Analisis Perkembangan Kota Surakarta

5.1 Analisis Perkembangan Kota Surakarta

5.1.1 Analisis Penggunaan Lahan Kota Surakarta

Perkembangan kota tak lepas dari perkembangan lahan terbangun yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang ada di kota. Dengan adanya kuantitas / jumlah penambahan luasan lahan terbangun atau pengurangan luas lahan non terbangun, suatu kota diindikasikan telah mengalami perkembangan.

Secara spasial perkembangan kota dapat dilihat dari pola distribusi ruang terbangun dan non terbangun serta kepadatan ruang terbangun tersebut seperti di Kota Surakarta. Berdasarkan data tersebut, Kota Surakarta mengikuti pola perkembangan interstial seperti pendapat Zahnd (1994:8). Perkembangan kota secara interstial adalah perkembangan kota dilihat dari penambahan jumlah lahan terbangun, sedangkan daerah dan ketinggian bangunan tetap sama. Kota Surakarta juga mengalami hal yang demikian, jumlah luas lahan terbangun mengalami peningkatan dari tahun 1999-2009 sebanding dengan penurunan luas lahan non terbangun. Untuk melihat pertumbuhan lahan terbangun dan non terbangun dengan kegiatan yang ada di dalamnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

lahan untuk perumahaan, jasa dan perusahaan, pertumbuhan negatif terdapat dalam penggunaan lahan untuk tanah kosong, tegalan dan sawah, sedangkan yang tidak mengalami pertumbuhan sama sekali adalah penggunaan lahan untuk industry, kuburan, lapangan olahraga, taman dan lain-lain. Dari tahun 1999-2009 penggunaan lahan untuk perumahan meningkat sebesar 0,23%, jasa sebesar 0,11%, perusahaan sebesar 0,19%. Untuk penurunan tanah kosong sebesar 1,18%, tegalan sebesar 8,23% dan sawah sebesar 2,61%.

Perkembangan perumahan, perusahaan dan jasa yang termasuk dalam areal terbangun, tidak terjadi di setiap tahunnya karena pada tahun-tahun tertentu penggunaan lahan untuk perumahan, jasa dan perusahaan mengalami penurunan.. Pada tahun 2003 penggunaan lahan untuk perumahan dan perusahaan mengalami penurunan dan tahun 2000, 2004, 2005 dan 2008 penggunaan lahan untuk jasa juga mengalami penurunan.

Kota Surakarta mengalami pertumbuhan dalam penggunaan lahan untuk jasa dan perusahaan. Dalam hal ini menunjukkan bahwa Kota Surakarta berkembang di bidang perdagangan dan jasa dalam rangka peningkatan investasi kota. Hasil dari investasi kota dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan kota (Richardson, 1978). Pertumbuhan penggunaan lahan untuk perumahan Kota Surakarta relevan dengan kecenderungan kota menurut pendapat Adisasmita (2005) dimana kota merupakan konsentrasi permukiman penduduk yang makin lama makin meluas. Pertumbuhan perdagangan, jasa dan perumahan di Kota Surakarta dapat menjadi pemicu pertumbuhan penduduk Kota Surakarta khususnya pertambahan jumlah pekerja kota. Pertumbuhan tersebut secara langsung menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan untuk mengakomodasi sarana prasarana kota.

Perkembangan Kota Surakarta tidak berhenti sampai dengan penurunan jumlah penduduk setiap tahunnya, melainkan pertumbuhan permukiman sebagai areal lahan terbangun dapat menjadi indikator perkembangan suatu kota seperti pendapat Zahnd (1994). Kota Surakarta mengalami perkembangan interstial dimana pertumbuhan permukiman meningkat dari tahun 1999-2009 di Kota Surakarta sebagai penambahan jumlah luas lahan terbangun. Pola perkembangan Perkembangan Kota Surakarta tidak berhenti sampai dengan penurunan jumlah penduduk setiap tahunnya, melainkan pertumbuhan permukiman sebagai areal lahan terbangun dapat menjadi indikator perkembangan suatu kota seperti pendapat Zahnd (1994). Kota Surakarta mengalami perkembangan interstial dimana pertumbuhan permukiman meningkat dari tahun 1999-2009 di Kota Surakarta sebagai penambahan jumlah luas lahan terbangun. Pola perkembangan

5.1.2 Analisis Perkembangan Penduduk Kota Surakarta

Penduduk merupakan kunci utama perkembangan suatu kota. Tanpa adanya penduduk, kota dapat dikatakan mati. Jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami penurunan dari tahun 1999-2009, yang tentunya berdampak pula pada penurunan kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Surakarta. Untuk lebih menjelaskan kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1999-2009

Tahun

Jumlah Penduduk (jiwa)

Pertumbuha n Penduduk

Persentase Pertumbuha n Penduduk (%)

Kepadata n Penduduk (jiwa/ha)

Kategori Kepadata n

Rata- Rata

Sumber : Analisis Penulis

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk yang ditandai dengan nilai negatif dari angka pertumbuhan penduduk total dari rentang waktu tahun 1999-2009 sebesar -0,19%. Akan tetapi tidak di setiap tahun terjadi penurunan angka pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1999-2002, pertumbuhan Dari tabel di atas dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk yang ditandai dengan nilai negatif dari angka pertumbuhan penduduk total dari rentang waktu tahun 1999-2009 sebesar -0,19%. Akan tetapi tidak di setiap tahun terjadi penurunan angka pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1999-2002, pertumbuhan

Pertumbuhan penduduk oleh faktor manusia dan juga pola pergerakan manusia sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kota seperti yang diuraikan oleh Sutarjo (1996). Pola pergerakan manusia yaitu pergerakan penduduk masuk dan keluar kota dengan berbagai faktor-faktor pendorong. Seperti pendapat Yunus (2005) mengenai kekuatan sentrifugal dari pusat kota dimana kekuatan-kekuatan tersebut yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari dalam ke luar kota seperti yang dialami penduduk di Kota Surakarta dengan adanya penurunan jumlah penduduk di tahun 2003 dan 2006. Kekuatan tersebut salah satunya adalah tingginya kepadatan penduduk di Kota Surakarta yang menyebabkan penduduk berpindah ke pinggiran kota.

