BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Migrasi
Migrasi dipertimbangkan sebagai masalah global di awal abad 21 dijumpai sekitar 192 juta orang tinggal diluar tempat kelahirannya yaitu sekitar
3 dari populasi dunia, yang berarti setiap 30 orang dijumpai 5 orang di dunia adalah immigrants. Rerata pertumbuhan immigrants adalah 2,9.
4
Proses migrasi bukanlah suatu fenomena baru, selama berabad-abad manusia telah melakukan perjalanan yang berpindah-pindah untuk mencari
kehidupan yang lebih baik ditempat lain. Beberapa dekade terakhir proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para immigrants untuk
mencari peruntungan di luar negeri hal ini menyebabkan tingginya tingkat aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika
selatan, Eropa timur ke Eropa barat, Australia dan Amerika Utara. Latar belakang orang yang melakukan migrasi disebabkan oleh banyak faktor
antara lain faktor eksternal, maupun internal diantaranya yang utama adalah konsekuensi ekonomi sebuah negara yang tidak mampu menyediakan
lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga mereka lebih memilih pindah dari negara asalnya untuk mencari tempat
dengan harapan mendapat pekerjaan. Konflik atau perang yang berkepanjangan menimbulkan kemiskinan sehingga pengangguran
meningkat hal ini menjadi pendorong bagi immigrants meninggalkan negara asalnya demi mencari tempat yang aman.
10-12
Peperangan atau konflik yang terjadi di negara asal terkait dengan aspek politik, keamanan,
sukuisme, menjadi alasan juga bagi immigrants untuk melakukan migrasi dengan tujuan mendapatkan suaka dari negara yang dituju. Faktor eksternal
yang berasal dari negara tujuan antara lain sistem ekonomi negara tujuan yang stabil sehingga memungkinkan immigrants dalam
Universitas Sumatera Utara
pemahamannya mereka akan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak.
10-12
Irreguler migrants yang terorganisir dengan para penyelundup manusia umumnya berasal dari Asia selatan seperti India, Cina atau Asia timur tengah
seperti Iran, Irak, Afganistan juga Afrika mereka menjadikan negara di Asia Tenggara sebagai negara transit umumnya Malaysia dan Indonesia yang
merupakan lalu lintas perdagangan dunia dan berharap akan mendapat bantuan dengan dikirimkannya mereka ke negara ketiga seperti Australia,
negara Eropa Barat, Amerika dan Kanada.
10,12
Sebagian besar para pengungsi dari Asia pertama kali masuk ke Malaysia lalu dibawa ke Selatan sebelum menyeberang dengan kapal Feri
menuju Batam, Jakarta, melanjutkan ke kepulauan lain Indonesia bagian selatan seperti Bali, Flores, Lombok dari pulau-pulau ini selanjutnya akan
menuju Australia. Jalur lain melalui lautan Hindia menuju Medan tanpa melalui
Malaysia, selatan Sumatera dari arah utara yaitu melalui laut Cina selatan menuju Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Selatan, sunda kecil dan
terus menuju Australia. Sebagian besar irreguler migrants mendarat di pantai barat terutama pulau Christmas yang relatif dekat dengan kepulauan
Indonesia. Pulau Christmas adalah suatu pulau pusat kasino di Australia, akan tetapi sisi lain dari pulau tersebut merupakan suatu tempat para irreguler
migrants ditahan disuatu rumah detensi imigrasi yang benar-benar layak huni dan nyaman sebelum mereka mendapatkan kewarganegaraan secara selektif
dalam satu konvensi internasional, Australia merupakan suatu negara yang memiliki komitmen untuk membantu para immigrants pengungsi korban
perang dan pencari suaka yang memasuki negaranya.
10-12
Massey, Durand, Malone pada tahun 2002 didalam proses migrasi termasuk didalamnya pengalaman saat perjalanan sehubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
perubahan aturan keimigrasian, kondisi perjalanan dan tidak dilengkapi dengan dokumen yang lengkap.
