Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA PRASEKOLAH/TK DI TK AL-AZHAR MEDAN

TAHUN 2010

Oleh:

IQBAL HARZIKY HIDAYAT 070100044

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA PRASEKOLAH/TK DI TK AL-AZHAR MEDAN

TAHUN 2010

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

IQBAL HARZIKY HIDAYAT 070100044

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010

Nama : Iqbal Harziky Hidayat NIM : 070100044

Pembimbing Penguji I

(dr. Selvi Nafianti, Sp.A)

NIP. 400048403 NIP. 107410192001122001

Penguji II

(dr.Rina Amelia, MARS) NIP. 197701262001122002


(4)

ABSTRAK

Setiap orang tidak luput dari proses pertumbuhan dan perkembangan. Masa yang paling menentukan pada tumbuh-kembang adalah lima tahun pertama kehidupan atau biasa disebut masa balita. Salah satu stimulasi yang dilakukan pada masa ini adalah toilet training, yaitu upaya melatih anak untuk buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) di toilet. Pada usia tersebut, anak belajar tentang kapabilitas diri, membentuk zona pribadinya, serta mengalami emosi malu (shame) dan ragu (doubt). Dalam pelaksanaan toilet training, ibu sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan. Terutama karena ibu adalah orang yang akan secara langsung membantu anak belajar toilet training. Dalam hal ini, tentu pengetahuan ibu mengenai toilet training menjadi sangat penting. Maka dari itu dinilai perlu untuk melihat bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi cross-sectional. Populasi penelitian adalah ibu dengan anak usia prasekolah/TK di lokasi penelitian. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling dan dihasilkan sampel sebanyak 58 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu dianalisis dengan program SPSS 17.

Melalui analisis pada 58 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu karakteristik kelompok usia terbanyak pada usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 32 (55,2%) orang. Untuk tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan, frekuensi tertingi adalah sarjana dan ibu rumah tangga. Masing-masing sebanyak 32 (55,2%) orang dan 27 (46,6%) orang. Mengenai gambaran pengetahuan, didapatkan hasil yaitu tingkat pengetahuan terbanyak adalah pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 (60,3%) orang. Diikuti dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 22 (38%) orang dan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 1 (1,7%) orang.

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010 adala baik.


(5)

ABSTRACT

Every people have never been objected from growth and development process. The most decisive time of growth and development is beyond the first five years of life, which usually called toddler era. One of the stimulation given in this time is toilet training, which means a training process of children to flush and urinate in toilet. In this age, people learns about self-capability, creating self-zone, and experiencing emotions such as shme and doubt. In doing toilet training, mothe, is very influencing to the successing. Especially because mother is the person who will be assisting the toilet training. In this case, surely that mother’s knowledge about toilet training becomes important. So that, it is a need to know of how is the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training in community.

This research aims to know the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training of toddlers in TK Al-Azhar Medan on 2010. The research is done by using descryptive approach and cross-sectional design. Research population being mothers with toddler in research location. The samples are being extracted by using total sampling method, and has a number 0f 58 person. The data is collected by doing an interview which uses a questionnaire. The data then is being analyzed with SPSS 17 programme.

Based on the analysis of 58 respondent, it is concluded a result of the research as the most characteristic of age group appears as age 31-40, in total of 32 (55,2%) person. As for educational grade and workjob status, the highest frequency is for bachelor and housewife. Each ount for 32 (55,2%) person and 27 (46,6%) person. About the picture/illustratin of knowledge, it is known that the most data showed good/high level of knowledge as for 35 (60,3%) person. Followed by middle level of knowledge as 22 (38%) person and bad/low level of knowledge with 1 (1,7%) person.

By the result above, it may be concluded that the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training of toddlers in TK Al-Azhar medan on 2010 is good.


(6)

KATA PENGANTAR

Maha Suci Allah SWT yang telah menanzilkan Al-Qur’an ke dalam qalbu setiap insane, serta telah memberikan kemudahan dan kesempatan dalam proses penyelesaian KTI ini. Adapun laporan hasil penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010” ini disusun sebagai tugas akhir serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ( FK USU).

Selama perencanaan dan pelaksanaan pembuatan laporan hasil KTI ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Selvi Nafianti, Sp.A sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan berbagai ide dan tinjauan sehingga laporan hasil KTI ini bisa diselesaikan.

3. Dr.Hemma Yulfi, DAP&E,Med.ed. dan dr. Rina Amelia, MARS selaku dosen penguji, yang telah memberikan berbagai saran dan kritik sehingga laporan hasil KTI ini bisa menjadi lebih baik.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU).

5. Para responden yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

6. Keluarga penulis, yakni kedua orangtua; Taufik Hidayat Hsb dan Yuslidar, serta adik Thezar F Hidayat, yang selalu memberikan inspirasi dan semangat, tidak hanya dalam pembuatan KTI ini melainkan dalam hidup. 7. Rekan-rekan seperjuangan dan sahabat di FK USU yang setia menolong


(7)

Marina, Yasmine F. Siregar, Fitri Nur Malini, Hanum Sesari, dan Rinaldi Sani. Khususnya kepada R. Ismail Hadyathma yang secara signifikan membantu pembuatan KTI ini

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat berharap saran dan kritik dari pembaca agar penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, 22 November 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.3.1.Tujuan Umum ... 3

1.3.2.Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toilet Training ... 4

2.1.1. Definisi Toilet Training ... 4

2.1.2. Tujuan Toilet Training... 5

2.1.3. Keuntungan Dilakukannya Toilet Training ... 5

2.1.4. Cara Pelaksanaan Toilet Training ... 5

2.1.5. Tahap Pelaksanaan Toilet Training ... 6

2.1.6. Faktor Pendukung Toilet Training ... 6

2.1.7. Faktor Penghambat Toilet Training ... 9

2.1.8. Kriteria Anak yang Telah Siap Diajarkan Toilet Training ... 10

2.1.9. Aspek Psikologis Toilet Training ... 11

2.1.10. Permasalahan pada Kegagalan Toilet Training... 12

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah ... 13

2.2.1. Pertumbuhan Anak ... 13

2.2.2. Perkembangan Anak ... 14

2.3. Konsep Pengetahuan ... 17

2.3.1. Definisi Pengetahuan ... 17

2.3.2. Jenis-Jenis Pengetahuan ... 18

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 22


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... 25

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1. Populasi Penelitian ... 25

4.3.2. Sampel Penelitian ... 25

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 26

4.6. Pengolahan dan Analisis Data... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1. Hasil Penelitian ... 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 28

5.1.2. Karakteristik Responden………. 28

5.1.2.1.Usia……… 28

5.1.2.2.Pendidikan………. 29

5.1.2.3.Pekerjaan……… 29

5.1.3. Hasil Analisis Data……….. 30

5.1.4. Tabulasi Silang………. 32

5.1.4.1. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Usia. 32 5.1.4.2. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pendidikan………. 32

5.1.4.3. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pekerjaan……… 32

5.2.Pembahasan... 33

Karakteristik Responden………. 33

Pengetahuan Responden………. 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Kemampuan Anak Pada Usia Prasekolah... 16

Tabel 3.1. Nilai Kuesioner Pengetahuan ... 24

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 26

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia ... 29

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tingkat Pendidikan ... 29

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan ... 30

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Responden ... 30

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Atas Pertanyaan ... 31

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Usia ... 32

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pendidikan ... 32


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 22


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup Penulis

2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

3. Informed Consent (Lembar Persetujuan setelah Penjelasan) 4. Kuesioner Penelitian

5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 6. Data Induk (Master Data)

7. Hasil Analisa Data Distribusi Frekuensi dengan SPSS 8. Surat Ethical Clearance (Persetujuan Komisi Etik) 9. Surat Izin Penelitian


(13)

ABSTRAK

Setiap orang tidak luput dari proses pertumbuhan dan perkembangan. Masa yang paling menentukan pada tumbuh-kembang adalah lima tahun pertama kehidupan atau biasa disebut masa balita. Salah satu stimulasi yang dilakukan pada masa ini adalah toilet training, yaitu upaya melatih anak untuk buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) di toilet. Pada usia tersebut, anak belajar tentang kapabilitas diri, membentuk zona pribadinya, serta mengalami emosi malu (shame) dan ragu (doubt). Dalam pelaksanaan toilet training, ibu sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan. Terutama karena ibu adalah orang yang akan secara langsung membantu anak belajar toilet training. Dalam hal ini, tentu pengetahuan ibu mengenai toilet training menjadi sangat penting. Maka dari itu dinilai perlu untuk melihat bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi cross-sectional. Populasi penelitian adalah ibu dengan anak usia prasekolah/TK di lokasi penelitian. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling dan dihasilkan sampel sebanyak 58 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu dianalisis dengan program SPSS 17.

Melalui analisis pada 58 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu karakteristik kelompok usia terbanyak pada usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 32 (55,2%) orang. Untuk tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan, frekuensi tertingi adalah sarjana dan ibu rumah tangga. Masing-masing sebanyak 32 (55,2%) orang dan 27 (46,6%) orang. Mengenai gambaran pengetahuan, didapatkan hasil yaitu tingkat pengetahuan terbanyak adalah pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 (60,3%) orang. Diikuti dengan tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 22 (38%) orang dan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 1 (1,7%) orang.

