SIMULASI UKURAN SAMPEL DAN INTENSITAS SENSOR DENGAN BAHASA R DALAM MENGKAJI SIFAT KETAKBIASAN DUGAAN KEMUNGKINAN MAKSIMUM PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL TERSENSOR KIRI

(1)

SIMULASI UKURAN SAMPEL DAN INTENSITAS SENSOR DENGAN BAHASA R DALAM MENGKAJI SIFAT KETAKBIASAN

DUGAAN KEMUNGKINAN MAKSIMUM PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL TERSENSOR KIRI

Oleh

AYU MAIDIYANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

SIMULASI UKURAN SAMPEL DAN INTENSITAS SENSOR DENGAN BAHASA R DALAM MENGKAJI SIFAT KETAKBIASAN

DUGAAN KEMUNGKINAN MAKSIMUM PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL TERSENSOR KIRI

Oleh

AYU MAIDIYANTI

Distribusi Weibull merupakan salah satu distribusi yang penting dalam analisis kelangsungan hidup. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan maximum likelihood estimation untuk mencari nilai dugaan parameter pada distribusi Weibull untuk data tersensor kiri. Penelitian ini bertujuan untuk mencari penduga β and λ dan juga melihat bias relatif dari penduga parameter tersebut. Simulasi dengan menggunakan software R versi 2.15.0 dengan iterasi hingga 100 kali ditujukan untuk mengkaji penduga parameter dan bias relatif untuk beberapa ukuran sampel yang dibangkitkan dengan distribusi Weibull.

Hasil simulasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada pendugaan parameter distribusi Weibull full data, semakin besar jumlah sampel acak maka nilai rata-rata penduga β semakin kecil sedangkan nilai rata-rata penduga λ semakin besar. Pada pendugaan parameter distribusi Weibull tersensor kiri, semakin besar intensitas sensor maka nilai penduga β dan λ semakin besar. Hasil pendugaan parameter pada distribusi Weibull full data menunjukkan bahwa semakin besar jumlah pengamatan maka rata-rata bias relatif pada penduga parameter β semakin kecil sedangkan rata-rata bias relatif pada penduga parameter λ semakin besar. Selanjutnya pada pendugaan parameter distribusi Weibull tersensor kiri, menunjukkan bahwa semakin besar intensitas sensor maka rata-rata bias relatif untuk penduga parameter β dan λ semakin besar.

Keywords: Distribusi Weibull, data tersensor kiri, maximum likelihood estimation, bias relatif.


(3)

(4)

(5)

(6)

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Weibull ... 4

2.2 Jenis Penyensoran... 5

2.3 Tipe-Tipe Penyensoran ... 6

2.4 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likelihood Estimation)... 7

2.5 Ketakbiasan ... 8

2.6 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likelihood Estimation)pada Distribusi Weibull... 8

2.6.1 Penduga untuk ... 10

2.6.2 Penduga untukβ... 12

2.7 Fungsi Kemungkinan Maksimum pada Distribusi Weibull Tersensor Kiri... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Data Penelitian... 16

3.3 Metode penelitian ... 17

3.4 Maximum Likelihood Estimationpada Distribusi Weibull Tersensor Kiri... 20

3.4.1 Penduga β... 21

3.4.2 Penduga λ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Simulasi ... 25


(7)

untuk Data Sekunder... 25

4.1.2 Penduga Parameter Distribusi Weibull Tersensor Kiri untuk Data Sekunder... 27

4.1.3 Penduga Parameter Distribusi Weibull untuk Data Simulasi ... 28

4.1.4 Penduga Parameter Distribusi Weibull Tersensor Kiri untuk Data Simulasi... 30

V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Dalam berbagai bidang terapan, statistika merupakan alat analisis yang banyak digunakan. Salah satu analisis statistika yaitu analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup. Analisis ini biasanya digunakan dalam menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan suatu penyakit, kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu tertentu. Sedangkan pada bidang industri,survival analysissering disebut sebagai analisis reliabilitas.

Analisis reliabilitas digunakan untuk menganalisis dan menguji masa hidup suatu sistem. Ada dua model dalam sistem reliabilitas, yaitu model sistem non repairable dan model sistem repairable. Pada sistem repairable (pembaharuan sistem), banyaknya kegagalan yang terjadi tidak menentu saat penambahan waktu sehingga menimbulkan tingkat kegagalan menjadi tidak konstan.

Sistemrepairableberkaitan erat dengan waktu kegagalan dan waktu penyensoran. Jika waktu terjadinya kegagalan semakin lama, maka hal ini dikatakan reliabilitas sistemrepairablemeningkat. Sedangkan jika waktu antara kegagalan satu dengan lainnya semakin dekat, dinyatakan reliabilitas sistem repairable menurun. Jika ketepatan waktu kegagalan yang terjadi tidak diketahui secara pasti, maka hal ini


(9)

disebut sebagai waktu penyensoran. Pada sistem repairable, waktu penyensoran terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu sensor kiri (left censored), sensor kanan (right censored), dan sensor interval (interval censored).

Distribusi Weibull banyak digunakan dalam menguji dan menganalisis karakteristik reliabilitas pada sistem repairable. Salah satu metode yang digunakan untuk menduga parameternya adalah metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation).

Difford Cohen pada tahun 1965 dalam jurnalnya yang berjudul “Maximum Likelihood Estimation in The Weibull Distribution Based on Complete and on

Censored Samples”, telah membahas mengenai penduga parameter pada distribusi

Weibull berdasarkan full data dan data tersensor. Evaluasi bias relatif penduga parameter distribusi Weibull full data dan data tersensor belum dibahas lebih lanjut. Oleh karena itu penulis memfokuskan penelitian untuk mengkaji bias relatif penduga parameter pada distribusi Weibullfulldata dan data tersensor kiri.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini membahas tentang bias relatif penduga parameter distribusi Weibull dengan datafulldata dan data tersensor kiri.


(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan pendugaan parameter dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum pada distribusi Weibull dengan data tersensor kiri.

