran kemih, faringitis oleh streptokokus dimana antibiotik disampaikan ke jaringan tanpa masalah dan mikroorganisme yang menimbulkan infeksi sangat peka untuk antibiotik.
c. Lamanya pemberian antibiotik harus menjamin musnah total penyebab infeksi sehingga tidak mungkin penyakit infeksi kambuh lagi, kambuhnya infeksi ditentukan oleh daya tahan mikroorganisme terhadap sistem pertahanan tubuh dan mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik (Wattimena, dkk., 1991).
2.1.4 Kegagalan terapi antibiotik
Terapi antibiotik dinilai gagal bila tidak berhasil menghilangkan gejala klinik atau infeksi kambuh lagi setelah terapi dihentikan. Kesalahan yang lazim dibuat pada terapi antibiotik yang dapat menggagalkan terapi pada dasarnya berkisar pada salah pilih antibiotik, salah pemberian atau penggunaan antibiotik, dan/atau resistensi mikroorganisme. Faktor lain yang menggagalkan terapi antibiotik ialah resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang digunakan dan terjadinya superinfeksi (Wattimena, dkk., 1991).
(22)
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2.2.1 Pengertian ISPA
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung patogen penyebabnya dan faktor lingkungan (WHO, 2007).
Batasan istilah ISPA menurut Depkes RI, mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Pengertian masing – masing batasan adalah:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Suhandayani, 2007).
2.2.2 Penyebab ISPA
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi
(23)
lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara (Depkes RI, 2005).
2.2.3 Jenis ISPA
1. Otitis Media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah. Infeksi ini banyak menjadi problem pada bayi dan anak – anak. Otitis media mempunyai puncak insiden pada anak usia 6 bulan - 3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan menurunnya imunokompetensi pada anak. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan. Otitis media terbagi menjadi otitis media akut dan otitis media kronik. Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, cairan ditelinga, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam. Otitis media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea) yang purulen sehingga diperlukan drainase. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
(24)
Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotik oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah (yaitu usia > 2 tahun serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko tinggi. Amoksisilin merupakan antibiotik pilihan pertama pada terapi otitis media. Pilihan kedua dapat digunakan amoksisilin-klavulanat, kotrimoksazol, cefuroksim, ceftriaxone, cefprozil dan cefixime (Depkes RI, 2005).
2. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus pranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut, sinusitis subakut, sinusitis kronik. Sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus pranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya cairan dari hidung, batuk siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, sedangkan yang dimaksud dengan gejala yang berat adalah disamping adanya sekret hidung yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 39°C) selama 3-4 hari. Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan bakteri anaerob dan
(25)
Terapi pokok sinusitis meliputi pemberian antibiotik dengan lama terapi 10-14 hari. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotik dapat diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Tujuan dari terapi sinusitis adalah mengurangi tanda dan gejala, mengurangi viskositas sekret dan mengeradikasi kuman (Depkes RI, 2005).
3) Rhinitis
Rhinitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi membran mukosa dari nasal dan nasopharing. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit akut dan kronis yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi. Keluhan utama yang dirasakan pasien meliputi hidung berair. Rhinitis paling sering akan menyertai infeksi virus akut pada saluran pernapasan atas, yang sering dikenal dengan influenza (common cold). Virus disebarkan melalui droplet yang berasal dari bersin (Lumbanraja, 2008).
Patofisiologi rhinitis adalah terjadinya inflamasi dan pembengkakan mukosa hidung, sehingga menyebabkan edeme dan mengeluarkan sekret hidung. Rhinitis persisten (menetap) mengakibatkan sikatrik fibrosa pada jaringan pengikat dan atropi kelenjar yang mengeluarkan lendir dan ingus. Manifestasi klinis penyakit rhinitis ini meliputi bersin, batuk, hidung berair, demam ringan, sakit tenggorokan dan tidak enak badan (Lumbanraja, 2008). 4) Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitarnya. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah dengan iklim panas. Faringitis yang paling umum disebabkan oleh
(26)
bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptococci Grup A hemolitik. Streptococci hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa (Depkes RI, 2005).
Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococci grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, sefalosporin maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau. Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada anak-anak dan menunjukkan efektifitas yang setara. Lama terapi dengan antibiotik oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus (Depkes RI, 2005).
5) Bronkhitis
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial. Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza dan respiratory synctial virus (Depkes RI, 2005).
Terapi antibiotik pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H. influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan
(27)
Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotik disarankan. Lama terapi dengan antibiotik selama 5-14 hari sedangkan untuk bronkhitis kronik optimalnya selama 14 hari (Depkes RI, 2005).
6) Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkial dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Stapillococcus aureus, Streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia, dan mikoplasma (Depkes RI, 2005).
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotik yang dimulai secara empiris dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotik diubah menjadi antibiotik berspektrum sempit sesuai jenis patogennya (Depkes RI, 2005).
2.2.4 Penggunaan antibiotik pada ISPA
1. Penisilin
Penisiin merupakan derivat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisida dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap
(28)
Pseudomonas sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Penicilin V (Depkes RI, 2005).
Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama sekali tidak dimiliki (Depkes RI, 2005).
Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan lahirnya derivat penicilin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β -laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga
Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin-klavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternatif lain setelah resisten dengan amoksisilin (Depkes RI, 2005).
