Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

(1)

i SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD ADIUL ILHAM NIM 121121006

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

(3)

i Nama : Muhammad Adiul Ilham NIM : 121121006

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan Tahun 2013 adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijungjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,

Muhammad Adiul Ilham NIM 121121078


(4)

ii Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2013-2014

ABSTRAK

Orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU pasti akan mengalami kecemasan dan tekanan dalam proses perawatan. Orang tua yang sangat cemas dan tertekan dalam proses perawatan anak di ruang ICU kemungkinan akan menunjukkan perilaku yang negative dan dapat menjadi penyebab berbagai penyakit karna penurunan daya tahan tubuh. Komunikasi terapeutik yang berbasis pada strategi penurunan kecemasan adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk menurunkan kecemasan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dan sampel yang didapat adalah 28 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai kecemasan. Pengumpulan data berlangsung selama bulan September sampai Desember 2013. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi t-tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik efektif menurunkan kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan, hasil korelasi variable kecemasan sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik paired samples correlations 1,893 dan diperoleh nilai signifikansi (p) = 0,000.  Hendaknya perawat yang bekerja di ruang ICU agar terampil memberikan intervensi keperawatan yang berbasis pada strategi pelaksanaan untuk kecemasan agar klien dan keluarga tidak mengalami kecemasan.

Kata Kunci: Komunikasi terapeutik, kecemasan orang tua, ruang ICU  


(5)

iii Student Number : 121121006

Major : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2014

ABSTRACT

Parents whose children are being treated in the ICU will surely experience the anxiety and pressure in the process of child care in the ICU is likely to indicate a negative behavior and can be the cause of various diseases due to the decrease in endurance of the body. Therapeutic communication based on the strategy of decreasing anxiety is a planned communication with the unconscious, aims and its activities are centralized to lower the patient's anxiety. This research aims to identify the effectiveness of therapeutic communication against the decline in the level of anxiety of parents whose children were treated at the PROVINCIAL HOSPITAL ICU Dr. Pirngadi Medan. This research used quasi experimental design. Retrieval of purposive sampling technique using a sample, and a sample is obtained is 28 people. Research instrument in the form of a questionnaire, which includes data on demographics and a statement of anxiety. Data collection took place during the months of September to December 2013. The test used in the study. The test used in this research is the t-test kolerasi test. The results showed that the effective therapeutic communication reduces the anxiety of parents whose children were treated at the PROVINCIAL HOSPITAL ICU Dr. Pirngadi Medan, the results variable correlation of anxiety before and after therapeutic communication paired samples correlations obtained significant value and 1,893 (p) = 0,000. Should nurses working in ICU so skillfully provide nursing intervention based on implementation strategies for anxiety to the client and family not experiencing anxiety.


(6)

iv

dan berkatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: ”Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan 2013” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S1- Keperawatan di Universitas Sumatra Utara 2013.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa keridhoan Allah SWT dan bimbingan dan arahan dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Farida Linda Sari Siregar, Ns, S.Kep, M.Kep sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan tidak pernah lelah membimbing penulis dalam menyelesaikan skipsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Erniyati, S.Kp. MNS. Selaku Pembantu Dekan I dan pembimbing akademik yang tak pernah lelah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.

3. Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS. Selaku penguji I yang telah banyak memberi masukan dan arahan pada saat penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(7)

v

5. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah membantu selama proses pendidikan.

6. Dr. H. Amran Lubis, Sp.JP (K), FIHA. Selaku Direktur RSUD dr Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melakukan penelitian di RSUD dr Pirngadi Medan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Sudjono dan ibunda tersayang Marikem. Buat kakanda Ahmad Muin, Siti Marwiyah, Ahmad Suyanto, Mukhtar Yusuf Dan M. Alim dan keluarga besar Safarudin dan Sukatni Serta Trismanto yang banyak memberikan dorongan kepada penulis baik moril, spritual, dan material dalam menyusun skripsi ini.

8. Terimakasih buat orang-orang terdekat dan tersayang penulis yang selalu memberi dukungan, Semangat untuk penulis saat dalam sulit untuk selalu tetap giat dalam menyusun skripsi ini: (Hijrah Hanim Lbs, Almudatsir, Ayu Manalu (kitieng), M.Nasir, Suster Clara,Wan Asta, Ozi, Ifan, Mula, Dzuelfan, Asnil, winda Putra dan Siti Rahma Safitri).

9. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Keperawatan 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu.


(8)

vi

kritik serta masukan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2014


(9)

vii

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Komunikasi Terapeutik ... 6

2.1.2 Pengertian ... 6

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 6

2.1.3 Tehnik Komunikasi Terapeutik ... 7

2.1.4 Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik ... 8

2.2 Konsep Kecemasan ... 9

2.2.1 Pengertian ... 9

2.2.2 Tingkat Kecemasan ... 10

2.2.3 Rentang Respon Kecemasan ... 11

2.2.4 Penyebab Terjadinya Kecemasan ... 11

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan ... 14

2.3 Konsep Komunikasi Terapeutik yang Terkait Dengan Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU ... 15

2.3.1 Perubahan Respon Terhadap Tingkat Kecemasan pada Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU ... 17


(10)

viii

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 24

3.1 Kerangka Konsep ... 24

3.2 Defenisi Operasional ... 25

3.3 Hipotesa Penelitian ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN 27 4.1 Desain Penelitian ... 27

4.2 Populasi dan Sampel ... 27

4.2.1 Populasi ... 27

4.2.2 Sampel ... 28

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.4 Pertimbangan Etik ... 29

4.5 Instrumen Penelitian ... 29

4.6 Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 31

4.7 Pengumpulan Data ... 32

4.8 Analisa Data ... 33

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Hasil ... 34

5.1.1 Data Demografi ... 34

5.1.2 Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Komunikasi Terapeutik ... 35

5.1.3 Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Komunikasi Terapeutik ... 36

5.1.4 Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan ... 36

5.2 Pembahasan ... 37

5.2.2 Kecemasan ... 37

5.2.3 Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan Tahun 2013 .. 40


(11)

ix LAMPIRAN


(12)

x

Masalah Kecemasan………... 20 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden, Usia,

Penghasilan, Pekerjaan, dan Pendidikan ……… 35 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Kecemasan Pre Test……….. 35 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Kecemasan Post Test……… 36 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pre


(13)

xi ICU RSUD dr Pirngadi Medan.


(14)

xii kesehatan.

2. Surat izin pengambilan data dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Surat pernyataan telah melakukan penelitian dari RSUD dr Pirngadi Medan

4. Lembar penjelasan kepada responden penelitian. 5. Lembar persetujuan menjadi responden.

6. Format pengkajian karakteristik responden. 7. Jadwal tentatif penelitian.

8. Rincian biaya penelitian.

9. Standart operasional komunikasi terapeutik yang berbasis pada strategi pelaksanaan pada kecemasan dan kuesioner.


(15)

1 1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik mental sosial yang komplit dan bukan semata mata terbebas dari penyakit oleh setiap kelompok usia, oleh karena itu keseimbangan fisik mental dan sosial serta keberadaan penyakit menjadi indikator kesehatan individu (Wong, 2009).

Hospitalisasi adalah keadaan dimana seorang harus mendapatkan pengobatan lanjutan yang intensive mengenai status kesehatannya yang menyebabkan terpisah dari lingkungan dan sanak keluarga dan biasanya masalah yang timbul pada keaadan dirawat adalah kecemasan baik pada Klien maupun keluarga khususnya orang tua (Hidayat, 2009).

Kecemasan orang tua terhadap proses perawatan di rumah sakit berbeda-beda tergantung pada pengetahuan, pengalaman, diagnosa medis dan ruangan tempat Klien dirawat. Penelitian yang dilakukan oleh Juni tahun (2005) tentang faktor yang mempengaruhi kecemasan orang tua selama anak dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah responden 62 orang, diperoleh hasil (83,9%) responden mengatakan cemas karena tidak mengetahui kondisi anak, (64,5%) mengatakan masih cemas walaupun telah mendapat tindakan pengobatan di ruang perawatan, (58,8%) mengatakan cemas apabila tidak mendapat konsultasi tentang kondisi kesehatan anak oleh perawat dan dokter serta merasa cemas karena merasa asing dengan lingkungan rumah sakit.


