TUGAS AKHIR - Evaluasi Program Penataan Kawasan Ngarsapura
TUGAS AKHIR EVALUASI PROGRAM PENATAAN KAWASAN NGARSAPURA
Di susun oleh: FADHILAH RUSMIATI
I 0607039
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
commit to user
PENATAAN KAWASAN ....................................................................... 98
5.1. Analisis Kondisi Koridor Ngarsapura .................................................... 98
5.1.1. Analisis Kondisi Fisik Koridor Ngarsapura ................................. 98
5.1.2. Analisis Kondisi Non Fisik Koridor Ngarsapura ........................ 106
5.2. Analisis Kondisi Pasar Ngarsapura ....................................................... 110
5.2.1. Analisis Kondisi Fisik Pasar Ngarsapura .................................... 110
5.2.2. Analisis Kondisi Non Fisik Pasar Ngarsapura ............................ 113
5.3. Analisis Kondisi Pasar Triwindu .......................................................... 117
5.3.1. Analisis Kondisi Fisik Pasar Triwindu ....................................... 117
5.3.2. Analisis Kondisi Non Fisik Pasar Triwindu ............................... 121
5.4. Kondisi Night Market Ngarsapura ........................................................ 126
5.4.1. Analisis Kondisi Fisik Night Market Ngarsapura ....................... 126
5.4.2. Analisis Kondisi Non Fisik Night Market Ngarsapura ............... 128
5.5. Analisis Indikasi Program Penataan Kawasan Ngarsapura .................. 130
5.6. Temuan Penelitian................................................................................. 132
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................ 137
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
Gambar 5.7 Kondisi Tampak Depan Pasar Triwindu Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Renovasi Pasar .................................................... 118 Gambar 5.8 Kondisi Bangunan Pasar Triwindu Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Renovasi Pasar .................................................... 118 Gambar 5.9 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Sarana dan Prasarana Pasar Triwindu .............................................................. 120 Gambar 5.10 Gambar Aksesibilitas Pasar Triwindu ............................................... 124 Gambar 5.11 Tanggapan Responden Kualitas Sarana dan Prasarana
Night Market Ngarsapura ................................................................ 127
commit to user
LAMPIRAN
commit to user
iii
Kawasan Ngarsapura berkaitan erat dengan budaya Kota Surakarta, namun tumbuh menjadi pusat perdagangan yang ternyata menurunkan kualitas lingkungan kawasan. Dalam mengembalikan citra Ngarsapura sebagai kawasan budaya, dilakukan program penataan kawasan yang terdiri dari empat program yaitu penataan koridor Ngarsapura (Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito), pembangunan Pasar Ngarsapura, renovasi Pasar Triwindu serta pengembangan Night Market Ngarsapura.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi program penataan kawasan Ngarsapura dalam mengembangkan fisik, dan non fisik (ekonomi serta sosial budaya) kawasan Ngarsapura. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan rasionalistik yang merupakan penggabungan metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis nya menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis statistik dengan uji regresi linear sederhana. Teknik sampling menggunakan teknik purposive sampling dengan mengambil sampel Pedagang Pasar Ngarsapura, Pasar Triwindu dan Night Market Ngarsapura.
Dari analisa yang dilakukan diperoleh suatu kesimpulan bahwa program penataan koridor Ngarsapura meliputi perbaikan pedestrian, penataan bangunan serta peningkatan jalan dan utilitas lingkungan mampu meningkatkan kualitas fisik kawasan dan sebagai ruang terbuka publik kota mewadahi aktivitas ekonomi serta aktivitas sosial dan budaya. Penataan ini dapat mengembalikan image (citra visual) yang spesifik sebagai kawasan budaya. Penataan kawasan akan berpengaruh pada aspek ekonomi masyarakat dimana ternyata menurunkan aktivitas perdagangan baik Pasar Triwindu maupun Pasar Ngarsapura. Oleh karena itu penataan kawasan Ngarsapura dapat dikatakan masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuninya.
Kata kunci: Penataan, Kawasan, Fisik, Ekonomi, Sosial Budaya
commit to user
iv
Ngarsapura area closely related to the cultural city of Surakarta, but grew as a trade center that turned out to reduce the environmental quality of the region. In Ngarsapura restore the image as a cultural area, conducted restructuring program area consists of four programs, namely the arrangement of corridors Ngarsapura (Diponegoro street and Ronggowarsito street), Ngarsapura Market development, Triwindu Market renovation and Ngarsapura Night Market development.
This study aims to evaluate the program structuring Ngarsapura region in developing physical and non physical (economic and socio-cultural) Ngarsapura region. This study is a descriptive evaluative research using rationalistic approach which is an amalgamation of qualitative and quantitative methods. this analysis techniques use descriptive analysis of qualitative and statistic analysis with simple linear regression test. Sampling technique using a purposive sampling technique by taking samples the traders of Ngarsapura Market, Triwindu Market and Ngarsapura Night Market.
From the analysis carried out to obtain a conclusion that the arrangement of the program include improved pedestrian in corridor of Ngarsapura, the arrangement of buildings and the upgrading of roads and utility environment can improve the physical quality of the area and as public open space accommodate urban economic activities as well as social and cultural activities. This arrangement can restore the image (visual imagery) as a specific cultural area. Structuring the region will have an effect on the economic aspects of society which turned out to decrease the activity of trade both in Ngarsapura Market and Triwindu Market. Therefore, the arrangement of the region Ngarsapura can be said is still not able to improve the welfare of the community residents.