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010 adala baik.


(14)

ABSTRACT

Every people have never been objected from growth and development process. The most decisive time of growth and development is beyond the first five years of life, which usually called toddler era. One of the stimulation given in this time is toilet training, which means a training process of children to flush and urinate in toilet. In this age, people learns about self-capability, creating self-zone, and experiencing emotions such as shme and doubt. In doing toilet training, mothe, is very influencing to the successing. Especially because mother is the person who will be assisting the toilet training. In this case, surely that mother’s knowledge about toilet training becomes important. So that, it is a need to know of how is the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training in community.

This research aims to know the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training of toddlers in TK Al-Azhar Medan on 2010. The research is done by using descryptive approach and cross-sectional design. Research population being mothers with toddler in research location. The samples are being extracted by using total sampling method, and has a number 0f 58 person. The data is collected by doing an interview which uses a questionnaire. The data then is being analyzed with SPSS 17 programme.

Based on the analysis of 58 respondent, it is concluded a result of the research as the most characteristic of age group appears as age 31-40, in total of 32 (55,2%) person. As for educational grade and workjob status, the highest frequency is for bachelor and housewife. Each ount for 32 (55,2%) person and 27 (46,6%) person. About the picture/illustratin of knowledge, it is known that the most data showed good/high level of knowledge as for 35 (60,3%) person. Followed by middle level of knowledge as 22 (38%) person and bad/low level of knowledge with 1 (1,7%) person.

By the result above, it may be concluded that the picture/illustration of mother’s knowledge about toilet training of toddlers in TK Al-Azhar medan on 2010 is good.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda tetapi berlangsung sama. Keduanya saling berkaitan sehingga sulit dipisahkan. Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran sebagai akibat pertambahan jaringan pada anak. Perkembangan merupakan proses perubahan atau diferensiasi kemampuan anak dalam hal kognitif, afektif, psikomotorik, psikologis dan sosial (Dorland, 2000). Perkembangan anak yang terhambat akan mengakibatkan kualitas SDM yang buruk di masa mendatang. Kualitas perkembangan anak terutama ditentukan pada usia balita (bayi usia lima tahun) yang usia kisarannya 0-5 tahun. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebaiknya direncanakan sejak awal kehidupan seseorang dan berlanjut pada masa usia balita. Pada masa ini sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan menghasilkan suatu generasi sehat yang berkualitas di masa depan. Salah satu stimulasi yang penting dilakukan pada masa perkembangan adalah stimulasi terhadap kemandirian anak dalam melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet (Brazelton, 1962).

Mendidik anak dalam melakukan BAB dan BAK akan efektif apabila dilakukan sejak dini. Kebiasaan baik dalam melakukan BAK dan BAB yang dilakukan sejak dini akan dibawa sampai dewasa. Salah satu cara yang dapat dilakukan orangtua dalam mengajarkan BAB dan BAK pada anak adalah melalui toilet training. Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol BAK dan BAB. Hal ini penting dilakukan untuk melatih kemandirian anak dan sebagai stimulasi untuk perkembangan lainnya. Toilet training dilakukan untuk menanamkan kebiasaan baik pada anak, terutama mengenai kebersihan diri. Toilet training harus dilakukan pada usia yang tepat. Apabila waktu pelaksanaan toilet training tidak tepat, maka akan terjadi kesulitan pada perkembangan


(16)

kemampuan anak. Mengajarkan toilet training pada anak bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Studi terdahulu memperkirakan adanya hubungan antara usia mulainya toilet training dengan lamanya penyelesaian pelatihan. Blum & Taubman (2003) menyatakan bahwa toilet training yang diajarkan pada sekelompok anak usia <24bulan, 68% dapat menyelesaikannya sebelum usia 3 tahun. Sedangkan pada sekelompok yang berusia >24 bulan, hanya 54% yang mampu menyelesaikannya sebelum 3 tahun. Sebuah studi di Belgia juga menghasilkan konklusi bahwa pelaksanaan toilet training yang lebih dini akan mempercepat tercapainya kemampuan kontrol kemih (Blum, 2003).

Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan metode atau cara yang tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan orangtua dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak.Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik tentang manfaat dan dampak dari toilet training. Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan mengingat pentingnya toilet training bagi anak, maka menarik untuk diteliti tentang gambaran pengetahuan ibu terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia prasekolah/TK.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dalam hal ini merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK?


(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia prasekolah/TK Al-Azhar Medan tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai toilet training pada masing-masing kelompok karakteristik.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni: 1. untuk penulis

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan informasi/wawasan mengenai toilet training.

2. untuk masyarakat luas

Sebagai wawasan dan informasi mengenai toilet training dan berguna dalam pengasuhan anak.

3. untuk pihak lain

Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Toilet Training

Ada banyak hal yang menyertai pertumbuhan seorang anak terutama dalam tiga tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat pesat pada lima tahu pertama kehidupan anak. Proses ini mencakup perkembangan kemampuan kognitif dan perilaku. Seringkali dalam membesarkan anak, para orangtua terjebak dalam pola pikir untuk menyelesaikan semua pendidikan anak secepat mungkin, baik itu berbicara, berjalan, bahkan menggunakan toilet. Sebenarnya semua hal tersebut merupakan langkah perkembangan normal yang prosesnya tidak perlu terburu-buru (Gilbert, 2003).

Menyesuaikan pemberian latihan dengan usia anak adalah hal yang wajib diperhatikan. Demikian pula dengan toilet training, di mana orangtua/pengasuh mengajarkan cara-cara buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet pada anak. Selain itu perlu diperhatikan teknik pelaksanaan dan sikap orangtua. Berhasil atau tidaknya fase toilet training ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya dari seorang anak yaitu kemampuan mengendalikan perkemihan dan pencernaan (Rugolotto, 2004).

2.1.1. Definisi Toilet Training

Toilet training adalah upaya pelatihan kontrol BAK dan BAB anak yang masing-masing dilakukan oleh sistem perkemihan dan defekasi. Seorang anak dikatakan sedang menjalani toilet training bila ia diajarkan untuk datang ke toilet saat ingin BAK atau BAB, membuka pakaian seperlunya, melakukan miksi atau defekasi, membersihkan kembali dirinya, dan memakai kembali pakaian yang dilepaskan. Penguasaan anak terhadap kemampuan miksi dan defekasi terkontrol ini bisa simultan maupun berkala/bertahap. Kontrol perkemihan biasanya lebih mudah dilakukan pada siang hari, sedangkan pada malam hari sering terjadi kegagalan. Kegagalan ini akan terkompensasi setelah beberapa tahun. Toilet training dilakukan dalam dua minggu sampai dua bulan (Schmitt, 1991).


(19)

2.1.2. Tujuan Toilet Training

Dalam Warta Warga (2007), tujuan dari pengajaran toilet training adalah mengajarkan kepada anak untuk mengontrol keinginannya BAB atau BAK. Hal ini berhubungan dengan perkembangan sosial anak di mana ia dituntut secara sosial untuk menjaga kebersihan diri dan melakukan BAB atau BAK pada tempatnya, yaitu toilet.

2.1.3. Keuntungan Dilakukannya Toilet Training

Toilet training dapat menimbulkan kemampuan anak dalam mengontrol miksi dan defekasi. Seorang anak yang telah berhasil menjalani toilet training memiliki kemampuan menggunakan toilet pada saat ingin BAB atau BAK. Selain itu keuntungan pelaksanaan toilet training pada anak adalah:

1. Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa melakukan sendiri hal-hal seperti BAB atau BAK. 2. Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh serta

fungsinya (Warga, 2007).

2.1.4. Cara Pelaksanaan Toilet Training

Proses toilet training harus dilakukan dengan cara menawarkan bantuan, tetap sabar, dan menciptakan keadaan yang menyenangkan. Hindari timbulnya perasaan tertekan pada anak dan jangan berikan hukuman jika gagal. Anak harus merasakan dirinya mampu melakukan BAB atau BAK dan bisa mengendalikannya. Pelaksanaan toilet training dilakukan teknik sebagai berikut: 1. Teknik lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi berupa kata-kata sebelum dan sesudah BAK dan BAB. Cara ini harus dilakukan dengan benar sehingga mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk BAB atau BAK. Kemampuan anak melakukan BAB atau BAK memerlukan kesiapan psikologis yang matang.


(20)

Usaha untuk melatih anak dalam melakukan BAK dan BAB dengan cara memberikan contoh dan meminta anak menirukannya. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak BAB atau BAK dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan pispot. Dalam memberikan contoh orangtua harus melakukannya dengan benar. Selain itu perlu diperhatikan ketepatan waktu saat memberikan contoh toilet training, serta mengkondusifkan suasana dengan memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak marah saat anak gagal melakukan BAB atau BAK dengan benar (Warga, 2007).