2. Melakukan simulasi untuk melihat bias relatif penduga parameter pada distribusi Weibull denganfulldata dan data tersensor kiri.

3. Mengkaji bias relatif penduga parameter pada distribusi Weibull dengan full data dan data tersensor kiri.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk:

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain mengenai pendugaan parameter dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum pada distribusi Weibull dengan data tersensor kiri.

2. Menunjukkan kepada peneliti lain tentang analisis bias relatif penduga parameter pada distribusi Weibullfulldata dan data tersensor kiri.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan pengertian tentang distribusi Weibull, maximum likelihood estimation, penyensoran, bias relatif, penduga parameter distribusi

Weibull dan beberapa istilah lain yang berkaitan dengan bahasan dalam penelitian ini.

2.1 Distribusi Weibull

Distribusi Weibull diperkenalkan oleh seorang matematikawan yang bernama Wallodi Weibull. Distribusi Weibull sering digunakan dalam pemodelan analisis kelangsungan hidup yang memiliki daerah fungsi peluang densitas positif dengan Peubah Acak kontinu. Distribusi Weibull memiliki dua parameter, yaitu:

= parameter bentuk (shape) yaitu menggambarkan bentuk distribusi pada distribusi Weibull.

=parameter skala (scale) yaitu menggambarkan sebaran data pada distribusi Weibull.

Menurut Kungdu dan Mangalick (2004), fungsi kepekatan peluang dari suatu Peubah Acak Weibull( , )adalah sebagai berikut:


(12)

( ) =

0 ;

; > 0, > 0, > 0

Fungsi distribusi kumulatif dari distribusi Weibull didefinisikan sebagai: ( )=1 − exp[− ].

Rata-rata(mean) dari distribusi Weibull adalah ( )= Г + ( ) .

Ragam(variance)distribusi Weibull adalah

( ) = { Г + − Г + }.

2.2 Jenis Penyensoran

Suatu data dikatakan tersensor jika lamanya hidup seseorang yang ingin diketahui atau diobservasi hanya terjadi pada periode waktu yang telah ditentukan (interval pengamatan), sedang info yang ingin diketahui tidak terjadi pada interval tersebut. Dengan demikian kita tidak memperoleh informasi apapun yang diinginkan selama interval pengamatan.

Ada tiga jenis penyensoran yaitu sensor kanan (right censoring), sensor kiri (left censoring) dan sensor selang (interval censoring). Right cencoring, terjadi jika individu yang diamati masih tetap hidup pada saat waktu yang telah ditentukan. Left cencoring, terjadi jika semua informasi yang ingin diketahui dari seorang individu telah dapat diperoleh pada awal studi. Interval cencoring, jika informasi yang dibutuhkan telah dapat diketahui pada kejadian peristiwa didalam selang pengamatan (Klein dan Moeschberger, 1997).


(13)

Misalkan, penelitian tentang waktu munculnya kembali tumor setelah operasi. Tiga bulan setelah operasi pasien diuji apakah tumor muncul lagi. Ternyata pada beberapa orang pasien, tumor belum juga muncul hingga waktu tiga bulan berakhir (waktu munculnya tumor lebih besar dari tiga bulan). Sehingga waktu munculnya tumor untuk pasien tersebut adalah tersensor kanan. Namun pada beberapa orang pasien, tumor telah muncul sebelum tiga bulan (waktu munculnya tumor lebih kecil dari tiga bulan). Sehingga waktu munculnya tumor untuk pasien tersebut adalah tersensor di kiri. Pasien diamati bebas tumor pada waktu tiga bulan pertama tapi tumor muncul ketika diuji enam bulan setelah operasi, berarti waktu daya tahan pasien diketahui antara tiga sampai enam bulan, maka waktu daya tahan pasien tersebut merupakan sensor selang (Lee, 1992).

2.3 Tipe-Tipe Penyensoran

Jenis penyensoran dapat dibagi lagi menjadi tipe-tipe penyensoran. Menurut Johnson (1982), tipe-tipe penyensoran terdiri dari :

1. Penyensoran Tipe I

Pada penyensoran sebelah kanan tipe I, penelitian diakhiri apabila waktu pengamatan yang ditentukan tercapai. Jika waktu pengamatan sama untuk semua unit maka dikatakan penyensoran tunggal. Jika waktu pengamatan untuk setiap unit berbeda maka dikatakan penyensoran ganda.

Pada penyensoran sebelah kiri tipe I, pengamatan dilakukan jika telah melampaui awal waktu yang ditentukan. Karakteristik penyensoran tipe I adalah bahwa kegagalan adalah acak.


(14)

2. Penyensoran Tipe II

Pada penyensoran tipe II, pengamatan diakhiri setelah sejumlah kegagalan yang telah ditetapkan diperoleh, atau dapat dikatakan banyaknya kegagalan adalah tetap dan waktu pengamatan adalah acak.

Pada sensor kanan jenis II, jumlah individu pada saat awal ditentukan dan waktu penelitian ditentukan sampai terjadinya kematian dengan jumlah tertentu. Pada sensor kiri jenis II, titik awal penelitian dilakukan saat waktu kegagalan terurut

( < ).

3. Penyensoran Maju (Progressive Censoring)

Pada penyensoran maju, suatu jumlah yang ditentukan dari unit-unit bertahan dikeluarkan dari penelitian berdasarkan kejadian dari tiap kegagalan terurut. Secara konseptual, hal ini sama dengan suatu praktek yang dikenal sebagai sudden-death testing, dimana tes secara serempak memuat beberapa pengetesan dan apabila terjadi kegagalan pertama maka seluruh pengetesan dianggap gagal. (Johnson, 1982).

2.4 Metode Kemungkinan Maksimum(Maximum Likelihood Estimation)

Misalkan X adalah Peubah Acak kontinu (atau diskrit) dengan fungsi kepadatan peluang ( ; ) dengan adalah satu parameter yang tidak diketahui. Misalkan

, ,…, merupakan sebuah sampel acak berukuran n.