Key words: Structuring, Regions, Physical, Economic, Social and Cultural
commit to user
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah awal mula Ngarsapura sangat berhubungan erat dengan keberadaan Pura Mangkunegaran. Nama Ngarsapura sendiri berasal dari dua kata yaitu ‘Ngarsa’ dan ‘Pura’. Ngarsa berarti Depan sedangkan Pura yang dimaksud adalah Pura Mangkunegaran. Pura Mangkunegaran sendiri adalah tempat tinggal KGPAA Mangkunegara dan keluarganya. Dahulu kawasan Ngarsapura dikenal dengan kawasan Pasar Pon. Penamaan pasar ini didasarkan pada tradisi penanggalan masyarakat Jawa yang menggunakan hari pasaran Jawa seperti Wage, Kliwon, Legi, Pahing, dan Pon. Pada jaman penjajahan Belanda, kawasan cukup ramai dengan kegiatan ekonomi masyarakat seperti pasar, pertokoan serta gedung pertunjukan (bioskop). Lokasi kawasan membentuk sumbu lurus dengan Pura Mangkunegaran, yang merupakan pemerintahan kedua setelah Keraton Kasunanan Surakarta. Berikut adalah gambar kawasan Ngarsapura pada masa 1930-an.
Salah satu elemen penting yang berada di kawasan Ngarsapura selain Pura Mangkunegaran adalah Pasar Triwindu. Pasar ini berada secara administratif termasuk dalam bagian wilayah Kelurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari. Dilihat dari sejarahnya, Pasar Triwindu dibangun pada tahun 1939 untuk memperingati tiga windu bertahtanya Mangkunegara
Gambar 1.1 Kawasan Pasar Pon Singosarenweg (1936) Sumber : Toponim Surakarta, Keragaman Budaya dalam Penamaan Ruang Kota
( Kementerian Kebudayan dan Pariwisata)
commit to user commit to user
Selain sangat erat hubungannya dengan aspek budaya,kawasan ini juga merupakan kawasan yang tumbuh pesat terutama dalam perdagangan elektronik serta alat-alat olahraga. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya pertokoan tersebut yang berjajar di sepanjang Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito. Aktivitas perdagangan semakin meningkat sehingga kawasan ini sering disebut juga sebagai pusat perdagangan barang elektronik dan alat olahraga. Namun ternyata hal ini berdampak besar pada perkembangan lingkungan kawasan. Keberadaan pertokoan tersebut membuat kondisi lingkungan menjadi kumuh dan tidak tertata. Selain menempati tanah milik negara, pertokoan tersebut membuat pergerakan atau sirkulasi lalu lintas di Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito menjadi macet karena parkir kendaraan yang memakai badan jalan. Kondisi lingkungan kawasan juga mengalami kerusakan akibat pembangunan yang tidak terkendali sehingga sering terjadi banjir. Dari segi estetika kawasan, keberadaan pertokoan ini menganggu citra kawasan Ngarsapura yang erat dengan aspek budaya lokal. Oleh karena itu kawasan ini memiliki potensi begitu besar sebagai kawasan yang direkomendasikan untuk dilindungi atau dikonservasi karena terletak di lingkungan budaya Pura Mangkunegaran serta memiliki peruntukan yang bermacam-macam yaitu perdagangan, sekolah, serta permukiman.
Gambar 1.2 Kondisi Pasar Triwindu Sumber : Dokumen RTBL Ngarsapura
commit to user
Dalam mengembalikan citra kawasan Ngarsapura sebagai kawasan budaya, maka dilakukan peremajaan kawasan. Kota Surakarta dibawah kepemimpinan Walikota Joko Widodo menciptakan program-program untuk meningkatkan pamor dan mempercantik wajah kota. Berbagai kebijakan pembangunan wilayah kota diberbagai sektor terus digalakkan untuk meningkatkan citra kota Surakarta sebagai kota budaya. Revitalisasi, renovasi, dan restorasi sebagai wujud dari peremajaan kawasan akan menjadikan Ngarsapura lebih berkarakter lokal, dan dapat mengungkap kembali nilai-nilai lokal masa lalu sera menjadi pusat kegiatan baru bagi aktivitas sosial, ekonomi dan seni-budaya. Penataan Ngarsapura meliputi pengembangan fisik dan non fisik. Pengembangan fisik berupa perencanaan tata bangunan dan tata lingkungan dengan tetap mempertahankan keaslian unsur-unsur kawasan serta arsitektur bangunan yang menjadi ciri khas kawasan. Pengembangan non fisik berupa arahan pengembangan ekonomi, sosial budaya, kepariwisataan lokal. Pengembangan sosial budaya (aktivitas seni dan budaya) yang ditingkatkan sebagai wujud pelestarian dan pengembangan terhadap seni budaya lokal khususnya, dan seni modern pada umumnya. Penataan kawasan dilakukan untuk mewujudkan Ngarsapura sebagai kawasan budaya yang bersifat urban dan menjadi aset bagi kepariwisataan lokal bagi Kota Surakarta.
Program penataan kawasan Ngarsapura ini terdiri dari empat program yaitu penataan koridor Ngarsapura yaitu Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito, relokasi pedagang Jalan Diponegoro dan Jalan
Gambar 1.3 Kawasan Ngarsapura (Januari 2008) Sumber : Dokumen RTBL Ngarsapura
commit to user
Ngarsapura, renovasi bangunan Pasar Triwindu serta pengembangan Night Market Ngarsapura untuk memperkenalkan produk khas Surakarta. Keempat program tersebut menjadi satu kesatuan yang diharapkan akan membangun kembali citra kawasan sebagai kawsan budaya serta menumbuhkan ekonomi serta wisata budaya baru di Kota Surakarta. Program ini dilaksanakan mulai tahun 2008 hingga tahun 2009.