13
Aguilar Galioxa dan Galluta pada tahun 2008 dan Nicklett-Bulgard pada tahun 2009 dalam beberapa penelitiannya menunjukkan rendahnya
pendapatan, pendidikan, dan sosial ekonomi menjadi penyebab meningkatnya risiko immigrants yang mengalami sindrom depresif dan
episode depresi.
13
Razekh 1999, Lopez Cordozo 2004, dan Scholte tahun 2004, Brown, Falcon dan kawan-kawan pada tahun 2009 dengan
dukungan beberapa penelitian menunjukkan immigrants latin dengan tingkat sosial tinggi memiliki stres yang lebih rendah dan sedikit mengalami sindrom
depresif. Rendahnya dukungan sosial dan keikutsertaan keluarga bagi immigrants yang telah menikah juga berhubungan dengan peningkatan
sindrom depresif.
13
Perreira dan Pottocnick pada tahun 2010 menyebutkan beberapa studi telah mendokumentasikan bagaimana proses migrasi itu sendiri bagi
immigrants berkontribusi terhadap sindrom depresif.
10
Survei dunia menunjukkan ditemukan pada tahun pertama setelah invasi Amerika Serikat menunjukkan sindrom depresif menunjukkan tingkat
tertinggi pada laki-laki sebesar 59,1 dan pada wanita 73,4. Secara umum prevalensi depresi dan ansietas pada laki-laki 21,7 dan pada wanita 45,5
total sekitar 67,2.
8
Jumlah kasus irreguler migrants yang masuk ke Indonesia selama periode Januari hingga Mei 2010 mencapai 61 kasus angka ini merupakan
peningkatan yang signifikan karena mencapai hampir 100 dari jumlah kasus ditahun sebelumnya sebanyak 31 kasus. Jumlah irreguler migrants yang
masuk ke Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,7 atau meningkat 67 orang sehingga jumlah immigrants pada tahun 2010
sebesar 1245 immigrants, sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 1178.
10-11
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang sejarah peradaban, manusia telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain karena berbagai alasan. Alasan positif misalnya
karena keinginan untuk peningkatan kesejahteraan, mencari pendidikan yang lebih baik, berkumpul bersama keluarga besar maupun alasan melarikan diri
dari penyiksaan atau mencari kebebasan beragama dan berpolitik yang dalam kenyataannya sama-sama menimbulkan tekanan besar bagi orang
yang bersangkutan. Pada umumnya immigrants memiliki pengalaman traumatik yang lebih besar. Migrasi karena paksaan mempunyai efek yang
lebih menyakitkan dibandingkan migrasi karena keinginan sendiri untuk meningkatkan status finansial. Akan tetapi apapun alasannya migrasi akan
diikuti oleh suatu perasaan tertekan pada derajat tertentu. Setiap tahapan proses migrasi mempunyai faktor risiko spesifik yang bisa mengarah pada
gangguan kesehatan jiwa individu. Mulai dari keberangkatan dari tempat asal, individu dapat mengalami konflik bersenjata, kelaparan, pelanggaran
terhadap hak azasi dan pengalaman traumatis lainnya. Ketika meninggalkan kebudayaannya sendiri kaum migrants telah mengalami penderitaan
disebabkan oleh karena kehilangan, berupa kehilangan tempat tinggal, karir, posisi di masyarakat, identitas, dukungan sosial, rasa tidak menentu dalam
menghadapi masa depan. Kemudian saat sudah berada di tempat yang baru ada banyak faktor yang menimbulkan kerapuhan psikologis misalnya
perbedaan budaya, rasialisme, dan tidak adanya pekerjaan, hambatan dalam bahasa yang bisa mengarah pada perasaan terisolasi dan merasa tidak ada
yang dapat memberikan pertolongan. Bahkan apabila mereka kembali ke negara asal mereka akan melihat rumah dan bangunan yang porak poranda
dan kematian atas orang-orang yang mereka cintai juga dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Oleh karena itu memusatkan perhatian pada aspek
psikososial dan kesejahteraan mental immigrants adalah hal yang sangat penting dan komponen dasar untuk keberhasilan migrasi itu sendiri.