2.1.5. Tahap Pelaksanaan Toilet Training

Tahapan yang akan dilalui anak dalam melakukan toilet training adalah sebagai berikut (Mahoney, 1971):

1. Mengenal tanda-tanda urgensi BAB atau BAK. 2. Bergerak dengan kesadaran sendiri menuju toilet.

3. Menanggalkan pakaian secukupnya untuk membebaskan organ kemihnya. 4. Melakukan BAB atau BAK.

5. Membersihkan diri dan menggunakan kembali pakaiannya.

2.1.6. Faktor Pendukung Toilet Training

Seorang anak mungkin akan kesulitan untuk memahami cara menggunakan perkakas toilet pada awal toilet training. Oleh karena itu, apabila dilakukan pengalihan dari penggunaan popok ke penggunaan toilet, terlebih dahulu dilakukan dengan alat bantu berupa toilet mini (Gilbert, 2003):

1. Peragakan cara penggunaan toilet. Kemudian anak dibiasakan untuk duduk di toilet dengan menggunakan popok saat akan BAB atau BAK. Sehingga setelah tiba waktunya untuk menggunakan toilet, anak sudah mengenal toilet dan cukup paham mengenai cara penggunaannya.

2. Sesuaikan ukuran toilet. Ukuran toilet yang biasanya ada di rumah dan tempat-tempat lain adalah ukuran yang disesuaikan berdasarkan tinggi dan berat badan orang dewasa. Maka ada kecenderungan bahwa toilet berukuran


(21)

jauh lebih besar dari yang dibutuhkan anak. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan penyangga, kursi toilet, maupun mengganti dudukan toilet menjadi ukuran yang sesuai dengan anak.

3. Gunakan kursi toilet. Kursi atau bangku toilet digunakan sebagai panjatan anak menuju toilet yang tinggi dan sebagai pijakan saat duduk di toilet. Hal ini menjaga keamanan anak jika sedang tidak diawasi dan perasaan mengendalikan diri sendiri yang dimiliki seorang anak.

4. Jaga kebersihan. Untuk menjaga keseimbangannya saat BAB atau BAK, ada kemungkinan seorang anak akan menggunakan tangannya sebagai tumpuan pada toilet. Maka dalam hal ini, toilet harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan antikuman. Selain itu anak harus dibiasakan untuk mencuci tangan dan berdiri dengan pijakan bangku.

5. Jangan paksakan pelatihan pada anak jika anak belum siap atau masih ketakutan menghadapi toilet. Hal ini akan berakibat pada tidak optimalnya pelatihan toilet tersebut. Pada keadaan ini, gunakan toilet mini sebagai alternatif pilihan.

Dalam rangka memudahkan anak untuk belajar, maka dibutuhkan beberapa intervensi. Untuk pelaksanaan toilet training yang optimal maka diperlukan: 1. Membeli peralatan yang dibutuhkan

a. Kursi atau papan toilet yang digunakan untuk tempat naik dan menyangga kaki anak saat sedang BAB/BAK. Hal ini akan menjaga anak tetap menjejakkan kaki ke lantai sehingga menimbulkan kepercayaan diri anak dan perasaan aman. Selain itu, alat ini juga memungkinkan anak untuk turun sendiri tanpa bantuan.

b. Makanan atau cemilan kesukaan anak untuk dijadikan hadiah atas keberhasilannya BAB atau BAK di toilet.

c. Diagram atau tabel pelaksanaan toilet training, serta penanda jumlah keberhasilan.

2. Membuat posisi anak pada kursi toilet senyaman mungkin seperti yang diinginkannya


(22)

Untuk mengoptimalkan keberhasilan toilet training, maka sebaiknya kursi toilet yang digunakan sudah familiar bagi anak. Hal ini akan membantunya beradaptasi saat dihadapkan dengan toilet yang sebenarnya atau aktual.

3. Rangsang anak untuk bergerak cepat menuju toilet

Lakukan rangsangan gerakan cepat berupa upaya berlari saat anak menunjukkan tanda-tanda ingin BAK atau BAB. Semangati anak dengan kata-kata ataupun kalimat yang bisa dimengerti olehnya. Biarkan anak bergerak sesuka hatinya saat di toilet dan jangan paksakan anak untuk tetap berada di toilet. Hindari penggunaan tenaga dan kekerasan untuk mempertahankan keberhasilan. Meskipun anak kelihatan menyenangi toiletnya, usahakan agar kegiatan selesai dalam 5 menit dan keluarkan anak dari toilet.

4. Berikan selamat ataupun hadiah jika anak mampu menyelesaikan BAB atau BAK dengan baik

Setiap keberhasilan dan pencapaian dalam pelatihan toilet ini sebaiknya diberikan penghargaan ataupun hadiah. Bisa dengan ciuman dan pelukan, maupun dengan memberikan makanan atau cemilan tertentu. Pencapaian-pencapaian besar seperti mampu melaksanakan keseluruhan rangkaian BAB atau BAK di toilet tanpa bantuan dan atas kesadaran sendiri, bisa diberikan hadiah yang lebih bermakna (Beaty, 1994).

5. Apabila anak gagal menuntaskan BAB atau BAK dengan baik sehingga celananya basah atau kotor, maka lakukan peringatan secara verbal dengan menggunakan kalimat yang suportif dan persuasif. Hindari penggunaan intervensi kekuatan dan fisik, kata-kata kasar, dan teriakan karena akan membuat anak merasa gagal dan bisa menjadi tidak kooperatif. Jangan berlama-lama membiarkan anak dalam keadaan kotor atau basah.

6. Apabila anak sudah mampu menggunakan toilet dengan baik dan cukup kooperatif dalam pelaksanaannya, penggunan popok bisa diganti dengan celana dalam. Hal ini akan membantu mempercepat kesuksesan pelatihan. Popok hanya digunakan di malam hari atau saat tidur.

Pelatihan dianggap sukses dan memadai jika anak telah mampu pergi ke toilet atas inisiatif sendiri dan mampu menyelesaikannya dengan baik. Pelatihan


(23)

ini dilakukan selama 2 minggu sampai 2 bulan. Semakin lama pelatihan berlangsung, upaya 3 dan 4 dapat dikurangi (Schmitt, 1991).

Toilet training merupakan suatu peralihan atau perubahan dari penggunaan popok menjadi penggunaan toilet pada seorang anak. Di antara kedua fase ini, ada sebuah cara alternatif yang bisa digunakan untuk memudahkan proses toilet training, yaitu penggunaan toilet mini. Toilet mini adalah peralatan yang disiapkan untuk tempat menampung BAB atau BAK anak dan bersifat portabel (bisa dipindahkan). Prinsip penggunaan toilet mini pada toilet training adalah untuk memperpendek jarak yang harus ditempuh seorang anak untuk melakukan BAB atau BAK (Gilbert, 2003).

2.1.7. Faktor Penghambat Toilet Training

Menurut Government of South Australia (1999), faktor yang menghambat pelatihan toilet adalah sebagai berikut:

1. Upaya toilet training dilakukan terlalu dini.

2. Orangtua telah menetapkan standar waktu pelaksanaan tanpa memperhatikan perkembangan anak.

3. Tekanan dari lingkungan atau orang lain untuk memaksakan pelatihan.

4. Orangtua atau pengasuh berpendapat bahwa anak harus mengalami toilet training sesegera mungkin untuk membuktikan keberhasilan pendidikan dan menunjukkan keunggulan si anak.

5. Perselisihan antara anak dan orangtua dalam menjalani toilet training.

6. Memberikan hukuman pada anak yang gagal dalam menyelesaikan proses BAB atau BAK di toilet dengan baik.

7. Adanya faktor stres pada kehidupan anak.

8. Adanya gangguan fisik atau organik pada anak, misalnya kerusakan sistem kemih ataupun sistem pencernaan sehingga menyebabkan gangguan fisiologis berkemih dan defekasi. Hal ini tampak apabila anak terlalu sering BAB atau BAK, BAB atau BAK mengandung darah, ataupun nyeri saat berkemih atau defekasi.


(24)

Sedangkan menurut DeBord (1997), penghambat dalam toilet training adalah sebagai berikut:

1. Memaksakan anak untuk duduk di toilet. 2. Bereaksi terlalu keras terhadap kesalahan anak.

3. Menggunakan obat-obatan untuk mempercepat BAB atau BAK.

2.1.8. Kriteria Anak yang Telah Siap untuk Diajarkan Toilet Training

Toilet training tidak boleh dilakukan sebelum anak siap. Kesiapan anak itu sendiri tergantung pada konsep dan kemampuan yang diajarkan sejak anak berusia 12 bulan. Salah satu stimulus yang sangat membantu adalah membacakan buku tentang usaha BAK atau BAB mandiri kepada anak. Toilet training dapat dimulai saat usia anak berkisar antara 18 sampai 30 bulan. Sebagian besar anak mulai toilet training pada usia 24 bulan, sebagian kecil pada 18 bulan. Pada usia 3 tahun, anak akan mampu belajar untuk toilet training sendiri tanpa bantuan.

Beberapa tahapan perkembangan kemampuan dan perubahan fisiologis anak dibutuhkan untuk toilet training. Hal tersebut antara lain (Gilbert, 2003): 1. Anak telah mampu menyadari bahwa pakaian atau popok yang digunakannya

kotor atau basah. Hal ini mulai terjadi pada usia 15 bulan.