Program-program yang telah selesai dan berjalan selama beberapa tahun tersebut ternyata masih belum berjalan sesuai yang diharapkan. Pembangunan fisik lingkungan kawasan tersebut mengalami peningkatan seperti pembangunan pedestrian, peningkatan jalan dan utilitas lingkungan serta pembangunan pasar menjadi bangunan permanen, modern serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang pasar. Perubahan tatanan fisik lingkungan kawasan tersebut ternyata mampu mengubah kondisi non fisik terutama aktivitas perdagangan baik pada pertokoan elektronik maupun pada Pasar Triwindu. Secara fisik lingkungan mengalami peningkatan kualitas, namun ternyata membuat aktivitas perdagangan menurun. Hal ini dapat dilihat pada turunnya pendapatan sehingga membuat pedagang yang lebih memilih menutup kios mereka.
Implementasi suatu program penataan kawasan harus senantiasa dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Suharsimi Arikunto (2004) program dapat dipahami dalam dua pengertian yaitu secara umum dan khusus. Secara umum, program dapat diartikan dengan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang di kemudian hari. Sedangkan pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi yang bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sebuah program harus diakhiri dengan evaluasi. Ada tiga tahap rangkaian evaluasi program yaitu :
commit to user commit to user
Kegiatan evaluasi dilakukan kepada berbagai aspek yaitu dari segi fisik, sosial serta ekonomi kawasan. Evaluasi tersebut dilakukan sebagai penilaian atas kesesuaian antara tujuan dan konsep penataan kawasan terhadap penerapannya di suatu kawasan . Dengan adanya evaluasi program tersebut maka akan dapat dilihat bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dari program tersebut dalam mengembangkan potensi-potensi kawasan di Kota Surakarta. Proses evaluasi ini merupakan suatu masukan (input) didalam perencanaan kedepan khususnya penataan kawasan yang berkesinambungan dan berdaya guna bagi masyarakat, lingkungan, dan keberadaannya didalam kawasan Kota Surakarta.
1.2. Rumusan Masalah
Program penataan kawasan Ngarsapura ini terdiri dari empat program yaitu penataan koridor Ngarsapura (Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito), pembangunan Pasar Ngarsapura elektronik, renovasi bangunan Pasar Triwindu serta pengembangan Night Market Ngarsapura. Program-program ini dilaksanakan mulai tahun 2008 hingga tahun 2009.
Setelah selesai dan berjalan selama beberapa tahun tersebut ternyata masih menyimpan permasalahan. Peningkatan fisik lingkungan kawasan melalui pembangunan pedestrian, peningkatan jalan dan utilitas lingkungan serta pembangunan pasar yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang pasar. Perubahan tatanan fisik lingkungan kawasan tersebut ternyata mampu mengubah aktivitas perdagangan baik pada pertokoan elektronik maupun pada Pasar Triwindu. Secara fisik lingkungan mengalami peningkatan kualitas, namun ternyata membuat aktivitas perdagangan merosot tajam sehingga membuat pedagang yang lebih memilih menutup kios mereka karena semakin menurunnya pendapatan yang diterima.
commit to user commit to user
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian
1.3.1. Tujuan
Mengevaluasi program penataan kawasan Ngarsapura dalam mengembangkan fisik, dan non fisik (ekonomi serta sosial budaya) kawasan Ngarsapura.
1.3.2. Sasaran
a. Mengidentifikasi konsep serta implementasi program penataan kawasan Ngarsapura.
b. Mengidentifikasi kondisi fisik dan non fisik (sosial budaya-ekonomi) kawasan Ngarsapura pasca program penataan kawasan.
c. Melakukan evaluasi program penataan kawasan Ngarsapura dalam mengembangkan fisik, dan non fisik (ekonomi serta sosial budaya) kawasan Ngarsapura.
d. Membuat kesimpulan dan rekomendasi dari hasil evaluasi program penataan kawasan Ngarsapura
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi pembaca, memberikan informasi mengenai konsep program penataan kawasan Ngarsapura serta permasalahan yang timbul pasca program penataan. Selain itu juga menambah wawasan dan pengetahuan tentang evaluasi penataan kawasan pada kondisi fisik, ekonomi serta sosial budaya kawasan Ngarsapura.
b. Bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta, dapat memberikan masukan dalam upaya tindak lanjut program penataan kawasan Ngarsapura berdasarkan hasil penelitian di lapangan.
c. Bagi masyarakat setempat merupakan obyek utama yang terpengaruh oleh adanya penataan kawasan, sehingga dengan adanya penelitian ini
commit to user commit to user
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Ngarsapura. Kawasan Ngarsapura masuk dalam Kelurahan Keprabon dan Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari. Batasan yang digunakan bukan merupakan batasan fisik atau administratif melainkan batasan fungsional dari kawasan Ngarsapura. Batasan fungsional tersebut disesuaikan dengan lingkup wilayah program penataan kawasan Ngarsapura. Batasannya meliputi koridor Ngarsapura yaitu Jalan Diponegoro dan penggal Jalan Ronggowarsito, bangunan terdiri dari bangunan Pasar Ngarsapura serta Pasar Triwindu. Bangunan Pasar Triwindu termasuk dalam Kelurahan Keprabon sedangkan Pasar Ngarsapura termasuk dalam Kelurahan Timuran.
