Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas Sampai Delapan Belas di Kecamatan Medan Helvetia

(1)

PADA A G ANAK USI D D U GANGGUA IA DUA BE I KECAMA D JOIS E DEPARTEM FAKUL UNIVERSI AN BERBA ELAS SAM ATAN ME SKRIP DISUSUN ELISABET NIM 1007 MEN SAST LTAS ILM ITAS SUM MEDA 2014 AHASA GA MPAI DEL EDAN HEL PSI OLEH TH SIAGIA 01065 TRA INDO MU BUDAY MATERA U AN 4 AGAP LAPAN BEL LVETIA AN ONESIA YA UTARA


(2)

GANGGUAN BERBAHASA GAGAP

PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA

Oleh

JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065

Proposal ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Gustianingsih, M. Hum. Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum. NIP 19640828 198903 2 001 NIP 19610721 198803 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis dan diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2014

Hormat Saya,


(4)

GANGGUAN BERBAHASA GAGAP

PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA

OLEH

JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis penggunaan kosa kata dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita gagap. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helveta dan hubungannya terhadap psikolinguistik Chomsky. Sumber data dalam penelitian adalah tuturan bahasa Indonesia dari tiga orang penderita gagap di Kecamata Medan Helvetia. Data dikumpulkan dengan metode simak, yakni menyimak suatu bahasa, dan teknik yang digunakan adalah teknik yang pertama adalah teknik libat cakap, teknik lanjutan pertama yaitu teknik rekam, dan teknik akhir adalah teknik catat. Di dalam menganalisis data menggunakan metode padan, teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu yaitu membedakan dan menyamakan jenis-jenis gagap lalu memilah unsur-unsur tersebut. Konsep yang digunakan adalah konsep gangguan berbahasa dan gagap dengan menggunakan landasan teori psikolinguistik Chomsky, fonetik artikulatoris, dan pola persukuan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa gangguan berbahasa gagap adalah salah satu dari gangguan berbahasa yang terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Gagap terdiri atas gagap normal dan gagap penyakit penelitian ini terfokus pada gagap penyakit. Adapun gagap penyakit itu terbagi atas pengulangan, pemanjangan, selaan dan jeda. Pengulangan dan pemanjangan kata lebih banyak digunakan oleh penderita gagap, sedangkan selaan dan jeda lebih sedikit penggunaannya. Dengan demikian gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia lebih banyak menggunakan pengulangan dan pemanjangan kata dibandingkan dengan selaan maupun jeda.


(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Dia, Allah pemilik kehidupan ini. Oleh karena rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra pada Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul ini adalah “Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas di Kecamatan Medan Helvetia”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.Prof.

2. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia.

3. Drs. Haris Sutan Lubis M.S.P. sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Gustianingsih, M. Hum. sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum sebagai pembimbing II. Terima kasih atas segala waktu, ilmu, dan kesabaran selama membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

5. Drs. T. Aiyub Sulaiman. sebagai dosen wali yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis menjalankan perkuliahan.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia atas segala ilmu yang diberikan selama empat tahun lebih.

7. Terimakasih kepada kakanda Tika, pegawai administrasi yang membantu administrasi kemahasiswaan di Departemen Sastra Indonesia.

8. Kedua orang tua tercinta, Bapak (Alm) B. Siagian dan Ibu M. Hutagalung yang senantiasa memberi semangat dan dukungan, baik material maupun spritual. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan semua ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala hal yang telah diberikan. 9. Buat kakanda dan adinda Unedo Kristian Siagian, Rudi Oktama Siagian,

Wendy Siagian, Parulian Siagian, dan Septi Fridawati Siagian yang selalu mendoakan penulis dan kepada kalian juga penulis persembahkan semua ini.

10.Buat informan Sigit Prabowo, Ayu Puspitasari, dan Citra Cahyani yang telah berpartisipasi dalam membantu penyelesaian penelitian dan bersedia memberika data-data yang diinginkan dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman D’JISUN (devi, intan, siti, utami, dan nia) yang selama ini menemani penulis dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan di Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU. Persahabatan yang terjalin


(7)

baik suka maupun duka kita lewati bersama. Kalian selalu membantu dan menyemangati penulis dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi.

12.Teman – teman stambuk 2010 Melda, Finta, Osen, Hendra, Hera, Desi, Pesta, Manna, Neni, Siska, Gio, Raesita, dan adik – adik stambuk 2011, 2012, dan 2013 dan kakak, abang stambuk 2007, 2008, 2009 dan semua teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberi semangat kepada penulis.

13.Teman-teman satu kost Ayak, Maria, Lusi, Tyo, Keris.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai “ Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Medan Helvetia.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1LatarBelakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep ... 6

2.1.1 Gangguan Berbahasa ... 6

2.1.2 Gagap ... 7

2.2Landasan Teori ... 14

2.2.1 Psikolinguistik ... 14

2.2.2 Kognitif Menurut Chomsky ... 15

2.2.3 Fonologi ... 17

2.2.4 Fonetik Artikulatoris ... 18

2.2.5 Pola Persukuan ... 21

2.3Tinjauan Pustaka ... 24 BAB III METODE PENELITIAN


(9)

3.1Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 27

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.1.2 Waktu Penelitian ... 27

3.2Sumber Data ... 27

3.3Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.4Metode dan Teknik Analisis Data ... 29

3.5Metode dan Teknik Hasil Penyajian Data ... 32

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pola Persukuan Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia ... 33

4.2 Jenis-Jenis Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas Sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Hubungannya Terhadap Psikolinguistik Chomsky ... 78

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 92

5.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DATA DAFTAR PUSTAKA


(10)

GANGGUAN BERBAHASA GAGAP

PADA ANAK USIA DUA BELAS SAMPAI DELAPAN BELAS TAHUN DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA

OLEH

JOIS ELISABETH SIAGIAN NIM 100701065

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis penggunaan kosa kata dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita gagap. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helveta dan hubungannya terhadap psikolinguistik Chomsky. Sumber data dalam penelitian adalah tuturan bahasa Indonesia dari tiga orang penderita gagap di Kecamata Medan Helvetia. Data dikumpulkan dengan metode simak, yakni menyimak suatu bahasa, dan teknik yang digunakan adalah teknik yang pertama adalah teknik libat cakap, teknik lanjutan pertama yaitu teknik rekam, dan teknik akhir adalah teknik catat. Di dalam menganalisis data menggunakan metode padan, teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu yaitu membedakan dan menyamakan jenis-jenis gagap lalu memilah unsur-unsur tersebut. Konsep yang digunakan adalah konsep gangguan berbahasa dan gagap dengan menggunakan landasan teori psikolinguistik Chomsky, fonetik artikulatoris, dan pola persukuan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa gangguan berbahasa gagap adalah salah satu dari gangguan berbahasa yang terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Gagap terdiri atas gagap normal dan gagap penyakit penelitian ini terfokus pada gagap penyakit. Adapun gagap penyakit itu terbagi atas pengulangan, pemanjangan, selaan dan jeda. Pengulangan dan pemanjangan kata lebih banyak digunakan oleh penderita gagap, sedangkan selaan dan jeda lebih sedikit penggunaannya. Dengan demikian gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia lebih banyak menggunakan pengulangan dan pemanjangan kata dibandingkan dengan selaan maupun jeda.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu kesalahan bentuk bahasa Indonesia adalah gangguan berbahasa gagap. Bila berbicara tentang gagap terbayang akan masalah kelancaran dalam pertuturan. Gangguan berbahasa jenis gagap ini merupakan bagian dari kecacatan komunikasi yang memang menjadi satu fenomena dalam kehidupan manusia. Gagap merupakan gangguan berbicara dengan indikasi tersendatnya pengucapan kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa kehilangan ide untuk mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata, kesulitan mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu, sampai dengan ketidakmampuan mengeluarkan kata-kata sama sekali. Kajian gangguan gagap ini merupakan satu disiplin pada bagian gangguan komunikasi manusia atau bidang patologi bahasa yaitu seseorang yang mengalami masalah dalam berkomunikasi. Shames dan Wig (dalam Rahim 2004: 17). Dia juga mengategorikan empat jenis kecacatan utama dalam komunikasi, yaitu:

1. gangguan yang melibatkan alat-alat artikulatoris, 2. gangguan yang melibatkan suara,

3. gangguan yang melibatkan kelancaran pertuturan, dan 4. kecacatan bahasa.