2. Sefalosporin
Sefalosporin merupakan derivat β-laktam dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun gram negatif. Sefalosporin dibagi menjadi empat generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya. Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan aktivitas antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman gram positif. Keunggulannya dari penisilin ialah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus
(29)
perfringens, Listeria moncytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif, misalnya H. influenza, P. mirabilis, E. Coli dan Klabsiella. Sefalosporin generasi ketiga umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaciae, termasuk strain penghasil penisilinase. Sefalosporin generasi keempat mempunyai aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh betalaktamase. Antibiotik tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi ketiga (Istiantoro dan Rianto, 2007).
3. Makrolida
Golongan makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom sub unit 50S, dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka (Setiabudy, 2007).
Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus spp, Enterococci, H. influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah C. Perfringens, C. Diptheriae dan L. monocytogenes. Eritromisin tidak aktif terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap eritromisin
(30)
yaitu N. gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. Pneumoniae, Legionella Pneumophilla, dan C. trachomatis. (Depkes RI, 2005).
4. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan ricketsia (Depkes RI, 2005).
Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yang lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadap stafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin sekalipun tetap efektif (Depkes RI, 2005).
5. Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikroba oral memberikan pengaruh yang baik dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari
(31)
pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain (Depkes RI, 2005).
Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-gyrase. Aktivitas antimikroba secara umum meliputi,
Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, staphylococci, enterococci, streptococci. Aktivitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin. Aktivitas terhadap anaerob seperti B. fragilis, dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin (Depkes RI, 2005).
6. Sulfonamida
Sulfonamida merupakan salah satu antimikroba tertua yang masih digunakan. Preparat sulfonamida yang paling banyak digunakan adalah Sulfametoksazol yang dikombinasikan dengan trimetoprim yang lebih dikenal dengan nama Kotrimoksazol. Mekanisme kerja sulfametoksazol adalah dengan menghambat sintesis asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi asam dihydrofolat menjadi tetrahydrofolat sehingga menghambat enzim pada alur sintesis asam folat. Kombinasi yang bersifat sinergis ini menyebabkan
(32)
pemakaian yang luas pada terapi infeksi community-acquired seperti sinusitis, otitis media akut, infeksi saluran kencing (Depkes RI, 2005).
Aktivitas antimikroba yang dimiliki kotrimoksazol meliputi kuman gram-negatif seperti E. coli, klebsiella, enterobacter sp, M morganii, P. mirabilis, P. vulgaris, H. Influenza, Salmonella serta gram-positif seperti S. Pneumoniae, Pneumocystis carinii., serta parasit seperti Nocardia sp (Depkes RI, 2005).
2.3 Penggunaan Antibiotik Pada Anak–Anak
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat baik dalam hal indikasi, maupun cara pemberian akan merugikan penderita serta akan memudahkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik dan dapat menimbulkan efek samping. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah dosis obat yang tepat bagi anak – anak, cara pemberian, indikasi, kepatuhan, jangka waktu yang tepat dan dengan memperhatikan keadaan patofisiologi pasien secara tepat, diharapkan dapat memperkecil efek samping yang akan terjadi (Prest, 2003).
2.3.1 Pasien anak
Masa kanak-kanak menggambarkan suatu periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Penggunaan obat pada anak- anak tidaklah sama dengan orang dewasa, sehingga hanya terdapat sejumlah kecil obat yang telah diberi ijin untuk digunakan pada anak- anak, yang memiliki bentuk sediaan yang sesuai (Prest, 2003).
Agar dapat menentukan dosis obat disarankan beberapa penggolongan untuk membagi masa anak – anak. The British Paediatric Association (BPA)
(33)
mengusulkan rentang waktu berikut yang didasarkan pada saat terjadinya perubahan-perubahan biologis (Prest, 2003):
- Neonatus : Awal kelahiran sampai usia 1 bulan - Bayi : 1 bulan sampai 2 tahun
- Anak : 2 sampai 12 tahun - Remaja : 12 sampai 18 tahun.
2.4 Jenis Obat
Menurut Permenkes No. 02.02/Menkes/068/I/2010, obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya dan obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten (PerMenKes RI, 2010).
2.5 Bentuk Sediaan Obat
Bentuk sediaan obat adalah bentuk sediaan farmasi yang mengandung zat/bahan berkhasiat, bahan tambahan, dengan dosis serta volume dan bentuk sediaan tertentu, langsung dapat digunakan untuk terapi (Joenoes, 2001).
2.5.1 Obat bentuk sediaan cair
Obat bentuk sediaan cair dapat diberikan untuk obat luar, obat suntik, obat minum dan obat tetes seperti larutan, suspensi, emulsi, sirup dan injeksi (Joenoes, 2001).
(34)
2.5.2 Obat bentuk sediaan setengah padat
Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung kulit seperti salep, krim dan pasta (Joenoes, 2001).
2.5.3 Obat bentuk sediaan padat
Obat bentuk sediaan padat merupakan sediaan dengan system unit/dose mengandung dosis tertentu dari satu atau beberapa komponen obat seperti tablet, kapsul, pulvis pulveres atau puyer dan pil (Joenoes, 2001).
(35)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengolahan data dimulai dari Maret – Mei 2013 dengan mengambil data periode Januari – Juni 2012 di Rumah Sakit Haji Medan Jl. Rumah Sakit Haji – Medan Estate.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif retrospective, yaitu analisis yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, yang diarahkan pada penyajian informasi mengenai data yang diperoleh melalui proses penelitian.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu seluruh resep yang mengandung antibiotik yang diberikan kepada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 dan kriteria eksklusi yaitu resep yang tidak mengandung antibiotik.