1.5.2. Ruang Lingkup Materi
Materi yang akan dibahas meliputi konsep program penataan serta kondisi fisik dan non fisik kawasan Ngarsapura pasca penataan kawasan. Penilaian dilakukan pada aspek fisik dan non fisik kawasan. Aspek fisik terdiri pedestrian, bangunan, jalan serta utilitas koridor Jalan Diponegoro dan Jalan Ronggowarsito, kondisi bangunan pasar beserta fasilitas penunjang pasar. Sedangkan untuk aspek non fisiknya antara lain tingkat ekonomi pedagang pasar baik Pasar Ngarsapura, Pasar Triwindu maupun Night Market Ngarsapura serta aktivitas ekonomi, sosial budaya yang terjadi di koridor Ngarsapura.
commit to user
Gambar 1.5 Kerangka Pikir Sumber : Analisis Peneliti,2011
Bagaimana program penataan kawasan dalam mengembangkan fisik, dan non fisik (ekonomi serta sosial budaya) kawasan Ngarsapura.
Analisis Deskriptif
Kualitatif
Analisis Deskriptif Kuantitatif
Evaluasi Program Penataan
Kawasan Ngarsapura
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Aktivitas Ekonomi
· Pedestrian · Bangunan &Fasilitas
penunjang · Jalan
Utilitas
Lingkungan
Identifikasi kondisi
Non Fisik
Identifikasi kondisi
fisik
Aktivitas Sosial Budaya
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Kawasan Budaya
(Dekat dengan Pura Mangkunegaran)
Kawasan Ngarsapura
Penurunan Kualitas Lingk. Kawasan:
· Lingk. Kumuh · Kemacetan · Banjir
Penataan Koridor Ngarsapura
Renovasi
Pasar Triwindu
Pengembangan Night Market Ngarsapura
Pembangunan Pasar Ngarsapura (relokasi pedagang)
Program Penataan Kawasan Ngarsapura
Pemasalahan yang Timbul Pasca
Penataan Kawasan Ngarsapura
Perubahan kondisi fisik dan sosial budaya kawasan Ngarsapura
Menurunnya aktivitas perdagangan
Pasar Triwindu serta Pasar
Ngarsapura
commit to user
10
1.2. Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan dalam studi Evaluasi Program Penataan Kawasan Ngarsapura terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, manfaat studi, ruang lingkup wilayah, ruang lingkup substansional, kerangka pikir dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang mendasari studi ini, yang diperoleh dari literatur serta berbagai media informasi, penelitian, seminar, workshop, dan lainnya yang digunakan sebagai dasar acuan. Kajian pustaka terdiri dari teori perancangan kawasan, peremajaan dan revitalisasi kawasan serta tinjauan pasar serta fasilitas pasar.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi metode-metode yang digunakan terdiri dari tipe penelitian, pendekatan penelitian, variabel penelitian, langkah-langkah penelitian dari tahap persiapan, pengumpulan data serta metode analisis penelitian.
BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN NGARSAPURA
Berisi program penataan kawasan serta kondisi fisik kawasan ngarsapura yang terdiri dari koridor Ngarsapura, bangunan serta jalan dan utilitas lingkungan pasca penataan kawasan. Sedangkan kondisi non fisik yang terdiri dari aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial-budaya pasca penataan kawasan.
BAB V ANALISIS KONDISI KAWASAN NGARSAPURA PASCA PENATAAN KAWASAN
Pada bagian ini berisi tentang analisis studi yang menggunakan teori dan metode penelitian deskriptif kualiitatif terhadap kondisi fisik dan non fisik kawasan pasca penataan kawasan. Análisis terdiri dari análisis koridor Ngarsapura, análisis kondisi Pasar
commit to user
11
Night Market Ngarsapura.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berisi kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kondisi fisik, dan non fisik
commit to user
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Elemen Perancangan Kawasan
Perancangan kawasan merupakan elemen penting dalam perwujudan ruang kota yang berkualitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan ruang tersebut di dalam membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat. Untuk itu maka unsur-unsur arsitektur kota yang berpengaruh terhadap proses pembentukan ruang yang dimaksud harus diarahkan serta dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan. Unsur-unsur di atas, biasa juga dikenal dengan istilah elemen rancang kota. Shirvani Hamid (1985), mengklasifikasikan elemen perancangan kawasan (urban design) dalam delapan kategori berikut :
2.1.1. Tata Guna Lahan ( Land Use)
Pada prinsipnya land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan seharusnya berfungsi. Land use bermanfaat untuk pengembangan sekaligus pengendalian investasi pembangunan. Pada skala makro, land use lebih bersifat multifungsi / mixed use. Tata guna lahan dirancang dan dikembangkan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tata guna lahan, hal tersebut untuk menginteraksikan antara rancangan dan kebijaksanaan bagi peruntukan fungsi-fungsi yang tepat pada areal tertentu (khusus). Problem rancangan tata guna lahan di masa lampau adalah, kurangnya pemahaman keanekaragaman peruntukkan lahan yang berskala kawasan, kegagalan dalam mempertimbangkan faktor-faktor fisik, lingkungan alamiah dan infrastruktur.