Gangguan pertuturan terhadap masalah artikulatoris, kegagapan, dan masalah suara yang melibatkan kesukaran mengeluarkan kombinasi bunyi bahasa


(12)

yang benar seperti terjadinya perubahan atau pergantian fonem. Wujud kegagapan yang menganggu kelancaran dan ritma pertuturan karena kehadiran jeda, pengulangan kata, dan pemanjangan bunyi. Kegagapan dapat mengganggu komunikasi, karena terjadi keabnormalan dalam penghasilan pertuturan.

Asmah Omar (1971: 484) menyatakan linguistik dapat diarahkan kepada berbagai-bagai tujuan sebagai ilmu bantu untuk ilmu-ilmu lain sebagai salah satu alat dalam menyembuhkan penyakit afasia dan penyakit-penyakit pertuturan lainnya, dan alat dalam menyembuhkan gangguan berbahasa gagap.

Gagap dapat terjadi pada saat otak tidak mampu mengirim dan menerima pesan dengan cara normal. Serangan gagap ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia dua sampai tujuh tahun yang masih belajar berbicara, namun biasanya hilang seiring dengan perkembangan otak yang makin sempurna, tetapi kegagapan ini dapat berlanjut dan semakin buruk, kondisi ini disebut dengan kegagapan yang berkembang (developmental stuttering) sehingga penyakit gagap ini bisa terbawa hingga umur lebih dewasa. Gagap dapat dibedakan antara gagap normal dan gagap penyakit. Gagap normal terbagi atas (1) gagap karena gugup, (2) gagap dalam proses membesar, dan (3) gagap yang dibuat-buat. Dalam penyakit gagap ini dapat dilihat dari bidang fonologi.

Secara fonologi, penguasaan suatu bahasa dimulai dari otak lalu dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem saraf otak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah seseorang yang normal fungsi otak dan alat bicaranya baik, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu


(13)

memiliki kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya terganggu.

Penyebab adanya kesulitan dalam berkomunikasi disebut dengan gangguan berbahasa. Gangguan berbahasa dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada alat artikulasi, dan bisa juga karena terjadinya kerusakan pada otak. Menurut Chaer (2009: 161) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas empat golongan yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, (3) gangguan berpikir, dan (4) gangguan lingkungan sosial. Hal mengenai penderita gagap berpengaruh kepada psikolinguistik kognitif.

Psikolinguistik kognitif adalah penggabungan antara dua kata “psikologi” dan “linguistik”. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis yang dapat manusia dapatkan, menggunakan dan memahami bahasa yang bersifat filosofis, karena masih sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak manusia berfungsi. Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang dapat menghasilkan kalimat yang memunyai arti dan benar secara tata bahasa dari perbendaharaan kata dan struktur tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat dapat dipahaminya ungkapan, kata, tulisan, dan sebagainnya. Hal tersebut berhubungan dengan fonologi karena setiap pemikiran akan diungkapan melalui bahasa dan bahasa tersebut berpengaruh kepada fonologi.

Pengaruh studi lingustik terhadap gangguan berbahasa gagap dapat dilihat dari bidang kajian fonologi khususnya dalam materi pembelajaran fonetik artikulatoris, seperti yang dikemukakan di atas bahwa penderita gangguan berbahasa gagap terdiri dari dua jenis yakni gagap normal dan gagap penyakit.


(14)

Gejala kebahasaan tersebut menjadi latar belakang penulis mengangkat judul tentang Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimanakah pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia?

2) Bagaimanakah jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan hubungannya terhadap psikolinguistik Chomsky ?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1) Mendeskripsikan pola persukuan gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan Helvetia.

2) Mendeskripsikan jenis-jenis gangguan berbahasa gagap pada anak usia dua belas sampai delapan belas tahun di Kecamatan Medan dan hubungannya terhadap psikolinguistik Chomsky.


(15)

1.3.2 Manfaat

Suatu penelitian yang mendalam tentu saja memunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan pembaca terhadap studi tentang ilmu bahasa khususnya pada gangguan berbahasa gagap.

2. Menambah pengetahuan mengenai teori kognitif Chomsky pada gangguan berbahasa gagap.


(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Malo, dkk. (1985:47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah. Di samping adanya perbedaan mengenai makna dan pengertian suatu konsep dalam bahasa sehari-hari, sering juga terdapat perbedaan di antara para ahli atau peneliti sendiri mengenai makna dan pengertian istilah yang sama. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep gangguan berbahasa dan gagap.

2.1.1 Gangguan Berbahasa

Gangguan berbahasa dapat ditandai dengan ketidakmampuan untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti, dan menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai, baik verbal maupun tidak verbal; menyelesaikan masalah, membaca dan mengerti yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikan lewat bahasa tulisan. Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidakmampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosakata yang minimal jumlahnya, dan ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah aturan susunan kata


(17)

yang ditempatkan dalam suatu kalimat. Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.

Gangguan berbahasa dapat disebabkan faktor medis dan faktor lingkungan sosial. Gangguan medis terjadi karena adanya kelainan fungsi otak atau kelainan pada alat bicara. Gangguan lingkungan sosial yang menyebabkan gangguan berbahasa terjadi karena lingkungan kehidupan yang terisolasi dari kehidupan masyarakat yang sewajarnya. Menurut Sidharta (dalam Chaer, 2003) gangguan berbahasa yang disebabkan gangguan medis dibagi menjadi tiga yaitu gangguan berbicara, gangguan berbahasa, dan gangguan berpikir.

2.1.2 Gagap

Gagap merupakan gangguan bicara dengan indikasi tersendatnya pengucapan kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa kehilangan ide untuk mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata, kesulitan mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu sampai dengan ketidakmampuan mengeluarkan kata-kata sama sekali.

Gagap dapat terjadi pada saat otak tidak mampu mengirim dan menerima pesan dengan cara normal. Serangan gagap ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia dua sampai tujuh tahun yang masih belajar berbicara, namun biasanya hilang seiring dengan perkembangan otak yang makin sempurna, tetapi kegagapan ini dapat berlanjut dan semakin buruk, kondisi ini disebut dengan kegagapan yang berkembang (developmental stuttering) sehingga penyakit gagap ini bisa terbawa hingga umur lebih dewasa.


(18)

Pakar-pakar patologi bahasa Shames dan Wiig, (dalam Rahim, 2004: 21), membagikan penyakit gagap, antara lain:

Gambar : Jenis-jenis Pola Pertuturan Penyakit Gagap

Gagap penyakit

Gagap penyakit ialah gagap patologi dan lebih bersifat kekal. Proses pemulihannya memerlukan rawatan pakar dan gagap ini tidak dapat hilang dengan sendirinya. Adapun pendapat Wintage, (dalam Rahim, 2002) “(a) a frequent disruptions in the fluency of verbal expression, (b) sometimes accompanied by accessory struggle and tension in speech related and non speech related structures, (c) in the presence of emotional state and excitement (both negative and positive) that may or may not relate to the act of talking”. (a. sebuah gangguan yang sering terjadi dalam kelancaran ekspresi verbal, b. kadang-kadang disertai dengan perjuangan aksesori dan ketegangan dalam pembicaraan atau tidak berbicara yang terkait dengan struktur bahasa, c. dengan adanya kondisi emosional dan kegembiraan (baik negatif dan positif) yang mungkin atau

GAGAP

Gagap Penyakit


(19)

mungkin tidak berhubungan dengan tindakan berbicara). Adapun jenis-jenis pertuturan penyakit gagap, antara lain seperti berikut:

1. Pengulangan

Pengulangan ialah pengucapan kata-kata yang diulang secara tidak sengaja dan tidak mengena dengan sistem bahasa. Dalam hal ini seseorang mengujarkan sesuatu perkataan itu secara berulang-ulang, sekurang-kurangnya dua kali atau lebih. Pengulangan terdiri atas pengulangan sebagian kata, pengulangan seluruh suku kata, dan pengulangan frasa.

a. Pengulangan sebagian kata

Pengulangan sebagian kata terjadi pada perkataan yang melebihi satu suku kata. Pengulangan ini melibatkan pengulangan satu suku kata dan pengulangan dua suku kata. Pengulangan ini tetap dianggap sebagai pengulangan sebagian kata karena sifatnya yang mengulang sebagian dari kata itu saja.

1). Pengulangan satu suku kata

Pengulangan sebagian kata yang berbentuk pengulangan satu suku kata merupakan salah satu ciri pengulangan yang terdapat di kalangan penderita gagap. Pengulangan sebagian kata ini terjadi pada kata yang terdiri atas satu suku kata Contoh-contoh pengulangan sebagian suku kata, antara lain:

Bom..bom.. siapa itu yang meledak?