Maka fungsi kemungkinan(likelihood function)dari sampel acak itu adalah:


(15)

Dalam hal ini, fungsi kemungkinan adalah fungsi dari parameter ( ) yang tidak diketahui.Biasanya untuk memudahkan penganalisisan, fungsi kemungkinan

( ) diberi ln (Nar Herrhyanto, 2003).

Fungsi ln-Likelihood dideferensiasikan terhadap yaitu:

= ln ( ) = ln ( 1: ) = 0

Dengan mencari solusi dari persamaan di atas maka akan ditemukan penduga yang memaksimumkan fungsi Likelihood (Hogg dan Craig, 1986).

2.5 Ketakbiasan

Menurut Herrhyanto (2003), dikatakan penduga tak bias bagi parameter , jika : =

Sebaliknya dikatakan penduga bias bagi parameter , jika: ≠

2.6 Metode Kemungkinan Maksimum pada Distribusi Weibull

Parameter yang diduga pada distribusi Weibull adalah dan . Metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation) diawali dengan membentuk fungsi kemungkinan (likelihood estimation) dari distribusi Weibull, yaitu sebagai berikut:


(16)

( , ) = ( ; , )

Dimana fungsi kepekatan peluang dari Weibull adalah:

( ; , ) = −

0 ;

; > 0, > 0, > 0

Sehingga fungsi kemungkinan yang dapat dibentuk dari fungsi kepekatan peluang distribusi Weibull adalah:

( , ) = ∏ ( )

= ∏ ∑

Untuk mempermudah penganalisisan, fungsi kemungkinan tersebut diberi fungsi logaritma natural, sehingga diperoleh:

ln ( , ) = ln − n β ln + ln ∏ − ∑

= ln − n β ln + (β − 1) ln − 1

= ln − n β ln + (β − 1) ln( . … ) − 1

= ln − n β ln + (β − 1) ∑ ln x − ∑ (2.1)

Selanjutnya penduga kemungkinan maksimum dari distribusi Weibull diperoleh dengan cara mencari turunan pertama dari logaritma natural fungsi kemungkinan terhadap dan dan menyamakan dengan nol. Penduga untuk dan diuraikan sebagai berikut:


(17)

2.6.1 Penduga untuk

Penduga parameter dari distribusi Weibull dapat diperoleh dari memaksimumkan logaritma natural fungsi kemungkinan dari distribusi Weibull yaitu dengan turunan pertama λ dari logaritma natural fungsi kemungkinannya yang sama dengan nol. Yaitu sebagai berikut:

( , ) = 0

Persamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan di atas, sehingga didapat: ( , )

= ln − n β ln + (β − 1) ∑ ln x − ∑

= 0

Untuk mempermudah proses perhitungan maka digunakan permisalan berikut ini:

= − 1 = −

= ( )

= ( )

Selanjutnya,

− + ( )∑ = 0 (2.2)

− = − ( )


(18)

. = ( ) .

= ∑

n = ∑

= ∑

= ∑

Maka diperoleh penduga parameter pada distribusi Weibull sebagai berikut:

= ∑ (2.3)

Untuk melihat apakah = ∑ merupakan titik maksimum dari maka dibuktikan turunan kedua dari adalah kurang dari nol, yaitu :

( , ) < 0

Persamaan (2.2) disubstitusikan ke persamaan diatas, sehingga didapat:

ln ( , )

= − + ( ) < 0

− ( + 1) ( ) < 0


(19)

Karena turunan kedua dari logaritma natural fungsi kemungkinan dari distribusi

Weibull kurang dari nol maka terbukti bahwa = ∑ merupakan penduga yang maksimum pada .

2.6.2 Penduga untuk

Penduga parameter dari distribusi Weibull dapat diperoleh dari memaksimumkan logaritma natural fungsi kemungkinan dari distribusi Weibull yaitu dengan turunan pertama dari logaritma natural fungsi kemungkinannya yang sama dengan nol. Yaitu sebagai berikut:

( , ) = 0

Persamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan diatas, sehingga didapat:

ln ( , )

= ln − n β ln + (β − 1) ln x − 1

= ln − n β ln + (β − 1) ln x −

= 0

Karena untuk menurunkan persamaan di atas tidak mudah maka digunakan permisalan:

=


(20)

ln = ln 1

= ln

= ln

= ln

Sehingga diperoleh,

− ln + ln − ln = 0

− ln − ln + = − ln

ln + ln − = ln

ln( ) − ln + ln − = ln

Persamaan (2.3) disubstitusikan ke persamaan diatas, sehingga didapat:

∑ ln − ln + ln − = ∑ ln

∑ ln

∑ – = ln

∑ ln

∑ –

1

= ∑ ln (2.4)

Nilai dugaan parameter bagi diperoleh melalui pendeketan iterasi metode Newton–Raphson dengan menganggap bahwa:


(21)

Langkah-langkah metode Newton-Raphson untuk mencari dugaan parameter adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai awal 2. Menentukan persamaan ( )

( ) = ∑ ln

∑ –

1

− ∑ ln

Dan turunan pertama dari ( ) adalah

( ) = ( )

∑ ∑ ( ) ∑

+

3. Masukkan persamaan ( ) dan turunan pertamanya ( ) ke dalam rumus metode Newton-Raphson

= − ( )

( )

Sehingga diperoleh nilai dugaan parameter bagi sebagai berikut:

= − ( )

( )

= −

∑ ln

∑ –

1

− ∑ ln

∑ ∑ (ln ) − ∑ ln

∑ +

1 (2.5)


(22)

2.7 Fungsi Kemungkinan Maksimum pada Distribusi Weibull Tersensor Kiri

Menurut Engelhardt dan Bain (1991), fungsi kemungkinan maksimum Distribusi Weibull pada data tersensor kiri adalah:


(23)

16

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2012/2013, bertempat di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

3.2 Data Penelitian

Data penelitian ini menggunakan dua macam data yaitu:

a. Data simulasi dengan software R versi 2.15.0. Pembangkitan data dalam simulasi dilakukan dengan distribusi Weibull.

b. Data sekunder yaitu data survival yang diambil dari buku Survival Analysis karya John P. Klein dan Melvin L. Moeschberger yakni mengenai data survival pada penderita leukimia setelah dilakukan pencangkokan sumsum tulang dan data waktu pertama kali merokok (tersensor kiri) pada siswa SMA California.