3.4 Rancangan Penelitian
3.4.1 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara retrospective yaitu meneliti ke belakang dengan menggunakan data sekunder. Data yang dikumpulkan merupakan data penggunaan antibiotik dari data rekam medis pasien anak
(36)
2012 dan dilakukan seleksi berdasarkan usia, golongan antibotik, jenis obat dan bentuk sediaan.
3.4.2 Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel, Program SPSS untuk Windows versi 17,0 kemudian disajikan dalam persentase, nilai rata – rata dan tabel.
3.5 Defenisi Operasional
1. Profil penggunaan antibiotik adalah gambaran tentang pola penggunaan antibiotik yang dinilai berdasarkan usia, golongan antibiotik, jenis obat dan bentuk sediaan yang diberikan.
2. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.
3. Jenis obat adalah pembagian dari obat yang diresepkan yang terdiri dari obat generik dan non-generik.
4. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. 5. Obat Paten adalah obat yang masih memiliki hak paten.
(37)
6. Bentuk sediaan obat adalah bentuk sediaan farmasi yang mengandung zat/bahan berkhasiat, bahan tambahan, dengan dosis serta volume dan bentuk sediaan tertentu, langsung dapat digunakan untuk terapi.
7. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
3.6 Langkah Penelitian
a. Meminta rekomendasi dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Medan.
b. Menghubungi kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.
c. Mengumpulkan semua lembaran resep yang masuk dari bulan Januari – Juli 2012 di Rumah Sakit Haji Medan.
d. Memilih resep yang menuliskan antibiotik untuk pasien anak rawat jalan penderita ISPA.
(38)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan terhadap data penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di RS Haji Medan periode Januari – Juni 2012 yang diperoleh dari data rekam medis pasien anak rawat jalan penderita ISPA meliputi persentase penggunaan antibiotik, persentase penggunaan antibiotik berdasarkan usia dan jenis kelamin, persentase golongan antibiotik yang diresepkan, persentase jenis obat dan bentuk sediaan antibiotik yang diresepkan.
4.1 Persentase Resep yang Mengandung Antibiotik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 diketahui bahwa jumlah kasus ISPA yang terjadi dari bulan Januari sampai Juni 2012 sebanyak 133 kasus dan total resep yang masuk sebanyak 249 lembar resep. Dari 249 lembar resep tersebut terdapat 143 lembar resep yang mengandung antibiotik. Yang berarti peresepan antibiotik selama periode penelitian sebesar 57,43%. Hal ini menunjukkan persentase penggunaan antibiotik di RS Haji Medan periode Januari – Juni 2012 cukup tinggi.
Secara keseluruhan persentase antibiotik yang diresepkan pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA periode Januari – Juni 2012 adalah seperti pada Tabel 4.1.
(39)
Tabel 4.1 Distribusi resep yang mengandung antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari - Juni 2012
Bulan Resep
Masuk
Resep yang mengandung
antibiotik Persentase (%)
Januari 32 18 56,25
Februari 46 27 58,69
Maret 41 24 58,54
April 51 29 56,86
Mei 44 25 56,82
Juni 35 20 57,14
Rata-rata 41,5 23,83 57,38%
Dari Tabel 4.1 menunjukkan persentase penggunaan antibiotik dari bulan Januari – Juni 2012 tidak jauh berbeda dengan rata–rata 57,38%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik pada periode tersebut tidak mengalami perubahan yang berarti, dikarenakan tidak terjadi suatu peningkatan jumlah penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA yang datang berobat ke RS Haji Medan setiap bulannya.
4.2 Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari - Juni 2012
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Perempuan 69 resep 48,3
(40)
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA terjadi pada pasien anak laki–laki yaitu 74 resep (51,7%) dan pasien anak perempuan 69 resep (48,3%). Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di instalasi rawat jalan RSUD Dr. M. Ashari Pemalang tahun 2010 tentang penggunaan antibiotik pada pasien anak penderita ISPA yang menyebutkan bahwa penderita ISPA lebih sering terjadi pada pasien anak laki–laki 52% daripada perempuan 48% (Bestari, 2012). Penelitian ini juga tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar tahun 2009 yang menyatakan anak laki–laki lebih banyak menderita ISPA 62% dan Perempuan 38% (Prasetyaningrum, 2010). Data tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa anak laki–laki merupakan faktor risiko kejadian infeksi saluran pernapasan akut karena diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan (Depkes RI, 2004).
4.3 Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia
Penggolongan umur pada penelitian ini berdasarkan penggolongan masa anak-anak menurut The British Pediatric Association (BPA) pada tahun 2003 yang terdiri dari Neonatus (awal kelahiran – 1 bulan), Bayi (1 bulan – 2 tahun), Anak (2 tahun – 12 tahun), Remaja (12 tahun – 18 tahun) (Prest, 2003). Tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan data pasien neonatus dan remaja sehingga data yang diperoleh dari data rekam medik pasien anak penderita ISPA di RS Haji Medan periode Januari – Juni 2012 hanya dari usia 1 bulan – 12 tahun.