(16)

Kecemasan dan stres pada anak dan orang tua yang terjadi terus menurus akan menurunkan respon imun jika ini terjadi maka timbul komplikasi penyakit lain dan akan menjadi trauma psikologis yang lama kelamaan akan mengganggu kesehatan jiwa. Kondisi stres dan cemas dapat diturunkan dengan adanya komunikasi terapeutik. Tehnik komunikasi terapeutik yang dapat digunakan Perawat untuk menurunkan kecemasan adalah mendengarkan dan memberikan perhatian penuh (caring) sehingga efektif untuk menurunkan kecemasan dan mempercepat penyembuhan (Nursalam, 2005).

Teraupetik perawat tidak hanya dalam tindakan keperawatan tetapi dalam komunikasi Perawat juga mempunyai nilai yang bersifat pengobatan seperti yang didefenisikan oleh (Stuart dan Sundeen tahun 1887 dalam Hidayat 2009), bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu cara untuk membina hubungan yang terapeutik yang di butuhkan untuk pertukaran informasi dan dapat digunakan untuk mempengaruhi perasaan orang lain seperti menurunkan tingkat kecemasan dan sebagai metode terapi.

Komunikasi yang baik memang dituntut menjadi kompetensi di dunia keperawatan dimana peran Perawat mencakup pemberian informasi kepada Klien dan keluarga (Hidayat, 2009). Ruang intensive Care Unite memiliki standart operasional prosedur mengenai jam kunjungan Klien yang mengakibatkan orang tua sulit mengontrol dan mengobservasi perkembangan anaknya selama dirawat, pada keadaan seperti ini orang tua merasa cemas atas prosedur perawatan yang dijalani anak selama dirawat di rumah sakit, salah satu hal yang penting dalam keperawatan anak mengingat pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu


(17)

melibatkan peran orang tua yang memiliki peranan penting dalam mempertahankan komunikasi dengan anak (Hidayat, 2009).

Menurut Supartini (2004), perawatan anak di rumah sakit dapat menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma baik pada anak maupun pada orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama dirumah sakit, oleh karena itu betapa pentingnya perawat memahami konsep perawatan (hospitalisasi) dan dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan. Supartini juga mengungkapkan, orang tua yang tidak mempunyai pengalaman terhadap proses dirawat di rumah sakit cenderung lebih cemas dibanding orang tua yang mempunyai pengalaman berulang terhadap proses perawatan pada anaknya.

Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan orang tua dan anak terpisah dikarenakan proses pengobatan anak yang membutuhkan perawatan intensive dan berkesinambungan. Disinilah peran perawat dalam menjembatani hubungan anak dan orang tua nantinya dapat menurunkan tingkat kecemasan baik pada orang tua/anak yang sedang menjalani proses perawatan diruang Intensive Care Unite agar terbina hubungan kerja sama yang baik dan diharapkan dapat menurunkan kecemasan.

Maka berdasarkan data dan penjelasan di atas perlu dilakukan penelitian tentang Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang tua yang Anaknya Sedang Dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, diketahui bahwa masih tingginya tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU, sehingga yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Keefektivitasan Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang tua yang Anaknya Sedang Dirawat di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU sebelum dilakukan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU setelah dilakukan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi Medan.

3. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi Medan.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan mahasiswa dan menambah literatur di perpustakaan tentang efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan intervensi kepada perawat yang berkerja dilingkungan rumah sakit maupun klinik yang memiliki fasilitas ruang ICU anak dalam memberikan komunikasi terapeutik untuk mengurangi kecemasan pada orang tua karena anak dirawat di ruang ICU. 1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya khususnya tentang efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU.


(20)

6 2.1.1 Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana menjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & Sudden, 2001).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien anggota tim kesehatan lainnya. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada klien yang membutuhkan bantuan. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada klien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong klien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu klien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya (Mukhripah, 2009).

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila Klien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Nasir, 2009).


(21)

2.1.3 Tehnik Komunikasi Terapeutik

Mendengarkan dengan penuh perhatian, mendengarkan akan menciptakan situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien merasa bebas. Menunjukkan penerimaan, penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri, mendefenisikan pengulangan adalah bentuk dari pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Klarifikasi, klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas. Memfokuskan (focussing) dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan saja. Menyampaikan hasil observasi, penyampaian hasil pengamatan kepada Klien diharapkan dapat mengubah perilaku yang merusak pada diri klien. Menawarkan informasi, memberikan tambahan informasi merupakan pedidikan kesehatan pada klien. Diam, diam bertujuan untuk menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya. Meringkas, mengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatakan pemahaman. Memberikan penguatan, penguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk penghargaan. Memberi kesempatan kepada klien untuk Memulai pembicaraan, perawat dapat menstimulasinya untuk


(22)

mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapakan untuk membuka pembicaraan. Refleksi, refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri (Nasir, 2009). 2.1.4 Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik

Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3 fase:

a. Fase orientasi yang terdiri dari: 1) Pengenalan

2) Persetujuan Komunikasi

3) Program orientasi yang meliputi: a. Penentuan batas hubungan b. Pengidentifikasian masalah

c. Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan klien d. Mengkaji apa yang diharapkan

4) Fase Kerja

a. Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan

b. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama.

5) Fase Terminasi

a. Merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang sudah ditentukan


(23)

b. Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena klien mungkin menjadi tergantung pada perawat

Fase ini memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga klien merasa sunyi, menolak dan depresi, diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi (Nasir, 2009).

2.2 Konsep Kecemasan 2.2.1 Pengertian

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan.

Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif, dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).


(24)

2.2.2 Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dibagi 4 (empat), yaitu: 1. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bergetar, telinga berdengung, waspada, lapang persepsi meluas, sukar konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang dan tremor halus pada tangan.

2. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu telah berfokus pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain. Respon cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, muka merah dan pucat, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak, firasat buruk.

3. Kecemasan Berat

Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntutan. Responnya meliputi nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, rasa tertekan pada dada, berkeringat dan sakit


(25)

kepala, mula-mual, gugup, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalisasi cepat, takut pikiran sendiri dan perasaan ancaman meningkat dan seperti ditusuk-tusuk.

4. Kecemasan Berat Sekali (panik)

Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, penglihatan kabur, hipotensi, lapang persepsi sempit, mudah tersinggung, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali dan persepsi kacau, menjauh dari orang (Suliswati, 2005).

2.2.3 Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik

2.2.4 Penyebab Terjadinya Kecemasan a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut berupa:


(26)

1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan dengan baik. Konflik antara Id dan super ego atau keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiten gamma amino butyfik acid (GABA) yang mengontrol


(27)

aktivitas neuro di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Faktor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi:

a. Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan fisiologis normal (misalnya hamil).

2. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

3. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal, yaitu:

a. Sumber internal yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan interpersonal di rumah dan tempat kerja. Penyesuaian terhadap peran baru, berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya (Suliswati, 2005).


(28)

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Faktor yang mempengaruhi kecemasan klien antara lain: a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

1. Pengalaman klien menjalani pengobatan

Pengalaman awal klien dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari (Kaplan dan Sadock, 2005).

2. Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Klien yang mempunyai peran ganda baik di dalam


(29)

keluarga atau di masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu (Stuart & Suden, 2005). 3. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:

Kondisi medis (diagnosis penyakit) terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada klien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya pada klien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.

2.3 Konsep Komunikasi Terapeutik yang Terkait Dengan Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar dan bertujuan sebagai penyembuhan yang dilakukan oleh perawat, adapun kegiatannya dipusatkan untuk kemajuan kondisi klien. Komunikasi terapeutik juga berguna untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dokter dan klien melalui hubungan yang terapetik. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengkaji dan mengidentifikasi masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994 dalam Ikram, 2004).

Orang tua yang anaknya dirawat di Rumah Sakit cenderung mengalami kecemasan, hal ini sesuai yang diungkapkan Aziz (2009), bahwa perawatan di rumah sakit penyebab utama kecemasan orang tua. Dalam proses pengkajian


(30)

orang tua klien membutuhkan waktu untuk menjawab pertanyaan, mengekspresikan kecemasan dan menanyakan hal yang penting (Torrence dan serginson, 1997 dalam Ikram 2004). Karena itu tujuan komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah untuk memperjelas dan mengurangi beban dan pikiran orang tua termasuk klien yang cemas selain itu perawat dapat mempengaruhi klien dan orang tua dalam mempersepsikan perawatan dengan memberikan informasi yang tepat dan dapat menurunkan kecemasan.

