menindak perbuatan produsen yang tidak bertanggung jawab. Untuk hal yang demikian maka keberadaan MUI melalui lembaga
teknisnya yaitu LP POM MUI, baik di pusat maupun di daerah. Secara strurktural lembaga ini pada prinsipnya bersifat otonom yang mempunyai
tanggung jawab dan wewenang untuk mengatur diri sendiri. Segala yang berhubungan dengan penyelenggaraan teknis dalam tata cara audit halal
menjadi hak dan tanggung jawab LP POM MUI, namun untuk memutuskan atau mengeluarkan fatwa halal bagi suatu produk tetap merupakan tanggung
jawab dan wewenang Komisi Fatwa MUI.
C. Fungsi Dan Tugas LP Pom MUI Dalam Melakukan Pengawasan Penggunaan Sertifikat Halal.
Konsep makanan dalam Islam adalah halal dan baik. Bagi umat Islam 4 sehat 5 sempurna belumlah cukup, karena suatu makanan yang sehat belum
tentu halal tetapi makanan yang halal sudah pasti sehat. Suatu makanan akan dikonsumsi umat Islam apabila umat Islam tersebut tidak ragu lagi tentang
kehalalan dari makanan tersebut. Walau makanan itu enak dan murah tetapi umat Islam ragu akan kehalalannya maka makanan tersebut tidak akan
dikonsumsi. Jika suatu makanan yang dijual diberitakan mengandung bahan haram maka umat Islam tidak akan memakannnya, dan karena umat Islam
adalah umat yang mayoritas maka makanan yang mengandung bahan haram tersebut tidak akan laku di pasar dan akan menumpuk di gudang.
Universitas Sumatera Utara
Sertifikat halal merupakan sertifikat yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia kepada suatu perusahaan makanan, minuman, kosmetika atau
obat-obatan yang telah diperiksa asal bahan bakunya, sumber bahan bakunya, proses produksinya dan hasil akhirnya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh
lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia LP POM MUI. Hasil pemeriksaan ini akan diseminarkan di depan
rapat auditor LP POM MUI yang kemudian hasilnya akan diajukan kepada Komisi Fatwa halal. Kemudian fatwa halal ini diberikan kepada perusahaan
yang mengajukan permohonan dalam bentuk label dengan menggunakan 3 tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Inggeris.
Dari hasil penelitian pada LP. POM MUI yang diwakilinya oleh Bapak Bisma S.Si. Apt, mengatakan :
Label halal merupakan tulisan halal baik dalam huruf latin dan atau huruf arab yang ditempelkan pada kemasan makanan, minuman, obat-obatan atau
kosmetika atas persetujuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Label halal ini akan menunjukkan kepada konsumen bahwa makanan yang memiliki
label halal tersebut memang telah diperiksa kehalalannya dan dijamin kehalalannya oleh lembaga yang memeriksanya.
Antara label halal dan label halal adalah 2 hal yang berbeda. Label halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia sedangkan label halal
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Akan tetapi label bisa dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia apabila
Universitas Sumatera Utara
perusahaan tersebut sudah mendapatkan label halal MUI. Dengan kata lain bahwa label halal tidak dapat dikeluarkan tanpa adanya label halal.
Label halal akan menunjukkan kepada konsumen bahwa makanan atau minuman yang mempunyainya telah dinyatakan halal oleh MUI. Dengan label
ini maka produsen dapat mengajukan permohonan pencantuman label halal pada kemasannya kepada departemen kesehatan. Label halal yang tercantum
pada kemasan makanan tersebut akan mempermudah konsumen terutama konsumen muslim untuk memilih makanan yang halal.
Jika suatu makanan sudah diyakini kehalalannya maka umat Islam tidak akan ragu-ragu dalam memakannya. Jika umat Islam tidak ragu lagi
memakannya maka umat Islam akan menjadi pasar terbesar di Indonesia. Jika pasar yang besar tersebut sudah membeli produk halal maka hanya perusahaan
yang memproduksi barang yang halal saja yang dapat hidup dan berkembang. Sebaiknya jika suatu perusahaan diketahui memproduksi dan menjual
barang yang tidak halal maka konsumen akan menjauhi produk tersebut. Akibatnya produk haram tersebut hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil
masyarakat Indonesia. Jika hal ini yang terjadi maka omzet penjualan akan kecil dan perkembangan perusahaan juga akan lambat.