(41)
Tabel 4.3 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari - Juni 2012
Usia Jumlah Persentase (%)
Bayi (1 bulan – 2 tahun) 69 resep 48,3 Anak (2 tahun – 12 tahun) 74 resep 51,7
Jumlah 143 resep 100
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA paling banyak adalah usia anak 2 - 12 tahun yaitu 74 resep (51,7%) sedangkan bayi 1 bulan – 2 tahun hanya 69 resep (48,3%). Hal ini kemungkinan disebabkan pasien anak usia 2 - 12 tahun umumnya mempunyai keluhan yang banyak daripada bayi, hal ini sesuai dengan pertambahan usia dan aktivitas yang lebih banyak menjadi penyebab terganggunya fungsi kekebalan tubuh (Maas, 2007). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar tahun 2009 yang menyatakan bahwa pasien bayi usia 1 bulan – 2 tahun lebih banyak yang menderita ISPA daripada pasien anak 2 tahun – 12 tahun (Prasetyaningrum, 2010). Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya periode dan tempat pengambilan data.
4.4 Persentase Resep yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan Golongan Antibiotik
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 berdasarkan golongan antibiotik dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
(42)
Tabel 4.4 Distribusi antibiotik berdasarkan golongan pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari - Juni 2012
Golongan
Antibiotik Jenis Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Makrolida Eritomisin 61 resep 42,6 Sefalosporin Sefadroksil 32 resep 22,4 Sefiksim 22 resep 15,4 Penisilin Amoksisilin 28 resep 19,6
Jumlah 143 resep 100
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat, peresepan antibiotik yang paling banyak diresepkan pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012 adalah golongan Makrolida sebanyak 61 resep (42,6%), golongan Sefalosporin sebanyak 54 resep (37,8%) yang terdiri dari Sefadroksil 32 resep (22,4%) dan Sefiksim 22 resep (15,4%) dan Penisilin merupakan golongan antibiotik yang paling sedikit diresepkan yaitu 28 resep (19,6%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di mana lebih banyak menggunakan antibiotik penisilin 43,55% dan sefalosporin 8,52 % sedangkan makrolida hanya 2,66% (Lestari, 2007). Hal ini disebabkan amoksisilin yang merupakan turunan dari penisilin menjadi antibiotik lini pertama untuk otitis media, sinusitis, faringitis, dan bronkhitis kronik (Istiantoro dan Rianto, 2007). Karena indikasi penggunaan amoksisilin yang luas memungkinkan terjadinya resistensi pada antimikroba ini, sehingga penggunaannya sekarang mulai menurun (Hapsari, 2011). Selain itu, amoksisilin jika diberikan tunggal akan lebih cepat terjadi resistensi dan kebanyakan pasien anak yang berkunjung ke rumah sakit Haji
(43)
sudah sering terserang ISPA, maka terapi dengan antibiotik golongan makrolida yaitu eritromisin memang diperlukan untuk menghindari resistensi terhadap amoksisilin atau golongan β-laktam lainnya. Eritromisin merupakan antibiotik alternatif yang sering digunakan untuk terapi infeksi saluran pernapasan akut (Depkes RI, 2005).
4.5 Persentase Resep yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan Jenis Obat
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 berdasarkan jenis obat dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Distribusi antibiotik berdasarkan jenis obat pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari -Juni 2012
No Golongan
Antibiotik Jml
Generik Non – Generik
Nama
Obat Jml % Nama Obat Jml %
1. Penisilin 28 Amoksisilin 24 16,8 Amoxil 2 1,4 Amobiotic 2 1,4 2. Sefalosporin 54 Sefadroksil 21 14,7 Lapicef 7 4,9 Cefat 4 2,8 Sefiksim 12 8,4 Cefarox 7 4,9 Tocef 2 1,4 Fixiphar 1 0,7 3. Makrolida 61 Eritromisin 47 32,8 Erythrin 9 6,3 Erysanbe 5 3,5
(44)
Dari Tabel 4.5 menunjukan bahwa antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah antibiotik dengan nama generik yaitu 104 resep (72,7%) dan 39 resep (27,3%) antibiotik non generik selama periode Januari – Juni 2012. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Moerwadi periode Oktober – Desember 2006 bahwa penggunaan antibiotik generik pada pasien anak rawat jalan lebih banyak daripada antibiotik non-generik (Lestari, 2007). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian di RSU Zainal Abidin Banda Aceh yang menyatakan antibiotik generik lebih banyak digunakan (Zulfiatni, 2009). Hal ini disebabkan karena masih patuhnya pihak pelayanan kesehatan dalam melaksanakan kebijakan Menteri Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 02.02/Menkes/068/I/2010 tanggal 14 Januari 2010 yang mengintruksikan semua fasilitas kesehatan pemerintah wajib menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa obat jenis generik lebih murah daripada jenis non-generik, memiliki efek terapetik yang sama dengan jenis non-generik dengan tujuan agar pelayanan kesehatan lebih mudah tercapai (PerMenKes RI, 2010).
Data menunjukkan bahwa persentase penulisan obat generik baik pada golongan penisilin, sefalosporin dan makrolida lebih besar dibandingkan non-generik. Peresepan antibiotik generik berdasarkan golongan paling banyak terdapat pada peresepan antibiotik golongan golongan Makrolida 32,8 % selanjutnya Sepalosforin 23,1% terdiri dari 14,7% Sefadroksil dan 8,4% Sefiksim dan yang terakhir Penisilin 16,8% sedangkan peresepan antibiotik
(45)
non-generik paling banyak terdapat pada peresepan antibiotik golongan Sepalosforin (14,7%), kemudian Makrolida (9,8%) dan terakhir Penisilin (2,8%). Hal ini karena RS Haji Medan yang merupakan rumah sakit pemerintah tidak mengharapkan keuntungan tetapi lebih mengutamakan kesehatan masyarakat dan pasien anak rawat jalan yang datang berobat ke RS Haji Medan meliputi pasien umum, askes dan jamkesmas, dimana dalam pedoman penggunaan obat pasien jamkesmas dan askes harus menggunakan obat generik.