(20)

2). Pengulangan dua suku kata

Selain jenis pengulangan satu suku kata, terdapat juga pengulangan sebagian kata yang berbentuk pengulangan dua suku kata. Pengulangannya adalah pada imbuhan awal seperti ber-, ke-, dan pe-. Contohnya adalah sebagai berikut :

Ber..bermain dulu aku.

Pengulangan di atas terjadi sebagian kata yang berbentuk dua suku kata yang berimbuhan [ber-]. Kata tersebut terdiri atas dua suku kata [ber-] dan [main]. Gagap contoh di atas terjadi diawal suku kata dan bukan pada suku kata kedua atau akhir suku kata [bermain].

3). Pengulangan seluruh kata

Pengulangan seluruh kata sering berlaku pada suku kata yang berbentuk suku kata asli dan juga suku kata yang hasil dari proses pelemahan kata ulang tersebut. Adapun contoh pengulangan seluruh kata adalah :

Tapi gagap inigak ngertilah aku, gak gak gak pernah berobat lagi.

Pengulangan di atas terjadi seluruh kata yang berbentuk suku kata asli [gak]. Gagap pada contoh di atas terjadi diakhir suku kata dan bukan pada awal suku kata, tidak mengurangi atau melebihkan suku kata, suku kata tersebut diulang secara keseluruhan [gak].


(21)

b. Pengulangan frasa

Analisis untuk pengulangan frasa ini tidak begitu sama jika dibandingkan dengan bentuk pengulangan yang lainnya. Adapun contoh pada perulangan frasa ini antara lain:

Yang paling bising saya punya mmm apa mmm mulut sayalah aaa mulut sayalah saya suka mengganggu kawan.

Pengulangan di atas terjadi pada pengulangan frasa yang berbeda dengan pengulangan yang lainnya karena tidak ada subjek maupun predikat [mmmm]. Gagap pada contoh di atas terjadi diakhir suku kata dan bukan pada awal suku kata, tidak mengurangi atau melebihkan suku kata.

2. Pemanjangan

Pemanjangan ini adalah pemanjangan bunyi yang dianggap berlebihan, lebih dari biasa apabila sesuatu perkataan itu diujarkan.

Adapun contoh pemanjangan ini adalah :

Sssssaya pinjam aaaaa pinjam enaaaaam bulankan.

Pada data di atas pemanjangan terjadi pada awal dan akhir suku kata, dari pemanjangan vokal maupun pemanjangan konsonan. Gagap pada contoh di atas terjadi pada awal suku kata [sssssaya] dan akhir suku kata [enaaaaam], pada pemanjangan kosonan [s] pada kata [saya] dan pemanjangan vokal [a] pada kata [enam].


(22)

a. Pemanjangan konsonan

Dalam pemanjangan konsonan ini, ternyata pengulangan bunyi fonem konsonan terjadi pada bagian awal ucapan saja. Keadaan ini terlihat sama seperti perulangan suku kata. Perbedaan tersebut hanyalah pada komponen bunyinya saja, yaitu dalam perulangan suku kata, pengulangan terjadi pada suku kata pertama, ketika dalam pemanjangan pengulangan terjadi pada bunyi konsonan pertama. Adapun contoh pemanjangan konsonan, antara lain:

Hah, sebelum ini bbbandar raya.

Pemanjangan di atas terjadi pada bagian awal ucapan, dan pemanjangan suku kata konsonan. Gagap pada contoh di atas terjadi pada bagian awal ucapan dan pemanjangannya merupakan pemanjangan konsonan [b] pada kata [bandar].

b. Pemanjangan vokal

Pemanjangan bunyi vokal tidak begitu terlihat sebagaimana pemanjangan bunyi-bunyi konsonan. Keadaan ini terjadi disebabkan cara pelafalan bunyi vokal yang tidak begitu rumit jika dibandingkan dengan pelafalan bunyi konsonan. Adapun contoh pada pemanjangan vokal, antara lain:

Pinjam eeeeenam bulankan.

Pemanjangan di atas terjadi pada bagian awal ucapan, dan pemanjangan suku kata vokal. Gagap pada contoh di atas terjadi pada bagian awal ucapan dan pemanjangannya merupakan pemanjangan vokal [e] pada kata [enam].


(23)

3. Selaan

Selaan terjadi apabila seseorang berusaha untuk mengungkapkan perkataan yang sesuai dalam sesuatu bahasa tetapi perkataan yang dicari itu tidak muncul dengan cepat ataupun tidak hadir langsung. Selaan ini dapat disertai jeda karena jeda juga menggambarkan pikiran penutur ataupun bagian-bagian dengan unsur-unsur selaan, dan kadang-kadang jeda ini wujud sebagai pengganti selaan, adapun contoh selaan, antara lain:

Mmm mmm apa se setelah kena minyak panas itu, lumpuh aaa gak mmm apa aaa mmm mmm apa su ###sah untuk berjalan.

Pada contoh di atas terjadi adanya selaan, gagap terjadi pada awal suku kata. Selaan pada contoh diatas (su##sah) dan tanda (#) berusaha untuk mengungkapkan perkataan yang sesuai dalam sesuatu bahasa yang seketika itu tidak muncul secara langsung.

4. Jeda

Jeda adalah suatu kesenyapan dalam satu urutan pertuturan yang melampaui batas kesenyapan biasa yang seharusnya berlaku dalam suatu tuturan yang normal. Keadaan ini terjadi apabila terdapat keraguan terhadap perkataan yang ingin diucapkan ataupun terdapat suatu sekatan di dalam fikiran penutur ataupun pada bagian tertentu pada artikulatoris sama seperti selaan. Jadi penutur yang berhenti (jeda) tanpa sebab yang boleh difahami, dianggap sebagai salah satu jenis kegagapan. Adapun contoh jeda, antara lain:


(24)

Hukuman apa ini saya ber## bicara susah, kira-kira dia mm dia mm takut sama saya## jadi apa-apa. Aaa itu dia## bimbang.

Pada contoh di atas berbeda dengan data sebelumnya yaitu selaan, terjadi adanya jeda pada kata [ber##bicara] dan [saya##] tanda [#] tersebut terjadinya kesenyapan dalam satu urutan yang melampaui batas kesenyapan biasa yang berlaku dalam suatu tuturan yang normal.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik

Secara etimologi, kata psikolinguistik berasal dari kata psikologi dan kata linguistik.Kedua bidang ilmu ini sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya.

Chaer (2009:6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu, pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.

Dardjowidjojo (2003:21) Psikolinguistik adalah studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa, sebelum menggunakan bahasa seseorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa.

Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama yaitu (1) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang


(25)

dimaksud, (2) produksi, yakni proses mental pada diri kita yang membuat seseorang dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis dan neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (4) pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa.

Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya, psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan multibahasa, gangguan bertutur seperti afasia, gagap,latah dan sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa.

2.2.2 Psikolinguistik Kognitif Chomsky

Teori genetik dan kognitif ini dikemukakan oleh Avram Noam Chomsky, yang merupakan seorang ahli psikolinguistik Amerika serikat. Metode Chomsky sangat menaruh perhatian terhadap aspek akal. Ia membahas masalah-masalah


(26)

bahasa dan psikologi, kemudian membingkainya menjadi satu bingkai dengan bentuk bahasa kognitif.

Chomsky (dalam Syamsu 2000: 108) menelurkan pendapat bahwa kemampuan berbahasa manusia itu dipengaruhi juga oleh kemampuan kognitifnya, teorinya mengatakan bahwa ada intervensi dari kemampuan yang menyangkut ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang sangat berpengaruh ke dalam jiwa manusia. Ketika seseorang membicarakan masalah kognitif dalam hal ini kognitif berbahasa, maka seseorang tersebut tidak akan bisa mengelak bahwa terkadang ada campur tangan faktor genetik yang mempengaruhi kognitif seseorang.

Chomsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa itu didasarkan pada faktor genetik yang telah dimiliki anak sejak lahir. Anak memperoleh kemampuan untuk berbahasa seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong, seperti dalam teori tabula rasa yang dikemukakan oleh Jhon Locke, akan tetapi seorang anak tersebut telah dibekali sebuah alat yang dinamakan Piranti Pemerolehan Bahasa (PPB).

Teori Chomsky adalah teori linguistik modern, yang mencerminkan kemampuan akal, membicarakan masalah-masalah kebahasaan dan pemerolehannya, serta hubungannya dengan akal dan pengetahuan manusia. Chomsky mendasarkan teorinya ini atas dasar asumsi bahwa bahasa menjadi bagian dari komponen manusia dan produk khas akal manusia. Chomsky melihat bahwa bahasa adalah kunci untuk mengetahui akal dan pikiran manusia.