8,11-12
Universitas Sumatera Utara
Proses migrasi itu sendiri digambarkan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah pre-migrasi, yang terlibat dalam membuat keputusan dan
persiapan untuk pindah, tahap kedua adalah migrasi yang merupakan relokasi individu dari suatu tempat ke tempat lain, tahap ketiga adalah post
migrasi yaitu suatu masuknya imigran dalam kerangka sosial dan budaya pada masyarakat baru disini aturan baru mengenai sosial dan budaya mulai
dipelajari dimana pada tahap pre-migrasi memiliki perbandingan rata-rata rendah terhadap timbulnya masalah gangguan mental, masalah timbul
sehubungan dengan akulturasi dan ketidaksesuaian antara tujuan akhir yang ingin dicapai dan langkah prestasi yang ingin dicapai, akan tetapi struktur
kepribadian individu, migrasi karena paksaan dan adanya penganiayaan juga dapat berperan dalam timbulnya gangguan mental.
4,12
Pada tahap migrasi ada banyak faktor yang menyebabkan individu dapat mengalami gangguan
mental antara lain kehilangan bereavement, shock budaya, ketidaksesuaian antara harapan dan hasil yang dicapai, sedangkan faktor yang berpengaruh
pada tahap post - migrasi adalah penerimaan yang dilakukan oleh suatu bangsa, faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang rentan secara biologi,
sosial dan psikologis, contohnya faktor kepribadian dipengaruhi oleh faktor budaya.
4,14
Afganistan adalah suatu negara dengan luas geografi 652.000 km
2
dan populasi penduduknya menurut data World Health Organization WHO pada
tahun 2006 sekitar 24.926 juta.
15
Tahun 2009 CIA World Factbook memperkirakan populasinya menjadi 28,3 juta, populasi sebelumnya 33,6
juta.
16
Bahasa utama yang digunakan adalah pustho, kelompok etnik yang dijumpai adalah Pusthon, Tadjik, Hazara, dan Uzbeks. Keyakinan kelompok
etnik tersebut adalah Muslim Sunni dan Syiah dan sebagian kecil adalah Sikhs.
15-17
Afganistan sekitar 87,9 adalah muslim Suni dan 10,4 adalah muslim Shiia.
15
Berdasarkan data dari World Bank negara ini merupakan suatu negara dengan pendapatan perkapita rendah hingga menengah. Data
dari
Universitas Sumatera Utara
UNO tahun 2004 proporsi penduduk dibawah 15 tahun sekitar 43, data dari WHO tahun 2004 usia diatas 60 tahun sekitar 5, dan 75 populasi adalah
rural.
15
Data dari CIA World Factbook pada tahun 2009 sekitar 53 berusia antara 15 hingga 64 tahun dan hanya sekitar 2,4 berusia diatas 65 tahun.
17
Afganistan merupakan suatu negara dengan pengalaman krisis pengungsi terbesar. Dekade perang menyebabkan banyak penduduk
Afganistan yang meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi di negara tetangga mereka seperti Pakistan dan Iran dan mencari negara-negara lain.
Jumlahnya meningkat pada tahun 1990 sebesar 6,2 juta dan menurun pada tahun 1992 setelah pemerintah yang berkuasa jatuh tapi meningkat kembali
pada tahun 1996 setelah berkembangnya Taliban. Pada tahun 2002 dengan jatuhnya Taliban akibat invasi dari Amerika tercatat sejumlah pengungsi yang
kembali ke Afganistan.
18
Telah lebih dari 25 tahun perang dan konflik terjadi di Afganistan yang mengakibatkan konsekuensi kehancuran psikologis.
3,17
Perang mengakibatkan penduduk Afganistan mengalami demoralisasi dan menderita secara sosial dan ekonomi, pemaparan langsung secara
agresi, kekerasan dan ketakutan yang terus menerus mempengaruhi situasi kesehatan mental.
3,17
2.2. Depresi