(24)

17

3.3 Metode Penelitian

Metode pendugaan parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kemungkinan maksimum. Metode ini digunakan untuk menduga parameter distribusi Weibull dengan data tersensor kiri.

Pembangkitan data dalam simulasi didasarkan pada distribusi Weibull dengan parameter β dan λ. Simulasi dirancang untuk mengetahui bias relatif penduga

parameter β dan λ dengan rancangan sebagai berikut:

1. Beberapa nilai parameter (β, λ) yang berbeda-beda yaitu (1,1), (1,2), (2,1) dan (2,0.5).

2. Jumlah pengamatan yang berbeda-beda, yaitu n = 50, n =100, dan n = 200. 3. Intensitas sensor yang berbeda-beda, yaitu r = 1%, r = 5 %, dan r = 10 %.

Adapun langkah-langkah dalam simulasi adalah sebagai berikut:

1. Membangkitkan ~ Weibull untuk i = 1, ... , n

2. Menentukan ̂ dan ̂ pada distribusi Weibull full data dengan rumus pada bab sebelumnya yaitu persamaan 2.3 dan persamaan 2.5, kemudian simulasi diulang sampai 1000 kali.

3. Menghitung nilai rata-rata ̂ dan ̂ pada distribusi Weibull full data 4. Menghitung nilai rata-rata bias relatif ̂ dan ̂ distribusi Weibull full data

Rumus yang digunakan untuk menghitung bias relatif dari setiap penduga parameter yaitu:

Rata-rata bias relatif penduga beta yaitu :

̂


(25)

18

Rata-rata bias relatif penduga lamda yaitu :

̂

(Widiarti, 2011).

5. Menduga parameter distribusi Weibull (β, λ) tersensor kiri dengan metode kemungkinan maksimum

6. Menentukan ̂ dan ̂ pada distribusi Weibull tersensor kiri dengan rumus yang diperoleh pada langkah 5, dengan intensitas sensor yaitu r = 1%, 5%, 10%, kemudian simulasi diulang sampai 1000 kali.

7. Menghitung nilai rata-rata ̂ dan ̂ pada distribusi Weibull tersensor kiri 8. Menghitung nilai rata-rata bias relatif ̂ dan ̂ distribusi Weibull tersensor

kiri. Rumus yang digunakan untuk menghitung bias relatif (Relative Bias) dari setiap penduga parameter yaitu:

Rata-rata bias relatif penduga beta yaitu:

̂

Rata-rata bias relatif penduga lamda yaitu:

̂

(Widiarti, 2011).

9. Menganalisa hasil yang diperoleh pada langkah 4 dan 8, dan menarik kesimpulan.


(26)

19

Secara umum langkah-langkah penelitian ini dapat ditulis dalam bentuk diagram alur, yaitu sebagai berikut:

Simulasi

tidak tidak

ya ya

Generate Weibull n = 50, 100, 200

(β,λ) = (1,1), (2,1), (1,2),

(2, 0.5) Iterasi = 1000

Mulai

Selesai

Weibull tersensor kiri r = 1%, 5%, 10% Iterasi = 1000

β dan λ full data β dan λ tersensor kiri

βi+1 - βi ≈ 0,001

λi+1 - λi ≈ 0,001

βi+1 - βi ≈ 0,0001

λi+1 - λi ≈ 0,0001

Hitung : relatif bias Hitung : relatif bias


(27)

20

3.4 Maximum Likelihood Estimation pada Distribusi Weibull Tersensor Kiri

Metode Maximum Likelihood Estimators pada Weibull (β, λ) tersensor kiri digunakan untuk mencari nilai dugaan parameter. Misal adalah

statistik order terakhir dari sebuah sampel acak berukuran n yang berdistribusi Weibull (β, λ). Dengan demikian fungsi kepekatan peluang bersama dari diberikan oleh

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ∏ ∑

Maka fungsi log likelihood dinotasikan oleh ( ), atau dapat ditulis juga sebagai yaitu

∏ ∑ ∑ ∑ ∑


(28)

21

Selanjutnya penduga kemungkinan maksimum dari distribusi Weibull tersensor kiri diperoleh dengan cara mencari turunan pertama dari logaritma natural fungsi kemungkinan terhadap dan dan menyamakan dengan nol.

3.4.1 Penduga untuk

Logaritma natural dari fungsi kemungkinan distribusi Weibull tersensor kiri adalah:

Penduga parameter dari distribusi Weibull tersensor kiri dapat diperoleh dari memaksimumkan logaritma natural fungsi kemungkinan dari distribusi Weibull tersensor kiri yaitu dengan turunan pertama dari logaritma natural fungsi kemungkinannya yang sama dengan nol. Yaitu sebagai berikut:

Persamaan (4.2) disubstitusikan ke persamaan diatas, sehingga didapat:

{


(29)

22

(

( ) ( )

( ( )) ⁄

)

Maka penduga bagi parameter adalah : ̂

(

( ) ( )

( ( )) ⁄

)


(30)

23

3.4.2 Penduga untuk

Logaritma natural dari fungsi kemungkinan distribusi Weibull tersensor kiri adalah: ∑ ∑

Penduga parameter dari distribusi Weibull tersensor kiri dapat diperoleh dari memaksimumkan logaritma natural fungsi kemungkinan dari distribusi Weibull tersensor kiri yaitu dengan turunan pertama dari logaritma natural fungsi kemungkinannya yang sama dengan nol. Yaitu sebagai berikut:

Persamaan (4.2) disubstitusikan ke persamaan diatas, sehingga didapat:

{ ∑ ∑ } ( ( ) ( ( )) ⁄ ) ∑ ( )


(31)

24

Maka penduga parameter adalah : ̂

(

( )

( ( )) ⁄

) ∑ ( )


(32)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil simulasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada pendugaan parameter distribusi Weibull full data, semakin besar jumlah sampel acak maka nilai rata-rata penduga β semakin kecil sedangkan nilai rata-rata penduga λ

semakin besar. Pada pendugaan parameter distribusi Weibull tersensor kiri, semakin besar intensitas sensormaka nilai penduga β dan λ semakin besar.