2. Anak telah mampu membedakan BAB dengan BAK, serta mampu memberitahukan kepada pengasuh bila mengalami urgensi BAB atau BAK. Hal ini mulai terjadi pada usia 18-24 bulan.

3. Anak mampu memberitahu terlebih dahulu jika ia ingin BAB atau BAK dalam interval waktu yang cukup untuk pengasuh mengantarkannya ke toilet.

4. Anak mampu melakukan kontrol terhadap kandung kemih dan mampu menahan keinginan BAB atau BAK selama beberapa saat.

Berikut adalah tanda-tanda anak yang sudah siap diajarkan toilet training: 1. Anak telah diajarkan dan mengerti makna kata-kata “pipis” atau ”kencing”

(BAK), “eek” atau ”beol” (BAB), “bersih”,”jorok”, “basah”, “kering”, dan “kamar mandi atau toilet” (Schmit, 1991).

2. Anak telah mengerti kegunaan toilet. Hal ini diajarkan dengan memberikan peragaan atau contoh kepada anak (Schmit, 1991).


(25)

3. Anak cenderung memilih dan menyukai popok yang bersih dan kering. Hal ini diajarkan dengan menstimulasi anak dengan mengganti popok jika sudah basah atau kotor (Schmit, 1991).

4. Anak menyukai perubahan atau pelajaran perkembangan kemampuan. Hal ini diajarkan dengan mengubah metode mengganti popok dari aktif menjadi pasif (menunggu anak sadar dan datang untuk diganti popoknya) (Schmit, 1991). 5. Anak mengerti hubungan antara kebersihan dan kekeringan pada popok

dengan penggunaan toilet (Schmit, 1991).

6. Anak mengetahui perasaan ingin atau urgensi BAK atau BAB. Hal ini ditandai dengan berjongkok, memegang alat kelaminnya, meloncat-loncat panik, atau memberitahu kepada seseorang yang bisa membantunya (Gilbert, 2003). 7. Anak dapat menahan dan menunda urgensi BAK atau BAB untuk sementara

waktu (Gilbert, 2003).

8. Anak bersifat optimis dan ingin mandiri, hal ini dapat dilihat dari sikap dan kecenderungan untuk berkata “aku bisa” (Gilbert, 2003).

9. Anak telah memiliki waktu atau jadwal BAB atau BAK yang teratur (Gilbert, 2003).

10.Anak telah mengerti kata-kata dan mampu mengerjakan instruksi sederhana (Gilbert, 2003).

11.Anak mampu berjalan dan duduk di atas toilet (Ferrer-Chancy, 2000). 12.Anak mampu membedakan BAB dengan BAK (Ferrer-Chancy, 2000).

2.1.9. Aspek Psikologis Toilet Training

Menurut Freud (1923) dalam Papalia (2003), toilet training dilakukan pada masa anal perkembangan psikologis anak. Banyak psikolog terkemuka yang berpendapat bahwa fase anal merupakan salah satu fase penting perkembangan psikologis seseorang. Dalam fase ini anak pertama kali dihadapkan pada kondisi dimana keadaan fisiologis dan biologis tubuhnya harus disesuaikan dengan faktor lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan fase yang tepat untuk mengajarkan anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya BAB atau BAK. Hal ini


(26)

penting untuk menyesuaikan perkembangannya dengan faktor lingkungan, yaitu menjaga kebersihan dan faktor sosial, yaitu ajaran orangtua atau pengasuh.

Usia 18 bulan sampai 3 tahun merupakan saat di mana anak mengalami konflik autonomy versus shame and doubt, yaitu mulai mengetahui tentang kapabilitas dirinya dan membentuk zona pribadi miliknya. Mereka ingin memilih apa yang dilakukan dan didapatkan sendiri. Konflik akan terselesaikan jika orangtua mampu memberikan arahan yang baik dan pilihan-pilihan bijak. Freud (1923) dalam Papalia (2003) mengidentifikasikan toilet training sebagai salah satu momen yang menentukan kesehatan psikologis seseorang pada fase perkembangan ini. Perilaku orangtua saat pelatihan mempengaruhi aspek ini. Seorang anak berusia dua tahun, seharusnya sudah mampu menjalani toilet training, makan dengan menggunakan sendok dan merapikan mainannya setelah bermain. Peran orangtua dalam pelatihan hanya mengontrol dan memberikan dukungan saja. Hal ini akan mengembangkan kemampuan toleransi diri dan pengertian. Menurut Erikson (1992) dalam Berk (1998), orangtua yang terlalu ikut campur dalam perkembangan kemampuan anaknya akan membuat anak kehilangan beberapa momen yang menentukan aspek-aspek hidupnya. Anak bisa berkembang menjadi pribadi yang penakut dan pemalu, tidak mampu menentukan pilihan, merasa tertekan, dan tidak mampu mengendalikan diri.

2.1.10.Permasalahan pada Kegagalan Toilet Training

Kegagalan pada toilet training akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

1. Inkontinensia urin berkepanjangan, terutama pada anak dengan retardasi mental (Azrin, 1971).

2. Enkopresis, yaitu gangguan pengeluaran feses pada tempat yang tidak sesuai (bukan di toilet) dan terjadi berulang kali (Gelfand, 2003).

3. Enuresis, yaitu gangguan ngompol (pengeluaran urin bukan pada tempatnya) pada anak tanpa kelainan fisik dan usia yang sudah tepat untuk diajarkan toilet training (Gelfand, 2003).


(27)

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Usia anak prasekolah (1-5 tahun) merupakan masa di mana perubahan pertumbuhan dan perkembangan terjadi begitu cepat dan menjadi masa yang sangat menantang bagi orangtua dan ahli pediatrik. Kemampuan yang sangat berkembang adalah kemampuan berbahasa dan interpersonal. Hal ini termasuk dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan anak, yang mencakup afektif, motorik, kognitif, dan pertumbuhan fisik.

Perkembangan afektif anak pada usia prasekolah antara lain adalah keinginan mandiri dan bebas dari pengasuhan, kebutuhan dan kepentingan untuk berhubungan dengan anggota keluarga, dan usaha awal untuk pengendalian diri dari kegiatan yang bersifat instingtif. Selain itu, dalam perkembangan afektif juga dinilai perubahan sikap atau perilaku, temperamen, dan sebagainya dalam interaksi sosial. Secara kognitif, perubahan yang terjadi adalah pengembangan pola pikir preoperational dari sensorimotor. Karakteristiknya antara lain adalah penggunaan bahasa dalam berinteraksi dan upaya berpura-pura dan meniru. Anak pada usia ini hanya memahami sedikit kata-kata dan bergantung pada kemampuan motoriknya untuk memanipulasi lingkungan. Sebagai perbandingan, seorang anak usia 3 tahun mampu berbicara dalam bentuk kalimat, berinteraksi dengan berbicara, dan menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Pertumbuhan fisik berjalan lebih lambat daripada fase bayi (infantil). Sebagai gantinya, kemampuan motorik kasar dan halus berkembang dengan cepat. Anak pada usia prasekolah ini mulai belajar untuk berjalan, kemudian berlari dan meloncat.

2.2.1. Pertumbuhan Anak

Setelah pertumbuhan yang cepat pada masa bayi, kecepatan pertumbuhan berkurang pada masa prasekolah. Setelah usia dua tahun, anak memperoleh berat badan 2-3 kg dan 6-10 cm tinggi badan setiap tahunnya. Lingkar kepala hanya sedikit bertambah yaitu sekitar 3 cm sampai usia 12 tahun. Pertumbuhan tidak meningkat secara konstan. Anak biasanya tidak mengalami kenaikan dan penurunan berat badan yang teratur.


(28)

Peningkatan tinggi badan pada usia prasekolah biasanya akibat pertambahan panjang ekstremitas. Proporsi tubuh berubah, dari rasio atas-bawah 1,40 pada usia 2 tahun menjadi 1,15-1,20 pada 5 tahun. Dengan bentuk tubuh yang berubah, maka memerlukan penyesuaian postur, yang apabila gagal akan menimbulkan lordosis dan protuberan abdomen. Pertumbuhan ekstremitas bawah biasanya disertai dengan torsi tibia dan pembengkokan tungkai, yang bisa sembuh sendiri pada usia 3 tahun. Persentase lemak tubuh menurun dari 22% pada usia 1 tahun menjadi 12,5-15% pada usia 5 tahun. Pada akhir masa prasekolah, peningkatan tonus otot dan penurunan lemak tubuh membuat penampilan anak menjadi lebih kurus dan berotot (Colson, 1997).

2.2.2. Perkembangan Anak

Menurut Colson (1997), perkembangan kemampuan anak yang terjadi pada usia 0-5 tahun adalah sebagai berikut:

1. Gross Motor Abilities

Pada usia kira-kira 2 tahun, pertumbuhan anak sudah memungkinkan kaki untuk berjalan seperti dewasa. Setelah 36 bulan, anak telah mengembangkan keseimbangan tubuh dan mampu berdiri dengan satu kaki secara stabil. Anak biasanya tertarik dan senang akan kemampuan baru mereka, dan akan mencari tahu apalagi yang bisa ia lakukan. Perkembangan selanjutnya adalah kemampuan untuk meloncat dan berlari. Dalam hal ini dibutuhkan pengawasan untuk mencegah terjadinya luka dan kecelekaan karena anak-anak sering berusaha mencari tahu batas kemampuan mereka di luar batas kemampuannya dan hal tersebut bisa berbahaya terhadap diri sendiri.