4.6 Persentase Resep yang Mengandung Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari – Juni 2012 berdasarkan bentuk sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Distribusi antibiotik berdasarkan bentuk sediaan pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan periode Januari - Juni 2012
Bentuk Sediaan Jumlah Persentase (%)
Sirup 138 resep 96,5
Tablet 5 resep 3,5
Jumlah 143 resep 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa bentuk sediaan antibiotik yang paling banyak diresepkan pada pasien anak rawat jalan penderita ISPA di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012 adalah antibiotik dalam bentuk sediaan sirup sebanyak 138 resep (96,5%) sedangkan antibiotik dalam
(46)
bentuk sediaan tablet hanya sebanyak 5 resep (3,5%). Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004 terhadap pasien balita penderita ISPA yang menyatakan peresepan antibiotik sebagian besar (91,7%) dalam bentuk sediaan sirup dan sisanya tablet (8,3%) (Wahyono 2008). Hal ini dikarenakan kebanyakan anak-anak lebih menyukai obat bentuk sediaan sirup yang lebih mudah ditelan dibandingkan dengan sediaan padat lainnya secara oral dan dosisnya mudah diatur serta rasa dan bau yang tidak enak dapat ditutupi dengan korigensia (Jas, 2007).
Rute pemberian antibiotik yang digunakan pada penderita infeksi saluran pernafasan akut pada pasien anak rawat jalan di RS Haji Medan adalah secara oral. Hal ini dikarenakan pemberian obat melalui oral yang paling menyenangkan, mudah, murah, dan paling aman. Tujuan dari pemberian obat melalui oral untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh (Anief, 2004).
(47)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah resep yang masuk periode Januari – Juni 2012 sebanyak 249 resep yang terdiri dari 57,43% meresepkan antibiotik. Penggunaan antibiotik paling banyak terjadi pada anak laki–laki (51,7%). Berdasarkan usia yang paling banyak terjadi pada anak usia 2 tahun – 12 tahun yaitu (51,7%). Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah golongan Makrolida (eritomisin, 42,7%). Berdasarkan jenis obat yang paling banyak digunakan adalah antibiotik jenis generik (72,7%). Bentuk sediaan yang paling banyak diresepkan adalah bentuk sediaan sirup (96,5%) dan selebihnya tablet.
5.2 Saran
Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap profil penggunaan antibiotik pada penderita ISPA di Rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya agar dapat dijadikan perbandingan dan menggambarkan penggunaan antibiotik di instansi pelayanan kesehatan yang ada di kota Medan.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 56-64.
Bestari, N. K. (2012). Kajian Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak penyakit ISPA di Instalasi Rawat Jalan RSUD DR. M. Ashari Pemalang Tahun 2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
DepKes RI. (2004). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Untuk Penanggulan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Halaman 32-33.
DepKes RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Halaman 8-30, 37-39.
Hapsari, F. (2011). Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan Antimikroba Pada Pasien Balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Skripsi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Istiantoro, Y.H., dan Rianto, S. (2007). Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya. Dalam: Gunawan, S.G., editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 664-680.
Jas, A. (2007). Perihal Obat Dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Halaman 31-36.
Joenoes, N.Z. (2001). ARS Prescribendi Resep Yang Rasional, edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 20-25.
Lestari. (2007). Tinjauan Peresepan Antibiotika Pada Pasien Rawat Jalan di RSUD DR. Moerwadi Surakarta Bulan Oktober-Desember 2006.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lestari, A., Sucipto., dan Rahmayani, L. (2011). Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.
(49)
Lumbanraja, P.L. (2008). Distribusi Alergen Pada Penderita Rhinitis Alergi di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Maas, L.T. (2007). Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 11-12.
PerMenKes RI. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4-5.
Prasetyaningrum, A. (2010). Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prest. (2003). Penggunaan Obat Pada Anak – Anak. Dalam: Farmasi Klinis. Editor: Aslam. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 191-192.
Setiabudy, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan, S.G., editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 585-587, 674-675, 681-682, 723-724.
Suhandayani, I. (2007). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006.
Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Suryawati, E.P. (2008). Gambaran Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kabupaten Cilacap Periode Januari – Juni 2006. Skripsi.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2010). Obat – Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek – Efek Sampingnya. Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Halaman 57-58, 81-82.
Wahyono, D. (2008). Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Anak Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Wattimena, J.R., Sugiarso, Nelly C., Widianto, Mathilda, B., Sukandar, E.Y., Soemardji, Andreanus, A., Setiadi, Anna, R. (1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 16-17.
(50)
WHO. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Kesehatan. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia. Halaman 12.
Zulfiatni. (2009). Studi Penggunaan Antibiotika Melalui Resep Tunai Yang Dilayani di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 06 RSU Zainal Abidin Banda Aceh. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
(51)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data yang mengandung antibiotik selama periode Januari – Juni 2012
NO No.
