Tabel 1 Jumlah Investasi Yang Ada di Kabupaten Padang Lawas Utara
No Jenis Investasi
Jumlah investasi Tahun
1. Pertanian, Perikanan, UMKM
dan lain-lain Rp. 653.000.000
2009
2. Pertanian, Perikanan, UMKM
dan lain-lain Rp. 782.500.000
2010
3. Pertanian, Perikanan, UMKM
dan lain-lain Rp. 992.400.000
2011
4. Pertanian, Perikanan, UMKM
dan lain-lain Rp. 1.280.750.000
2012
Sumber :
Data Jumlah Investasi Perusahaan PMA PMDN Kabupaten Padang Lawas Utara
B. Sistem Pelaksanaan dan Pengawasan Penanaman Modal Asing Dalam
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan Daerah Hasil Pemekaran Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara
Keberadaan lembaga yang mengordinasikan penanaman investasi di Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis karena dengan adanya
lembaga tersebut akan menentukan tinggi rendahnya investasi yang diinvestasikan oleh investor, baik investor asing maupun domestik. Semakin baik pelayanan
yang diberikan kepada investor, akan semakin banyak investor yang tertarik menanamkan investasinya di Indonesia. Selama ini, banyak keluhan dari investor
bahwa pelayanan yang diberikan oleh lembaga yang berwenang adalah sangat
berbelit-belit, birokrasi yang panjang, dan memerlukan biaya yang besar. Ini disebabkan ada dua lembaga yang mengordinasikan penanaman investasi di
Indonesia, yaitu BKPM dan BKPMD. Masing-masing lembaga ini memiliki kinerja yang berbeda.
40
Sebelum adanya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing
PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN melalui Sistem Pelayanan Satu Atap, pejabat yang berwenang mengoordinasikan pelaksanaan investasi di
tingkat Pusat adalah Menteri Negara InvestasiKepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, sedangkan di tingkat daerah, lembaga yang berwenang untuk
mengoordinasikan pelaksanaan investasi adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah BKPMD. Namun, dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor
29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN
melalui Sistem Pelayanan Satu Atap, maka pejabat yang berwenang untuk mengoordinasi pelaksanaan investasi di Indonesia adalah Badan Koordinasi
Penanaman Modal BKPM adalah instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka:
1. Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN; dan
2. Penanaman Modal Asing PMA.
40
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa, 2008 , hlm. 227.
Pertimbangan ditunjuknya BKPM sebagai satu-satunya instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan
PMDN adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, selama ini pelaksanaan investasi
memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Oleh karena itu, dengan adanya pelayanan pada satu atap, yaitu pada BKPM, diharapkan nantinya
pelayanan terhadap investor akan menjadi lebih cepat dibandingkan pelaksanaan sebelumnya. Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN melalui Sistem Pelayanan
Satu Atap ditentukan bahwa penyelenggaraan penanaman modal terdiri atas bidang-bidang:
1. Kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal;
2. Promosi dan kerja sama penanaman modal;
3. Pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman modal;
4. Pengendalian pelaksanaan penanaman modal;
5. Pengelolaan sistem informasi penanaman modal.
Pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM, berdasarkan pelimpahan
kewenangan dari MenteriKepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membina bidang-bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan melalui
sistem pelayanan satu atap. Sistem pelayanan satu atap adalah suatu sistem pelayanan pemberian persetujuan penanaman modal dan perizinan
pelaksanaannya pada satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal. Sementara itu, gubernurbupatwalikota sesuai dengan
kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan
satu atap sehingga kewenangan pemerintah provinsi hanya memperpanjang izin mempekerjakan tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah kabupatenkota dalam
satu provinsi. Sementara itu, pemerintah kabupatenkota, hanya berwenang menerbitkan:
1. Izin lokasi;
2. Sertifikat hak atas tanah;
3. Izin mendirikan bangunan; dan
4. Izin undang-undang gangguanHO.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pejabat yang berwenang untuk mengoordinasi pelaksanaan investasi di Indonesia adalah BKPM, yang
didasarkan pada pelayanan sistem satu atap. Dalam sistem pelaksanaan penanaman modal asing PMA maupun
penanaman modal dalam negeri PMDN tidak terlepas dari bidang-bidang usaha yang akan di investasikan. Bidang-bidang usaha yang ditetapkan oleh Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, maka bidang usaha untuk
penanaman investasi digolongkan menjadi 3 tiga macam. Ketiga macam bidang usaha itu, meliputi:
1. Bidang usaha terbuka;
2. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup; dan
3. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan.