Hasil pendugaan parameter pada distribusi Weibull full data menunjukkan bahwa semakin besar jumlah pengamatan maka rata-rata bias relatif pada penduga

parameter β semakin kecil sedangkan rata-rata bias relatif pada penduga

parameter λ semakin besar. Selanjutnya pada pendugaan parameter distribusi Weibull tersensor kiri, menunjukkan bahwa semakin besar intensitas sensor maka rata-rata bias relatif untuk penduga parameter β dan λ semakin besar.

Dengan metode kemungkinan maksimum pada distribusi Weibull tersensor kiri, jumlah pengamatan 100 merupakan jumlah pengamatan ideal yang memberikan

penduga β dan λ terbaik. Pendugaan parameter β dan λ dengan metode

kemungkinan maksimum menghasilkan penduga yang mendekati parameter awal dan memiliki nilai sedikit lebih besar dari parameter awal.


(33)

5.2 Saran

Pada penelitian ini, telah dikaji mengenai rata-rata bias relatif penduga parameter distribusi Weibull full data dan data tersensor kiri dengan metode kemungkinan maksimum. Namun perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai ragam minimum untuk penduga parameter distribusi Weibull tersensor kiri.


(34)

(35)

Engelhardt, M. and Bain, L. J. 1991.Statistical Analysis Of A Weibull Process With Left-Censored Data.Workshop On Survival Analysis and Related Topics. Columbus, OHIO.

Herrhyanto, Nar. 2003.Statistika Matematika Lanjutan. Pustaka Setia. Bandung. Hogg, R. V. and Craig, A. T. 1986.Introduction to Mathematical Statistics.Fifth

Edition. Prentice-Hall International Inc., New Jersey.

Jonhson, R.1982.Applied Multivariate Statisticals Analysis. Prentice-Hall Inc., New Jersey .

Klein, J. P. and Moeschberger, M. L. 1997.Survival Analysis : Techniques for Censored and Truncated Data.Springer-Verlag, New York.

Kungdu, D. and Manglick, A. 2004.Discriminating Between the Weibull and Log-normal Distribution.Journal.

Lee, E. T. 1992.Statistical Methods For Survival Data Analysis.Ed-2. John Willey&Sons Inc., New York.

Mitra, Sharmishtha and Kundu, Debasis.Analysis of Left Censored Data from the Generalized Exponential Distribution.Indian Institute of Technology Konpur. India.

Sinurat, W.D. 2008.Pendugaan Selang Parameter dan µ untuk Sebaran Weibull. Skripsi. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Widiarti, 2011.Kajian Bias metode Area-Specific Jackknife dan Bias Metode Weighted Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil untuk Respon Poisson dengan Pendekatan Bayes.Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(36)

(37)

untuk Data Sekunder n1<-28 X28<-matrix (c(0.658,0.822,1.414,2.500,3.322,3.816,4.737,4.934,5.033,5.757,5.855,5.987,6.151,6.217,8.651,8. 717,10.329,11.480,12.007,12.237,15.461,15.757,16.480,16.711,17.237,18.092,23.158,56.086),n1,) beta<-0.05 lamda<-0.01 iterasi<-1000 ulangan<-100 X28<-X28

# pendugaan parameter (beta,lamda) dengan n=28 n1<-28 A<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) B<-array(0,c(n1,1,iterasi)) C<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) D<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) Sum_A<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) Sum_C<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) Sum_D<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) beta_0<-matrix(0,1,ulangan) b_d28<-matrix(c(beta,beta_0),1,101) b_duga28<-array(b_d28,c(1,101,iterasi)) for (j in 1:iterasi)

{

for (k in 1:ulangan) {

for (i in 1:n1) { A[i,k,j]<-X28[i,j]^b_duga28[1,k,j] B[i,1,j]<-log(X28[i,j]) C[i,k,j]<-A[i,k,j]*B[i,1,j] D[i,k,j]<-A[i,k,j]*(B[i,1,j]^2) } Sum_A[1,k,j]<-sum(A[,k,j]) Sum_C[1,k,j]<-sum(C[,k,j]) Sum_D[1,k,j]<-sum(D[,k,j]) b_duga28[1,k+1,j]<-b_duga28[1,k,j]-(((Sum_C[1,k,j]/Sum_A[1,k,j])- (1/b_duga28[1,k,j])-(sum(B[,1,j])/n1))/((((Sum_A[1,k,j]*Sum_D[1,k,j])-(Sum_C[1,k,j]^2))/(Sum_A[1,k,j]^2))+(1/b_duga28[1,k,j]^2))) } } X28_sb<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{

X28_sb[1,j] <- sum(X28[,j]^b_duga28[1,100,j]) }

lamda_duga28<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{

lamda_duga28[1,j] <- (X28_sb[1,j]/n1)^(1/b_duga28[1,100,j]) }


(38)

mean_betaduga <- matrix(0,1,1) {

mean_betaduga <- sum(b_duga28[1,k+1,])/iterasi }

mean_lamdaduga <- matrix(0,1,1) {

mean_lamdaduga <- sum(lamda_duga28[1,])/iterasi} data.Beta_dugaX28=data.frame(b_duga28[1,100,])

write.table(data.Beta_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/Betaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.Lamda_dugaX28=data.frame(lamda_duga28)

write.table(data.Lamda_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/Lamdaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.meanBeta_dugaX28=data.frame(mean_betaduga)

write.table(data.meanBeta_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/meanBetaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.meanLamda_dugaX28=data.frame(mean_lamdaduga)

write.table(data.meanLamda_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/meanLamdaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA)