MR Tgl P/L umur Diagnosa Nama antibiotik
Generik/ Paten
Gol. Antibiotik
Bentuk Sediaan
Metode Pembayaran
1 54177 25-04-2012 L 11 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
2 81561 27-04-2012 P 11 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Umum
3 85773 27-04-2012 L 7 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
4 29-03-2012 L 7 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
5 87323 5/1/2012 P 11 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
6 88218 21-05-2012 L 9 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
7 106214 21-05-2012 L 10 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Umum
8 16-01-2012 L 10 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Umum
9 109276 27-02-2012 P 11 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Askes
10 110916 20-09-2012 P 9 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Tablet Jamkesmas
11 110919 9/1/2012 L 5 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Umum
12 117876 26-04-2012 P 5 thn ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Umum
13 132557 8/3/2012 L 11 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
14 137415 27-05-2012 L 3 thn ISPA Cefat P Sefalosporin Sirup Askes
15 139110 27-05-2012 P 3 thn ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
(52)
17 146070 5/1/2012 P 3 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
18 149985 7/4/2012 P 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
19 154228 14-02-2012 P 2 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
20 15-03-2012 P 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
21 155691 9/1/2012 L 3,5 thn ISPA Cefat P Sefalosporin Sirup Umum
22 155501 24-04-2012 L 2 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
23 26-05-2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
24 159097 14-03-2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
25 160597 20-02-2012 L 1 thn ISPA Erysanbe P Makrolida Sirup Umum
26 161147 17-04-2012 L 7 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
27 161947 17-02-2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
28 22-02-2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
29 162148 5/6/2012 L 6 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
30 163055 27-02-2012 P 3 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
31 164987 6/6/2012 L 3 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
32 1/2/2012 L 3 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
33 166997 12/4/2012 P 1 thn ISPA Erysanbe P Makrolida Sirup Umum
34 29-06-2012 P 1 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Tablet Umum
35 167068 22-03-2012 L 1 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
36 170213 14-06-2012 P 6 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
37 3/5/2012 P 6 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
(53)
39 171033 13-02-2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
40 16-05-2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
41 5/1/2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
42 172084 7/2/2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
43 1/2/2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
44 24-05-2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
45 19-06-2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
46 12/6/2012 P 3 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
47 172326 4/1/2012 P 9 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
48 16-01-2012 P 9 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
49 27-02-2012 P 9 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
50 173189 11/6/2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
51 9/2/2012 L 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
52 173486 5/4/2012 L 1 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
53 174021 28-05-2012 P 1,5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
54 4/5/2012 P 1,5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
55 19-04-2012 P 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
56 175760 2/4/2012 P 2 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
57 178235 3/2/3012 P 1 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
58 12/6/2012 P 1 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
59 178731 13-03-2012 P 5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
(54)
61 178995 23-04-2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
62 14-06-2012 L 1 thn ISPA Amoxil P Penisilin Sirup Askes
63 27-06-2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
64 20-02-2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
65 21-04-2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
66 23-04-2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
67 5/5/2012 L 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
68 20-04-2012 L 10 bln ISPA Fixiphar P Sefalosporin Sirup Askes
69 16-04-2012 L 10 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
70 179467 11/1/2012 P 2,2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
71 25-01-2012 P 2,2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
72 29-03-2012 P 1 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
73 181423 7/6/2012 P 3 thn ISPA Erysanbe P Makrolida Sirup Umum
74 181476 2/3/2012 L 3 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Jamkesmas
75 181477 26-03-2012 L 2 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
76 181500 3/1/2012 P 6 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Tablet Jamkesmas
77 10/1/2012 P 6 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Tablet Jamkesmas
78 17-01-2012 P 6 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Tablet Jamkesmas
79 181805 16-02-2012 P 3 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
80 181806 9/1/2012 L 12 thn ISPA Cefat P Sefalosporin Sirup Askes