Bidang usaha terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk penanaman modal, baik untuk investasi domestic maupun investasi asing. Bidang
usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal. Bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu. Untuk menentukan
bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha terbuka dengan persyaratan diperlukan penetapan kriteria-kriteria bidang usahanya. Tujuan,
prinsip-prinssip, dan latar belakang penyusunan kriteria bidang usaha tersebut juga harus ditentukan terlebih dahulu.
Adapun tujuan penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah
untuk: 1.
Meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturan yang terkait dengan penanaman modal;
2. Menjamin transparansi dalam proses penyusunan daftar bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;
3. Memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan bidang usaha
tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan; 4.
Memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan; 5.
Memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan Pasal 3 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah: 1.
Penyederhanaan; 2.
Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional; 3.
Transparansi; 4.
Kepastian hukum; dan 5.
Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal Pasal 5 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007.
Yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan kriteria bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah didasarkan
pada: a.
Mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan; b.
Kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui instrument kebijakan lain;
c. Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan
adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional; d.
Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah konsisten dengan keperluan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan penanaman modal asing danatau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan
penanaman modal besar secara umum; e.
Manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi
Indonesia Pasal 7 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bidang usaha yang dinyatakan
tertutup dan bidang usaha terbuka dengan persyaratan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007. Yang diartikan
dengan kriteria adalah ukuran-ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan terhadap daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri didasarkan pada kriteria:
1. Kesehatan;
2. Keselamatan;
3. Pertahanan dan keamanan;
4. Lingkungan hidup dan moralbudaya K3LM; dan
5. Kepentingan nasional lainnya Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007; Pasal 8 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional diseluruh
wilayah Indonesia, baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri Pasal 10 Peraturan Presiden RI Nomor
76 Tahun 2007. Dalam Pasal 12 ayat 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dan Pasal 11 Peraturan Presiden RI Nomor 76 Tahun 2007 telah ditentukan kriteria bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Adapun
kriteria dalam penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, antara lain:
1. Perlindungan sumber daya alam;
2. Perlindungan pengembangan usaha mikro kecil, menengah dan koperasi
UMKMK; 3.
Pengawasan produksi dan distribusi; 4.
Peningkatan kapasitas, teknologi, partisipasi modal dalam negeri; serta 5.
Kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan digolongkan menjadi 5 lima macam. Kelima macam bidang usaha itu, meliputi:
1. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan
pengembangan terhadap UMKMK;
2. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan;
3. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal;
4. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu; dan
5. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK hanya dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan merupakan usaha
yang dilakukan dalam bentuk kerja sama antara UMKMK dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Bidang usaha yang terbuka dengan kemitraan dapat dilakukan dengan pola:
a. Inti plasma;
b. Sub kontraktor;
c. Dagang umum;
d. Keagenan; dan
e. Bentuk lainnya.
Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan terdiri atas: a.
Bidang usaha yang dicadangkan; dan b.
Bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis.
Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal adalah berkaitan dengan memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal
asing. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu adalah bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan pada suatu lokasi atau
tempat-tempat tertentu. Ini erat kaitannya pembatasan wilayah administratif untuk penanaman modal. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan
khusus dapat berupa rekomendasi dari instansilembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha
termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara, bidang usaha
tersebut.