(27)

Dalam teori linguistik Chomsky, dibutuhkan adanya pasangan penutur dan pendengar yang ideal dalam sebuah masyarakat tutur atau proses pembelajaran bahasa, sehingga keduanya dapat menerima dan mengerti dengan penggunaan bahasa yang diucapkan dalam jumlah yang tidak terbatas dan sebelumnya belum pernah didengar.

Chomsky membedakan adanya kompetensi dan performance dalam proses pembentukan bahasa. Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya, sedangkan performance atau perbuatan berbahasa merupakan pelaksanaan berbahasa dalam bentuk menerbitkan kata-kata dalam keadaan yang nyata. Kedua tahapan tersebut akan membentuk tata bahasa yang baik, sehingga dapat diterima dan dipahami baik bagi penutur atau pendengar dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa, tetapi pada penderita gagap kompetensi dan performance tidak berjalan selaras karena otak yang menderita gagap tidak dapat mengontrol apa yang diucapkan (performance).

2.2.3 Fonologi

Secara garis besar fonologi adalah suatu sub-disiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang “bunyi bahasa”. Lebih lanjut lagi, fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik, hal tersebut berbeda dengan fonetik yang berupa kajian yang lebih netral terhadap bunyi-bunyi itu.Fonologi adalah “linguistik” dalam pengertian bahwa sintaksis, morfologi, dan sampai tingkat tertentu,


(28)

semantik juga linguistik, sedangkan fonetik berangsur-angsur berubah dalam berbagai hal menuju ke arah neurologi, psikologi perseptual, akustik.

Muslich (2008: 11) mengatakan, fonologi adalah subdisiplin ilmu linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik bunyi bahasa yang membahas arti (fonem) maupun tidak (fonetik). Setiap penutur memunyai kesadaran fonologis terhadap bunyi-bunyi bahasanya.

2.2.4 Fonetik Artikulatoris

Fonetik artikulatoris membahas tentang bunyi-bunyi bahasa menurut cara dihasilkannya dengan alat-alat bicara. Bunyi bahasa dibedakan sebagai yang “segmental” dan “suprasegmental.” Adapun contoh segmental dalam bahasa Indonesia adalah dan, terdiri dari bunyi [d], [a], dan [n] dalam urutan tersebut. Jadi bunyi sebagai segmen-segmen adalah bunyi menurut pola urutannya dari yang pertama hingga yang terakhir atau sering yang dirumuskan dalam linguistik yakni “dari kiri ke kanan”. Struktur dari kiri ke kanan itu berupa segmental artinya ada bagian-bagian yang terkecil menurut urutannya. Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang dapat dibayangkan sebagai bunyi yang di atas segmental itu.Misalnya perbedaan antara tuturan Dia telah datang dan Dia telah datang? Tidak terdiri atas perbedaan secara segmental melainkan atas perbedaan intonasi (lagu) yang berbeda dalam kedua tuturan tersebut.

Muslich (2008: 34), menjelaskan vokal umumnya diklasifikasikan menurut tiga dimensi artikulatoris: tingkat terbukanya mulut; posisi bagian lidah yang tertinggi; dan posisi bibir. Jadi, bunyi tertentu mungkin dideskripsikan


(29)

sebagai vokal rapat, depan, dan bundar dan bunyi lain sebagai rapat, depan, dan tak bundar. Contoh vokal depan tak bundar /i/ : [lidah].

Selanjutnya, Chaer (2009: 113) membagi vokal berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut.Posisi lidah dapat bersifat vertikal dan dapat bersifat horizontal, sedangkan bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar. Seperti terlihat dalam tabel berikut:

Depan Tengah Belakang

TB B TB B TB B

Tinggi i u

Tengah e ∂ o

ε ɔ

Rendah A Gambar: Peta vokal bahasa Indonesia

Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi /i/ dan /u/, vokal tengah /e/,/ε/, /∂/ dan /o/, /ɔ/, vokal rendah /a/. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan /i/ dan /e/, /ε/, /a/ vokal tengah /∂/, vokal belakang /u/, /o/, /ɔ/ dan /a/. Kemudian pada diagram terdapat vokal bundar yaitu /u/, /o/, /ɔ/ dan vokal /ɔ/. Vokal tidak bundar yaitu /i/, /e/, /ε/, /∂/.

(Chaer, 2003: 33), mengategorikan konsonan dalam bahasa Indonesia berdasarkan tiga faktor, (1) keadaan pita suara, (2) daerah artikulasi, dan (3) cara artikulasinya. Berdasarkan pita suara, konsonan dapat bersuara atau tak bersuara.


(30)

Berdasarkan daerah artikulasinya, konsonan dapat bersifat bilabial, labiodental, alveolar, palatal, velar, atau glotal. Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dapat berupa hambat, frikatif, nasal, dan lateral. Disamping itu, ada lagi yang berwujud semi vokal konsonan dalam bahasa Indonesia dapat disajikan dalam bagan berikut:

Daerah Artikulasi

Cara Artikulasi Bilabial

Labiodental

Dental/Alve

o

lar

Palatal Velar Laringal Glota

l

Hambat Tak bersuara bersuara p b T d k g (?)

Afrikatif Tak bersuara Bersuara c Paduan Frikatif/ geseran Tak bersuara Bersuara

f s S

j X h Gescran Nasal/ Sengau Bersuara

Bersuara m

v z

n ɳ ŋ

Getar/ Trill

Bersuara r (R)

Lateral Bersuara l

Semi Vokal

Bersuara w y


(31)

Pada bagan di atas tampak bahwa dalam bahasa Indonesia ada dua puluh tiga konsonan fonem, sedangkan fonem (R) dan (?) ditemui dalam tuturan umum bahasa Indonesia. Cara memberi konsonan adalah dengan menyebut cara artikulasinya dulu, kemudian artikulasinya, dan akhirnya keadaan pita suara. Konsonan /p/, misalnya adalah konsonan hambat bilabial tak bersuara, sedangkan /j/ adalah konsonan afrikatif palatal bersuara.

Pasangan hambat /p/-/b/, /t/-/d/ dan /k/-/g/, selain memiliki perbedaan dalam daerah artikulasinya, juga memunyai kesamaan dalam pembentukannya, yakni /p/, /t/, dan /k/ dibentuk dengan pita suara tak bergetar, sedangkan /b/, /d/, dan /g/ dengan pita suara bergetar. Karena itu, tiga konsonan yang pertama itu dinamakan konsonan tak bersuara, sedangkan ketiga yang lain disebut konsonan bersuara.

2.2.5 Pola persukuan 1. Suku kata

Setiap kata yang diucapkan pada umumnya dibangun oleh bunyi-bunyi bahasa baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata yang dibangun dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Dalam kajian fonologi segmen itu disebut suku kata. Setiap suku kata paling tidak terdiri atas sebuah bunyi atau merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan.

Bunyi vokal di dalam suku kata merupakan puncak penyaringan sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Dalam sebuah suku kata hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini ditandai dengan bunyi vokal.


(32)

Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan yang berada di depan bunyi belakang bunyi konsonan (Muslich, 2008: 73).

Jumlah suku kata dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian jika ada kata yang berisi tiga buah bunyi vokal maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku kata saja. Misalnya kata teler [tElEr] adalah kata yang terdiri atas dua suku kata yaitu [tE] dan [lEr] masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi [E].