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull Data Tersensor Kiri untuk Data Sekunder

n1<-112 X112<-matrix (c(13,14,14,15,15,15,16,16,17,17,17,18,10,10,10,10,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,12,12,12 ,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,1 3,13,13,13,13,13,13,13,13,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,15,15,15, 15,15,15,15,15,15,15,15,15,15,16,16,16,17,19,19,20,20),n1,) X50<-X112

#pendugaan parameter (beta,lamda) data tersensor kiri dengan n=112 #tersensor kiri 12 sampel

beta<-0.05 lamda<-0.01 n1<-112 rs<-12 ulangan<- 10 X50_sort<- sort(X50[,2]) Xi<- matrix(0,n1-12,1) for (i in 1:n1-12)

{Xi[i,1] <- X50_sort[i+12]} Xi1<-Xi[1,1] #penduga beta beta_0<-matrix(0,1,ulangan) b_d50<-matrix(c(beta,beta_0),1,11) beta_duga<-array(b_d50,c(1,11)) lamda_0<-matrix(0,1,ulangan) l_d50<-matrix(c(lamda,lamda_0),1,11) lamda_duga<-array(l_d50,c(1,11)) p<-matrix(0,n1-12,1) q<-matrix(0,n1-12,1) r<-matrix(0,n1-12,1) s<-matrix(0,n1-12,1) t<-matrix(0,1,11) a<-matrix(0,1,11)


(39)

c<-matrix(0,1,11) d<-matrix(0,n1-12,1) e<-matrix(0,1,11) for (k in 1:ulangan) {

for (i in 1:n1-12) {

p[i,1] <- log(Xi[i,1])

q[i,1] <- Xi[i,1]/lamda_duga[1,k] r[i,1] <- q[i,1]^beta_duga[1,k] s[i,1] <- r[i,1]*log(q[i,1]) t[1,k] <- Xi1/lamda_duga[1,k]

a[1,k] <- (exp (-(t[1,k]^beta_duga[1,k]))*(t[1,k]^beta_duga[1,k])*log(t[1,k]))/(1 - exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k])))

beta_duga[1,k+1] <- (n1-rs)/(((n1-rs)*log(lamda_duga[1,k]))-(rs*a[1,k]) - sum(p[,1]) + sum (s[,1]))

b[i,1] <- Xi[i,1]/lamda_duga[1,k]^2 c[1,k] <- Xi1/lamda_duga[1,k]^2

d[i,1] <- (q[i,1]^(beta_duga[1,k+1]-1))*(beta_duga[1,k+1]*(b[i,1])) e[1,k] <- (exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k+1]))*(t[1,k]^(beta_duga[1,k+1]-1))*(beta_duga[1,k+1]*c[1,k]))/(1-exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k+1]))) lamda_duga[1,k+1] <- (-( beta_duga[1,k+1])*(n1-rs))/ ((rs*(e[1,k])) - sum(d[,1]))

} }

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull full Data untuk Data Simulasi

Membangkitkan data dengan beta=1, lamda=1 n1<-50 n2<-100 n3<-200 beta<-1 lamda<-1 iterasi<-1000 X50<-matrix(0,n1,iterasi) for (k in 1:iterasi)

{X50[,k]<-rweibull(n1,beta,lamda)} data.X50=data.frame(X50)

write.table(data.X50,file="D:/PROGRAM R/random11_X50.txt",sep= ,col.names = NA) X100<-matrix(0,n2,iterasi)

for (k in 1:iterasi)

{X100[,k]<-rweibull(n2,beta,lamda)} data.X100=data.frame(X100)

write.table(data.X100,file="D:/PROGRAM R/random11_X100.txt",sep= ,col.names = NA) X200<-matrix(0,n3,iterasi)

for (k in 1:iterasi)

{X200[,k]<-rweibull(n3,beta,lamda)} data.X200=data.frame(X200)


(40)

Tersensor Kiri untuk Data Simulasi

Pendugaan parameter beta dan lamda pada data tersensor dengan beta=1 dan lamda =1 n=200, intensitas sensor 1%

X200 <- read.table (file = "D:/PROGRAM R/random11_X200.txt",header=TRUE) #pendugaan parameter (beta,lamda) data tersensor kiri dengan n=200

#tersensor kiri 1 % beta<-1

lamda<-1 n3<-200 r <-2

iterasi <- 1000

X200_sort <-matrix(0,n3,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{X200_sort[,j] <- sort(X200[,j])} Xi<- matrix(0,n3-2,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{for (i in 1:n3-2)

{Xi[i,j] <- X200_sort[i+2,j]}} Xi1<-matrix(0,1,iterasi)

for (j in 1:iterasi) {Xi1[1,j]<-Xi[1,j]} #penduga beta p<-matrix(0,1,iterasi) q<-matrix(0,1,iterasi) s<-matrix(0,1,iterasi) beta_duga<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{p[1,j] <- (n3 - r) * log(lamda) - r * (exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta) * ((Xi1[1,j]/lamda)^beta * log((Xi1[1,j]/lamda)))/(1 - exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta)))}

for (j in 1:iterasi)

{q[1,j] <- sum(log(Xi[,j]))} for (j in 1:iterasi)

{s[1,j] <- sum((Xi[,j]/lamda)^beta* log((Xi[,j]/lamda)))} for (j in 1:iterasi)

{beta_duga[1,j] <- (n3-r)/(p[1,j]- q[1,j]+s[1,j])}

#penduga lamda y<-matrix(0,1,iterasi) z<-matrix(0,1,iterasi)

lamda_duga<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{y[1,j] <- r * (exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta_duga[1,j]) * ((Xi1[1,j]/lamda)^(beta_duga[1,j] - 1) * (beta_duga[1,j] * (Xi1[1,j]/lamda^2)))/(1 - exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta_duga[1,j])))}

for (j in 1:iterasi)