41
Dari hasil riset penulis, pelaksanaan penanaman modal asing oleh Provinsi Sumatera Utara dengan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara meliputi
bidang usaha terbuka yang dipersyaratkan dengan kemitraan yang merupakan bidang usaha, dimana para investornya, khususnya investor domestik harus
melakukan kerja sama antara usaha kecil dengan menengah atau besar.
42
Dibawah ini adalah data nama perusahaan penanaman modal asing PMA maupun penanaman modal dalam negeri PMDN Kabupaten Padang Lawas
Utara dalam rangka peningkatan fasilitas pemerintah daerah dalam rangka kerja sama kemitraan usaha mikro, menengah dan koperasi tingkat kabupatenkota
41
Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hal.272.
42
Hasil Riset dan Wawancara dengan Bapak Surtan Sotarduga Harahap Jabatan Kepala Bidang Penanaman Modal Tanggal 18 Oktober 2013 pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kab. Padang Lawas Utara Bidang Penanaman Modal.
dengan pengusaha tingkat provinsinasional yang didapat dari Bidang Penanaman Modal Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara
Tahun Anggaran 2013. Tabel 2
Daftar Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN di Kabupaten Padang Lawas Utara:
No Nama Perusahaan
Jenis Produksi Perkebunan Yang Dihasilkan 1.
PT.Barumun Agro Sentosa Perkebunan Sawit
Minyak Sawit, Palm Kernel Oil
2. PT. Tindoan Bujung
Perkebunan Sawit Minyak Sawit, Inti
Sawit, TBS
3. PT. Sinarlika Portibi Jaya
Plantation
Perkebunan Sawit TBS, CPO, dan Iti
Sawit
Sumber :
Hasil Riset dan Wawancara dengan Bapak Surtan Sotarduga Harahap Jabatan Kepala Bidang Penanaman Modal Tanggal 18 Oktober 2013 pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kab. Padang Lawas Utara Bidang Penanaman Modal.
Daftar proyek Penanaman Modal Asing di Padang Lawas Utara oleh Negara Malaysia di sektor Perkebunan.
1 PT. AUSTINDO NUSANTARA JAYA AGRI dh. PT. EKA PENDAWA
SAKTI, bidang usaha dan jenis produksi yakni perkebunan kelapa sawit terpadu dengan Unit Pengolahannya menjadi minyak sawit CPO dan inti
sawit. Dalam pengawasan penanaman modal asing PMA di Kabupaten Padang
Lawas Utara yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
BKPMD Padang Lawas Utara dibawah naungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA, didasarkan pada Peraturan Kepala BKPM
Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal meliputi:
1. Peraturan melalui kompilasi; verifikasi serta evaluasi LKPM, dan dari sumber
informasi lainnya. 2.
Pembinaan melalui: a.
Penyuluhan pelaksanaan ketentuan penanaman modal. b.
Pemberian konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan perizinan yang diperoleh.
c. Bantuan dan fasiltias penyelesaian masalahhambatan yang dihadapi
penanaman modal dalam merealisasikan penanaman modalnya. 3.
Pengawasan melalui: a.
Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan.
b. Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal.
c. Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.
Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal asing memang harus dilakukan mengingat para investor menginginkan maksud dan
tujuan yang baik dari negara yang diberikan modalnya. Akan tetapi, pemantauan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal asing di Kabupaten Padang
Lawas Utara sampai saat ini belum terlaksana sebagaimana mestinya. Hal tersebut diakibatkan karena belum ada instansilembaga yang menangani sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di bidang penanaman modal di Kabupaten Padang Lawas Utara. Maka dari itu, diharapkan perlu adanya lembaga yang
menangani dalam pengawasan penanaman modal asing di Kabupaten Padang Lawas Utara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal. Dan lembaga tersebut harus melaksanakan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar tidak lari dari kapasitasnya.
43
C. Sistem Koordinasi Antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Dengan