Sedangkan yang menjadi pertimbangan utama untuk perancangan tata guna lahan dimasa mendatang adalah mengkombinasikan penggunaan lahan dalam suatu kawasan kota untuk meningkatkan kota selama 24 jam.. Tata guna lahan suatu kawasan harus mengikuti sistematika : type
commit to user commit to user
2.1.2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh ketinggian atau besarnya bangunan, penampilan bentuk maupun konfigurasi dari massa bangunannya, besaran selubung bangunan (building envelope), BCR (KDB) dan FAR (KLB), ketinggian bangunan, sempadan bangunan, ragam arsitektur, skala, material, warna dan sebagainya.
Sedangkan Spreiregen (1965) membuat sintesa mengenai bentuk dan massa bangunan, yang meliputi skala, berhubungan dengan pandangan, sirkulasi, ukuran bangunan yang berdekatan. Ruang kota merupakan elemen utama perancangan kota, skala dan rasa terlingkupi (sence of enclosure) serta macam ruang dan massa bangunan.
2.1.3. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking )
Diperlukan suatu manajemen transportasi yang menyeluruh terkait dengan masalah sirkulasi kota. Di sebagian besar negara maju sudah dicanangkan atau digencarkan penggunaan moda transportasi umum (mass transport ) dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Selain kebutuhan ruang untuk bergerak, moda transport juga membutuhkan tempat untuk berhenti (parkir). Kebutuhan parkir semakin meningkat terutama di pusat-pusat kegiatan kota. Parkir memiliki dua pengaruh yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan, yaitu kelangsungan kegiatan komersial di pusat kota dan perwajahan atau bentukan fisik kota yang harus diamati. Menurut Dirjen Perhubungan Darat Tahun 1998, parkir dibedakan atas parkir pada badan jalan (on street parking) dan parkir di luar badan jalan (off street parking). Parkir pada badan jalan (on street parking) sangat dipengaruhi oleh sudut parkir, lokasi parkir dan panjang jalan yang digunakan untuk parkir. dalam penempatan fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking) dikelompokkan atas dua bagian, yakni:
commit to user commit to user
kelangsungan aktivitas kota, dimana di dalamnya terdapat masalah parkir serta menimbulkan visual impact (dampak visual) yang negatif terhadap bentuk fisik dan struktur kota. Suatu lingkungan yang tidak menyenangkan terutama di daerah perkotaan dan pusat perdagangan sering dihubungkan dengan keadaan parkir kendaraan yang tidak tertib dan terkesan semrawut. Nilai arsitektur kota dapat berkurang sebagai akibat kesemrawutan kota. Pada sisi yang lain, parkir sangat dibutuhkan sekali terutama pada pusat- pusat kegiatan, hal ini memudahkan untuk mencapai akses dari jalan yang akan dituju.
2.1.4. Ruang Terbuka (Open Space)
Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Dalam perencanan open space akan dengan perabot taman / jalan (street furniture) seperti lampu, tempat sampah, papan nama, bangku dan sebagainya. Bentuk ruang terbuka menurut Rob Krier dalam Urban Space (1979) diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Berbentuk memanjang, yaitu : ruang terbuka umumnya hanya mempunyai batas-batas di sisi-sisinya, misalnya : jalan, sungai, pedestrian, dan lain-lain. Ruang terbuka ini menciptakan suatu koridor.
b. Berbentuk cluster, yaitu : ruang terbuka ini mempunyai batas-batas di sekelilingnya, misalnya : plasa, square, lapangan, bundaran , dll. Ruang terbuka ini membentuk kantong-kantong yang berfungsi sebagai ruang- ruang akumulasi aktifitas kegiatan masyarakat kota.
commit to user commit to user
Untuk itu, secara umum, fungsi ruang terbuka itu sendiri dapat dibagi ke dalam empat macam diantaranya fungsi ekologik (paru-paru kota, pengatur iklim mikro, pengatur dan pengendali sistem air tanah), fungsi fisik (peneduh, penahan angin), fungsi sosial budaya (tempat rekreasi, olah raga), dan fungsi estetika (memperindah lingkungan). Sebagai fungsi sosial budaya bagi masyarakat perkotaan, ruang terbuka merupakan ruang umum (public space) yang selain memenuhi fungsi sebagai tempat (places) beraktivitas juga memiliki arti yang sangat penting bagi cermin kehidupan masyarakat pada kota dimana ruang tersebut berada. Penggunaan secara sadar oleh masyarakat telah memberikan implikasi yang luas terhadap keberadaan ruang terbuka , baik positif maupun negatif.
Stephen Carr, dkk (1992) melihat ruang terbuka publik sebagai ruang wadah aktivitas sosial yang melayani dan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat kota. Ruang terbuka juga merupakan wadah dari kegiatan fungsional maupun aktivitas ritual yang mempertemukan sekelompok masyarakat dalam rutinitas normal kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan periodic. Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antarkelompok masyarakat. Secara umum, tujuan ruang terbuka publik adalah:
commit to user commit to user
ü Peningkatan Visual (Visual Enhancement), keberadaan ruang publik di suatu kota akan meningkatkan kualitas visual kota tersebut menjadi lebih manusiawi, harmonis, dan indah.
ü Peningkatan Lingkungan (Environmental Enhancement), penghijauan pada suatu ruang terbuka publik sebagai sebuah nilai estetika juga paru- paru kota yang memberikan udara segar.
ü Pengembangan Ekonomi (Economic Development) adalah tujuan yang umum dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik. ü Peningkatan Kesan (Image Enhancement) merupakan tujuan yang tidak tertulis secara jelas dalam kerangka penciptaan suatu ruang terbuka publik namun selalu ingin dicapai.