Di samping hal yang sudah dikemukakan di atas masih ada keuntungan lain bagi konsumen yaitu konsumen akan dengan mudah memilih
makanan apa yang sudah dinyatakan halal oleh MUI. Misalnya jika seseorang ingin makan di suatu restoran maka orang tersebut tinggal menanyakan ada
Universitas Sumatera Utara
tidaknya label halal. Jika restiran tersebut memiliki label halal berarti restiran tersebut telah diperiksa dan telah dinyatakan halal oleh MUI, tetapi jika
restoran tersebut tidak dapat menunjukkan foto kopi label halalnya maka restoran tersebut belum jelas kehalalannya walaupun yang menjual adalah
orang Islam pada etalasenya tertulis halal. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan kosmetika dibentuk
pada tanggal 6 Januari 1989 bertepatan dengan tanggal 28 Jumadil Awal 1409 H berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
No. Kep. 018MUII1989. Berdasarkan SK tersebut LP-POM MUI menerima amanah dari MUI untuk melakukan tugas antara lain :
1. Mengadakan inventarisasi, klarifikasi dan pengkajian terhadap
makanan, obat-obatan dan kosmetik yang beredar di masyarakat. 2.
Mengakaji dan menyusun konsep yang berkaitan dengan peraturan mengenai penyelenggaraan rumah makanrestoran, perhotelan,
hidangan dalam perjalanan, pemotongan hewan serta penggunaan berbagai jenis bahan bagi pengolahan pangan, obat-obatan dan
kosmetik yang dipergunakan oleh masyarakat khususnya bagi umat Islam agar terjamin halal.
40
Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman untuk hanya memakan makanan yang baik dan halal dari rezeki yang diberikan-Nya.
Perintah Allah ini terdapat dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an antara lain dalam Q.S. 2 : 172 dan Q.S. 17 : 70. Allah juga mengajarkan kepada hamba-
Nya tentang jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi sebagaimana tercantum dalam Q.S. 2 : 173, Q.S. 6 : 145 dan ayat-ayat lain yang terdapat
40
Bisma, Label Halal dan Cara Memperolehnya, LP-POM MUI Prop. Sumatera Utara, Bahan Seminar di Fak. Hukum UMSU, Medan, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Diharamkannya babi dan sejenisnya seperti yang terdapat dalam Q.S. 2 : 173 itu karena makanan tersebut kotor dan menjijikkan
sebagaimana tercantum dalam Q.S. 6 : 145 dan Q.S. 7 : 157 dan sebagai makhluk yang dimuliakan Allah Q.S. 17 : 70 wajar saja kalau hal tersebut
diharamkan Allah SWT. Pengharaman babi sebagaimana terdapat dalam Kitab suci Al-Qur’an
mengandung hikmah yang sulit dipahami secara ilmiah tetapi sebaliknya kita mendapatkan 3 hikmah atas pengharaman babi tersebut yaitu :
1. Sebagai uji keimanan dan bukti ketundukan kepada aturan Allah SWT
yang bersifat tetap dan pasti. 2.
Babi termasuk kategori alkhobaait kotor dan menjijikkan annajaasaat benda najis.
3. Hal-hal yang kotor dan najis, jika dikonsumsi akan menimbulkan perilaku
yang keji dan kotor pula. Peringatan Allah SWT tentang pengharaman babi ternyata sangat
melekat di hati sanubari umat Islam di Indonesia bahkan di dunia sehingga ketika dipublikasikannya hasil penelitian Dr. Ir. Tri Susanto dalam Buletin
Canopy yang diterbitkan oleh Senat Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang pada bulan Januari 1988 tentang jenis-jenis makanan dan minuman yang
mengandung lemak babi maka hebohlah seluruh umat Islam Indonesia sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan istilah “ lemak babi “. Isu ini
sangat cepat tersebar ke masyarakat dan akhirnya menjalar ke sistem ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Sistem perdagangan Indonesia dikejutkan dengan isu lemak babi karena seluruh makanan dan minuman yang terkena isu lemah babi tersebut
praktis tidak dapat bergerak dari produsen ke konsumen karena tidak satupun konsumen muslim yang mau membeli produk tersebut sehingga produk-
produk tersebut hanya tertimbun di gudang-gudang pabrik dan swalayan. Ketika isu tersebut telah mencapai puncaknya dalam arti hampir tidak
dapat dikendalikan maka sekretaris jenderal Departemen Agama Indonesia menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Menurut beliau, ketika
disampaikan apa yang telah terjadi akibat isu lemak babi tersebut maka dengan tenang Ketua MUI mengucapkan suatu kaidah ushul fiqih yaitu mencegah
kerusakan lebih diutamakan untuk menjaga kemaslahatan orang banyak. Mendengar ucapan tersebut maka pemerintah melalui Departemen Agama
menjadi tenang dan MUI mulai memasuki masalah halal makanan secara aktif. Ada 2 tindakan yang diambil oleh MUI dalam kaitan ini pada waktu
itu, yaitu : 1.