81 181813 9/1/2012 P 1 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
(55)
83 29-05-2012 L 5 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
84 182957 6/2/2012 P 9 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
85 182993 7/2/2012 P 4 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
86 183238 18-02-2012 L 8 thn ISPA Tocef P Sefalosporin Sirup Umum
87 183436 17-02-2012 L 8,5 bln ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Askes
88 05-0-2012 L 8,5 bln ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Askes
89 3/4/2012 L 10 bln ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Askes
90 183491 17-02-2012 P 1 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
91 183562 21-02-2012 L 1 thn ISPA Amobiotic P Penisilin Sirup Umum
92 183580 3/4/2012 L 4 thn ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Askes
93 5/5/2012 L 4 thn ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Askes
94 183902 27-02-2012 L 6 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
95 183915 27-02-2012 P 2 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
96 183926 28-02-2012 P 4 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Umum
97 7/3/2012 P 4 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Umum
98 20-03-2012 P 4 thn ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Umum
99 184141 5/3/2012 P 5 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
100 184457 9/3/2012 L 2 thn ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Umum
101 184543 13-03-2012 L 8 bln ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
102 184614 15-03-2012 P 10 bln ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Umum
103 184578 13-03-2012 P 2 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
(56)
105 15-04-2012 L 4 thn ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Umum
106 184668 17-03-2012 P 4 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
107 184692 4/6/2012 L 7 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
108 184973 21-03-2012 P 7 bln ISPA Cefat P Sefalosporin Sirup Umum
109 185041 9/4/2012 L 11 bln ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
110 26-03-2012 L 11 bln ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
111 185047 16-03-2012 P 5 bln ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
112 6/3/2012 P 5 bln ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
113 185061 30-05-2012 P 4 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
114 185071 28-03-2012 L 5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
115 185121 28-03-2012 L 12 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
116 29-04-2012 L 12 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Jamkesmas
117 2/4/2012 L 10 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
118 8/6/2012 L 4 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
119 185553 9/4/2012 P 5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
120 185595 9/4/2012 L 1 thn ISPA Erysanbe P Makrolida Sirup Umum
121 24-06-2012 L 1 thn ISPA Erysanbe P Makrolida Sirup Umum
122 185618 9/4/2012 L 11 thn ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Umum
123 186039 18-04-2012 L 1 thn ISPA Amoxil P Penisilin Sirup Jamkesmas
124 186045 18-04-2012 P 7 bln ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Umum
125 24-05-2012 P 4 bln ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
(57)
127 186208 24-04-2012 P 2 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
128 186644 3/5/2012 P 9 bln ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
129 186634 3/5/2012 L 11 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
130 186645 21-06-2012 P 10 bln ISPA Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
131 3/5/2012 P 10 bln ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
132 186661 3/5/2012 L 2 thn ISPA Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
133 186670 5/5/2012 L 4 thn ISPA Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
134 186692 4/5/2012 L 5 bln ISPA Amoksisilin G Penisilin Sirup Umum
135 187111 14-05-2012 L 1 bln ISPA Amobiotic P Penisilin Sirup Umum
136 187251 19-05-2012 L 2 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
137 187622 28-05-2012 P 3 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Askes
138 187646 28-05-2012 L 6 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Askes
139 188288 15-06-2012 L 5 thn ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
140 188420 20-06-2012 P 7 bln ISPA Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
141 12/2/2012 P 2 thn ISPA Erythrin P Makrolida Sirup Umum
142 179520 16-01-2012 L 4 thn ISPA Lapicef P Sefalosporin Sirup Askes
(58)
Lampiran 2. Hasil analisis statistik deskriptif penggunaan antibiotik
1. Resep yang masuk selama periode Januari – Juni 2012
Frequencies
Statistics
Periode
N Valid 249
Missing 0
Periode
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Januari 32 12.9 12.9 12.9
Februari 46 18.5 18.5 31.3
Maret 41 16.5 16.5 47.8
April 51 20.5 20.5 68.3
Mei 44 17.7 17.7 85.9
Juni 35 14.1 14.1 100.0
Total 249 100.0 100.0
2. Resep yang mengandung antibiotik selama periode Januari – Juni 2012
Frequencies
Statistics
PeriodeAb
N Valid 143
Missing 0
PeriodeAb
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Januari 18 12.6 12.6 12.6
Februari 27 18.9 18.9 31.5
Maret 24 16.8 16.8 48.3
April 29 20.3 20.3 68.5
Mei 25 17.5 17.5 86.0
(59)
3. Penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin dan usia Frequencies Statistics JenisKelam in Intervalusi a
N Valid 143 143
Missing 0 0
Frequency Table
JenisKelamin
Frequency Percent Percent Valid Cumulative Percent
Valid L 74 51.7 51.7 51.7
P 69 48.3 48.3 100.0
Total 143 100.0 100.0
Keterangan: L = Laki-laki
P = Perempuan
Intervalusia