2. Pola suku kata

Kata dalam bahasa Indonesia terdiri dari satu suku kata atau lebih, misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Panjangnya suku kata, wujud suku yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah pembentukan yang sederhana. (Muslich, 2008: 74), membagi struktur dan kaidah pembentukan suku kata yang sederhana. Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain:

1. Suku kata berpola V, suku kata ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal. Contoh: a. a+ mal

b. a + ku

2. Suku kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi yang diawali konsonan lalu vokal.

Contoh : a. pa + sar b. si + ku


(33)

3. Suku kata berpola VK, suku ini dibangun oleh bunyi yang diawalivokal lalu konsonan.

Contoh : a. ar + ti b. em + ber

4. Suku kata yang berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. pak + sa b. tam+ pak

5. Suku kata yang berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal.

Contoh :a. dra + ma b. slo + gan

6. Suku kata yang berpola KKVK, suku ini dibangun oleh dua konsonan satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. trak + tor b. prak + tis

7. Suku kata yang berpola KKVKK, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal, dan dua konsonan.

Contoh : a. kom + pleks

8. Suku kata yang berpola KVKK, suku ini dibangun olehsatu konsonan, satu vokal, dan dua konsonan.


(34)

9. Suku kata yang berpola KKKV, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, dan satu vokal.

Contoh : a. stra + te + gi b. stra + ta

10. Suku kata yang berpola KKKVK, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. struk + tur

11. Suku kata yang berpola KVKKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan tiga konsonan.

Contoh : a. korps = KVKKK

Kata dalam bahasa Indonesia dibentuk dari gabungan bermacam-macam suku kata seperti di atas. Karena bentuk suku kata seperti yang terdapat pada dasarnya berasal dari kata asing, banyak orang menyelipkan fonem / ∂ / untuk memisahkan konsonan yang berdekatan. Contoh: slogan, strika, dan prangko, diubah masing-masing menjadi selogan, setrika, dan perangko.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai psikolinguistik bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut.Namun, yang meneliti khusus “Gangguan Berbahasa Gagap Tinjauan Psikolinguistik” belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(35)

Salhidani Nasution (1995) dalam skripsinya yang berjdul “Hubungan Neurolinguistik terhadap Psikolinguistik pada Gangguan Komunikasi Bahasa Indonesia”. Menyimpulkan psikolinguistik membahas tentang bahasa dan gangguan komunikasi. Anak yang menderita penyakit autistik ini terlambat kemampuan berbicaranya dan mempunyai cara berbicara yang tidak sesuai, misalnya dia tidak dapat membedakan kata ganti kamu dan saya dan mengulang apa yang dikatakan orang kepadanya.

Purnamasari (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Gangguan Berbicara Psikogenik pada Penderita Latah: Tinjauan Psikolinguistik (Kasus Nurbaiti, Nursiah, dan Sriwahyuni).” Menyimpulkan bahwa latah adalah suatu tindakan kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.

Gusdi (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik”, mengemukakan bahwa, “Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”

Gustianingsih (2009) dalam desertasinya yang berjudul “Produksi Dan Komprehensi Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia Pada Anak Penyandang Autistik Spectrum Disorder”, menyimpulkan anak autistik sering melakukan penyimpangan pada awal dan akhir kata. Hal ini mengindikasikan bahwa anak


(36)

autistik mengalami gangguan pada inisiasi dan mengalami kesulitan untuk menuntaskan ujaran. Anak autistik ini sering mengulang-ulang ujaran dan akhirnya tidak tuntas.

Sartika (2010) dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Karekteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri Medan (YAKARI) Medan.” Mengatakan autis gangguan berbahasa pervasif yang ditandai dengan ketidakmampuan penderita dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan secara emosional dengan orang lain sehingga muncul gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi; pola kesukuan dan sikap yang tidak normal.”

Rismawati Sitorus (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Kalimat Lisan Bahasa Indonesia Anak Autistik pada Yayasan Tali Kasih Medan.” Menyimpulkan kalimat lisan anak autistik di Yayasan Tali Kasih Medan berbeda dengan kalimat lisan anak normal. Mereka sangat sulit melakukan interaksi dengan orang lain. mereka hanya mampu mengujarkan penggalan awal atau akhiran setiap kalimat lisan yang diujarkan gurunya.

Prastika (2011) dalam skripsinya berjudul “Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia Lisan Anak Autis di Medan.” Menyimpulkan anak autistik lebih banyak menyimpan kosa kata nama bagian tubuh, karena sering diulang dalam bentuk nyanyian, pemberian hadia juga semakin memancing anak-anak semakin banyak berbicara.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Malo, dkk 2003:680). Ada banyak lokasi penelitian yang akan diteliti yaitu disekitar lokasi Kecamatan Medan Helvetia, sekitar Jalan Gatot Subroto, berjumlah satu orang dan Jalan Seikambing yakni yang berjumah dua orang.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu yang penulis pergunakan dalam melakukan penelitian ini direncanakan selama satu bulan setelah proposal disetujui. Sebagai data awal penelitian sudah melakukan observasi terlebih dahulu terhadap penderita gagap tersebut.

3.2 Sumber Data

Sumber data adalah sumber atau tempat dan awal data itu didapat.

Sumber data dalam penelitian adalah tuturan penderita gagap yang berjumlah tiga orang. Latar belakang sosial penderita antara lain:

1. Nama : Sigit Prabowo (SP) Usia : 14 Tahun


(38)

Pekerjaan : Siswa Menderita gagap sudah 9 Tahun.

2. Nama : Ayu Puspitasari Usia : 13 Tahun Pekerjaan : Siswa Menderita gagap sudah 9 Tahun.

3. Nama : Citra Cahyani (CS) Usia : 18 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 15 Tahun.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara kerja yang teratur dengan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, dapat juga dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna menghasilkan tujuan yang sempurna. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan. Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak. Metode simak adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang disimak adalah penggunaan bahasa yang diucapkan oleh penderita gagap tersebut, selanjutnya, untuk melengkapi penggunaan metode tersebut, peneliti menerapkan


(39)

teknik libat cakap yang merupakan lanjutan dari metode simak (Sudaryanto, 1993: 133). Peneliti juga menggunakan teknik rekam untuk sebagai

hasil menyimpanan percakapan dalam libat cakap tersebut. Terakhir peneliti menggunakan teknik catat, untuk mencatat data-data yang terkumpul untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan jenis-jenis kosakata dan pola persukuan. Dalam hal ini, peneliti mendengar, membaca, mempelajari, dan memeriksa data-data yang diperlukan, lalu mencatat bagian-bagian penting yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam buku catatan penelitian.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data digunakan metode padan. Metode padan (dalam hal ini padan artikulatoris) adalah metode bahasa yang alat penentunya adalah artikulasi dari penderita gagap tersebut berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti, teknik lanjut hubungan banding membedakan pola persukuan yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia dengan penutur penderita gagap serta membedakan ujaran penutur gagap dengan penutur orang normal. (Sudaryanto, 1993: 21). Berikut contoh proses menganalisis masalah nomor 1.

(1) Nama aku si###git


(40)

Suku kata pada data (1) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi konsonan.

Berdasarkan data (1) jenis gagapyang dialami (SP) adalah jenis selaan yaitu (SP) terbukti ketika ditanyadan tertera pada data (1) “Siapa Nama Kamu?” dan (SP) menjawab “nama aku si##git”. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Chomsky bahwa (SP) ingin mengungkapkan namun terlupa bahkan hilang sejenakapa yang ingin disampaikannya sehingga dia berhenti sebelum dapat menjumpai kembali apa yang ingin disampaikan. Setelah beberapa detik kemudian barulah dia mengungkapkan kata tersebut dengan lengkap. Sebenarnya (SP) tersebut memahami atau berkompetensi baik, dilihat dari pertanyaan yang diajukan (SP) memahaminya tetapi performance tidak berjalan selaras terbukti jawaban (SP) benar, hanya saja karena gagap hal ini terlihat dari performance dijawab dengan si##git dan hal tersebut membuktikan bahwa kompetensi dan performance (SP) tidak berjalan dengan selaras.

(2) Yang gak ku suka matmatmatematika

Kata matmatmatematika menjadi matmat-matmatematika

Suku kata data (2) berpola KVKKVK, suku ini dibangun oleh satu bunyi konsonan, satu bunyi vokal, dua bunyi bunyi konsonan, satu bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Berdasarkan data (2) jenis gagap yang dialami (AP) adalah jenis pengulangan dan hal tersebut membuat pola suku yang digunakan oleh (AP) berbeda dengan pola suku yang digunakan oleh orang normal dan bentuk ini tidak


(41)

berpola umum seperti yang dikemukakan oleh (Muslich, 2008: 74). Gagap berjenis pengulangan ini terbukti ketika (AP) ditanya pada data (2) “mata pelajaran apa yang tidak kamu suka?” dan dijawab yang gak ku suka matmatmatematika, kata yang seharusnya disebutkan [matematika] menjadi [matmatmatika]. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Chomsky bahwa (AP) ingin mengungkapkan namun susah untuk mengucapkan karena terhalang oleh pemikirannya yang sulit untuk mengingat apa yang akan diucapkannya sehingga dia mengulang kata-kata yang ingin disampaikannya, sebenarnya (AP) berkompetensi baik tetapi performance tidak berjalan dengan selaras, terlihat ketika ditanya dia mengerti apa yang ditanya “mata pelajaran apa yang tidak kamu sukai?”, tetapi karena gagap ketika ingin menjawab Yang gak ku suka

matmatmatematika, (AP) mengalami kesulitan atau performancenya tidak baik

sehingga dikatakan tidak sempurna.