2.1.5. Jalur Pedestrian (Pedestrian Ways)
Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota, mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut. Dalam perancangan jalur pedestrian perlu diperhitungkan keseimbangan antara jumlah pejalan kaki dan pemakai jalan serta keseimbangan antara penggunaan jalur pedestrian guna mendukung ruang- ruang umum yang ada. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan dan ketersediaan ruang yang cukup bagi para pejalan kaki tersebut. Sedangkan kriteria sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan jalur pedestrian adalah kesesuaian, skala, material, perlengkapan perabot jalan dan pedagang eceran. Melalui perencanaan dan perancangan elemen-elemen pembentuk visual pedestrian ini akan menghadirkan citra kawasan.
commit to user commit to user
- Lebar trotoar harus leluasa, minimal bila dua orang pejalan kaki
berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalan - Lebar minimum trotoar adalah 1,50 meter
- Untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras, dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan
sekitarnya harus diberi pembatas. - Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, beton, perkerasan aspal atau
plester. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2- 4% supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan maksimum adalah 10%.
Elemen Pendukung Jalur Pedestrian (street furniture) menurut (Rubenstein, 1992) antara lain: · Paving, pemilihan paving dipengaruhi oleh skala, pola, warna dan tekstur. Material paving dibedakan : cocrete (beton), brick (batu bata), stone (batu), asphalt (aspal)
· Lampu penerangan untuk memberikan keamanan bagi pejalan kaki. Lampu penerangan diperlukan untuk menjamin keamanan dan
keselamatan pejalan kaki. Lampu penerangan diutamakan ditempatkan di jalur penyeberangan pejalan kaki, dengan lampu yang cukup terang dan tidak menyilaukan pengguna jalan. Dirjen Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Teknik Lanskap Jalan (1996) menyebutkan lampu penerangan khusus pejalan kaki memiliki kriteria sebagai berikut:
commit to user
- jarak interval 10-15 meter, tidak menimbulkan blankspot - mengakomodasi tempat untuk menggantung umbul-umbul/banner - kriteria desain yang sederhana, geometris, modern dan fungsional.
· Sign, berfungsi sebagai identitas mall, rambu lalu lintas, identitas daerah perdagangan, memberi informasi lokasi atau aktivitas
· Sculpture, sebagai eye cathing, pemanis dalam sebuah ruang terbuka · Bollards, semacam balok-balok batu sebagai barrier atau pembatas
antara jalur pedestrian dan jalur kendaraan pada pedestrian tipe semi mall. Bollards ini biasanya dikombinasikan dengan lampu jalan.
· Shelter (pelindung/peneduh),Shelter bisa berbentuk linier sebagai corridor atau sitting group yang fungsinya bisa berupa tempat
istirahat atau halte · Tanaman Peneduh, persyaratan pemilihan pohon peneduh menurut
Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut:
- Mempunyai batang dan percabangan yang kuat, tidak mudah patah. - Struktur percabangan tegak/semi tegak, tidak jatuh menjuntai. - Percabangan 2 m di atas tanah. - Bentuk percabangan batang tidak merunduk. - Bermassa daun padat. - Ditanam secara berbaris - Pertumbuhan tajuk tidak menghalangi jalan.
2.1.6. Tanda-tanda (Signage)
Tanda-tanda petunjuk jalan, arah ke suatu kawasan tertentu pada jalan tol atau di jalan kawasan pusat kota semakin membuat semarak atmosfir lingkungan kota tersebut. Peraturan pada sebagian besar kota di Indonesia belum mengatur pada masalah teknis. Akibatnya perkembangan papan-papan reklame mengalami persaingan yang berlebihan, baik dalam penempatan dimensi bentuk, dan pengaruh visual terhadap lingkungan.
commit to user
Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan- kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan-kegiatannya. Penciptaan kegiatan harus mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen- elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas, misalnya : perbelanjaan, taman rekreasi, perkantoran, dan sebagainya.
Activity support dapat berperan sebagai komunitas agar dapat menciptakan dialog atau kualitas ruang kota yang menerus antara fungsi kegiatan yang satu dengan fungsi yang lain, sekaligus dapat memberikan image (citra visual) yang spesifik pada kawasan kota. Hal ini dapat menghadirkan identitas serta karakteristik lokal yang meliputi seluruh penggunaan dan yang membantu memperkuat ruang-ruang umum kota yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Bentuk lokasi dan karakter suatu kawasan tertentu akan menarik fungsi-fungsi dan aktivitas yang khas. Sebaliknya suatu aktivitas cenderung dialokasikan dalam suatu tempat yang dapat cepat menyesuaikan keperluan-keperluan dan kegiatan itu. Saling ketergantungan antara ruang dan penggunaan merupakan elemen yang penting dalam perancangan kota. Pendukung aktivitas bukan berarti hanya penyediaan plaza dan jalur pedestrian saja, namun juga mempertimbangkan elemen-elemen penggunaan fungsional kota yang membangkitkan aktivitas.