{z[1,j] <- sum((Xi[,j]/lamda)^(beta_duga[1,j] - 1) * (beta_duga[1,j] * (Xi[,j]/lamda^2)))} for (j in 1:iterasi)

{lamda_duga[1,j] <- - beta_duga[1,j] * (n3 - r) / (y[1,j] - z[1,j])} #rata-rata penduga parameter


(41)

{mean_betaduga <- sum(beta_duga[1,])/iterasi} mean_lamdaduga <- matrix(0,1,1)

{mean_lamdaduga <- sum(lamda_duga[1,])/iterasi} data.Beta_dugasensor1_X200=data.frame(beta_duga)

write.table(data.Beta_dugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM R/sensor11/beta/Betadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.Lamda_dugasensor1_X200=data.frame(lamda_duga)

write.table(data.Lamda_dugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM R/sensor11/lamda/Lamdadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.mean_betadugasensor1_X200=data.frame(mean_betaduga)

write.table(data.mean_betadugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM

R/sensor11/mean_beta/mean_betadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.mean_lamdadugasensor1_X200=data.frame(mean_lamdaduga)

write.table(data.mean_lamdadugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM


(1)

(2)

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull

full

Data

untuk Data Sekunder

n1<-28 X28<-matrix

(c(0.658,0.822,1.414,2.500,3.322,3.816,4.737,4.934,5.033,5.757,5.855,5.987,6.151,6.217,8.651,8. 717,10.329,11.480,12.007,12.237,15.461,15.757,16.480,16.711,17.237,18.092,23.158,56.086),n1,) beta<-0.05

lamda<-0.01 iterasi<-1000 ulangan<-100 X28<-X28

# pendugaan parameter (beta,lamda) dengan n=28 n1<-28

A<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) B<-array(0,c(n1,1,iterasi)) C<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) D<-array(0,c(n1,ulangan,iterasi)) Sum_A<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) Sum_C<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) Sum_D<-array(0,c(1,ulangan,iterasi)) beta_0<-matrix(0,1,ulangan)

b_d28<-matrix(c(beta,beta_0),1,101) b_duga28<-array(b_d28,c(1,101,iterasi)) for (j in 1:iterasi)

{

for (k in 1:ulangan) {

for (i in 1:n1) {

A[i,k,j]<-X28[i,j]^b_duga28[1,k,j] B[i,1,j]<-log(X28[i,j])

C[i,k,j]<-A[i,k,j]*B[i,1,j] D[i,k,j]<-A[i,k,j]*(B[i,1,j]^2) }

Sum_A[1,k,j]<-sum(A[,k,j]) Sum_C[1,k,j]<-sum(C[,k,j]) Sum_D[1,k,j]<-sum(D[,k,j])

b_duga28[1,k+1,j]<-b_duga28[1,k,j]-(((Sum_C[1,k,j]/Sum_A[1,k,j])-

(1/b_duga28[1,k,j])-(sum(B[,1,j])/n1))/((((Sum_A[1,k,j]*Sum_D[1,k,j])-(Sum_C[1,k,j]^2))/(Sum_A[1,k,j]^2))+(1/b_duga28[1,k,j]^2))) }

}

X28_sb<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{

X28_sb[1,j] <- sum(X28[,j]^b_duga28[1,100,j]) }

lamda_duga28<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{

lamda_duga28[1,j] <- (X28_sb[1,j]/n1)^(1/b_duga28[1,100,j]) }


(3)

#rata-rata penduga parameter mean_betaduga <- matrix(0,1,1) {

mean_betaduga <- sum(b_duga28[1,k+1,])/iterasi }

mean_lamdaduga <- matrix(0,1,1) {

mean_lamdaduga <- sum(lamda_duga28[1,])/iterasi} data.Beta_dugaX28=data.frame(b_duga28[1,100,])

write.table(data.Beta_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/Betaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.Lamda_dugaX28=data.frame(lamda_duga28)

write.table(data.Lamda_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/Lamdaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.meanBeta_dugaX28=data.frame(mean_betaduga)

write.table(data.meanBeta_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/meanBetaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA) data.meanLamda_dugaX28=data.frame(mean_lamdaduga)

write.table(data.meanLamda_dugaX28,file="D:/PROGRAM

R/datasurvival/meanLamdaduga_fullsumsum.txt",sep= ,col.names = NA)

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull Data

Tersensor Kiri untuk Data Sekunder

n1<-112 X112<-matrix

(c(13,14,14,15,15,15,16,16,17,17,17,18,10,10,10,10,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,11,12,12,12 ,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,12,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,13,1 3,13,13,13,13,13,13,13,13,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,14,15,15,15, 15,15,15,15,15,15,15,15,15,15,16,16,16,17,19,19,20,20),n1,)

X50<-X112

#pendugaan parameter (beta,lamda) data tersensor kiri dengan n=112 #tersensor kiri 12 sampel

beta<-0.05 lamda<-0.01 n1<-112 rs<-12 ulangan<- 10

X50_sort<- sort(X50[,2]) Xi<- matrix(0,n1-12,1) for (i in 1:n1-12)

{Xi[i,1] <- X50_sort[i+12]} Xi1<-Xi[1,1]

#penduga beta

beta_0<-matrix(0,1,ulangan) b_d50<-matrix(c(beta,beta_0),1,11) beta_duga<-array(b_d50,c(1,11)) lamda_0<-matrix(0,1,ulangan)

l_d50<-matrix(c(lamda,lamda_0),1,11) lamda_duga<-array(l_d50,c(1,11)) p<-matrix(0,n1-12,1)

q<-matrix(0,n1-12,1) r<-matrix(0,n1-12,1) s<-matrix(0,n1-12,1) t<-matrix(0,1,11) a<-matrix(0,1,11)