2. Fine Motor Abilities

Perkembangan dari segi gerakan halus terjadi pada kemampuan untuk menggapai, menggenggam, dan memanipulasi benda-benda kecil. Pada usia 18 bulan, anak sudah mampu menyusun balok sebanyak 4 buah. Setahun kemudian, dengan latihan dan perkembangan kontrol dirinya, ia akan mampu menyusun sampai delapan balok. Banyak anak pada usia 18 bulan yang menyenangi eksplorasi terhadap warna, misalnya dengan krayon. Apabila


(29)

memungkinkan, ia akan menggenggam alat tersebut dan menggoreskannya di berbagai tempat. Dalam 1,5 tahun kemudian, anak akan mampu menggenggam krayon tersebut dengan dua jari saja, dan menggambar sebuah lingkaran. Pada usia 3 tahun, si anak mulai dapat menggambar hal-hal sederhana.

3. Autonomy and Independence

Seiring berkembangnya kemampuan motorik anak, muncullah dorongan untuk bebas dari pengasuhan dan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Anak menjumpai dan menyadari kondisi dimana ia bisa bergerak tanpa bantuan orangtua atau pengasuh, dan mulai mencari tahu batasan dari hal tersebut. Keinginan untuk mendapatkan otonomi bisa muncul setiap hari, misalnya dengan menolak untuk makan kecuali ia diperbolehkan untuk melakukan hal tersebut sendiri. Selain itu, anak juga tidak mau mencoba jenis makanan baru, kecuali ketertarikan atas makanan yang dikonsumsi orang lain. Gambaran yang paling sering muncul pada anak adalah temper tantrum. Anak mulai bertingkah memberontak dan ingin mengendalikan kegiatan sehari-harinya tanpa campur tangan orangtua. Apabila tidak dikabulkan, maka ia bisa menangis, memukul, ataupun marah-marah.

4. Control and Self Impulse

Anak juga mulai mampu mengendalikan diri, yang bisa dikatakan sebagai proses “menjadi teratur”. Pada usia 18 bulan, anak akan memiliki kontrol minimum dan tetap memperlihatkan beberapa kali temper tantrum dalam sehari. Pada usia dua tahun biasanya mampu mengendalikan impuls dengan derajat yang berbeda-beda. Pada usia 3 tahun anak sudah mampu melakukan pengendalian diri, sebagian karena mereka juga sedang belajar untuk menahan penyampaian pendapat atau memendam perasaan. Pada saat ini mereka akan belajar bahwa terkadang kita harus menunggu untuk mencapai sebuah tujuan.

Kemampuan-kemampuan ini sangat penting didapatkan menjelang toilet training. Keberhasilan toilet training bisa dilihat pada akhir usia 3 tahun. Pada usia ini, dibutuhkan kemampuan fisik yaitu kemampuan untuk berjalan dan menahan urgensi BAB atau BAK, dan kemampuan emosional, yaitu keinginan


(30)

pada usia dini, namun pencapaian keberhasilan tidak mengompol lagi baru bisa terjadi umumnya pada usia 2,5 tahun (Colson, 1997).

Tabel 2.1. Kemampuan Anak Pada Usia Prasekolah

Usia Perkembangan

Gross Motor Fine Motor Emotional Intellectual Language

18 bulan 1. Berjalan dengan cepat 2. Berlari tertatih 3. Naik tangga dipegang 1 tangan 4. Memanjat kursi 1. Menyusun kubus 4 buah 2. Menirukan gambar garis 1. Melepaskan pakaian 2. Makan sendiri atau tanpa bantuan 3. Meminta tambahan makanan 4. Memeluk boneka 5. Menarik sebuah mainan 1. Mengenal nama anggota tubuh 2. Mengerti hubungan sebab akibat 1. Menyebut kan 10-20 kata 2. Mengikuti perintah sederhana atau 2 aturan

24 bulan 1. Berlari dengan baik 2. Naik turun

tangga tanpa bantuan 3. Menendang bola 1. Menyusun vertikal 6-7 kubus 2. Menyusun horizontal 2 kubus 3. Mencoba menggam-bar lingkaran 1. Memakai kembali pakaian 2. Menyatakan keinginan 3. Mengguna-kan sendok 4. Menyebut-kan dirinya sendiri dalam 1. Mengerti konsep waktu 2. Melaku-kan percoba-an dpercoba-an ke-gagalan (trial and error) 1. Mengguna -kan kalimat dalam bicara 2. Mengerti perintah yang terdiri dari 4 aturan 3. Mengguna


(31)

percakapan -kan 2-3 kata dalam kalimat 36 bulan 1. Meloncat

2. Berjingkrak 2-3 kali 3. Mengayuh sepeda 4. Menjaga keseimbang -an 1. Menggam-bar lingkaran 2. Menggam-bar kepala 3. Menyusun 9-10 kubus secara vertikal 1. Memperhati kan keadaan sekitar 2. Membangun persahabat-an 3. Bermain dengan teman khayalan 4. Bermain dengan teman 1. Memperta -nyakan segala hal 2. Menyebut kan tiga digit angka 3. Mengerti tentang kegiatan harian 1. Mampu bercerita 2. Mengguna -kan 4-5 kata dalam kalimat

(Sumber : E. R. Colson, 1997)

2.3. Konsep Pengetahuan 2.3.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Terjadinya pengetahuan adalah setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran, yakni mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Melalui pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkap bahwa sebelum terjadi


(32)

adopsi perilaku, di dalam diri sesorang secara berurutan terjadi proses sebagai berikut:

1. Awareness (kesadaran) yaitu proses menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau objek terlebih dahulu.

2. Interest, yakni seseorang mulai tertarik terhadap stimulus

3. Evaluation (evaluasi) yaitu proses menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik.

4. Trial, yaitu orang mulai mencoba melakukan sebuah perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa tidak seluruh tahap dilewati dalam pencapaian adopsi.

Apabila penerimaan adopsi sebuah perilaku didasari oleh adanya pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka hal tersebuta akan menyebabkan perilaku yang langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2. Jenis-Jenis Pengetahuan

Pengetahuan, dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan yaitu : 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingatan terhadap sebuah materi yang sebelumnya sudah dipelajari. Termasuk dalam tingkat ini adalah kemampuan untuk recall atau mengingat kembali sesuatu hal spesifik dari pelajaran terdahulu. Pengukuran tercapainya kualitas pengetahuan ini adalah dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, maka harus bisa menjelaskan,


(33)

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya, terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagi kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya, dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam sebuah struktur pengorganisasian, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungakn bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu hal baru dari hal-hal yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).


(34)

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan, sebagai bagian dari perilaku kesehatan, dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tradisi dan kepercyaan masyarakat, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya menjaga kesehatan ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong dan menghambat perilaku. Faktor-faktor ini terutama yang positif dapat mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering pula disebut dengan faktor pemudah.

2. Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk tercapainya perilaku, misalnya perilaku kesehatan masyarakat. Contohnya adalah ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk pula di dalam hal ini fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga medis. Untuk berperilaku sehat, masyarakat membutuhkan sarana dan prasarana mendukung yang memadai. Seseorang yang melakukan perilaku sehat bukan hanya karena kesadaran dan pengetahuan, melainkan juga karena ketersediaan fasilitas. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan, baik dari pusat maupun dari perda. Selain kesadaran dan pengetahuan yang didukung oleh fasilitas yang memadai, seseorang dalam berperilaku juga membutuhkan perilaku contoh (acuan) dari


(35)

tokoh-tokoh. Selain itu peraturan dan undang-undang juga memperkuat keberadaan suatu perilaku.

Oleh sebab itu, intervensi pendidikan hendaknya dimulai dengan memperhitungkan ketiga faktor tersebut, kemudian intervensinya diarahkan pula pada ketiga faktor tersebut. Pendekatan ini disebut dengan model Precede, yaitu predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational diagnosis and evaluation (Notoatmodjo, 2007).


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disampaikan pada Bab 1, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Toilet training

Toilet training adalah segala upaya yang bertujuan untuk tercapainya kemampuan kontrol anak terhadap BAB dan BAK.

b. Ibu

Ibu adalah wanita yang memiliki anak berusia prasekolah atau TK. c. Usia

Usia adalah usia responden (ibu) yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. Usia ibu dikategorikan sebagai:

1. Ibu dewasa muda (usia 20-30 tahun) 2. Ibu dewasa tua (usia 31-40 tahun).

Pengetahuan Ibu

Toilet Training pada Anak Usia Pra-Sekolah/TK


(37)

d. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang diperoleh responden (ibu) saat dilakukan wawancara. Tingkat pendidikan dikategorikan sebagai :

1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Sarjana e. Status Pekerjaan

Status pekerjaan adalah pekerjaan yang ditekuni oleh responden (ibu) yang dikategorikan menjadi:

1. ibu rumah tangga

2. pegawai negeri atau swasta 3. wiraswasta

4. buruh f. Pengetahuan

• Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui (hasil tahu) responden (ibu) mengenai pelaksanaan toilet training yang benar.

• Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan cara ukur berupa wawancara. Sedangkan alat ukur yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dengan jumlah sebanyak 13 pertanyaan (terlampir). Sistem nilai pengetahuan dapat dilihat di tabel 3.1.

• Hasil pengukuran didapat berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 13 pertanyaan, maka jumlah total nilai maksimal adalah 13. Nilai responden dikategorikan menurut Pratomo (1986) menjadi tiga kategori yaitu buruk, cukup baik, sangat baik dengan perincian nilai sebagai berikut:

 Kategori baik : apabila nilai yang diperoleh responden > 75 %-100% .

 Kategori sedang : apabila nilai yang diperoleh responden > 40 %-75% .


(38)

• Skala pengukuran dengan menggunakan skala kategorikal berupa skala ordinal

Tabel 3.1. Nilai Kuesioner Pengetahuan

No. Pertanyaan

Nilai Jawaban

A

Nilai Jawaban

B

Nilai Jawaban

C

1. 1 0 -

2. 0 1 0

3. 1 0 0

4. 0 0 1

5. 0 1 0

6. 0 0 1

7. 0 0 1

8. 1 0 0

9. 0 1 0

10. 1 0 0

11. 1 0 0

12. 0 1 0


(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pengetahuan ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia prasekolah/TK.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian telah dimulai sejak tanggal 1 Agustus 2010 sampai dengan tanggal 10 November 2010. Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di TK Al-Azhar Medan karena populasi dan sampel mudah didapat serta belum adanya penelitian sejenis yang dilakukan di tempat ini.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu dengan anak berusia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling yaitu semua populasi pada penelitian ini merupakan sampel penelitian karena jumlah sampel yang didapat tidak terlalu banyak sehingga tidak perlu dilakukan pengurangan jumlah populasi menjadi sampel.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yaitu dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden. Kemudian kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan dicek kelengkapannya oleh peneliti untuk


(40)

diolah dan dianalisis. Data primer meliputi karakteristik responden, yaitu nama, usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.

b. Data sekunder diperoleh dari TK Al-Azhar Medan. Data yang dibutuhkan adalah jumlah populasi siswa TK Al-Azhar Medan tahun 2010.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 25 orang responden. Uji validitas telah dilakukan di TK Shafiyyatul Amaliyah dan TK Khanza. Dari 13 pertanyaan yang tertera di kuesioner, terdapat sebanyak 13 pertanyaan yang valid dan reliabel sebagaimana tercantum pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Variabel Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,632 Valid 0,691 Reliabel

2 0,411 Valid Reliabel

3 0,491 Valid Reliabel

4 0,516 Valid Reliabel

5 0,522 Valid Reliabel

6 0,427 Valid Reliabel

7 0,427 Valid Reliabel

8 0,653 Valid Reliabel

9 0,414 Valid Reliabel

10 0,706 Valid Reliabel

11 0,489 Valid Reliabel

12 0,632 Valid Reliabel


(41)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, data penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner berupa jawaban dari responden diubah menjadi data kuantitatif berupa skor nilai. Lalu data yang telah terkumpul tersebut dilakukan pengolahan. Langkah-langkah dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah langkah untuk meneliti apakah isian kuesioner sudah lengkap atau belum sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.

b. Coding

Coding adalah suatu usaha memeberikan kode/menandai jawaban-jawaban responden atas pertanyaan yang ada pada kuesioner yang nantinya akan memudahkan proses dengan komputer.

c. Entrying data

Entrying data merupakan usaha memasukkan data melalui pengolahan komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 17.0.

d. Cleaning

Cleaning adalah pembersihan data. Kegiatan meneliti kembali data yang sudah ada, apakah terdapat kesalahan atau tidak.

e. Saving

Saving adalah upaya penyimpanan data (Wahyuni, 2007).

Setelah data diolah kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelaksanaan toilet training pada anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010. Hasil dari analisa data tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi atau proporsi.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di TK Al-Azhar Medan yang terletak di Jl.Pintu Air IV nomor 214 Kwala Bekala. Bangunan sekolah terbuat dari batu bata dan berbentuk persegi, serta memiliki satu buah lapangan bermain dan lapangan parkir. Lingkungan sekolah ini dikelilingi oleh perumahan penduduk, dan di bagian barat berhadapan dengan asrama siswa dan jalan raya.

Pada sekolah ini terdapat 3 kelas, yaitu 1 kelas TK A, 1 kelas TK B, dan 1 kelas Playgroup. Kegiatan belajar berlangsung sejak pukul 07.00 sampai pukul 10.00. Setelah kegiatan belajar, dilakukan program kegiatan ekstrakurikuler yaitu membaca Al-Qur’an.

Jumlah murid pada sekolah ini adalah 58 orang yang terbagi dalam 3 kelas tersebut. Sedangkan pegawai yang bekerja pada sekolah tersebut adalah 11 orang, yaitu 10 orang guru dan 1 orang kepala sekolah.

5.1.2. Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan pada 58 responden yang merupakan ibu dari anak yang bersekolah di TK Al-Azhar Medan pada tahun 2010. Karakteristik yang diamati pada responden adalah usia, pendidikan, dan pekerjaan.

5.1.2.1. Usia

Karakteristik usia responden terbagi atas dua, yaitu ibu dewasa muda (20-30 tahun) dan dewasa tua (31-40). Berdasarkan karakteristik kelompok usia, hasil penelitian mendapatkan kelompok responden paling banyak berada pada kelompok usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 32 (55,2%) orang. Sedangkan kelompok responden paling sedikit berada pada kelompok usia 20-30 tahun yaitu 26 (44,8%) orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.


(43)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia (tahun) Frekuensi Persentase

20-30 26 44,8%

31-40 32 55,2%

Total 100 100%

5.1.2.2. Tingkat Pendidikan

Karakteristik pendidikan responden terdistribusi atas empat kelompok, yaitu SD, SMP, SMA, dan Sarjana. Berdasarkan karakteristik kelompok pendidikan, hasil penelitian mendapatkan kelompok responden paling banyak berada pada kelompok sarjana yaitu sebanyak 32 (55,2%) orang. Sedangkan kelompok responden paling sedikit berada pada kelompok SD yaitu 2 (3,4%) orang.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Frekuensi Persentase

SD 2 3,4%

SMP 5 8,6%

SMA 19 32,8%

Sarjana 32 55,2%

Total 100 100%

5.1.2.3. Pekerjaan

Pekerjaan responden terdistribusi menjadi empat kelompok yaitu ibu rumah tangga, pegawai negeri/swasta, wiraswasta, dan buruh. Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak menurut pekerjaan adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 (46,6%) orang seperti yang terlihat pada tabel 5.3. Sedangkan kelompok responden paling sedikit bekerja sebagai buruh yaitu hanya


(44)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Ibu Rumah Tangga 27 46,6%

Pegawai Negeri/Swasta 22 37,9%

Wiraswasta 6 10,3%

Buruh 3 5,2%

Total 100 100%

5.1.3. Hasil Analisis Data

Pengetahuan responden mengenai toilet training diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi tiga belas (13) pertanyaan. Selanjutnya, gambaran pengetahuan diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup, dan buruk. Dari hasil penelitian ini diperoleh kelompok responden tertinggi memiliki gambaran pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 35 (60,3%) orang dan kelompok responden terendah memiliki gambaran pengetahuan dengan kategori buruk yaitu 1 (1,7%) orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Responden Gambaran Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase %

Baik 35 60,3%

Sedang 22 38%

Buruk 1 1,7%

Jumlah 100 100

Distribusi jawaban responden untuk setiap pertanyaan mengenai pengetahuan tentang toilet training dapat dilihat pada tabel 5.5. Hampir seluruh responden mengetahui dan menjawab benar dengan bobot 1 yaitu pertanyaan kesepuluh mengenai alat bantu dalam pelaksanaan toilet training yaitu sebanyak 49 (84,5%) orang. Responden paling banyak menjawab salah dengan bobot nilai 0


(45)

pada pertanyaan kesembilan tentang perbuatan yang harus dihindari saat melakukan toilet training yaitu sebanyak 23 (39,7%) orang.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Jawaban atas Pertanyaan

Pertanyaan

Bobot Jawaban

Benar (1) Salah (0)

n % n %

1. Tahu atau tidak tentang tentang

toilet training 48 82,8 10 17,2

2. Definisi toilet training 47 81 11 19

3. Tujuan toilet training 48 82,8 10 17,2

4. Tahapan toilet training 46 79,3 12 20,7

5. Durasi toilet training 40 69 18 31

6. Tanda siap toilet training 38 65,5 20 34,5 7. Usia memulai toilet training 42 72,4 16 27,6 8. Cara tepat membantu toilet

training 45 77,6 13 22,4

9. Perbuatan yang harus dihindari 35 60,3 23 39,7 10.Alat bantu yang dibutuhkan 49 84,5 9 15,5

11.Indikator kesuksesan 44 75,4 14 24,1

12.Faktor penghambat 48 82,8 10 17,2


(46)