Karakteristik bangunan, koridor dan jenis guna lahan mempengaruhi aktivitas manusia di dalamnya. Bangunan dan guna lahan yang kompak dapat menciptakan aktivitas sosial yang baik. Koridor memiliki fungsi menghubungkan antara daerah yang satu dengan yang lain, dan hal tersebut sangat berkait erat dengan awal dan akhir maupun tujuan suatu pergerakan. Selain itu, fungsi merupakan hal utama yang berkaitan dengan wajah sebuah koridor yang dapat dibedakan sebagai berikut (Vhardani, 2003):
· Koridor umum, yaitu koridor yang didominasi oleh fungsi-fungsi umum seperti sekolah dan kantor pemerintahan.
commit to user
· Koridor komersial, merupakan koridor dimana kehidupan dan pergerakannya dipacu oleh aktivitas komersial yang memberikan kontribusi vital pada pertumbuhan kota. Suasana tragic/comic
ditimbulkan melalui deretan toko, penanda, pedestrian, dan sebagainya. · Koridor permukiman, merupakan bagian terbesar dari area kota · Koridor multifungsi, terjadi akibat adanya perubahan fungsi, sehingga
koridor yang terbentuk tidak dapat secara tegas dinyatakan fungsinya. Sistem kegiatan suatu wilayah/koridor mempengaruhi keinginan seseorang untuk berjalan kaki di lokasi tersebut. Menurut Kamil (2002:2), tiga prinsip dasar dalam menciptakan koridor yang memiliki aktivitas sosial terutama pejalan kaki yang ramai adalah sebagai berikut:
ü Densitas yang optimal. Pada dasarnya koridor jalan yang penuh dengan bangunan umumnya lebih berpotensi sebagai pedestrian generator yang
akan melahirkan keaktifan sosial yang ramai dan menyenangkan. ü Tata guna lahan yang mendukung. Tata guna lahan yang berorientasi pada publik seperti halnya jasa/perdagangan umumnya sangat membantu dalam mengaktifkan kegiatan publik di koridor jalan.
ü Koridor Jalan yang didesain dengan baik dan cermat. Koridor jalan haruslah didesain sangat spesifik mengikuti karakter sosial, ekonomi
dan budaya lokal. Koridor jalan yang yang didesain dengan cermat umumnya menjadi ruang publik yang dominan dan seringkali menjadi tujuan wisata baik lokal maupun internasional.
Menurut Ellis (1986), pada dasarnya jalan termasuk salah satu diantara beberapa elemen fisik yang paling awal wujud di kota. Bahkan di banyak tempat, jalan adalah embrio bagi lahirnya sebuah kota. Jalan menjadi jaringan aktif yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain dan akhirnya menjadi jalur pergerakan (channel of movement and city network) bagi
transportasi/kendaraan. Dalam perkembangannya, fungsi jalan ternyata telah melebar dan kini kita mengenali ruang jalan dengan fungsi yang beragam. Pada saat ruang jalan itu menarik untuk dikunjungi, maka publik akan menggunakannya untuk
commit to user commit to user
2.1.8. Konservasi ( Conservation )
Konservasi suatu individual bangunan harus selalu dikaitkan dengan keseluruhan kota. Konsep tentang konservasi kota memperhatikan beberapa aspek,antara lain: bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya arsitektur, hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau kelayakan bangunan. Beberapa kategori konservasi antara lain preservasi (preservation), konservasi (conservation), rehabilitasi (rehabilitation), revitalisasi (revitalitation) dan peningkatan (improvement).
Berbagai macam jenis pelestarian dirangkum dari tulisan Catanese & Snyder (1979), dan Fitch (1982), sebagai berikut: · Preservasi, adalah suatu upaya untuk melindungi/menjaga bangunan, monumen, dan lingkungan dan kerusakan, serta mencegah proses kerusakan yang terjadi.
· Konservasi, adalah upaya mempreservasikan bangunan agar penggunaan lebih efisien, dan mengarahkan perkembangan di masa
depan. · Restorasi, adalah pengembalian kondisi fisik bangunan seperti sedia
kala dengan membuang elemen-elemen tambahan dan memasang kembali bagian-bagian orisinil yung telah rusak atau menurun, sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.
· Rehabilitasi, adalah pengembalian kondisi bangunan yang telah rusak atau menurun, sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.
· Renovasi, adalah tindakan merubah interior bangunan, baik itu sebagian maupun keseluruhan, sehubungan dengan adaptasi bangunan
tersebut terhadap bangunan baru atau konsep-konsep modern.
commit to user
· Rekonstruksi, adalah upaya mengembalikan atau membangun kembali semirip mungkin dengan penampilan orisinil yang diketahui.
· Adaptasi, yaitu segala upaya dalam mengubah suatu tempat agar
dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai. · Replikasi, yaitu pembangunan bangunan baru yang meniru unsur-
unsur atau bentuk-bentuk bangunan lama yang sebelumnya ada tetapi sudah hancur atau musnah.
Di dalam menentukan arah pembangunan suatu kawasan atau bangunan, perlu adanya motivasi-motivasi pelestarian, antara lain (Attoe dalam Cataanese dan Snyder, 1986, Sidharta dan Budihardjo, 1989) :
- Melindungi warisan budaya atau warisan sejarah. - Menjamin terwujudnya variasi dalam bangunan perkotaan sebagai
tuntutan aspek estetis dan variasi budaya masyarakat.
- Motivasi ekonomis, yang memandang bangunan-bangunan yang dilestarikan tersebut dapat meningkat nilainya apabila dipelihara
dengan baik, sehingga memiliki nilai komersial yang digunakan sebagai modal lingkungan.
- Motivasi simbolis, dimana kelompok bangunan terkadang dikaitkan dengan kelompok orang tertentu, sehingga bangunan-bangunan itu
merupakan manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok tertentu yang pernah menjadi bagian dari kota.