(4)

b<-matrix(0,n1-12,1) c<-matrix(0,1,11) d<-matrix(0,n1-12,1) e<-matrix(0,1,11) for (k in 1:ulangan) {

for (i in 1:n1-12) {

p[i,1] <- log(Xi[i,1])

q[i,1] <- Xi[i,1]/lamda_duga[1,k] r[i,1] <- q[i,1]^beta_duga[1,k] s[i,1] <- r[i,1]*log(q[i,1]) t[1,k] <- Xi1/lamda_duga[1,k]

a[1,k] <- (exp (-(t[1,k]^beta_duga[1,k]))*(t[1,k]^beta_duga[1,k])*log(t[1,k]))/(1 - exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k])))

beta_duga[1,k+1] <- (n1-rs)/(((n1-rs)*log(lamda_duga[1,k]))-(rs*a[1,k]) - sum(p[,1]) + sum (s[,1]))

b[i,1] <- Xi[i,1]/lamda_duga[1,k]^2 c[1,k] <- Xi1/lamda_duga[1,k]^2

d[i,1] <- (q[i,1]^(beta_duga[1,k+1]-1))*(beta_duga[1,k+1]*(b[i,1])) e[1,k] <- (exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k+1]))*(t[1,k]^(beta_duga[1,k+1]-1))*(beta_duga[1,k+1]*c[1,k]))/(1-exp(-(t[1,k]^beta_duga[1,k+1]))) lamda_duga[1,k+1] <- (-( beta_duga[1,k+1])*(n1-rs))/ ((rs*(e[1,k])) - sum(d[,1]))

} }

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull

full

Data

untuk Data Simulasi

Membangkitkan data dengan beta=1, lamda=1

n1<-50 n2<-100 n3<-200 beta<-1 lamda<-1 iterasi<-1000

X50<-matrix(0,n1,iterasi) for (k in 1:iterasi)

{X50[,k]<-rweibull(n1,beta,lamda)} data.X50=data.frame(X50)

write.table(data.X50,file="D:/PROGRAM R/random11_X50.txt",sep= ,col.names = NA) X100<-matrix(0,n2,iterasi)

for (k in 1:iterasi)

{X100[,k]<-rweibull(n2,beta,lamda)} data.X100=data.frame(X100)

write.table(data.X100,file="D:/PROGRAM R/random11_X100.txt",sep= ,col.names = NA) X200<-matrix(0,n3,iterasi)

for (k in 1:iterasi)

{X200[,k]<-rweibull(n3,beta,lamda)} data.X200=data.frame(X200)


(5)

Program Mencari Nilai Dugaan Parameter Distribusi Weibull Data

Tersensor Kiri untuk Data Simulasi

Pendugaan parameter beta dan lamda pada data tersensor dengan beta=1 dan lamda =1 n=200, intensitas sensor 1%

X200 <- read.table (file = "D:/PROGRAM R/random11_X200.txt",header=TRUE) #pendugaan parameter (beta,lamda) data tersensor kiri dengan n=200

#tersensor kiri 1 % beta<-1

lamda<-1 n3<-200 r <-2

iterasi <- 1000

X200_sort <-matrix(0,n3,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{X200_sort[,j] <- sort(X200[,j])} Xi<- matrix(0,n3-2,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{for (i in 1:n3-2)

{Xi[i,j] <- X200_sort[i+2,j]}} Xi1<-matrix(0,1,iterasi)

for (j in 1:iterasi) {Xi1[1,j]<-Xi[1,j]} #penduga beta p<-matrix(0,1,iterasi) q<-matrix(0,1,iterasi) s<-matrix(0,1,iterasi)

beta_duga<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{p[1,j] <- (n3 - r) * log(lamda) - r * (exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta) * ((Xi1[1,j]/lamda)^beta * log((Xi1[1,j]/lamda)))/(1 - exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta)))}

for (j in 1:iterasi)

{q[1,j] <- sum(log(Xi[,j]))} for (j in 1:iterasi)

{s[1,j] <- sum((Xi[,j]/lamda)^beta* log((Xi[,j]/lamda)))} for (j in 1:iterasi)

{beta_duga[1,j] <- (n3-r)/(p[1,j]- q[1,j]+s[1,j])}

#penduga lamda y<-matrix(0,1,iterasi) z<-matrix(0,1,iterasi)

lamda_duga<-matrix(0,1,iterasi) for (j in 1:iterasi)

{y[1,j] <- r * (exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta_duga[1,j]) * ((Xi1[1,j]/lamda)^(beta_duga[1,j] - 1) * (beta_duga[1,j] * (Xi1[1,j]/lamda^2)))/(1 - exp(-(Xi1[1,j]/lamda)^beta_duga[1,j])))}

for (j in 1:iterasi)

{z[1,j] <- sum((Xi[,j]/lamda)^(beta_duga[1,j] - 1) * (beta_duga[1,j] * (Xi[,j]/lamda^2)))} for (j in 1:iterasi)

{lamda_duga[1,j] <- - beta_duga[1,j] * (n3 - r) / (y[1,j] - z[1,j])} #rata-rata penduga parameter


(6)

mean_betaduga <- matrix(0,1,1)

{mean_betaduga <- sum(beta_duga[1,])/iterasi} mean_lamdaduga <- matrix(0,1,1)

{mean_lamdaduga <- sum(lamda_duga[1,])/iterasi} data.Beta_dugasensor1_X200=data.frame(beta_duga)

write.table(data.Beta_dugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM R/sensor11/beta/Betadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.Lamda_dugasensor1_X200=data.frame(lamda_duga)

write.table(data.Lamda_dugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM R/sensor11/lamda/Lamdadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.mean_betadugasensor1_X200=data.frame(mean_betaduga)

write.table(data.mean_betadugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM

R/sensor11/mean_beta/mean_betadugasensor1_X200.txt",sep= ,col.names = NA) data.mean_lamdadugasensor1_X200=data.frame(mean_lamdaduga)

write.table(data.mean_lamdadugasensor1_X200,file="D:/PROGRAM