5.1.4. Tabulasi Silang

5.1.4.1. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Usia

Gambaran pengetahuan baik dijumpai paling banyak pada kelompok usia ibu dewasa tua yaitu sebanyak 21 (36,2%) orang. Sedangkan gambaran pengetahuan cukup dijumpai jumlah responden yang sama yaitu 11 (19%) orang pada masing-masing kelompok. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Usia

Klasifikasi Usia Jumlah

Muda Tua

Baik 14 21 35

Cukup 11 11 22

Buruk 1 0 1

Jumlah 26 32 58

5.1.4.2. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pendidikan

Gambaran pengetahuan baik dijumpai terbanyak pada kelompok Sarjana yaitu sebanyak 26 (44,8%) orang. Dan gambaran pengetahuan buruk paling banyak dijumpai pada kelompok pendidikan SD yaitu sebanyak 1 (0,02%) orang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pendidikan

Klasifikasi Usia Jumlah

SD SMP SMA Sarjana

Baik 0 0 9 26 35

Cukup 1 5 10 6 22

Buruk 1 0 0 0 1

Jumlah 2 5 19 32 58

5.1.4.3. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pekerjaan

Pekerjaan ibu yang paling banyak menunjukkan gambaran pengetahuan baik adalah pegawai dan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 16 (27,6%) dan 14 (24,1%)


(47)

orang. Sedangkan sebanyak 1 (0,02%) orang ibu rumah tangga juga mewakili pengetahuan buruk. Hal tersebut dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 5.8. Tabulasi Silang Gambaran Pengetahuan dan Pekerjaan

Klasifikasi Usia Jumlah

IRT PEG WIR BUR

Baik 14 16 5 0 35

Cukup 12 6 1 3 22

Buruk 1 0 0 0 1

Jumlah 27 22 6 3 58

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Pada penelitian dijumpai berbagai kelompok responden sesuai dengan kriteria berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan. Kelompok terbanyak masing-masing adalah usia ibu dewasa tua, pendidikan Sarjana dan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah masing-masing 32 (55,2%) orang, 32 (55,2%) orang, dan 27 (44,6%) orang.

5.2.2. Pengetahuan Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (84,5%) telah memahami tentang alat bantu yang diperlukan dalam toilet training, sedangkan 39,7% masih belum mengetahui perbuatan yang harus dihindari saat melakukan toilet training. Banyak responden (82,8%) yang mengetahui bahwa penggunaan kekerasan dan pemaksaan akan menghambat toilet training, namun sebanyak 34,5% tidak tahu tanda-tanda anak siap untuk diajarkan toilet training. Selain itu diketahui bahwa 82,8% responden telah mengerti tujuan dilakukan toilet training. Namun 31% responden masih belum tahu tentang durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan toilet training.


(48)

pengetahuan sedang, dan 1 (1,7%) orang memiliki tingkat pengetahuan buruk. Jika dilihat dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa populasi responden lebih banyak menunjukkan pengetahuan yang baik, yaitu sebesar 60,3% (35 orang). Menurut Notoadmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain adalah usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan yang diperolehnya, namun menjelang usia lanjut kemampuan menerima informasi dan mengingat akan berkurang. Pada penelitian ini, dijumpai mayoritas responden adalah kelompok ibu dewasa tua yang berusia 31-40 tahun. Pada usia tersebut telah melewati masa anak-anak, remaja dan dewasa muda namun belum memasuki masa lansia. Sehingga ibu telah banyak mendapatkan pengetahuan dan belum mengalami kesulitan mengingat.

Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sarjana, yaitu telah memiliki pendidikan yang tinggi. Hal ini juga mempengaruhi tingginya pengetahuan responden dan kesempatan memperoleh informasi mengenai toilet training. Mayoritas pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga juga dapat mempengaruhi kejadian gambaran pengetahuan baik tersebut, di mana walaupun pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tidak memperoleh penghasilan dari profesinya, namun sebagai ibu rumah tangga memiliki kesempatan lebih besar dan waktu yang lebih banyak untuk mencari dan mendapatkan informasi mengenai toilet training dari berbagai media.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Brazelton (1962) terhadap 1170 responden yang menunjukkan hasil sebanyak 998 (85,3%) orang berpengetahuan baik dan 172 (14,7%) orang berpengetahuan buruk. Indikator tingkat pengetahuan pada penelitian tersebut adalah kesuksesan anak dalam melakukan daytime control yaitu mampu menjaga dan mengatur BAB dan BAK bisa dilakukan di toilet sepanjang hari, tanpa menggunakan popok ataupun alat bantu lain.


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari analisa data deskriptif frekuensi dengan mengolah 58 sampel dalam SPSS, diperoleh bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pad anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010 sebagai berikut yaitu :

a. baik : 60,3% atau p = 0,60 b. cukup : 38% atau p = 0,38 c. buruk : 1,7% atau p = 0,02

Selain itu, dari penelitian ini juga dapat digambarkan karakteristik responden yaitu ibu dengan anak usia prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan yaitu :

1. usia ibu yang paling banyak adalah usia 31-40 tahun. 2. Tingkat pendidikan terbanyak adalah sarjana.

3. Jenis pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga.

6.2. Saran

1. Diharapkan kepada para ibu dengan anak pada usia prasekolah/TK agar bisa memanfaatkan hasil penelitian ini dan semakin menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara pelaksanaan toilet training yang benar.

2. Bagi penelitian selanjutnya diharapakan agar dalam menyusun parameter penilaian tidak hanya terhadap pengetahuan, tapi juga menilai sikap dan tindakan responden serta mengkaji variable-variabel lain. Selain itu, diharapkan agar penelitian ini bisa dilanjutkan dengan penelitian analitik sehingga dapat memberikan hasil yang lebih bermakna untuk dijadikan acuan dalam penyuluhan tentang toilet training.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Azrin, N. H., Foxx, R. M., 1971. A Rapid Method of Toilet Training-The Institutionalized Retarded. Journal of Applied Behavior Analysis, 2: 89-99. Beaty, J. J., 1994. Observing Development of The Young Child-Emotional Development. 3rd ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 93-94.

Berk,L.E.,1998. Development Through The Lifespan. 4th ed. Boston: Pearson Education, Inc, 184.

Blum, N. J., Taubman,B., dan Nemeth,N., 2003. Relationship between Age at Initiation of Toilet Training and Duration of Training : A Prospective Study. Pediatrics, 111: 810-814.

Brazelton, T. B., 1962. A Child-Oriented Approach to Toilet Training. Pediatrics, 29: 121-124.

Colson, E. R., Dworkin, P. H., 1997. Toddler Development. Pediatr. Rev., 18: 255-259.

DeBord,K., 1997. Toilet Training-Preparing Your Child To Use The Toilet. University of New Hampshire, 1.

Dorland,W.A.N., et al., 2000. Kamus Kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 599.

Ferrer-Chancy, M., McCrea, S., 2000. Toilet Training. University of Florida, 1-3. Gelfand, D. M., Drew, C. J., 2003. Child Behavior Disorders. 4th ed. Belmont: Wadsworth/Thomson Learning, 325-328.

Gilbert,J., 2003. Latihan Toilet : Panduan Melatih Anak untuk Mengatasi Masalah Toilet. Jakarta: Penerbit Erlangga, 10-59.

Government of South Australia., 1999. Toilet Training. Parenting SA: 14-16. Mahoney, K., Van Wagenen, R. K., dan Meyerson, L., 1971. Toilet Training of Normal and Retarded Children. Journal of Applied Behavior Analysis, 3: 173- 176.

Notoatmodjo, Soekidjo., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta, 133-145.


(51)

Papalia,D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D., 2003. Human Development. New York: McGraw-Hill Companies,Inc, 213-214.

Pratomo, H., 1986. Definisi Operasional dari Variabel. Dalam: Pedoman

Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana/ Kependudukan. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI PMU pengembangan FKM di Indonesia: 24-26.

Rugolotto, S., Blum, N. J., dan Taubman ,B., 2004. Toilet Training. Pediatrics, 113: 180-181.

Schmitt, B. D., 1991. Toilet Training Guidelines:Parents-The Role of Parents in Toilet Training.Instructions for Pediatric Patients. Pediatrics, 103: 173-174. Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.

Warta Warga, 2007. Toilet Training pada Anak. Universitas Guna Dharma. Available from:


(52)

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : IQBAL HARZIKY HIDAYAT

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 12 Juli 1991

Agama : Islam

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah blok.FF no 19 Tanjung Sari, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Al-Irsyad Purwakarta 1994 – 1997 2. SDN 001 Rintis Pekanbaru 1997 – 2003 3. SMPN 4 Pekanbaru 2003 – 2005

4. SMA PLUS Al-Azhar Medan 2005 – 2007 Riwayat Pelatihan :

1. Pekan Ta’aruf PHBI FK USU 2007 2. LK 2 HMI Cab.Tasikmalaya 2010

3. LKMM Wilayah 1 ISMKI- PFK UNILA 2010 Riwayat Organisasi :

1. HMI FK USU 2007 – 2010


(53)

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN

LEMBAR PENJELASAN

Assalammualaikum Wr.Wb.