(3) Jaaaalan gatot subroto gang budi

Kata jaaaalan menjadi (jaaaa-lan)

Suku kata data (3) berpola KVVVV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan empat bunyi vokal. Berdasarkan data (3) jenis gagap yang dialami (CC) adalah jenis pemanjangan vokal terbukti ketika ditanya pada data (3) rumah

kamu dimana? Dijawab Jaaaalan gatot subroto gang budi, terjadinya

pemanjangan vokal yang diucapkan oleh (CC) yang seharusnya disebutkan [jalan] menjadi [jaaaalan]. Bila dilihat dari sudut ilmu psikolinguistik pada umumnya produksi bunyi vokal lebih mudah dibandingkan dengan produksi ujaran


(42)

konsonan, sama halnya yang terjadi pada (CC) terjadi karena gangguan akibat gagap yang diderita (CC) adalah pemanjangan bunyi vokal [a] pada kata [mooobil]. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Chomsky bahwa (CC) mengalami gangguan berfikir serta gangguan ingatan akan kata apa yang ingin diucapkan. (CC) tidak dapat menyampaikan dengan sempurna kata yang ingin diucapkannya sehingga (CC) memanjangkan kata-kata tersebut. Mengungkapkan kata dengan benar tapi susah untuk mengucapkan kata tersebut. (CC) berkompetensi baik tetapi performance tidak berjalan selaras dengan kompetensinya.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data

Hasil analisis disajikan dengan metode informal dan formal. Metode penyajian informal adalah menyajikan hasil analisis dengan uraian atau kata-kata biasa, sedangkan metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pelaksanaan kedua metode tersebut dibantu dengan teknik yang merupakan perpaduan dari kedua metode tersebut, yaitu penggunaan kata-kata dan tanda-tanda atau lambang (Sudaryanto, 1993: 145).


(43)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pola Persukuan Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia

4.1.1 Suku kata

Setiap kata yang diucapkan pada umumnya dibangun oleh bunyi-bunyi bahasa baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata yang dibangun dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Dalam kajian fonologi segmen itu disebut suku kata. Setiap suku kata paling tidak terdiri atas sebuah bunyi atau merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan.

Bunyi vokal di dalam suku kata merupakan puncak penyaringan sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Dalam sebuah suku kata hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini ditandai dengan bunyi vokal. Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan yang berada di depan bunyi belakang bunyi konsonan (Muslich, 2008: 73).

Jumlah suku kata dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian jika ada kata yang berisi tiga buah bunyi vokal maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku kata saja (Muslich, 2008: 74).


(44)

4.1.2. Pola suku kata

Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih, misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Panjangnya suku kata, wujud suku yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah pembentukan yang sederhana. (Muslich, 2008: 74), membagi struktur dan kaidah pembentukan suku kata yang sederhana. Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain:

1.Suku kata berpola V, suku kata ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal. Contoh: a. a+ mal

b. a + ku

2. Suku kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi yang diawali konsonan lalu vokal.

Contoh : a. pa + sar b. si + ku

3. Suku kata berpola VK, suku ini dibangun oleh bunyi yang diawalivokal lalu konsonan.

Contoh : a. ar + ti b. em + ber

4. Suku kata yang berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. pak + sa b. tam+ pak

5. Suku kata yang berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal.


(45)

Contoh :a. dra + ma b. slo + gan

6. Suku kata yang berpola KKVK, suku ini dibangun oleh dua konsonan satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. trak + tor b. prak + tis

7. Suku kata yang berpola KKVKK, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal, dan dua konsonan.

Contoh : a. kom + pleks

8. Suku kata yang berpola KVKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan dua konsonan.

Contoh : a. teks + til

9. Suku kata yang berpola KKKV, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, dan satu vokal.

Contoh : a. stra + te + gi b. stra + ta

10. Suku kata yang berpola KKKVK, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, satu vokal, dan satu konsonan.

Contoh : a. struk + tur

11. Suku kata yang berpola KVKKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan tiga konsonan.


(46)

Tetapi pola persukuan yang dimiliki oleh penderita gagap berbeda dengan yang dipaparkan oleh (Muslich, 2008: 74). Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain:

1. Nama : Sigit Prabowo (SP) Usia : 14 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 9 Tahun. (1). Se###lamat siang mbak

Kata (se###lamat) menjadi (se-lamat)

Suku kata pada data (1) kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal se-lamat, dalam hal ini perbedaan data (1) di atas menjadi se###lamat dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(2). Nama aku si###git

Kata (si###git) menjadi (si-git)

Suku kata pada data (2) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal si-git, dalam hal ini perbedaan data (2) di atas dibentuk


(47)

karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(3). Sigit sep###tiawan

Kata (sep###tiawan) menjadi (sep-tiawan)

Suku kata pada data (3) berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu bunyi konsonan, satu bunyi vokal, dan satu bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi dibentuk secara normal sep-tiawan, dalam hal ini perbedaan data (3) di atas menjadi sep###tiawan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(4). Di me###dan

Kata (me###dan) menjadi (me-dan)

Suku kata pada data (4) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal me-dan, dalam hal ini perbedaan data (4) di atas menjadi me###dan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.


(48)

(5). Tang###gal tiga belas

Kata (tang###gal) menjadi (tang-gal)

Suku kata pada data (5) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada sama seperti yang digunakan (SP) yang dibentuk kata tang-gal tetapi perbedaan (SP) dengan orang normal dilihat dari cara intonasi yang diucapkan, (SP) dalam mengucapkan kata tersebut tidak lancar melainkan berhenti sejenak terlihat pada data (5).

(6). Bul###lan satu dua rubu satu Kata (bul###lan) menjadi (bul-lan)

Suku kata pada data (6) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Secara normal pembentukan kata bulan dalam bahasa Indonesia berpola KV-KVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan dan satu vokal yang diikuti satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi bul-lan yaitu KVK-KVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV- KVKmenjadi KVK-KVK.


(49)

(7). Ja###lan setia luhur

Kata (ja###lan) menjadi (ja-lan)

Suku kata pada data (7) kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal ja-lan, dalam hal ini perbedaan data (7) di atas menjadi ja###lan dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(8). No###mor satu jutuh empat

Kata (no###mor) menjadi (no-mor)

Suku kata pada data (8) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal no-mor, dalam hal ini perbedaan data (8) di atas menjadi no###mor dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(9). Ting###gal sama nenek

Kata (ting###gal) menjadi (ting-gal)

Suku kata pada data (9) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.


(50)

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada tetapi dibentuk secara normal ting-gal, dalam hal ini perbedaan data (9) di atas menjadi ting###gal dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(10). Dua ber###saudara

Kata (ber###saudara) menjadi (ber-saudara)

Suku kata pada data (10) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi dibentuk secara normal ber-saudara, dalam hal ini perbedaan data (10) di atas menjadi ber###saudara dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(11). Sekolah am###maluhur

Kata (am###maluhur) menjadi (am-maluhur)

Suku kata pada data (11) berpola VK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal dan sebuah bunyi konsonan.

Secara normal pembentukan kata ama-luhur dalam bahasa Indonesia berpola VKV-KVKVK, dibentuk dari satu vokal, satu konsonan, dan satu vokal yang diikuti satu konsonan, satu vokal, satu konsonan, satu vokal, dan satu


(51)

konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi am-maluhur yaitu VK-KVKVKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari VKV-KVKVR menjadi VK-KVLVKVK.

(12). Kelas tu###juh SMP

Kata (tu###juh) menjadi (tu-juh)

Suku kata pada data (12) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal tu-juh, dalam hal ini perbedaan data (12) di atas menjadi tu###juh dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(13). Iya nge###rasa gagap

Kata (nge###rasa) menjadi (nge-rasa)

Suku kata pada data (13) berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Pada pertuturan biasa bahasa yang digunakan adalah merasa tetapi penderita gagap tersebut menggunakan kata ngerasa, tetapi juga diperhatikan kata ngerasa pada pertuturan bahasa Indonesia adalah nge-rasa tetapi pertuturan yang digunakan penderita gagap pada data (13) adalah nge###rasa, pertuturan antara orang normal dan gagap sama, tetapi bedanya penderita gagap dalam


(52)

pengucapannya terdapat selaan atau berhenti sampai mengingat apa yang ingin diungkapkan oleh (SP).