Ellis dkk dalam Ikram (2004) mengatakan, agar hubungan perawat klien menjadi hubungan pertolongan yang berkualitas, komunikasi yang harus dilakukan mengandung unsur-unsur seperti empati, kehangatan dan pengertian serta penghargaan positif yang tidak bersyarat (tanpa mengharapkan imbalan). Kualitas ini terwujud memalui kehadiran yang tepat pada waktu mendengar dan memberi respon.

Pendapat Ellis dkk dalam Ikram (2004) tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik. Selain itu menurut Roger dalam Supartini (2004) perawat harus mengenal dirinya sendiri, yang berarti menghayati, sesuai dengan nilai yang dianutnya. Komunikasi harus ditandai sikap saling menerima, percaya dan saling menghargai. Selain itu perawat juga harus saling memahami dan menghayati nilai yang dianut orang tua klien. Perawat juga harus memahami tehnik komunikasi pada orang tua dan suasana yang memungkinkan orang tua berkembang tanpa rasa takut dan memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun perilakunya.


(31)

Menurut Azis (2009) Perawat perlu memahami tentang Tehnik komunikasi terapeutik kepada orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU, salah satu penyebab klien tidak patuh terjadi karena orang tua tidak mendapat fasilitas berupa percakapan antara dirinya dengan petugas kesehatan (dokter atau perawat), kepatuhan juga meningkat jika perawat memahami tehnik komunikasi pada orang tua.

Adapun tehnik komunikasi pada orang tua yang anaknya dirawat oleh seorang perawat memiliki jenis diantaranya komunikasi verbal dan non verbal, tetapi yang perlu ditekankan perawat memang harus mampu menguasai jenis komunikasi ini dengan memadukan tehnik-tehnik pada komunikasi terapeutik, adapun tehnik-tehnik itu adalah sebagai berikut: Memberi kesempatan orang tua untuk berbicara, mendengar dengan aktif apa yang disampaikan orang tua, diam, empati, anticipary guidance dimana perawat memperluas pemberian informasi, sehingga keluarga dapat menggunakan informasi sesuai pengembangan kemampuan yang akan datang. Jika hal ini dipahami tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter maka kecemasan akan dapat diturunkan (Damaiyanti, 2008). 2.3.1 Perubahan Respon Terhadap Tingkat Kecemasan pada Orang Tua

yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU

Jika orang tua mengalami kecemasan pada saat anak sedang dirawat diruang Intensive maka perubahan respon yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Kecemasan Ringan

a. Respon fisiologis: Lemas, Sesekali nafas pendek, jantung berdebar, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir


(32)

bergetar, banyak bertanya, ingin selalu dekat dengan anak pada saat anak dirawat diruang intensive.

b. Respon kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, sukar konsentrasi pada masalah, biasa pada tingkat kecemasan ini orang tua lebih sulit menyelesaikan masalah secara efektif ditambah dengan keadaan ekonomi, jika ekonomi orang tua rendah maka kecenderungan orang tua akan selalu memikirkan biaya perawatan diruang ICU yang terbilang mahal.

c. Respon perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk tenang, tidak dapat tidur, tremor halus pada tangan, kekawatiran yang berlebih, suara kadang-kadang meninggi.

2. Kecemasan Sedang

a. Respon fisiologis: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, sering menarik nafas dalam, mulut kering, anoreksia, buang air kecil sedikit, gelisah.

b. Respon kognitif: Lapang persepsi sempit, selalu berfirasat buruk, tidak mampu menerima rangsangan dari luar, daya ingat menurun.

c. Respon perilaku dan emosi: Meremas tangan, bicara lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak nyaman, tidak dapat fokus, sering bermimpi buruk, sering menangis.

3. Kecemasan Berat

a. Respon fisiologis: Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan bingung.


(33)

b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah.

c. Respon perilaku dan emosi: Perasaan terancam meningkat, bicara cepat, perasaan tidak nyaman, rasa mau pingsan.

4. Panik

a. Respon fisiologis: Nafas pendek (sesak nafas), rasa tercekik, palpitasi, diare, sering buang air besar, nyeri dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah, sakit kepala.

b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis.

c. Respon perilaku dan emosi: Agitasi, sering pingsan, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak, kehilangan kendali/kontrol diri, persepsi kacau, tidak mampu berpikir positif, menjauh dari orang lain (Ikram, 2007).

2.4 Cemas Hospitalisasi dan Reaksi Anak

Penyakit dan hospitalisasi sering kali krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak, terutama selama tahun-tahun awal, sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi karena (1) cemas akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, (2) anak memiliki jumlah koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor (kejadian-kejadian yang menimbulkan stres). Cemas dan stresor dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit,


(34)

perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Wong, 2004). 2.4.1 Strategi Penanganan Dengan Kecemasan

Kecemasan adalah salah satu masalah psikososial yang sering dialami oleh setiap orang dalam kehidupanya sehari-hari. Pengalaman persalinan, proses perawatan yang intensive juga menjadi penyebab kecemasan. Selain itu pengalaman kehilangan orang yang dicintai, gempa bumi dan tsunami atau pada saat sedang menghadapi ujian dapat menyebabkan ansietas. Akan tetapi, bila keadaan ini terus-menerus berlangsung dapat menyebabkan keadaan yang panik dimana seseorang tidak dapat lagi melihan segala sesewatu dengan pikiran jernih karena lahan persepsinya sangat menyempit. Oleh karena itu, diperlukan pemberian asuhan keperawatan untuk mengurangi perasaan cemas.

Tabel 1. Strategi Pertemuan yang Dilakukan Perawat dengan Masalah Kecemasan.

No Kemampuan Pasien Sp 1

1 Menyebutkan penyebab kecemasan

2 Menyebutkan situasi yang menyertai kecemasan 3 Menyebutkan perilaku yang terkait dengan kecemasan

4 Melakukan tehnik pengalihan situasi dengan hal-hal yang dapat dilakukan seseorang bisa dengan membaca, menonton TV atau dengan hobi yang dimiliki Klien.

Sp 2

1 Melakukan tehnik tarik napas dalam Sp 3

1 Melakukan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot (merileksasikan otot-otot tubuh, wajah)

   


(35)

Sp 4

1 Melakukan tehnik lima jari dengan menggunakan satu persatu jari anda, pertama, ibu jari ke jari telunjuk bayangkan ketika anda sehat, yang ke dua ibu jari ke jari tengah, bayangkan ketika saat terindah dalam hidup terjadi, yang ke tiga ibu jari ke jari manis bayangkan ketika anda mendapat pujian yang berkesan dan yang terakhir ibu jari kejari kelingking bayangkan tempat terindah yang pernah anda kunjungi

(Sumber: Keliat dkk, 2006)

2.4.2. Efek Hospitalisasi Pada Anak

Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres dan cemas hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi (Carson dkk, 1999). Hal ini bisa saja dipegaruhi oleh durasi kodisi dan sebelum hospitalisasi, bisa juga tidak. Oleh karena itu, perawat tidak boleh berlebihan memperkirakan konsep sakit dan pengalaman sebelumnya (Wong, 2004).

2.4.3 Stresor dan Reaksi Orang Tua Terhadap Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

Krisis penyakit dan hospitalisai pada masa anak-anak mempengaruhi setiap anggota keluarga inti. Reaksi orang tua terhadap penyakit anak mereka bergantung pada keberagaman faktor-faktor yang mempengaruhinya meskipun faktor-faktor yang paling mungkin mempengaruhi respon mereka tidak dapat diprediksi.

Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi terhadap anak mereka dengan reaksi yang luarbiasa konsisten. Pada awalnya orang tua dapat bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Setelah relalisasi penyakit, orang tua bereaksi dengan


(36)

marah atau merasa bersalah atau kedua-duanya. Mereka dapat menyalahkan diri mereka sendiri atas penyakit anak tersebut atau marah pada orang lain karena beberapa kesalahan. Bahkan pada kondisi penyakit anak yang paling ringan sekalipun, orang tua dapat mempertanyakan kelayakan diri mereka sendiri sebagai pemberi perawatan dan membahas kembali segala tindakan atau kelalaian yang dapat mencegah atau menyebabkan penyakit tersebut. Jika hospitalisasi diindikasikan, rasa bersalah orang tua semakin menguat karena orang tua merasa tidak berdaya dalam mengurangi nyeri fisik dan emosional anak.

Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang dilakukan. Sering kali kecemasan yang paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi pada anak. Perasaan frustasi sering berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur dan pengobatan, ketidak tahuan tentang aturan dan peraturan rumah sakit, rasa tidak terima oleh petugas, atau takut mengajukan pertanyaan. Frustasi di unit pediatrik dapat dikurangi jika orang tua mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang diharapkan dari mereka, dianjurkan untuk berpartisipasi dalam perawatan anak, dan dianggap sebagai kontributor paling utama terhadap kesehatan total anak.

Orang tua akhirnya akan bereaksi dengan beberapa tingkat depresi atau kecemasan. Biasanya terjadi ketika krisis akut sudah berlalu, seperti setelah pemulangan atau pemulihan yang sempurna. Ibu sering mengungkapkan perasaan kelelahan fisik dan mental setelah anggota keluarga beradaptasi dengan krisis. Orang tua juga merasa khawatir dan merindukan anak-anak mereka yang lain


(37)

yang mungkin ditinggal dalam perawatan keluarga, teman, atau tetangga. Alasan lain untuk cemas berkaiatan dengan kekawatiran akan masa depan anak, termasuk dampak negatif dari hospitalisasi, dan beban keuangan akibat hospitalisasi tersebut (Wong, 2004).


(38)

24 3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dependen Independen Orang tua yang

anaknya dirawat di ruang ICU

Komunikasi terapeutik terhadap orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU

Kecemasan  Ringan  Sedang  Berat  Panik


(39)

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala

Ukur Hasil Ukur 1 Kecemsan

orang tua yang anaknya dirawat di Ruang ICU.

Pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara lansung serta keadaan emosi tanpa objek spesifik pada orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

Kuesioner Ordinal  20-34 kecemas an ringan  35-49 Kecemas an sedang  50-65 kecemas an berat  66-80 panik. 2 Komunikasi terapeutik pada orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU.

Komunikasi yang diberikan oleh Perawat kepada orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU yang berbasis pada strategi pelaksanaan kecemasan dalam bentuk verbal dan non verbal sesuai dengan fase-fase yang bertujuan untuk menjelaskan kondisi anak. - - -


(40)

3.3 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan rumusan tujuan dan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha : Komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan.


(41)

27 4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen (quacy experimental design) pretest-posttest design. Peneliti ingin melihat efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU.

Keterangan :

01 = Pengukuran tingkat kecemasan sebelum diberikan perlakuan komunikasi terapeutik.

A = Diberikan perlakuan komunikasi terapeutik.

01’ = Pengukuran tingkat kecemasan setelah diberikan perlakuan komunikasi terapeutik.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek tersebut (Alimul, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang

A 01’


(42)

anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan pada tahun 2012 adalah 110 orang.

4.2.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006), bila total populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel 10%, 15% , 20% dan 25% dari total populasi. Berdasarkan rumusan Arikunto tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 28 orang diambil dari 25% jumlah populasi.

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian adalah dengan menggunakan tehnik purposive sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel sesuai yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang tidak dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003).

Adapun kriteria inklusi sampel yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU dan mengalami sedang

cemas berat

b. Dapat berkomunikasi dan membaca

c. Orang tua yang baru mempunyai pengalaman pertama dengan anak dirawat di ruang ICU

d. Orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU selama empat hari.

e. Bersedia untuk diwawancarai yang dinyatakan secara tertulis dengan menandatangani surat perjanjian menjadi responden penelitian.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukan mulai 4 September sampai dengan 5 Desember 2013.


(43)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitan ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian dikirim ke pimpinan RSUD dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti (informed consent). Sebelum responden mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian.

Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencatumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan oleh kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka, instrumen pada penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi responden dan kuesioner tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di


(44)

ruang ICU. Data demografi mencakup, nomor responden, hubungan dengan pasien, umur responden, pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan keluarga.

Kuesioner tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU terdiri dari 20 pertanyaan yang terdiri dari 16 pernyataan postitif dan 3 pernyataan negatif, adapun pernyataan postitif terdapat pada nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,12 ,13 ,14 ,16, 17 ,18 ,19, dan 20, sedangkan pernyataan negatif terdapat pada nomor 10, 11, 15. Penilaian dengan skala likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan skor yang diberikan untuk pernyataan postitif 1 sampai 4 dimana jawaban selalu (SL) mendapat nilai 4, sering (SR) mendapat nilai 3, kadang-kadang (KD) diberi nilai 2 dan tidak pernah (TD) mendapat nilai 1, sehingga nilai tertinggi pada pernyataan postitif dari 17 pernyataan adalah 68 dan nilai terendah adalah 16, sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negative terdiri dari 1 sampai 4, dimana jawaban tidak pernah (TP) diberi nilai 4, (KD) kadang-kadang diberi nilai 3, sering (SR) diberi nilai 3 dan selalu (SR) diberi nilai 1, adapun skor tertinggi untuk pernyataan negatif adalah 12 dan skor terendah adalah 4, sehingga jika dikumulasikan pernyataan postitif dan negatif memiliki skor tertinggi 80 dan skor terendah 20. Semangkin tinggi total skor kuesioner semangkin tinggi tingkat kecemasan orang tua.

Menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2008), dengan rentang sebesar 80 dan banyak kelas dibagi atas 4 katagori kelas untuk respon cemas ringan, sedang, berat dan panik didapat panjang kelas 15. Dengan i = 15 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas interval pertama, maka respon cemas


(45)

dikatagorikan sebagai berikut, cemas ringan 20-34, cemas sedang 35-49, cemas berat 50-65 dan panik 66-80.

4.6 Validitas dan Realibilitas Instrumen

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006). Instrumen yang dapat diterima sesuai standart adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas untuk kuesioner data demografi, serta strategi pelaksaan pasien dengan kecemasan (komunikasi terapeutik) dan kuesioner kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU, juga telah diperoleh nilai CVI sebesar 0,9. Uji validitas telah dilakukan oleh seorang Dosen yang professional dibidangnya, yaitu Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep.

Uji realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner instrumen ini telah diuji dengan realibilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan. Uji realibilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada responden yang sesuai dengan kreteria penelitian yaitu di RSUD dr Pirngadi Medan pada tanggal 10 Agustus dengan jumlah responden sebanyak 10 orang. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus alpha cronbach, sehingga alat ukur yang digunakan dapat dipercaya (Arikunto, 2006). Dimana menurut Djemari (2004) dalam Suyanto (2011) jika alpha > 0,70 maka butir-butir pernyataan reliabel, uju


(46)

realibilitas ini dibantu dengan menggunakan tehnik komputerisasi, dan nilai uji realibilitas yang didapat pada instrumen penelitian ini adalah 0,77.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan selama bulan 4 September sampai 5 Desember 2013. Tahap pengumpulan data sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada bagian penelitian

pada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. b. Mengirimkan surat izin penelitian dari Fakultas ke RSUD dr. Pirngadi

Medan.

c. Setelah persetujuan dari RSUD dr. Pirngadi Medan, peneliti melakukan pengumpulan data dengan menjelaskan prosedur, manfaat penelitian dan cara mengisi kuesioner.

d. Peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian. Responden yang bersedia mengikuti penelitian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

e. Peneliti mengukur tingkat kecemasan responden sebelum diberikan komunikasi terapeutik, setelah tingkat kecemasan telah selesai diukur dan responden sedang dalam kondisi cemas berat maka peneliti langsung memberikan memberikan treatmen berupa komunikasi terapeutik kepada responden selama empat hari (empat kali pertemuan berturut-turut) dengan topik yang berbeda dan setelah empat topik telah diberikan selama empat hari


(47)

lalu peneliti mengukur kembali tingkat kecemasan responden dengan kuesioner yang sama seperti sebelumnya.

f. Setelah semua data yang diinginkan terkumpul peneliti langsung melakukan pengolahan dan analisa data.

4.8 Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan tahap sebagai berikut: a. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diukur dalam penelitian, yaitu rata-rata hitung (mean), nilai tengah (median), modus, dan simpangan baku (standar deviasi) tingkat kecemasan pada kelompok intervensi.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik. Uji hipotesis dilakukan dengan uji paired samples t test. Uji ini untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pre dan post treatment.


(48)

34

Dalam bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan.

5.1 Hasil

Penelitian ini telah dilakukan mulai dari bulan September hingga bulan Desember 2013 di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan. Responden pada penelitian ini adalah orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi, meliputi, usia, pekerjaan, penghasilan dan pendidikan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan.