5.1.3 Analisis Kebutuhan Permukiman Kota Surakarta

Perkembangan kota dari sisi kependudukan berdampak pada perkembangan kota dari sisi pemenuhan kebutuhan rumah bagi penduduknya. Semakin banyak jumlah penduduknya, semakin banyak pula kebutuhan rumah kota tersebut. Hal tersebut tentunya juga berlaku untuk perkembangan Kota Surakarta. Dari hasil analisis kependudukan sebelumnya, pertumbuhan penduduk Kota Surakarta secara keseluruhan mengalami penurunan dengan angka pertumbuhan yang bernilai negatif. Hal ini akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan rumah kota di Surakarta. Pada tabel 5.3 dibawah ini akan dijelaskan kebutuhan rumah yang muncul sebagai akibat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta. Perhitungan kebutuhan rumah dilakukan dengan membagi jumlah penduduk yang ada dengan standart penghuni rumah, dibandingkan lagi dengan jumlah eksisting rumah sehingga dapat diketahui seberapa besar kekurangan rumah atau kelebihan rumah yang ada di Kota Surakarta.

Tabel 5.3 Analisis Kebutuhan Rumah Kota Surakarta Tahun 1999-2009

Tahun

Penduduk (jiwa)

Rumah (unit)

Eksisting Rumah (unit)

Rumah (unit)

Ketersediaan Rumah

Sumber : Analisis Penulis

Dari perhitungan tersebut, Kota Surakarta mengalami kekurangan dan kelebihan rumah dalam rentang waktu tahun 1999-2009. Kota Surakarta pada tahun 1999-2001 membutuhkan rumah tambahan sebesar 19.546 unit pada tahun 1999, 20.274 unit pada tahun 2000 dan 21.587 unit pada tahun 2001. Selain tahun- tahun tersebut, Kota Surakarta telah terpenuhi kebutuhan rumahnya secara statistik menurut perhitungan pertumbuhan penduduk.

Akan tetapi tidak selamanya Kota Surakarta mengalami surplus jumlah rumah, pada saat tertentu dimana Kota Surakarta mengalami perkembangan yang semakin pesat, pada saat itulah secara perlahan Kota Surakarta akan membutuhkan rumah tambahan bagi pertumbuhan penduduknya.

Kebutuhan rumah tidak hanya dipandang dari kebutuhan penduduk yang tinggal di kota, tetapi kebutuhan rumah kota dipengaruhi pula oleh perkembangan kegiatan di kota tersebut. Kota sebagai pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya seperti Kota Surakarta mempunyai daya tarik yang kuat bagi penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kota untuk bekerja di pusat kota. Seperti teori dari Adisasmita (2005) yang menyatakan bahwa perkembangan penduduk perkotaan menunjukkan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota yang menjadikan kota memiliki daya tarik yang kuat untuk tempat bekerja dengan pendapatan yang lebih tinggi dan berbagai kemudahan lainnya yang beraneka ragam. Sebagai pusat kota, Kota Surakarta pun memiliki daya tarik tersebut sehingga banyak masyarakat Kebutuhan rumah tidak hanya dipandang dari kebutuhan penduduk yang tinggal di kota, tetapi kebutuhan rumah kota dipengaruhi pula oleh perkembangan kegiatan di kota tersebut. Kota sebagai pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya seperti Kota Surakarta mempunyai daya tarik yang kuat bagi penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kota untuk bekerja di pusat kota. Seperti teori dari Adisasmita (2005) yang menyatakan bahwa perkembangan penduduk perkotaan menunjukkan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota yang menjadikan kota memiliki daya tarik yang kuat untuk tempat bekerja dengan pendapatan yang lebih tinggi dan berbagai kemudahan lainnya yang beraneka ragam. Sebagai pusat kota, Kota Surakarta pun memiliki daya tarik tersebut sehingga banyak masyarakat

Kondisi penyediaan rumah di Kota Surakarta yang berlebih mengindikasikan Kota Surakarta sebagai tempat investasi berbisnis dimana perumahan juga menjadi investasi. Penggunaan lahan yang berkembang di bidang perumahan, jasa dan perusahaan seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah rumah Kota Surakarta. Kepadatan penduduk yang tinggi, keterbatasan lahan kota mendorong pembangunan hunian secara vertikal di Kota Surakarta untuk mengatasi permasalahan kota dan menjadi tempat investasi kota.

Perkembangan di bidang perumahan dari segi kuantitas unit rumah dan dari segi luasan lahan yang digunakan untuk perumahan tidak sebanding dengan jumlah penduduk kota yang turun. Hal ini menunjukkan bahwa rumah-rumah yang ada di Kota Surakarta bukan untuk tempat tinggal penduduk Kota Surakarta tetapi rumah-rumah tersebut digunakan untuk investasi. Dengan perkembangan Kota Surakarta sebagai pusat perdagangan dan jasa menjadikan Kota Surakarta sebagai lokasi investasi yang menguntungkan.