2.2. Pengertian Peremajaan dan Revitalisasi Kawasan
2.2.1. Pengertian Peremajaan
Menurut Djoko Sujarto (Sujarto, 1985), peremajaan kota dapat dilihat dalam tiga lingkup, yaitu : peremajaan kota sebagai suatu proses, peremajaan kota sebagai suatu fungsi dan peremajaan kota sebagai suatu program. Sebagai suatu proses peremajaan kota diartikan sebagai proses pengembangan kembali bagian wilayah kota yang telah terbangun untuk meningkatkan produktivitas serta kegunaan bagian wilayah kota tersebut. Sebagai suatu fungsi peremajaan kota diartikan sebagai kegiatan untuk
commit to user commit to user
- Menurut Grebler; peremajaan kota adalah usaha perubahan lingkungan perkotaaan yang disesuaikan dengan rencana dan perubahan tersebut
dilakukan secara besar-besaran untuk dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan di kota.
- Menurut Parry Lewis; peremajaan kota adalah pembongkaran secara besar-besaran dari bangunan yang pada umumnya sudah tua agar
terdapat lahan kosong yang cukup besar sehingga dapat direncanakan dan dibangun kelompok bangunan baru, jalan dan ruang terbuka.
- Menurut Weimer dan Hoyt; peremajaan kota adalah meliputi usaha- usaha rehabilitasi untuk memperbaiki struktur di bawah standar sehingga memenuhi standar yang seharusnya; konservasi adalah
menyangkut rehabilitasi dan pemeliharaan dengan maksud meningkatkan mutu suatu daerah; redevelopment yaitu pembongkaran, pembersihan dan pembangunan kembali suatu daerah.
- Menurut Danisworo yaitu peremajaan kota dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan untuk
menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya.
Peremajaan kota (urban renewal) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengatasi dan mengantisipasi semakin meluasnya dampak negatif pada perkembangan kota. Dalam hal ini peremajaan kota dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan suatu kawasan/kota (urban blight), yaitu mencakup kerusakan dan kemunduran kualitas dari bangunan-bangunan kota dan lingkungannya, atau jika diukur menurut standar yang berlaku,
commit to user
Chapin (1965) kerusakan kawasan perkotaan terdiri atas dua macam,yaitu : ü Kerusakan yang sederhana/ringan (“simple form of urban blight”), meliputi : kerusakan-kerusakan struktural, tidak ada fasilitas sanitasi, pemeliharaan lingkungan yang elementer kurang, penumpukan sampah, bau/bising, kekurangan fasilitas sosial, dan sebagainya.
ü Kerusakan kawasan kota yang kompleks/rumit (“complex form of urban blight ”), meliputi : tata guna lahan yang campur aduk, pembagian dari blok-blok rumah dan jalan-jalan yang tidak praktis, kondisi yang tidak sehat, keadaan yang tidak aman serta membahayakan, dan sebagainya.
Peremajaan kota dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor pertimbangan ekonomi, menurut Richardson (Dritasto, dkk., 1998) ada dua hal yang mengakibatkan diperlukannya usaha peremajaan kota, yaitu keadaan buruk perumahan penduduk berpenghasilan rendah di pusat kota.
Serta adanya kebutuhan akan lokasi di pusat kota untuk kegiatan komersial maupun perumahan penduduk berpenghasilan tinggi. Menurut, Davis dan Winston (Dritasto, dkk, 1998) eksternalitas negatif dapat mendorong kemerosotan fisik suatu lingkungan karena nilai maupun manfaat suatu bangunan yang merupakan komponen dari lingkungan tersebut sangat tergantung pada perwatakan lingkungannya. Faktor pertimbangan non-ekonomi, yaitu adanya keuntungan dari segi sosial akibat perbaikan fisik, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, berkurangnya bahaya kebakaran dan tindak kejahatan yang berkurang. Selain itu, pertimbangan non-ekonomi adalah dengan meningkatnya kenyamanan dan nilai estetis suatu bagian wilayah kota. Hal ini dapat menumbuhkan perasaan bangga bagi warganya.
commit to user
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Skala upaya revitalisasi bisa terjadi pada tingkatan mikro kota, seperti pada sebuah jalan, atau bahkan skala bangunan, akan tetapi juga bisa mencakup kawasan kota yang lebih luas. Apapun skalanya tujuannya adalah sama, yaitu memberikan kehidupan baru yang produktif yang akan mampu memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial-budaya, terutama kehidupan ekonomi kota. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat) (Danisworo, 2002). Gejala penurunan kualitas fisik dapat dengan mudah diamati pada kawasan kota bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada dalam tekanan pembangunan. Namun bukan berarti bahwa kegiatan revitalisasi hanya terbatas kawasan kota bersejarah/tua.
Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization ) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.
commit to user commit to user
a. Intervensi Fisik
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang. Dalam arah perancangan kota, intervensi fisik bangunan baru pada kawasan konservasi yang dilestarikan dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori berikut:
· Architecture in Context (Brolin, 1980) ; bertujuan untuk mempelajari bagaimana merancang kaitan visual yang baik dalam menjalin
hubungan bangunan baru ke dalam lingkungan yang lama. · Context and Contrast (Hedman, 1984) ; Merancang secara
kontekstual berarti member kaitan visual secukupnya antara bangunan eksisting dan proyek yang diusulkan, sehingga tercipta efek keseluruhan yang menyatu.
commit to user
· Adaptive Use (Fitch, 1992) ; merupakan pendekatan dengan menggunakan bangunan bersejarah untuk fungsi/ kegiatan sesuai dengan pertimbangan perkembangan kebutuhan, misalnya nilai
ekonomi.
b. Rehabilitasi Ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P. Hall/U. Pfeiffer, 2001 dalam Wongso, 2006).
c. Revitalisasi Sosial/Institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri (place making ) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.