5.1.1 Data Demografi

Deskripsi karakteristik demografi orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan didapat dari 28 responden. Terlihat bahwa mayoritas usia responden berada pada usia 26-35 tahun sebanyak 16 orang (57,1%), responden yang memiliki pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga sebanyak 24 orang (85,7%), penghasilan Rp 1.700.000-2.500.000 sebanyak 10 orang (35,7%) dan mayoritas pendidikan responden adalah SMA 17 orang (60,7%). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1


(49)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Orang Tua Yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan (n=28) Usia Responden 17-25 26-35 36-45 Penghasilan Responden <850.000 850.000-1.600.000 1.700.000-2.500.000 2.600.000-3.300.000 >3.400.000 Pekerjaan Responden PNS

Ibu Rumah Tangga Pendidikan Responden SMP SMA PT Frekuensi 2 16 10 1 7 10 7 3 4 24 3 17 8 Persentase (%) 7,1 57,1 35,7 36 25.0 37.5 25.0 10.7 14.3 85.7 10.7 60.7 28.6

5.1.2 Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Komunikasi Terapeutik Data tentang tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan sebelum diberikan komunikasi terapeutik, bahwa mayoritas orang tua mengalami kecemasan berat 17 orang (60,7%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan Komunikasi Terapeutik di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan

Kecemasan

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%)

Kecemasan Berat 17 60.7


(50)

5.1.3 Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Komunikasi Terapeutik Data tentang tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan setelah diberikan komunikasi terapeutik, bahwa mayoritas orang tua mengalami kecemasan ringan 15 orang (53,6). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan tingkat kecemasan setelah dilakukan komunikasi terapeutik di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan

Kecemasan

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%)

Ringan 15 53.6 Sedang 12 42.9 Berat 1 3.6

5.1.4 Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan

Data tentang efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan adalah rata-rata tingkat kecemasan pada pengukuran pertama adalah berat 60,7% dengan standar deviasi 0,49. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kecemasan ringan adalah 53,6% dengan standar deviasi 0,57. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 1,893 dengan standar deviasi 0,685. Hasil uji statistik didapatkan nilai P=0,000 maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.4.


(51)

Tabel 5.4 Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan

Variabel Mean SD Beda

Mean P value n Kecemasan Pengukuran I

Kecemasan Pengukuran II

3,39 1,50

0,49 0,57

0,09

0,10 0,000 28

5.2Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya sedang dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.

5.2.1 Kecemasan

Hasil analisa data kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan terhadap 28 responden, didapat bahwa mayoritas responden 17 orang (60,7%) mengalami kecemasan berat dan 11 orang (39,3%) panik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abieb (2012), di RSU dr Djoelham Binjai, didapat hasil bahwa 23 orang (78,2%) responden mengalami kecemasan berat saat anak dirawat di ruangan intensive, selain itu Aziz (2009), mengatakan bahwa proses perawatan di rumah sakit menjadi penyebab kecemasan orang tua, kecemasan ini timbul akibat kurangnya informasi tentang proses perawatan di rumah sakit, selain itu Juni (2005), melakukan penelitian di RSUD dr Pirngadi Medan dengan sampel 62 orang, didapat bahwa (58,8%) orang tua mengatakan cemas apabila tidak mendapatkan konsultasi tentang kondisi kesehatan anak oleh perawat dan dokter serta merasa cemas karena merasa asing dengan lingkungan rumah sakit.


(52)

Tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU tinggi disebabkan karena orang tua dan anak dipisahkan hal ini dilihat dari jawaban responden yang paling banyak menyatakan selalu ingin berada didekat anak pada saat anak dirawat di ruang ICU (100%) hal ini sesuai dengan pendapat Aziz (2009) bahwa orang tua tidak ingin jauh dari anak saat anak sedang dirawat di rumah sakit. Anak yang dirawat di ruang ICU membutuhkan perawatan yang lebih intensive untuk memudahkan tenaga kesehatan yang bertugas di ruang ICU lebih mudah untuk mengobservasi klien secara koprehensif (Vivian dalam Ilham, 2011) yang mengatakan bahwa ruang intensive khusus anak memiliki standar operasional kerja yang harus diperhatikan mengingat bahwa pencegahan infeksi serta perawatan yang menyeluruh merupakan bagian terpenting dari setiap komponen perawatan anak dan bayi baru lahir, dimana pada keadaan ini anak masih rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya yang masih belum sempurna sehingga ditakutkan akan menambah komplikasi penyakit.

Tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU dipengaruhi oleh pengalaman dan usia dimana pada hasil penelitian mayoritas berusia 26-35 sebanyak 16 orang ( 57,10%) masih mengalami kecemasan, Azis (2009) mengatakan usia dewasa menjadikan domain individu matang dalam berfikir dan bertindak pada setiap penambahan usia akan semakin bertambah pengalaman dan pembelajaran hidup khususnya dalam mengatasi kecemasan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden yang tidak mempunyai pengalaman dengan anak dirawat di ruang ICU mengalami kecemasan (100%), tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU berada pada


(53)

tingkat kecemasan berat hal ini disebabkan oleh perawatan di ruang ICU yang membutuhkan kondisi yang intensive dan pengawasan secara koprehensif oleh tenaga kesehatan yang bertugas di ruang ICU serta menjaga kondisi Klien agar tidak terinfeksi oleh kondisi luar lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayat (2009) bahwa perawatan di ruang ICU adalah keadaan dimana seorang harus mendapatkan pengobatan lanjutan yang intensive mengenai status kesehatannya yang mengakibatkan terpisahnya dari lingkungan sanak keluarga dan biasanya masalah yang timbul pada keadaan ini baik pada klien maupun keluarga adalah kecemasan (Efendi dalam Ikram, 2009), bahwa pengetahuan individu didapat dari hasil pendikan formal dan informal serta dari profesi yang digeluti dapat dipergunakan untuk memecahkan suatu pemasalahan di dalam kehidupan, termasuk kecemasan. Latar belakang pendidikan menjadi fokus dari bidang ilmu yang dipahami sehingga setiap bidang ilmu dan profesi memiliki pemahaman yang berbeda sebagai contoh seorang yang ahli dalam bidang pertanian belum tentu memahami tentang bidang kedokteran, hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden yang berpendidikan perguruan tinggi 18 orang (28,6%) masih pengalami kecemasan, ini berarti bahwa tidak semua profesi mampu memanagemen kecemasan karna pada dasarnya kecemasan dapat diturunkan dengan pembelajaran. Jelaslah pekerjaan ibu rumah tangga yang tidak memiliki latar pendidikan kesehatan dan tidak pernah mendapat pendidikan kesehatan tidak mampu mengontrol kecemasan saat anak dirawat di ruang ICU ini terlihat dari hasil penelitian bahwa responden yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga 24 orang (85,7%) mengalami kecemasan, hal


(54)

ini sesuai dengan pendapat Azis (2009), bahwa perkerjaan menjadi penyebab kecemasan.

5.2.4 Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang ICU RSUD dr Pirngadi Medan Tahun 2013

Hasil analisa data dari 28 responden menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi medan, bahwa nilai (p) Value =0,000 lebih kecil dari nilai level of significance yaitu 0,05 yang berarti bahwa komunikasi terapeutik efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan, dengan hipotesa alternative pada penelitian ini gagal ditolak yaitu ada efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU RSUD dr. Pirngadi Medan.

Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian Abieb (2012) di RSU dr Djoelham Binjai yang membuktikan bahwa komunikasi terapeutik efektif menurunkan tingkat kecemasan pada orang tua yang anakya dirawat di ruang intensive.

Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang tua mengalami kecemasan. Perawat dapat mengurangi kecemasan dengan mengkaji penyebab terjadinya kecemasan dan memperbaiki kecemasan dengan tindakan keperawatan yang difokuskan pada komunikasi terapeutik berbasis pada strategi pelaksanaan pada ansietas (Jenny, 2010).

Selama proses komunikasi berlangsung responden sangat mengekpresikan kecemasan dan perasaannya, reponden juga merasa tenang selama proses


(55)

komunikasi berlangsung dan mematuhi anjuran untuk menurunkan kecemasan dengan strategi pelaksanaan yang diajarkan. Hal ini juga sesuai pendapat Aziz (2010) bahwa orang tua yang anaknya dirawat membutuhkan penjelasan tentang keadaannya, Atkinson (1992) interaksi antara perawat dan klien dapat meningkatkan mekanisme koping dan memberi dukungan emosional kepada keluarga dan klien yang mengalami kecemasan dan rasa takut.