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 bulan -2 tahun 69 48.3 48.3 48.3
2 tahun – 12 tahun 74 51.7 51.7 100.0
Total 143 100.0 100.0
4. Penggunaan antibiotik berdasarkan golongan Frequencies
Statistics
GolonganAb
N Valid 143
Missing 0
GolonganAb
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Makrolida 61 42.7 42.7 42.7
Penisilin 28 19.6 19.6 62.2
(60)
Frequencies
Statistics
Jenisantibiotik
N Valid 143
Missing 0
Jenisantibiotik
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Amoksisilin 28 19.6 19.6 19.6
Sefadroksil 32 22.4 22.4 42.0
Sefiksim 22 15.4 15.4 57.3
Eritromisin 61 42.7 42.7 100.0
Total 143 100.0 100.0
5. Penggunaan antibiotik berdasarkan jenis obat
Frequencies
Statistics
JenisObat
N Valid 143
Missing 0
JenisObat
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid G 104 72.7 72.7 72.7
P 39 27.3 27.3 100.0
Total 143 100.0 100.0
Keterangan : G =Generik P = Paten
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Antibiotik * JenisObat * Golongan
(61)
Antibiotik * JenisObat * Golongan Crosstabulation
Count
Golongan
JenisObat
Total
G P
Makrolida Antibiotik Eritromisin 47 0 47
Erysanbe 0 5 5
Erythrin 0 9 9
Total 47 14 61
Penisilin Antibiotik Amobiotic 0 2 2
Amoksisilin 24 0 24
Amoxil 0 2 2
Total 24 4 28
Sefalosporin Antibiotik Sefadroksil 21 0 21
Cefarox 0 7 7
Cefat 0 4 4
Sefiksim 12 0 12
Fixiphar 0 1 1
Lapicef 0 7 7
Tocef 0 2 2
Total 33 21 54
6. Penggunaan antibiotik berdasarkan bentuk sediaan Statistics
Bentuksediaan
N Valid 143
Missing 0
Bentuksediaan
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Sirup 138 96.5 96.5 96.5
Tablet 5 3.5 3.5 100.0
Total 143 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Antibiotik * Bentuksediaan * Golongan
(62)
Antibiotik * Bentuksediaan * Golongan Crosstabulation
Count
Golongan
Bentuksediaan
Total Sirup Tablet
Makrolida Antibiotik Eritromisin 47 0 47
Erysanbe 5 0 5
Erythrin 9 0 9
Total 61 0 61
Penisilin Antibiotik Amobiotic 2 0 2
Amoksisilin 19 5 24
Amoxil 2 0 2
Total 23 5 28
Sefalosporin Antibiotik Sefadroksil 21 0 21
Cefarox 7 0 7
Cefat 4 0 4
Sefiksim 12 0 12
Fixiphar 1 0 1
Lapicef 7 0 7
Tocef 2 0 2
Total 54 0 54
7. Penggunaan antibiotik berdasarkan jaminan kesehatan dan jenis obat Frequencies
Statistics
jaminan jenisobat
N Valid 143 143
Missing 0 0
Jaminan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Askes 52 36.4 36.4 36.4
Jamkesmas 29 20.3 20.3 56.6
Umum 62 43.4 43.4 100.0
(63)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jaminan * jenisobat 143 100.0% 0 .0% 143 100.0%
jaminan * jenisobat Crosstabulation
Count
jenisobat
Total
G P
jaminan Askes 40 12 52
Jamkesmas 28 1 29
Umum 36 26 62
(1)
108 186123 213 21-04-2012 P 4 bln 4,8 Kg ISPA NANHA 1 Jamkesmas
Apialys
214 24-05-2012 P 4 bln 4,8 Kg ISPA Amoksisilin Amoksisilin G Penisilin Sirup Jamkesmas
Sanmol
109 186185 215 24-04-2012 P 3,5 thn 10 Kg ISPA Eritromisin Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
110 186208 216 24-04-2012 P 2 thn 10 Kg ISPA Sefiksim Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
111 186644 217 3/5/2012 P 9 bln 7, Kg ISPA Sefiksim Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
Paracetamol
112 186634 218 3/5/2012 L 11 thn 45 Kg ISPA Sefiksim Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
Alco drop
Sanmol
113 186645 219 21-06-2012 P 10 bln 8,8 Kg ISPA Sefadroksil Sefadroksil G Sefalosporin Sirup Askes
Kenacort
Betorhin
220 3/5/2012 P 10 bln 8,8 Kg ISPA Sefiksim Sefiksim G Sefalosporin Sirup Askes
114 186661 221 3/5/2012 L 2 thn 10 Kg ISPA Sefiksim Sefiksim G Sefalosporin Sirup Umum
115 186670 222 5/5/2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Cefarox Cefarox P Sefalosporin Sirup Umum
Paracetamol
116 186692 223 4/5/2012 L 5 bln 6,8 Kg ISPA Amoksisilin Amoksisilin G Penisilin Sirup Umum
Ambroksol
224 25-06-2012 L 5 bln 6,8 Kg ISPA Paracetamol Umum
Lacto – B
117 186771 225 8/5/2012 L 2 bln 6,9 Kg ISPA Fenistil Umum
(2)
Kenacort
Iliadin 0,025%
119 186844 227 10/5/2012 P 7 thn 14 Kg ISPA Umum
120 187111 228 14-05-2012 L 1 bln 4 Kg ISPA Amobiotic Amobiotic P Penisilin Sirup Umum
Vitaplex
229 22-05-2012 L 1 bln 4,1 Kg ISPA Lacto-B Umum
Zinkid
121 187251 230 19-05-2012 L 2 bln 5,9 Kg ISPA Eritromosin Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
ozen drop
122 187289 231 21-05-2012 L 7 bln 7,9 Kg ISPA Umum
123 187321 232 22-05-2012 P 1,5 thn 6,9 Kg ISPA Curvit Cl Umum
124 187353 233 24-05-2012 P 7 thn 17 Kg ISPA Umum
234 31-05-2012 P 7 thn 17 Kg ISPA Umum
125 187622 235 28-05-2012 P 3 thn 14 Kg ISPA Erythrin Erythrin P Makrolida Sirup Askes
126 187646 236 28-05-2012 L 6 thn 27 Kg ISPA Erythrin Erythrin P Makrolida Sirup Askes
Paracetamol
Deksametason
127 187820 237 4/6/2012 L 2 thn 7,1 Kg ISPA Paracetamol Umum
128 188288 238 15-06-2012 L 5 thn 18,5 Kg ISPA Eritromisin Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
Paracetamol
Apialys
129 188420 239 20-06-2012 P 7 bln 7,1 Kg ISPA Eritromisin Eritromisin G Makrolida Sirup Umum
Salbutamol
(3)
Paracetamol
130 188450 240 21-06-2012 P 2 thn 9,5 Kg ISPA Alco drop
Vitagrow
241 12/2/2012 P 2 thn 9,5 Kg ISPA Erythrin Erythrin P Makrolida Sirup Umum
Alco drop
Pamol
131 179520 242 16-01-2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Lapicef Lapicef P Sefalosporin Sirup Askes
L- Bio
Prednison
243 13-02-2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Eritromisin Eritromisin G Makrolida Sirup Askes
Salbutamol
Deksametason
244 26-03-2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Askes
245 2/4/2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Askes
246 3/5/2012 L 4 thn 15 Kg ISPA Askes
132 188462 247 21-06-2012 L 6 thn 31 Kg ISPA Betorhin Jamkesmas
Ventolin
Kenacort
Iliadin 0,025%
133 188872 248 29-01-2012 L 8 thn 24,5 Kg ISPA Tempra Forte Umum
(4)
(5)
Lampiran 5.
Surat Izin Penelitian di Ruang Rekam Medik Rumah Sakit Haji
Medan.
(6)