Bagaimana memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung yang sudah menjurus kepada terganggunya stabilitas ekonomi dan,
2. Bagaimana supaya hal ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Untuk memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung maka dibentuklah suatu komisi oleh MUI untuk meninjau beberapa pabrik yang
dicurigai lalu terlihatlah di layar televisi, koran-koran dan majalah gambar para ulama meminum susu dan makan mie. Cara ini dapat mengatasi masalah yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada waktu itu untuk sementara dan untuk mencegah agar isu semacam ini tidak terjadi lagi maka tanggal 6 Januari 1989 bertepatan dengan 28
Jumadil Awal 1409 H melalui SK Nomor : Kep. 018MUII1989 tentang pembentukan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik MUI
maka terbentuklah LP-POM MUI seperti yang dikenal dewasa ini tugas sebagai berikut :
1. Mengadakan inventarisasi, klarifikasi dan pengakajian terhadap makanan,
obat-obatan dan kosmetika yang beredar dalam masyarakat, 2.
Mengkaji dan menyusun konsep-konsep dalam upaya yang berkaitan dengan memproduksi, memperjual belikan dan menggunakan makanan,
obat-obatan dan kosmetika sesuai dengan ajaran Islam. 3.
Mengkaji dan menyusun konsep-konsep yang berkaitan dengan peraturan- peraturan yang mengenai penyelenggaraan rumah makan, restiran,
perhotelan, hidangan dalam pelayaran dan penerbangan, pemotongan hewan serta penggunaan berbagai jenis bahan bagi pengolahan pangan,
obat-obatan dan kosmetika yang dipergunakan oleh masyarakat khususnya masyarakat Islam agar terjamin halal.
4. Menyampaikan hasil-hasil pengkajian dan konsep-konsep kepada Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengolahan,
memperjualbelikan dan penggunaan pangan obat-obatan dan kosmetika.
Universitas Sumatera Utara
5. Dengan persetujuan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia lembaga
mengadakan kegiatan-kegiatan dalam rangka kerja sama dengan pemerintah dan swasta, serta melaksanakan tugas lainnya yang diberikan
oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia. Tugas yang diemban oleh LP. POM MUI bukanlah tugas yang ringan
dan ternyata semakin hari LP POM MUI bekerja maka semakin meningkatlah permintaan label halal kepada MUI. Bukan hanya perusahaan yang berlokasi
di Pulau Jawa saja tetapi sudah menjalar keperusahaan yang terletak di luar Pulau Jawa termasuk Sumatera. Dengan alasan bahwa semakin padatnya
pekerjaan LP POM MUI dan semakin beratnya biaya yang harus dipikul oleh perusahaan jika mengajukan permohonan label halal, maka MUI Pusat
mengeluarkan surat keputusan yang memerintahkan MUI propinsi untuk membentuk LP POM MUI Propinsi. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka
MUI Sumatera Utara mengutus 2 orang anggotanya untuk dilatih menjadi tenaga auditor sertifikasi halal LP POM MUI di Bogor selama 1 bulan penuh.
Secara administratif sebenarnya keberadaan LP POM MUI SU yang sudah ada sejak tahun 1997. Tetapi karena tenaga yang ditugaskan untuk itu
terbatas maka kegiatan LP POM MUI terhenti. Kemudian dengan telah adanya tenaga yang terlatih di MUI SU maka LP POM MUI SU kembali dibenahi.