Selain itu komunikasi yang dilakukan peneliti dengan menginformasikan tentang empat strategi pelaksanaan pada kecemasan yaitu : tehnik pengalihan, peregangan otot, tehnik relaksasi dan tehnik lima jari membeikan efek positif bagi penurunan tingkat kecemasan, hal ini sesuai dengan pendapat Jenny dkk (2010) bahwa strategi pelaksanaan pada Klien anseitas dapat menurunkan tingkat kecemasan dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik. Fyfe (1999) juga berpendapat tindakan perawat dapat membantu mengurangi atau menurunkan kecemasan klien. Jenny (2010), menyatakan bahwa tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam menurunkan tingkat kecemasan dengan pendekatan (trass) dan dengan strategi pelaksanaan pada keadaan anseitas.


(56)

42

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 28 responden di RSUD dr Pirngadi Medan menggambarkan tingkat kecemasan pre treatment didapat 17 orang (60,7%) responden mengalami kecemasan berat dan 11 orang (39,3%) panik, pengukuran kecemasan setelah diberikan treatment berupa komunikasi terapeutik didapat bahwa responden yang mengalami kecemasan ringan 15 orang (53,6%), kecemasan sedang 12 orang (42,9%) dan mengalami kecemasan berat 1 orang (3,6%). Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji t pada N=28 α 0,05 didapat nilai signifikansi p=0,000 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima karena nilai t hitung > dari t tabel (1,893>0,193) sehingga dapat dinyatakan bahwa komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU.

6.2 Saran

a. Penelitian Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbanyak sampel penelitian dan menggunakan metode dan konsep yang lain untuk menurunkan tingkat kecemasan.

b. Pendidikan Keperawatan

Sebaiknya fakultas ilmu keperawatan USU sebagai instansi tinggi pendidikan keperawatan berkerja sama dengan rumah sakit termasuk RSUD dr Pirngadi


(57)

Medan untuk melakukan pelatihan komunikasi terapeutik yang berbasis strategi pelaksanaan kecemasan pada perawat yang bekerja di ruangan intensive.

c. Pelayanan Keperawatan

Hendaknya perawat yang bekerja di ruang ICU agar terampil memberikan intervensi keperawatan yang berbasis pada strategi pelaksanaan untuk kecemasan agar Klien dan keluarga tidak mengalami kecemasan.

                               


(58)

 

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2006). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan lmiah. Salemba Medika : Jakarta.

(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika. Jakarta. Arikunto, S, (2006). Praktek Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Edisi S.

Rineka Cipta : Jakarta.

Atkinson, L, J. (1992). Operating Room Rechnigve. Yth Edition, Mos By : St Bouis.

Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik Dalam Peraktik Keperawatan. Refika Aditama: Bandung.

Damandri. (2013). Pengertian Orangtua. Diambil Pada Tanggal 8 April Dari http:///www. Surgeyenyclopedia. Muazahbupibab2.Com.

Dewi, L. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika : Jakarta.

Fyfe, A. (2013). Peran Perawat Dalam Menurunkan Kecemasan pasien Preoprasi dan Perawatanya. Diambil Pada Tanggal 15 September. http:///www. natn,org.uk/resultsasp.

Gunarsa. (2006). Perkembangan Anak. Erlanggga: Jakarta.

Hawari, D. (2008). Menejemen Stress, Cemas dan Depresi.FKUI. Jakarta. Huddak, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta.

Hidayat, A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak . Salemba Medika: Jakarta.

Ikram. (2007). Peran Keluarga Dalam Proses Hospitalisasi Anak Di Ruang Anak Rumah Sakit Santa Elisabeth. USU: Medan.

Purba, M, P. dkk (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. USU: Medan.

Musliha, S. (2011). Komunikasi Keperawatan. Nuha Medika : Yogjakarta.

Juni, E. (2005). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Orangtua Selama Anaknya Dirawat Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Usu: Medan. Kaplan & Sadck (2010). Ajas Psikiati Klinis. EGC: Jakarta.


(59)

Nasir, A, (2009). Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan, Aplikasi, Salemba Medika : Jakarta.

Nursalam, (2005). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.

(2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.

Suliswati, (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta. Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC: Jakarta.

Stuard, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.

Wong, L. (2003). Wongs Nursing Care of Infant And Children. Lovis Missouri: USA.

                 


(60)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP

PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA YANG ANAKNYA DIRAWAT DI RUANG ICU

RSUD DR PIRNGADI MEDAN

PENELITI : MUHAMMAD ADIUL ILHAM (NIM 121121006)

--- Saya yang bernama Muhammad Adiul Ilham Nim 121121006 adalah mahasiswa S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian, penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut dan agar tercapainya tujuan dari penelitian ini, yaitu mengatasi masalah kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di ruang ICU. Saya selaku peneliti mengharapkan partisipasi saudara sebagai responden dalam penelitian ini. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas saudara sebagai responden dalam penelitian ini dan sebagai bukti shahih dalam penelitian.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Apabila saudara tidak menginginkan menjadi responden dalam penelitian saya, saudara berhak menolak dan tidak ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian saya, maka saudara dipersilahkan menandatangani formulir di bawah ini.

Terimakasih atas partisipasi untuk penelitian ini.

Tanggal : No Kode Responden :


(61)

SURAT MENJADI RESPONDEN

Saya telah diminta dan memberi izin untuk berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Orangtua Yang Anaknya Dihospitalisasi Di Ruang ICU RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2013”.

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitianya yang akan dilaksanakan. Saya mengetahui bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan orangtua yang anaknya dihospitalisasi diruang ICU. Manfaat yang saya dapatkan dari penelitian ini adalah dapat mengatasi kecemasan. Peneliti akan memberi format petunjuk dan cara menurunkan tingkat kecemasan.

Saya mengerti bahwa resiko yang mungkin terjadi sangat kecil. Saya berhak untuk menghentikan penelitian ini tanpa adanya hukuman atau kehilangan hak, khususnya perlakuan yang merugikan bagi saya.

Saya mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin dengan legal. Semua subjek yang mencantumkan identitas subjek penelitian hanya dipergunakan untuk kepentingan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan lagi akan dimusnakan. Hanya peneliti yang mengetahui kerahasiaan data.

Demikianlah secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan darisiapapun, saya bersedia berperan dalam penelitian ini.

Peneliti Medan, Agustus 2013

Muhammad Adiul Ilham (RESPONDEN)

NIM: 121121006  


(62)

I. Kuesioner Data Demografi Kecemasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di ruang ICU

Petunjuk pengisian: isilah data di bawah ini dengan lengkap dan berilah tanda cek (√) pada kotak pilihan yang tersedia.

1. Nomor Responden : ………..(diisi peneliti) 2. Hubungan dengan pasien : ………..

3. Umur : ………...Tahun

4. Pendidikan Terakhir :

Tidak sekolah SMU SD SMP Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan :

Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta

Pegawai Swasta Lain-lain( )sebutkan 6. Penghasilan Keluarga :

< Rp 850.0000 Rp 2.600.000-Rp 3.400.000 Rp 850.000-Rp 1.700.000 > Rp 3.400.000


(63)

II. Kuesioner Kecemasan Pre Test

Petunjuk pengisian: Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia, dimana TP: Tidak Pernah, KD: Kadang-Kadang, SR: Sering dan SL: Selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya merasa lemas/lesu ketika mendengar keputusan Perawat dan Dokter bahwa anak saya harus dirawat di ruang ICU

2. Jantung saya berdebar-debar ketika Perawat dan Dokter memeriksa anak saya di ruang ICU

3. Saya sulit tidur saat anak terbaring lemah di ruang ICU

4. Saya memikirkan biaya Perawatan yang dibutuhkan oleh anak saya selama dirawat di ruang ICU

5. Napsu makan saya menurun ketika anak saya masih dirawat di ruang ICU

6. Saya merasa khawatir melihat anak saya yang dipasangkan alat kesehatan pada saat dirawat di ruang ICU

7. Saya memikirkan firasat buruk ketika Dokter dan Perawat memberikan tindakan

pengobatan kepada anak saya di ruang ICU 8. Saya bertanya pada Perawat dan Dokter

tentang kondisi anak saya yang dirawat di ruang ICU

9. Saya sulit berkonsentrasi memikirkan hal yang lain pada saat anak saya dirawat di ruang ICU


(64)

10. Saya merasa malas melihat anak saya dirawat di ruang ICU

11. Saya meragukan anak saya akan sembuh walaupun dirawat di ruang ICU

12. Saya selalu ingin berada di dekat anak saya pada saat anak saya dirawat di ruang ICU 13. Saya sulit fokus ketika Perawat dan Dokter

menjelaskan prosedur tindakan yang harus di jalani anak saya pada saat dirawat di ruang ICU

14. Saya merasa sulit bernafas (sesak nafas) ketika melihat proses perawatan anak saya di ruang ICU

15. Saya enggan berlama-lama berada di samping anak saya pada saat dirawat di ruang ICU 16. Saya senang melihat dan mendengarkan

Perawat dan Dokter menjelaskan kondisi anak saya yang dirawat di ruang ICU

17. Saya menangis ketika memikirkan anak saya yang sedang dirawat di ruang ICU

18. Sewaktu saya tidur saya sering bermimpi buruk tentang anak saya yang dirawat di ruang ICU

19. Saya merasa gemetar menghadapi proses Perawatan anak saya di ruang ICU 20. Saya merasa perut saya (mules dan diare)

pada saat melihat kondisi anak saya di ruang ICU.