(14). Se###jak dulu sudah lama

Kata (se###jak) menjadi (se-jak)

Suku kata pada data (14) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal se-jak, dalam hal ini perbedaan data (14) di atas menjadi se###jak dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(15). Mung###kin pelupa

Kata (mung###kin) menjadi (mung-kin)

Suku kata pada data (15) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada tetapi dibentuk secara normal mung-kin, dalam hal ini perbedaan data (15) di atas menjadi mung###kin dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.


(53)

(16). Hobi sigit beren###nang

Kata (beren###nang) menjadi (beren-nang)

Suku kata pada data (16) berpola KVKVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal dan sebuah bunyi vokal.

Secara normal pembentukan kata berenang dalam bahasa Indonesia berpola KV-KVKVKK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, satu konsonan, satu vokal, satu konsonan, satu vokal, dan dua. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi berennang yaitu KV-KVKKVKVKKK pembentukan kata itu benar-benar berbeda dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV-KVKVKK menjadi KV-KVKKVKVKKK.

(17). Tinggal ne###nek kandung dan tante Kata (ne###nek) menjadi (ne-nek)

Suku kata pada data (17) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada tetapi dibentuk secara normal ne-nek, dalam hal ini perbedaan data (17) di atas menjadi ne###nek dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.


(54)

(18). Iya peng###ngen punya pacar

Kata (peng###ngen) menjadi (peng-ngen)

Suku kata pada data (18) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.

Secara normal pembentukan kata pengen dalam bahasa Indonesia berpola KV-KKVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, dua konsonan, satu vokal, satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi

peng-ngen yaitu KVKK-KKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda

dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV-KKVK menjadi KVKK-KKVK.

(19). Maen-ma###en aja

Kata (ma###en) menjadi (ma-en)

Suku kata pada data (19) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal ma-en, dalam hal ini perbedaan data (19) di atas menjadi ma###en dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(20). Zodiakku aqu###arius


(55)

Suku kata pada data (20) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi dibentuk secara normal aqu-arius, dalam hal ini perbedaan data (20) di atas menjadi aqu###arius dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(21). Na###ik sikil

Kata (na###ik) menjadi (na-ik)

Suku kata pada data (21) berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KV juga ada tetapi dibentuk secara normal na-ik, dalam hal ini perbedaan data (21) di atas menjadi na###ik dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(22). Reng###king tiga lima

Kata (reng###king) menjadi (reng-king)

Suku kata pada data (22) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVKK juga ada tetapi dibentuk secara normal reng-king, dalam hal ini perbedaan data (22) di atas


(56)

menjadi reng###king dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

(23) Peng###ngen keliling dunia sama nenek Kata (pen###ngen) menjadi (peng-ngen)

Suku kata pada data (23) berpola KVKK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan dua bunyi konsonan.

Secara normal pembentukan kata pengen dalam bahasa Indonesia berpola KV-KKVK. Karena itu dibentuk dari satu konsonan, satu vokal, dua konsonan, satu vokal, satu konsonan. Penderita gagap (SP) membentuk kata itu menjadi

peng-ngen yaitu KVKK-KKVK pembentukan kata itu benar-benar berbeda

dengan penutur normal bahasa Indonesia, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukan sendiri dari KV-KKVK menjadi KVKK-KKVK.

(24) Ingin jadi dok###ter

Kata (dok###ter) menjadi (dok-ter)

Suku kata pada data (22) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi dibentuk secara normal dok-ter, dalam hal ini perbedaan data (24) di atas menjadi


(57)

dok###ter dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan. (25). Mem###bantu nenek menyapu rumah

Kata (mem###bantu) menjadi (mem-bantu)

Suku kata pada data (25) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk KVK juga ada tetapi dibentuk secara normal mem-bantu, dalam hal ini perbedaan data (25) di atas menjadi mem###bantu dibentuk karena adanya selaan (pemberhentian sejenak) karena lupa apa yang akan disebutkan, setelah beberapa detik mengingat baru disebutkan.

2. Nama : Citra Cahyani (CC) Usia : 18 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 15 Tahun.

(1) Sososore juga mbak

Kata (sosore) menjadi (soso-sore)

Suku kata pada data (1) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV pada kata so-re, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa


(58)

Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (1) berpola KVKV-KVKV pada kata soso-sore hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV menjadi KVKV-KVKV.

(2) Iya bibibisa kok

Kata (bibibisa) menjadi (bibi-bisa)

Suku kata pada data (2) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV pada kata so-re, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (2) berpola KVKV-KVKV pada kata soso-sore hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV menjadi KVKV-KVKV.

(3) Jajajalan bakti luhur


(59)

Suku kata pada data (3) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata jalan, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (3) berpola KVKV-KVKVK pada kata jaja-jalan hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KVK menjadi KVKV-KVKVK.

(4) Lalalahir di bandung

Kata (lalalahir) menjadi (lala-lahir)

Suku kata pada data (4) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata ja-lan, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (4) berpola KVKV-KVKVK pada kata jaja-jalan hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KVK menjadi KVKV-KVKVK.


(60)

(5) Tatatanggal tiga belas

Kata (tatatanggal) menjadi (tata-tanggal)

Suku kata pada data (5) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KVKK-KVK pada kata tang-gal, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (5) berpola KVKV-KVKKVK pada kata tata-tanggal hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KVKK-KVK menjadi KVKV-KVKKVK.

(6) Kekekelas 2 SMA

Kata (kekekelas) menjadi (keke-kelas)

Suku kata pada data (6) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata ke-las, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (6) berpola


(61)

KVKV-KVKVK pada kata keke-kelas hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KVK menjadi KVKV-KVKVK.

(7). Sesesekolah di darrusalam

Kata (sesesekolah) menjadi (sese-sekolah)

Suku kata pada data (7) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV-KVK pada kata se-ko-lah, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (7) berpola KVKV-KVKVKVK pada kata sese-sekolah hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (SP) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV-KVK menjadi KVKV-KVKVKVK.

(8). Tititinggal sama orangtua

Kata (tititinggal) menjadi (titi-tinggal)

Suku kata pada data (8) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.


(62)

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KVKK-KVK pada kata ting-gal, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (8) berpola KVKV-KVKKVK pada kata titi-tinggal hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KVKK-KVK menjadi KVKV-KVKKVK.

(9). Dua berbersaudara, adek satu

Kata (berbersaudara) menjadi (ber-bersaudara)

Suku kata pada data (9) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KVK-KVVKVKV pada kata ber-saudara, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sama, tetapi ada juga perbedaan dari persukuan tersebut karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (9) berpola KVK-KVKKVVKVKV pada kata ber-bersaudara hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KVKK-KVK menjadi KVKV-KVKKVK.


(63)

(10). Suka mamamaen bola

Kata (mamamaen) menjadi (mama-maen)

Suku kata pada data (10) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KV pada kata ma-in, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (10) berpola KVKV-KVKVK pada kata mama-maen hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KV menjadi KVKV-KVVK.

(11). Iya rararajin mengajilah

Kata (rararajin) menjadi (rara-rajin)

Suku kata pada data (11) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya berpola KV-KVK pada kata ra-jin, dalam hal ini perbedaan pola persukuan pada umumnya dalam bahasa Indonesia dan pola persukuan yang digunakan oleh penderita (CC) sangat berbeda karena pola persukuan yang dipakai oleh (CC) pada data (5) berpola KVKV-KVKVK pada kata rara-rajin hal tersebut terjadi karena (CC) merupakan gagap


(64)

yang mengulang-ulang kata, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa (CC) membentuk pola persukuan sendiri dari KV-KVK menjadi KVKV-KVKVK.

(12). Tim yangyang ku suka brazil

Kata (yangyang) menjadi (yang-yang)

Suku kata pada data (12) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Dalam tuturan bahasa Indonesia umumnya, bentuk yang berpola KVK, tetapi pada data (12) ini menjadi yangyang di temukan pola KVKKVK , sehingga pola yang seharusnya KVK saja harus terbentuk berulang dengan penambahan pola suku kata yang baru KVKKVK. Pola persukuan yang dibentuk penderita gagap ini benar-benar berbeda dengan penutur bahasa Indonesia yang normal.

(13). Ya sususuka ajalah karna bagus Kata (sususuka) menjadi (susu-suka)

Suku kata pada data (13) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Bentuk kata su-ka sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KV-KV yang dibentuk dari satu bunyi konsonan dan satu vokal, tetapi pada data (13) penderita gagap telah membentuk kata susu-suka yang berpola KVKV-KVKV sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data (13) menjadi


(65)

KVKV-KVKV penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(14). Iya pernah lililihat punya teman Kata (lililihat) menjadi (lili-lihat)

Suku kata pada data (14) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh satu bunyi konsonan, satu bunyi vokal, satu bunyi konsonan, dan satu bunyi vokal. Bentuk kata li-hat sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KV-KVK yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, dan satu vokal tetapi pada data (14) penderita gagap (CC) telah membentuk kata lili-lihat yang berpola KVKV sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data (14) menjadi KVKV-KVKVK penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(15). Tapi gak pepepernah ngopek

Kata (pepepernah) menjadi (pepe-pernah)

Suku kata pada data (15) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, satu bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Bentuk kata per-nah sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KVK-KVK yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, satu vokal, dan satu bunyi konsonan tetapi pada data (15) penderita gagap (CC) telah membentuk kata


(66)

dianalisis data (15) menjadi KVKV-KVKKVK penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(16). Pepelajaran sejarah

Kata (pepepelajaran) menjadi (pepe-pelajaran)

Suku kata pada data (16) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Bentuk kata pe-la-jaran sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KV-KV-KVKVK yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, dan satu vokal tetapi pada data (16) penderita gagap (CC) telah membentuk kata pepe-pelajaran yang berpola KVKV sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data (16) menjadi KVKV-KVKVK penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(17). Yang gak ku suka matmatmatematika

Kata (matmatmatematika) menjadi (matmat-matematika)

Suku kata pada data (17) berpola KVKKVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dua bunyi konsonan sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Bentuk kata mate-matika sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KVKV-KVKVKV yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, satu bunyi vokal,


(67)

satu bunyi konsonan dan satu vokal tetapi pada data (17) penderita gagap (CC) telah membentuk kata mama-matematika yang berpola KVKV sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data (17) menjadi KVKV-KVKVKVKVKV penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(18). Karna susah berberhitung

Kata (berberhitung) menjadi (ber-berhitung)

Suku kata pada data (18) berpola KVK, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, dan sebuah bunyi konsonan.

Pola umum bentuk kata ber-hitung sebagai bentuk bahasa Indonesia terdiri atas KVK-KVKVK yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, satu vokal, dan satu konsonan tetapi pada data (18) penderita gagap (CC) telah membentuk kata ber-berhitung yang berpola KVK sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data (CC) menjadi KVK-KVKKVKVK penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia walaupun unsur pembentuknya sama ketika dianalisis data (18) terdapat juga perbedaannya yakni KVKVK menjadi KVK-KVKKVKVK.

(19). Pengen jadi pepepenyanyi


(68)

Suku kata pada data (19) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Pola umum bentuk kata pe-nyanyi sebagai bentuk bahasa Indonesia terdiri atas KV-KVKV yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, satu vokal, dan satu konsonan tetapi pada data (19) penderita gagap (CC) telah membentuk kata

pepe-penyanyi yang berpola KVKK sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga

bila dianalisis data (19) menjadi KVKK-KVKVKV penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.

(20). Kakakarna mendidik bisa dibilianglah Kata (kakakarna) menjadi (kaka-karna)

Suku kata pada data (20) berpola KVKV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebuah bunyi vokal, sebuah bunyi konsonan, dan sebuah bunyi vokal.

Bentuk kata kar-na sebagai bentuk baku bahasa Indonesia terdiri atas KVK-KV yang dibentuk dari satu bunyi konsonan, satu bunyi vokal, dan satu bunyi konsonan tetapi pada data (20) penderita gagap (CC) telah membentuk kata kaka-karna yang berpola KVKV sebagai unsur pembentuk katanya, sehingga bila dianalisis data di atas menjadi KVKV-KVKKV penderita itu telah membentuk pola persukuan yang sangat berbeda dengan pola persukuan penutur normal bahasa Indonesia.


(1)

10 Hobi kamu apa? Suka mamamaen bola 11 Rajin mengaji gak? Iya rararajin mengajilah 12 Tim bola yang kamu suka apa? Tim yangyang ku suka brazil 13 Karna apa kamu suka brazil? Ya sususuka ajalah karna

bagus 14 Kalau ujian, pernah tidak kamu lihat

punya teman di sekolah?

Iya pernah lililihat punya teman

15 Terus kalau lihat buku sewaktu ujian juga pernah?

Tapi gak pepepernah ngopek

16 Pelajaran yang kamu suka apa? Pepelajaran sejarah 17 Pelajaran yang tidak kamu sukai apa? Yang gak ku suka

matmatmatematika 18 Kenapa gak suka matematika? Karna susah berberhitung 19 Cita-cita kamu apa? Pengen jadi pepepenyanyi 20 Kenapa kamu suka film kartun? Kakakarna mendidik bisa

dibilianglah

21 Di sekolah rengking berapa? Rererengking empat

22 Nanti kalau liburan, kamu mau kemana? Kekekemana pun jadilah, asal hati senang

23 Suka baca buku gak? Sususuka juga baca buku 24 Kenapa kamu senang terlihat gagap? Kakakalau di videokan jadi

lucu

25 Selain penyanyi cita-cita kamu apa? Pepepengen bahagiain mama

3. Nama : Ayu Puspitasari (AP) Usia : 13 Tahun


(2)

110

   

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 9 Tahun.

NOMOR PENELITI INFORMAN

1 Selamat sore dek? Ssssore juga mbak

2 Kakak bisa mewawancarai kamu dek? Iiiiya boleh saja bos

3 Alamat kamu dimana? Jaaaalan gatot subroto gang budi

4 Tempat lahir kamu? Lahir di meeeedan

5 Tanggal lahir? Tiga beeeelas tahun

6 Bulan lahir? Lahir buuuulan oktober

7 Di rumah tinggal sama siapa? Ssssama orangtua

8 Kamu kelas berapa? Keeelas dua SMP

9 Mata pelajaran apa yang kamu sukai? Ilmu tennnntang sosial 10 Kenapa kamu suka pelajaran IPS? Meeeemang suka itu kok 11 Iya pasti ada alasan lain kamu menyukai

pelajara IPS?

Kkkkarna belajar sejarah sosial

12 Mata pelajaran yang tidak kamu sukai? Gak suuuuka matematika 13 Karna apa kamu tidak suka pelajaran

matematika?

Yah karrrrna payahlah

14 Ada gak guru yang kamu benci di sekolah?

Guuuuru yang dibenci neni

15 Karna apa kamu tidak menyukai guru tersebut?

Karna sukkkkka menampar

16 Siapa guru yang kamu senangi? Yang ku suuuuka pak rait 17 Karna apa kamu menyenanginya? Karna baaaaik bapak tu


(3)

18 Terus apa ada hal lain kamu menyenanginya?

Terrrrus orangnya tegas juga

19 Organisasi apa yang kamu ikuti di sekolah?

Orgaaaansasi pramuka

20 Hobi kamu apa? Hobi mennnnyanyi

21 Siapa artis yang kamu sukai? Arrrrtis utopia band 22 Terimakasi karna sudah memberikan

minum.

Iya sssssama sama mbak

23 Cita-cita kamu apa? Pengen banyak uuuuang 24 Kalau sudah besar, mau kuliah dimana? Ke USU aja, biiiiar sama

kaya kakak 25 Terimakasi sudah menyediakan waktu

kamu untuk diwawancarai.


(4)

112

   

DATA INFORMAN

1. Nama : Sigit Prabowo (SP) Usia : 14 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 9 Tahun.

Nama Orangtua : Sulaiman Prabowo

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Citra Cahyani (CC) Usia : 18 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 15 Tahun.

Nama Orangtua : Sulaiman Prabowo

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : Ayu Puspitasari (AP) Usia : 13 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Menderita gagap sudah 9 Tahun.


(5)

Nama Orangtua : Wawan Sutardjad

Usia : 39 Tahun


(6)

114

   

Medan, 30 Juni 2014

Hal : Permohonan Penelitian Lamp. : -

Yth.

Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU

Di Medan

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Jois Elisabeth Siagian NIM : 100701065

Judul Penelitian: Gangguan Berbahasa Gagap pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan Helvetia

Departemen : Sastra Indonesia

Memohon kepada Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU agar memberikan Surat Izin Penelitian saya ke Kecamatan Medan Helvetia untuk memperoleh data yang berkaitan dengan judul skripsi saya. Waktu penelitian ini adalah satu bulan, terhitung sejak tanggal 03 Juli 2014 – 03 Agustus 2014. Demikian surat permohonon ini saya perbuat, atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, Pemohon

Jois Elisabeth Siagian