Saya Iqbal Harziky Hidayat, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training

pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010”. Saya

mengikutsertakan Bapak/Ibu dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK khususnya di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010. Saya mengharapkan jawaban yang sebenar-benarnya dan kerja sama dari Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan digunakan untuk mengembangkan perilaku dan tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain selain penelitian ini.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas, Bapak/Ibu bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu akan dirahasiakan. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Walaupun data Bapak/Ibu dipublikasikan dalam hasil penelitian, tetap kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini terjadi keluhan pada Bapak/Ibu silahkan menghubungi saya Iqbal Harziky Hidayat ( HP: 081375743128).

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2010 Peneliti,


(54)

LAMPIRAN 3 INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Nama :

Usia :

Alamat :

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami sepenuhnya tentang penelitian,

Judul Penelitian : “ Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet

Training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010”.

Nama Peneliti Utama : Iqbal Harziky Hidayat

Jenis Penelitian : Deskriptif dengan desain cross sectional Jangka Waktu Penelitian : Agustus – September 2010

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran USU

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela sebagai subjek penelitian.

Medan, ………..2010

( _____________________ ) Nama dan Tanda Tangan


(55)

LAMPIRAN 4 KUESIONER

KUESIONER PENELITIAN

“ Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010”

I. Identitas Responden

1. Nomor Urut* : ...

2. Nama :

3. Usia : ... Tahun 4. Jenis Pekerjaan** :

1. Ibu Rumah Tangga 2. Pegawai (Negeri/Swasta) 3. Wiraswasta

4. Buruh 5. Pendidikan Terakhir** :

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Sarjana


(56)

Kuesioner Penelitian

1.Apakah Anda tahu tentang toilet training (pelatihan toilet) dan pernah mendengar tentang hal tersebut?

a.Ya b.Tidak

2.Menurut Anda,apakah yang dimaksud dengan toilet training? a. Pelatihan mandi terhadap anak

b. Upaya pelatihan kontrol BAB dan BAK anak

c.Mengajarkan anak untuk menggosok gigi setelah makan

3.Apakah tujuan toilet training menurut Anda?

a.Mengajarkan anak untuk BAB/BAK secara mandiri

b.Mengajarkan anak untuk mampu menggosok gigi dan mandi secara mandiri c.Mengajarkan anak untuk hidup mandiri

4.Bagaimana tahapan toilet training yang harus dilalui anak dengan benar menurut Anda?

a. Membantu anak bergerak ke toilet, menunggu tanda ingin BAB/BAK muncul, melepaskan pakaian anak secukupnya, membantu anak BAB/BAK. b. Bergerak ke toilet, melepas pakaian,mengenal tanda ingin

BAB/BAK,melakukan BAB/BAK, membersihkan diri.

c. Mengenal tanda ingin BAB/BAK,bergerak ke toilet, melepas pakaian secukupnya, melakukan BAB/BAK,membersihkan diri dan memakai kembali pakaian

5.Berapa lama durasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan toilet training menurut Anda?

a. 1-2 minggu b. 2 minggu-2 bulan


(57)

c. 2-3 bulan

6.Apakah tanda-tanda anak telah siap untuk diajarkan toilet training menurut Anda?

a.Anak sudah mampu bicara dan merangkak b.Anak lebih menyukai penggunaan popok

c.Anak mampu menahan keinginan BAB/BAK untuk sementara waktu

7.Menurut Anda, pada usia berapakah yang tepat untuk melakukan toilet training? a.5-9 bulan

b.1 tahun c.18-24 bulan

8.Menurut Anda,bagaimana cara yang tepat untuk membantu toilet training pada anak?

a.Dengan mencontohkan cara melakukan BAB/BAK di toilet

b.Dengan menggunakan badan untuk menahan anak BAB/BAK di toilet

c.Dengan memberikan hadiah dan hukuman tergantung keberhasilan anak saat BAB/BAK

9.Apakah perbuatan yang harus dihindari saat melakukan toilet training menurut Anda?

a.Memberikan pujian dan menyemangati

b.Memastikan anak selesai BAB/BAK dengan baik, bila perlu ditahan dengan badan.

c. Menggunakan alat bantu toilet

10.Menurut Anda,apa saja alat bantu yang diperlukan dalam toilet training? a.Kursi toilet dan diagram keberhasilan anak


(58)

11.Kapan Anda menganggap sebuah toilet training telah sukses/berhasil?

a.Ketika anak secara stabil sudah mampu pergi ke toilet atas inisiatif sendiri dan menyelesaikan BAB/BAK dengan baik

b.Ketika anak sudah berusia 2 tahun

c.Ketika anak sudah mampu menggunakan popok

12.Faktor berikut yang Anda anggap menghambat toilet training adalah: a.Memperpanjang waktu yang dibutuhkan sesuai kemampuan anak b.Menggunakan kekerasan dan memaksa anak

c.Menjaga mood anak supaya tetap baik

13.Apa yang akan terjadi jika toilet training pada anak gagal, menurut Anda? a.Anak akan kehilangan kepercayaan diri

b.Anak menjadi tidak percaya kepada orang lain c.Anak menjadi mudah percaya kepada orang lain


(59)

LAMPIRAN 6 DATA INDUK RESPONDEN (MASTER DATA)

Master Data Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan Tahun 2010

No . Nam a Us ia

TP JP P

1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 P 10 P 11 P 12 P 13 Juml ah

1 R1 1 3 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 2 R2 2 4 3 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 9 3 R3 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 4 R4 2 4 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 8 5 R5 2 4 2 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 9 6 R6 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 11 7 R7 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 8 R8 2 4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11 9 R9 2 4 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 10 10 R10 1 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 11 11 R11 2 4 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 12 R12 2 4 3 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 11 13 R13 1 4 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 11 14 R14 2 4 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 11 15 R15 2 4 2 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 8 16 R16 2 4 2 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 11 17 R17 1 3 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 7 18 R18 2 3 2 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 9 19 R19 1 2 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 9 20 R20 1 3 2 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 9


(1)

LAMPIRAN 7 HASIL ANALISIS DAN DISTRIBUSI FREKUENSI DENGAN SPSS

Statistics

Usia Pendidikan Kerja

N Valid 58 58 58

Missing 0 0 0

Tabel Frekuensi:

1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia: Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Muda 26 44.8 44.8 44.8

Tua 32 55.2 55.2 100.0

Total 58 100.0 100.0

2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 2 3.4 3.4 3.4

SMP 5 8.6 8.6 12.1

SMA 19 32.8 32.8 44.8

Sarjana 32 55.2 55.2 100.0

Total 58 100.0 100.0

3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid IRT 27 46.6 46.6 46.6

PEG 22 37.9 37.9 84.5

WIR 6 10.3 10.3 94.8

BUR 3 5.2 5.2 100.0

Total 58 100.0 100.0


(2)

Nilai Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 1 1.7 1.7 1.7

sedang 22 37.9 37.9 39.7

tinggi 35 60.3 60.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

5. Distribusi Jawaban Responden P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 17.2 17.2 17.2

1 48 82.8 82.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 11 19.0 19.0 19.0

1 47 81.0 81.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

P3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 17.2 17.2 17.2

1 48 82.8 82.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

1 46 79.3 79.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

P5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 18 31.0 31.0 31.0

1 40 69.0 69.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

P6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 20 34.5 34.5 34.5

1 38 65.5 65.5 100.0

Total 58 100.0 100.0

P7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 16 27.6 27.6 27.6

1 42 72.4 72.4 100.0

Total 58 100.0 100.0

P8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 22.4 22.4 22.4

1 45 77.6 77.6 100.0

Total 58 100.0 100.0

P9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Valid 0 23 39.7 39.7 39.7

1 35 60.3 60.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

P10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 9 15.5 15.5 15.5

1 49 84.5 84.5 100.0

Total 58 100.0 100.0

P11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 14 24.1 24.1 24.1

1 44 75.9 75.9 100.0

Total 58 100.0 100.0

P12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 17.2 17.2 17.2

1 48 82.8 82.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

P13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 22.4 22.4 22.4

1 45 77.6 77.6 100.0

Total 58 100.0 100.0

6. Tabulasi Silang

Case Processing Summary Cases


(5)

N Percent N Percent N Percent Klas * Usia 58 100.0% 0 .0% 58 100.0%

Klas * Usia Crosstabulation Count

Usia

Total Muda Tua

Klas rendah 1 0 1

sedang 11 11 22

tinggi 14 21 35

Total 26 32 58

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Klas *

Pendidikan

58 100.0% 0 .0% 58 100.0%

Klas * Pendidikan Crosstabulation Count

Pendidikan

Total SD SMP SMA Sarjana

Klas rendah 1 0 0 0 1

sedang 1 5 10 6 22

tinggi 0 0 9 26 35

Total 2 5 19 32 58

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Klas * Kerja 58 100.0% 0 .0% 58 100.0%

Klas * Kerja Crosstabulation Count


(6)

Kerja

Total

IRT PEG WIR BUR

Klas rendah 1 0 0 0 1

sedang 12 6 1 3 22

tinggi 14 16 5 0 35