(65)

III. Kuesioner Kecemasan Post Test Kode Responden :

Petunjuk pengisian: Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia, dimana TP: Tidak Pernah, KD: Kadang-Kadang, SR: Sering dan SL: Selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya merasa lemas/lesu ketika mendengar keputusan Perawat dan Dokter bahwa anak saya harus dirawat di ruang ICU

2. Jantung saya berdebar-debar ketika Perawat dan Dokter memeriksa anak saya di ruang ICU

3. Saya sulit tidur saat anak terbaring lemah di ruang ICU

4. Saya memikirkan biaya Perawatan yang dibutuhkan oleh anak saya selama dirawat di ruang ICU

5. Napsu makan saya menurun ketika anak saya masih dirawat di ruang ICU

6. Saya merasa khawatir melihat anak saya yang dipasangkan alat kesehatan pada saat dirawat di ruang ICU

7. Saya memikirkan firasat buruk ketika Dokter dan Perawat memberikan tindakan pengobatan kepada anak saya di ruang ICU

8. Saya bertanya pada Perawat dan Dokter tentang kondisi anak saya yang dirawat di ruang ICU

9. Saya sulit berkonsentrasi memikirkan hal yang lain pada saat anak saya dirawat di ruang ICU 10. Saya merasa malas melihat anak saya dirawat


(66)

di ruang ICU

11. Saya meragukan anak saya akan sembuh walaupun dirawat di ruang ICU

12. Saya selalu ingin berada di dekat anak saya pada saat anak saya dirawat di ruang ICU 13. Saya sulit fokus ketika Perawat dan Dokter

menjelaskan prosedur tindakan yang harus di jalani anak saya pada saat dirawat di ruang ICU

14. Saya merasa sulit bernafas (sesak nafas) ketika melihat proses perawatan anak saya di ruang ICU

15. Saya enggan berlama-lama berada di samping anak saya pada saat dirawat di ruang ICU 16. Saya senang melihat dan mendengarkan

Perawat dan Dokter menjelaskan kondisi anak saya yang dirawat di ruang ICU

17. Saya menangis ketika memikirkan anak saya yang sedang dirawat di ruang ICU

18. Sewaktu saya tidur saya sering bermimpi buruk tentang anak saya yang dirawat di ruang ICU

19. Saya merasa gemetar menghadapi proses Perawatan anak saya di ruang ICU

20. Saya merasa perut saya (mules dan diare) pada saat melihat kondisi anak saya di ruang ICU.


(67)

Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dan Orang tua Pertemuan 1 Fase Pra Interaksi

Setiap pertemuan yang akan dilakukan perawat selalu mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan (khususnya komunikasi terapeutik), peralatan yang dibutuhkan agar komunikasi dabat terlaksana dengan baik.

Fase Orientasi

Perawat : “Assalammualaikum, Pak. Perkenalkan nama saya Muhammad Adiul Ilham mahasiswa dari Universitas Sumatra Utara, saya senang dipanggil Ilham, (ekspresi wajah tersenyum sambil berjabat tangan) Saya datang ke Rumah Sakit ini untuk membantu Bapak/Ibu. Nama Bapak/Ibu siapa? Senang di panggil apa?”

Klien : ...

Perawat : “Bagaimana Keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” (bibir tersenyum dan mempertahankan kontak mata).

Klien : ...

Perawat : “Baiklah kita bercakap–cakap tentang permasalahan yang Bapak/Ibu rasakan saat ini, dimana kita bisa berbicara dan berapa lama Bapak/Ibu punya waktu?”

Klien : ... Fase Kerja

Perawat : Tadi Bapak/Ibu mengatakan bahwa Bapak/Ibu merasa cemas dan takut dengan proses perawatan anak yang sedang dirawat


(68)

diruang ICU Sehingga menyulitkan Bapak/Ibu untuk mengontrol dan mengobservasi secara langsung perkembangan anak Bapak/Ibu (mempertahankan kontak mata) Saat ini apa yang Bapak/Ibu rasakan.

Klien : ...

Perawat : “Adakah usaha yang sudah Bapak/Ibu lakukan dalam menghadapi kecemasan saat anak Bapak/Ibu dirawat diruang ICU ?” (mempertahankan kontak mata).

Klien : ...

Perawat : “Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan apa tindakan yang bisa di lakukan dalam mengatasi kecemasan Bapak/Ibu tersebut?” (menjaga kontak mata dan memfokuskan)

Klien : ...

Perawat : “Ada cara mengatasi kecemasan saat Bapak/Ibu menghadapi perawatan diruang ICU yang sedang dijalani anak Bapak/Ibu. Bapak/Ibu dapat melakukan tehnik pengalihan situasi, yakni Bapak/Ibu dapat mengalihkan kecemasan dengan melakukan apa yang di sukai atau hobi yang Bapak/Ibu miliki dan dapat dilakukan dirumah sakit. Sebagai contoh bermain game di handphone, menulis, membaca koran, menonton TV, membaca alkitab sesuai agama dan kepercayaan Bapak/Ibu, berdoa serta mencari jalan keluar terhadap masalah yang


(69)

Bapak/Ibu hadapi karna anak dirawat diruang ICU dengan keluarga. Apa Bapak/Ibu sudah mengerti?”

Fase Terminasi

Perawat : “Tadi kita sudah latihan pengalihan kecemasan dengan kegiatan fositif yang dimiliki, sekarang bagaimana perasaan Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Coba Bapak/Ibu lakukan bagaimana tehnik pengalihan situasi yang saya ajarkan kapada Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Ya, seperti itu caranya. Saya harap dengan melakukan cara tersebut dapat mengurangi tingkat kecemasan Bapak/Ibu” Klien : ...

Perawat : “Sudah 10 menit kita bercakap–cakap, semoga tingkat kecemasan Bapak/Ibu dapat berkurang dan dapat dengan tenang menjaga dan menghadapi proses perawatan anak Bapak/Ibu di ruang ICU, Pak/Buk esok kita akan berjumpa kembali ditempat ini pukul 09.00 wib, kita akan membahas tentang melakukan tehnik napas dalam.”

Klien : ...

Perawat : Terima ksih atas waktunya semoga dapat bermanfaat !! assalammualaikum (sambil tersenyum dan berjabat tangan)..!


(70)

Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dan Orang tua Pertemuan 2 Fase Orientasi

Perawat : “Bagaimana Keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” (bibir tersenyum dan mempertahankan kontak mata, berjabat tangan).

Klien : ...

Perawat : “Baiklah sesuai janji saya kemarin hari ini kita akan bercakap cakap tentang tehnik penurunan tingkat kecemasan dengan cara napas dalam.

Klien : ... Fase Kerja

Perawat : Tadi Bapak/Ibu mengatakan bahwa Bapak/Ibu masih merasa cemas dan takut dengan proses perawatan anak yang sedang dirawat diruang ICU, pak kemarin saya telah mengajarkan kepada Bapak/Ibu tehnik pengalihan dan sekarang kita akan membahas tentang tehnik napas dalam.

Klien : ...

Perawat : “Cara ke dua mengatasi kecemasan saat Bapak/Ibu menghadapi hospitalisasi diruang ICU yaitu. Bapak/Ibu dapat melakukan tehnik napas dalam, yakni Bapak/Ibu menghirup udara dalam–dalam dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut secara perlahan–lahan (sambil


(71)

mendemonstrasikan kepada pasien), hal ini dapat Bapak/Ibu lakukan berkali–kali hingga Bapak/Ibu bisa lebih tenang, Apa Bapak/Ibu sudah mengerti?”

Fase Terminasi

Perawat : “Tadi kita sudah latihan tehnik napas dalam bagaimana perasaan Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Coba Bapak/Ibu lakukan bagaimana tehnik napas dalam yang saya ajarkan kapada Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Ya, sepertri itu caranya. Saya harap dengan melakukan cara tersebut dapat mengurangi tingkat kecemasan Bapak/Ibu”

Klien : ...

Perawat : “Sudah 10 menit kita bercakap–cakap, semoga tingkat kecemasan Bapak/Ibu semakin berkurang dan dapat dengan tenang menjaga dan menghadapi proses perawatan anak Bapak/Ibu di ruang ICU.”

Klien : ...

Perawat : Terima kasih atas waktunya semoga dapat bermanfaat dan besok kita akan bertemu lagi di tempat ini pada jam 09.00 Wib dan kita besok akan membahas tentak tehnik penurunan tingkat kecemasan dengan cara mengerutkan dan


(72)

mengendurkan otot !! assalammualaikum (sambil tersenyum dan berjabat tangan)

Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dan Orang tua Pertemuan 3 Fase Orientasi

Perawat : “Selamat pagi Bapak/Ibu, Bagaimana Keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” (bibir tersenyum dan mempertahankan kontak mata, serta berjabat tangan).

Klien : ...

Perawat : “Baiklah sesuai janji saya kemarin tujuan saya bertemu Bapak/Ibu hari ini adalah saya ingin membantu Bapak/Ibu menurunkan tingkat kecemasan Bapak/Ibu dengan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot apakah Bapak/Ibu sudah siap?”

Klien : ... Fase Kerja

Perawat : Cara ketiga ini dapat Bapak/Ibu lakukan beberapa kali sehari caranya Bapak/Ibu dapat mengendurkan dan mengerutkan wajah, seperti ini Pak/Buk (perawat mendemonstrasikan ). Ya seperti ini Bapak/Ibu, coba Bapak/Ibu praktikan apa yang saya contohkan tadi..!! lakukan hal tersebut beberapa kali sehari dan Bapak/Ibu lakukan bersama dengan tindakan yang saya ajarkan kemarin.


(73)

Perawat : “Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan apa tindakan yang Bapak/Ibu lakukan dalam mengatasi kecemasan Bapak/Ibu tersebut yang telah saya ajarkan kemarin ?” (menjaga kontak mata dan memfokuskan)

Klien : ... Fase Terminasi

Perawat : “Tadi kita sudah latihan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot wajah dan sekarang bagaimana perasaan Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Coba Bapak/Ibu lakukan kembali bagaimana tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot wajah yang saya ajarkan kapada Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Ya, sepertri itu caranya. Saya harap dengan melakukan cara tersebut dapat mengurangi tingkat kecemasan Bapak/Ibu”

Klien : ...

Perawat : “Sudah 10 menit kita bercakap–cakap dan besok di tempat ini jam 09.00 Wib saya akan datang kembali mengajarkan tehnik lima jari , apakah Bapak/Ibu bersedia ??


(74)

Perawat : Terima kasih atas waktunya semoga dapat bermanfaat !! assalammualaikum (sambil tersenyum dan berjabat tangan). Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dan Orang tua Pertemuan 4 Fase Orientasi

Perawat : “Selamat pagi Bapak/Ibu, Bagaimana Keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” (bibir tersenyum dan mempertahankan kontak mata, serta berjabat tangan).

Klien : ...

Perawat : “Baiklah sesuai janji saya kemarin hari ini saya akan membahas topik penurunan tingkat kecemasan yaitu tehnik lima jari apakah Bapak/Ibu sudah siap?”

Klien : ... Fase Kerja

Perawat : Cara ke empat ini dapat Bapak/Ibu lakukan beberapa kali sehari dimana caranya adalah Bapak/Ibu duduk tenang dan rileks Bapak/Ibu dapat menggunakan satu persatu jari-jari Bapak/Ibu yang pertama ibu jari ke jari telunjuk Bapak/Ibu bayangkan ketika anda sehat, yang ke dua ibu jari ke jari tengah bayangkan ketika saat terindah dalam hidup Bapak/Ibu terjadi, yang ke tiga ibu jari ke jari manis bayangkan ketika ibu dapat pujian yang berkesan dan yang terakhir ibu jari kejari kelingking bayangkan tempat terindah yang pernah anda kunjungi …, seperti ini pak (perawat


(75)

mendemonstrasikan). Ya seperti ini Bapak/Ibu , coba Bapak/Ibu praktikan apa yang saya contohkan tadi..!! lakukan hal tersebut beberapa kali sehari dan Bapak/Ibu lakukan dengan 3 hal yang saya ajarkan kemarin..

Klien : ...

Perawat : “Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan apa tindakan yang Bapak/Ibu lakukan dalam mengatasi kecemasan Bapak/Ibu tersebut yang telah saya ajarkan kemarin ?” (menjaga kontak mata dan memfokuskan)

Klien : ... Fase Terminasi

Perawat : “Tadi kita sudah latihan tehnik lima jari dan sekarang bagaimana perasaan Bapak/Ibu?”

Klien : ...

Perawat : “Coba Bapak/Ibu lakukan kembali bagaimana tehnik lima jari yang telah saya ajarkan kapada Bapak/Ibu?

Klien : ...

Perawat : “Ya, sepertri itu caranya. Saya harap dengan melakukan cara tersebut dapat mengurangi tingkat kecemasan Bapak/Ibu”

Klien : ...

Perawat : “Sudah 10 menit kita bercakap–cakap di tempat ini , pak hari ini saya terakhir bertemu Bapak/Ibu untuk membahas tehnik dan cara penurunan tingkat kecemasan , semoga Bapak/Ibu


(76)

dapat melakukan apa yang saya ajarkan jika kecemasan sedang melanda Bapak/Ibu,. Terimakasi banyak atas waktu yang telah Bapak/Ibu luangkan untuk saya. assalammualaikum (sambil tersenyum dan berjabat tangan).


(1)

65

STRATEGI PERTEMUAN YANG DILAKUKAN PERAWAT DENGAN MASALAH KECEMASAN.

No Kemampuan Pasien Sp 1

1 Menyebutkan penyebab kecemasan

2 Menyebutkan situasi yang menyertai kecemasan 3 Menyebutkan perilaku yang terkait dengan kecemasan

4 Melakukan tehnik pengalihan situasi dengan hal-hal yang dapat dilakukan seseorang bisa dengan membaca, menonton TV atau dengan hobi yang dimiliki Klien.

Sp 2

1 Melakukan tehnik tarik napas dalam Sp 3

1 Melakukan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot (merileksasikan otot-otot tubuh, wajah)

Sp 4

1 Melakukan tehnik lima jari dengan menggunakan satu persatu jari anda, pertama, ibu jari ke jari telunjuk bayangkan ketika anda sehat, yang ke dua ibu jari ke jari tengah, bayangkan ketika saat terindah dalam hidup terjadi, yang ke tiga ibu jari ke jari manis bayangkan ketika anda mendapat pujian yang berkesan dan yang terakhir ibu jari kejari kelingking bayangkan tempat terindah yang pernah anda kunjungi

(Sumber: Keliat dkk, 2006)

   


(2)

Lampiran 1

   

               


(3)

67

   

Lampiran 2

   

     


(4)

(5)

69

   


(6)

Dokumen yang terkait

Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi.

1 48 100

Tingkat Kecemasan Orang Tua Terhadap Pemasangan Infus Pada Anak Usia Prasekolah Di Ruang III RSUD Dr. Pirngadi Medan

42 227 87

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Stres Hospitalisasi Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) di Ruang III RSUD Dr. Pirngadi Medan

6 26 102

Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Orangtua Anak Yang Dirawat Di Ruang Picu Dan Nicu Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung.

0 0 2

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ORANGTUA ANAK YANG DIRAWAT DI RUANG PICU DAN NICU RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

0 0 1

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Stres Hospitalisasi Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) di Ruang III RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 1 11

Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi.

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Komunikasi Terapeutik - Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi.

0 0 16

Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi.

0 0 12

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA KELUARGA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG PICU RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Tingkat Kecemasan pada Keluarga Pasien yang Dirawat di Ruang

0 0 17