Dan akhirnya secara resmi terbentuklah LP POM MUI SU melalui SK MUI SU No. 18KPTSMUI-SUVII1999 tanggal 24 Rabiul Awal 1420 H
bertepatan dengan 8 Juli 1999. SK ini kemudian diperbaharui kembali oleh
Universitas Sumatera Utara
karena DR. H. Mulkan Yahya sebagai Direktur LP POM MUI SU dipanggil Allah SWT untuk menghadap-Nya, lalu diangkatlah Prof. Dr. H. Urip
Harahap. Apt, sebagai Direktur LP Pomk MUI SU melalui SK No. 08KPTSMUI-SUIV2000 tanggal 18 Dzulhijjah 1421 H bertepatan dengan
tanggal 3 April 2000. Tata cara pengajuan prosedur sertifikasi halal dimulai dengan tahap
awal dengan mengajukan permohonan dengan mengisi blangko permohonan yang sudah disiapkan oleh LP POM MUI. Selain mengisi permohonan
sertifikasi halal, perusahaan yang menginginkan label halal MUI juga diwajibkan untuk mengisi pernyataan bahan baku dan bahan tambahan serta
bahan pendukung yang dipergunakan dalam proses produksi. Pernyataan- pernyataan ini harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
menerangkan tentang bahan-bahan yang dipergunakan dalam proses produksi tersebut. Dokumen ini berupa label analisis dari bahan yang dipergunakan, dan
atau dapat juga label halal dari bahan yang digunakan tersebut. Permohonan dan dokumen pendukungnya dibuat dalam rangkap 4 dan
masing-masing dimasukkan dalam sebuah map dan kemudian diserahkan kepada LP POM MUI SU. Setelah berkas permohonan tersebut diterima oleh
LP POM MUI SU, kemudian LP POM MUI SU akan melakukan evaluasi terhadap berkas yang diserahkan tersebut. Pemeriksaan berkas permohonan
tersebut bertujuan untuk menentukan apakah perusahaan tersebut layak untuk disertifikasi atau tidak, selain itu juga bertujuan untuk menentukan berapa
Universitas Sumatera Utara
besar biaya yang dibebankan kepada perusahaan tersebut. Setelah dinilai memenuhi persyaratan maka LP POM MUI SU akan melakukan pemeriksaan
atau peninjauan langsung ke lokasi produksi. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam pedoman laporan audit LP POM MUI SU dan akan diseminarkan di
depan rapat auditor. Hasil rapat auditor akan diajukan ke komisi fatwa untuk mendapatkan fatwa halal. Setelah mendapatkan fatwa halal dari komisi fatwa
maka MUI akan segera menerbitkan label halal yang ditanda tangani oleh Direktur LP POM MUI SU, ketua komisi fatwa, hukum dan perundang-
undangan dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara. Label halal MUI berlaku selama 2 tahun. Diantara interval waktu yang
2 tahun ini akan diadakan pemeriksaan mendadak terhadap perusahaan yang telah mendapatkan label halal tersebut. Sidak dilakukan paling sedikit 3 kali
dalam interval waktu 2 tahun tersebut. Jika dalam sidak diketahui perusahaan tersebut melakukan pelanggaran perjanjian sertifikasi halal maka perusahaan
tersebut akan diberi sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika masa berlakunya label sudah berakhir maka perusahaan
berkewajiban mengembalikan label tersebut kepada MUI. Dan jika perusahaan ini tetap mendapatkan sertifikasi halal tersebut maka perusahaan tersebut
diwajibkan untuk mengajukan permohonan sertifikasi halal kembali sesuai dengan prosedur awal yang tersebut di atas.
Majelis Ulama Indonesia melalui LP POM MUI SU tidaklah merupakan organ pemerintah yang dapat menerapkan dan membuat peraturan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal pelaksanaan penindakan di bidang hukum maka MUI pada dasarnya tidak dapat melakukan suatu tindakan dalam bentuk penangkapan dan
penahanan. Dari kenyataan di atas maka apabila terdapat pelanggaran atas
sertifikasi yang diberikan oleh MUI kepada suatu perusahaan maka sanksi yang diberikan oleh MUI terhadap perusahaan tersebut hanyalah sebatas
pencabutan label yang diberikannya. Sedangkan pelaksanaan pemberian sanksi serta tindakan-tindakan dalam bentuk hukum lainnya tidak dapat dilakukan
oleh MUI karena lembaga ini bukanlah lembaga yang dapat dipersamakan dengan kepolisian atau kejaksaan.
Suatu hal yang jelas terjadi dari peristiwa pelanggaran perjanjian label halal yang dikeluarkan oleh MUI adalah dengan dicabutnya label halal tersebut
maka masyarakat khususnya umat Islam tidak akan menaruh kepercayaan terhadap produk tersebut.
Sehingga dengan demikian pada dasarnya sanksi yang berat tersebut bukanlah sanksi berupa pencabutan label halal yang diberikan oleh MUI tetapi
akibat-akibat dari pencabutan label tersebut sendiri yang menjadi sanksi terberat bagi perusahaan tersebut.
Dalam suatu operasional perusahaan, maka pelaksanaan volume penjualan adalah tolak ukur berhasilnya perusahaan tersebut. Tetapi apabila
masyarakat dengan dasar pencabutan label tersebut tidak lagi mempercayai produk tersebut maka dapat dipastikan perusahaan tersebut akan menghadapi
Universitas Sumatera Utara
dilema khususnya dalam pelaksanaan operasionalnya. LP POM MUI hanya berperan sebagai suatu lembaga yang melakukan
identifikasi secara laboratorium atas produk yang dimintakan sertifikat halal. Sedangkan terhadap pelanggaran pemakaian sertifikat halal maka LP POM
MUI hanya menegaskan tentang unsur-unsur kehalalan yang dilanggar dalam sertifikat tersebut, dan memberikan rekomendasi kepada dewan fatwa untuk
mengambil keputusan. Jadi fungsi LP POM MUI hanya sebatas memberikan rekomendasi sedangkan keputusan tetap pada Majelis Ulama Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN