Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah, Dan Tipe Pemerintahan Daerah Terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

(1)

PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH

T E S I S

Oleh

CHRISTINA 117017055 / AKUNTANSI

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH UKURAN PEMERINTAH DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN DAERAH, RASIO PEMBIAYAAN

HUTANG, BELANJA DAERAH, DAN TIPE PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP

PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHRISTINA 117017055 / AKUNTANSI

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

TIPE PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Nama Mahasiswa : Christina

Nomor Pokok : 117017055

Program Studi : Ilmu Akuntansi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA) (Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Ekonomi,

(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) (Prof.Dr. Azhar Maksum,M.Ec,Ac,CA)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 20 November 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dr. Murni Daulay, M.Si


(5)

“PENGARUH UKURAN PEMERINTAH DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN DAERAH, RASIO PEMBIAYAAN

HUTANG, BELANJA DAERAH DAN TIPE PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP

PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 20 November 2013 Penulis,


(6)

PENGARUH UKURAN PEMERINTAH DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN DAERAH, RASIO PEMBIAYAAN

HUTANG, BELANJA DAERAH, DAN TIPE PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP

PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah secara parsial dan simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia sebanyak 491 tahun 2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 80 kabupaten/kota di Indonesia. Data diolah menggunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Secara parsial, Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah dan Rasio Pembiayaan Hutang berpengaruh terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah, sedangkan Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah sebesar 37.40% sedangkan sisanya sebesar 62.60% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.

Kata Kunci : Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah.


(7)

LOCAL GOVERNMENT’S FINANCIAL REPORT

ABSTRACT

The objective of the research was to find out the influence of size of local government, ratio of local independence, ratio of debt finance, local expenditures, and type of local government partially and simultaneously on local government’s financial report. The research used causal design. The population was 491 districts/towns in Indonesia in 2011, and 80 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data were processed by using logistic regression analysis. The result of the research showed that size of local government, ratio of local independence, ratio of debt finance, local expenditures, and type of local government simultaneously had the influence on local government’s financial report. Partially, size of local government, ratio of Local independence, and ratio of debt finance had the influence significant on local government’s financial report, while local expenditures and type of local government had the influence not significant on local government’s financial report. The capacity of prediction of the five variables on local government’s financial report was 37.40%, while the rest (62.60%) was influenced by other factors which were excluded from the research model.

Keywords: Local Government’s Financial Report, Size of Local Government, Ratio of Local Independence, Ratio of Debt Finance, Local Expenditures, Type of Local Government


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkanNya. Khususnya dalam penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan-persyaratan guna memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.

2. Prof. Dr. Erman Munir, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.

3. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.

4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA, selaku dosen pembimbing utama tesis, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk


(9)

6. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku dosen pembimbing pendukung tesis yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing mengarahkan serta memberikan saran-saran kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

7. Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaiaan tesis ini 8. Dra. Tapi Anda Sari, Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf administrasi Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Orangtua penulis Papa Agus Thomson, BA dan Mama Dra. Roslina, serta kedua adik penulis Friska dan Benny Putra serta Ingot MDS yang telah memberikan dukungan dan motivasi dengan penuh kasih sayang baik moril maupun materil kepada penulis.

11.Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Akuntansi 2011, yang telah mendukung dan memberikan saran membangun kepada penulis.

12.Teman-teman dan pihak-pihak lain yang tidak disebutkan yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga masih diperlukan masukan dan saran yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan, dan akhirnya harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Christina

Tempat/Tgl Lahir : Bangkinang / 04 Juni 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Anak Ke : 1 (satu) dari 3 (tiga) bersaudara Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl.Garuda Raya No.7Perumahan Griya Nusantara Pekanbaru – Riau 28294

No.HP : 085271344110

E-mail : christina.harianja@gmail.com Orangtua : Agus Thomson, BA (Ayah)

Dra. Roslina (Ibu)

Pendidikan

2011-2013 : Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Akuntansi 2006-2010 : Fakultas Ekonomi Program Strata-1 (S1) Jurusan

Akuntansi Universitas Riau 2003-2006 : SMA Negeri 4 Pekanbaru Riau 2000-2003 : SLTP Negeri 21 Pekanbaru Riau 1994-2000 : SD Negeri 10 Pekanbaru Riau 1993-1994 : TK Bhayangkari Bangkinang Riau


(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Originalitas ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Keuangan Pemerintah Daerah... 11

2.1.2 Pelaporan Keuangan ... 13

2.1.3 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ... 15

2.1.4 Sistem Informasi Keuangan Daerah ... 18

2.1.5 Struktur Pemerintahan Indonesia ... 19

2.1.6 Manfaat Pelaporan Keuangan ... 20

2.1.7 Ukuran Pemerintah Daerah ... 21

2.1.8 Rasio Kemandirian Daerah ... 22

2.1.9 Rasio Pembiayaan Hutang ... 23

2.1.10 Belanja Daerah ... 23

2.1.11 Tipe Pemerintahan Daerah... 24

2.2 Penelitian Terdahulu ... 25

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 28

3.1 Kerangka Konsep ... 28

3.2 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB IV METODE PENELITIAN ... 32

4.1 Jenis Penelitian ... 32

4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

4.3 Populasi dan Sampel ... 32

4.4 Metode Pengumpulan data ... 33

4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 34


(12)

4.5.2 Variabel Independen... 34

4.6 Metode Analisis Data ... 37

4.6.1 Model Regresi ... 38

4.7 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 38

4.7.1 Uji Kelayakan Model ... 39

4.7.2 Uji Regresi Logistik Secara Parsial ... 41

4.7.3 Uji Regresi Logistik Secara Simultan ... 42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Deskripsi Data Penelitian ... 43

5.1.1 Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah ... 43

5.1.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen ... 44

5.2 Hasil Pengujian Hipotesis ... 46

5.3 Uji Regresi Logistik Secara Parsial ... 49

5.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

5.4.1 Pengaruh Ukuran Pemda ... 50

5.4.2 Pengaruh Rasio Kemandirian Daerah ... 51

5.4.3 Pengaruh Rasio Pembiayaan Hutang ... 52

5.4.4 Pengaruh Belanja Daerah ... 53

5.4.5 Pengaruh Tipe Pemda ... 54

5.5 Uji Regresi Logistik Secara Simultan ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 60

6.3 Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

Nomor Judul Halaman

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 27

4.1 Ringkasan Pemilihan Sampel ... 33

4.2 Definisi Operasional ... 37

5.1 Distribusi Sampel ... 43

5.2 Diskriptif Data Variabel Independen ... 44

5.3 Pengujian -2 log Likehood Step 0 ... 47

5.4 Pengujian -2 log Likehood Step 1 ... 47

5.5 Pengujian Nagelkerke R Square ... 48

5.6 Pengujian Hosmer and Lemeshow ... 48

5.7 Hasil Analisis Regresi Logistik ... 49

5.8 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 56


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

Nomor Judul Halaman

1 Time Table Penelitian... 65

2 Data Sampel Pemerintah Kab/Kota ... 66

3 Data Mentah Diolah Menjadi Data Variabel ... 73


(16)

PENGARUH UKURAN PEMERINTAH DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN DAERAH, RASIO PEMBIAYAAN

HUTANG, BELANJA DAERAH, DAN TIPE PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP

PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah secara parsial dan simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia sebanyak 491 tahun 2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 80 kabupaten/kota di Indonesia. Data diolah menggunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Secara parsial, Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah dan Rasio Pembiayaan Hutang berpengaruh terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah, sedangkan Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah sebesar 37.40% sedangkan sisanya sebesar 62.60% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.

Kata Kunci : Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah dan Tipe Pemerintahan Daerah.


(17)

LOCAL GOVERNMENT’S FINANCIAL REPORT

ABSTRACT

The objective of the research was to find out the influence of size of local government, ratio of local independence, ratio of debt finance, local expenditures, and type of local government partially and simultaneously on local government’s financial report. The research used causal design. The population was 491 districts/towns in Indonesia in 2011, and 80 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data were processed by using logistic regression analysis. The result of the research showed that size of local government, ratio of local independence, ratio of debt finance, local expenditures, and type of local government simultaneously had the influence on local government’s financial report. Partially, size of local government, ratio of Local independence, and ratio of debt finance had the influence significant on local government’s financial report, while local expenditures and type of local government had the influence not significant on local government’s financial report. The capacity of prediction of the five variables on local government’s financial report was 37.40%, while the rest (62.60%) was influenced by other factors which were excluded from the research model.

Keywords: Local Government’s Financial Report, Size of Local Government, Ratio of Local Independence, Ratio of Debt Finance, Local Expenditures, Type of Local Government


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan yang terjadi pada pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu dampak diterapkannya otonomi daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah, pemerintah pusat menerbitkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, pemerintah pusat juga menerbitkan beberapa peraturan pemerintah (PP) menyangkut pengelolaan keuangan daerah diantaranya, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah daerah sebagai pelaksana pengelolaan keuangan daerah diharuskan untuk menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Tujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik. Pelaporan keuangan juga membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan keuangan yang mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan keuangan sebagai sumber informasi yang penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka buat. Oleh karena itu laporan keuangan pemerintah daerah harus memenuhi kebutuhan pengguna yang


(19)

menginginkan transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan publik untuk berbagai kepentingan pengguna salah satunya penggunaan informasi laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah baik pusat dan daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), harus memiliki karakteristik dasar yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.

Suatu pemerintahan yang transparan dan akuntabel semestinya mampu menyediakan informasi yang terbuka bagi masyarakat. Komunikasi yang efektif berupa informasi yang dihasilkan dari sebuah sistem akuntansi sektor publik adalah penting karena bagian dari sistem itu sendiri. Dalam proses komunikasi, ketersediaan informasi yang dapat dipercaya dan aksesibilitas sangat penting. Oleh karena itu, komunikasi dan teknologi informasi memiliki peran penting sehingga dapat mewujudkan prinsip transparansi sebagai indikator adanya kelola keuangan yang baik.

Salah satu bentuk transparansi yang dapat ditempuh pemerintah daerah ialah dengan pelaporan keuangan secara sukarela di internet sehingga seluruh pihak yang berkepentingan memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi yang ada di lingkungan pemerintahan. Pelaporan keuangan secara sukarela di internet dinilai efisien dan efektif meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Pada saat ini, terdapat faktor heterogenitas diantara pemerintah daerah di Indonesia dimana informasi akuntansi di internet diungkapkan secara bervariasi mulai dari yang paling sedikit hingga yang paling lengkap. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


(20)

3

motivasi suatu pemerintah daerah dalam melakukan pelaporan keuangan pemerintah daerahnya kepada masyarakat.

Ketentuan-ketentuan mengenai keuangan daerah dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Negara; serta Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Tetapi, tidak ada suatu peraturan pun yang menentukan media yang digunakan untuk pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Untuk mendukung terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik serta kepuasan pelayanan terhadap masyarakat, dengan adanya otonomi daerah pemerintah daerah memiliki otoritas untuk berinovasi memberikan pelayanan yang terbaik bagi publik. Kepala daerah dapat menggunakan internet untuk mengungkapkan pertanggungjawaban secara sukarela sebagai upaya konkrit mewujudkan akuntabilitas. Beberapa sumber menyatakan internet memiliki beberapa manfaat apabila dijadikan media pelaporan keuangan. Menurut Bertot dkk (2010), teknologi informasi dan komunikasi, misalnya penggunaan internet, terus mengalami kemajuan sehingga dapat menciptakan budaya transparansi yang juga akan mewujudkan akuntabilitas. Pengungkapan sukarela laporan keuangan pemerintah daerah di internet dinilai efisien (Woldenberg, dalam Bertot dkk, 2010) dan efektif meningkatkan pengendalian terhadap perangkat pemerintahan daerah dari tindakan korupsi serta dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah (Shim dan Eom, dalam Bertot dkk, 2010).


(21)

Internet dinilai dapat menjadi jawaban atas harapan masyarakat akan terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah yang baik.

Situs resmi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk menyampaikan akuntabilitas pelaksanaan anggaran dan pemerintah daerah kepada publik. Riset di beberapa negara menunjukkan, salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dilakukan dengan mempublikasikan laporan keuangan di internet (Laswad dkk, 2005). Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia memiliki situs resmi, dengan kualitas situs resmi dan peranan yang berbeda. Ada yang sekedar memberikan informasi umum tentang daerah tersebut, ada juga yang telah memanfaatkan untuk kegiatan pelayanan masyarakat, sosialisasi peraturan dan sarana berkomunikasi secara interaktif dengan warganya.

Namun, hanya beberapa pemerintahan daerah yang secara sukarela memilih untuk mengambil manfaat dari internet sebagai media dalam melakukan pelaporan keuangan. Penting untuk mengidentifikasi pemerintahan daerah yang melakukan pengungkapan pelaporan keuangan di internet secara sukarela serta menguji karakteristik-karakteristik tertentu yang mempengaruhi.

Dengan demikian, alasan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan melakukan atau tidak melakukan pelaporan keuangan di internet secara sukarela berhubung internet dinilai dapat digunakan sebagai media efektif dan efisien dalam pelaporan keuangan yang dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah sehingga mampu memenuhi harapan masyarakat akan terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah yang baik.


(22)

5

Penelitian yang dilakukan oleh Laswad dkk (2005), menunjukkan bahwa ukuran daerah, tipe pemerintah daerah, dan visibilitas pers (media) memiliki asosiasi terhadap pilihan dari pemerintah daerah untuk melaporkan informasi keuangannya di internet yang kemudian mendorong otoritas daerah untuk menjalankan pemerintahan dengan lebih transparan. Selain itu, birokrasi untuk mendapatkan suatu informasi dapat dikikis dengan menggunakan media internet. Oleh karena itu, pengungkapan informasi keuangan seharusnya dapat diperoleh dengan mudah oleh warganya.

Ukuran pemerintahan daerah dapat dilihat dari aset yang dimiliki pemerintahan daerah tersebut. Semakin besar aset menandakan jumlah transfer kekayaan yang dikelola oleh perangkat pemerintahan daerah semakin besar pula. Mengingat kebutuhan untuk pengungkapan yang lebih besar oleh ukuran pemerintahan daerah yang besar, diharapkan pemerintahan daerah tersebut akan cenderung menggunakan berbagai metode pengungkapan. Internet cenderung menjadi sarana sangat efisien dalam pengungkapan sukarela untuk pemerintahan daerah berukuran besar (Laswad dkk, 2005).

Rasio kemandirian menunjukkan kemampuan daerah dari sumber-sumber pendapatan asli daerah untuk membiayai operasional daerah dalam mewujudkan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat (Rora, 2010). Pemerintah daerah yang memiliki kualitas manajemen yang baik cenderung untuk mengungkapkan informasi yang banyak menggunakan sistem yang dapat meningkatkan kualitas dari pemerintah daerah tersebut seperti dengan menyediakan informasi keuangan pada situs resminya.


(23)

Dengan melakukan pembiayaan terhadap pengeluaran-pengeluaran pemerintah akan memberikan dampak pada kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan dan program-program terpadu bagi masyarakat dimasa yang akan datang, namun besaran hutang tidak boleh melebihi jumlah dari modal yang dimiliki (Styles dan Tennyson, 2007).

Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah itu. Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah : Pasal 20, belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pada Pasal 26, belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Tipe pemerintahan di Indonesia, yaitu pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten, memiliki komposisi penduduk yang beragam. Penduduk di pemerintahan kabupaten umumnya melakukan urbanisasi sehingga populasi penduduk di pemerintahan kabupaten lebih homogen dibandingkan pemerintahan kota. Menurut Ingram dalam Laswad dkk (2005) urbanisasi memfasilitasi pembentukan koalisi, yaitu kumpulan pemilih, sehingga kepala daerah memiliki dorongan yang lebih besar untuk secara sukarela memberikan informasi guna pemantauan secara proporsional dengan wilayah


(24)

7

metropolitan yang memiliki populasi penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang memiliki jumlah penduduk relatif besar.

Penelitian ini merujuk pada penelitian Laswad dkk (2005) di Selandia Baru. Pada penelitian sebelumnya, digunakan enam variabel independen, yaitu kompetisi politik, ukuran pemerintahan daerah, pembiayaan hutang, kekayaan pemerintahan daerah, visibilitas pers, dan tipe pemerintahan daerah. Populasi yang digunakan dalam penelitian tersebut ialah pemerintahan daerah di Selandia Baru.

Ada dua perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan pertama terdapat pada populasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pemerintahan daerah di Indonesia. Perbedaan kedua ialah variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya lima, yaitu ukuran pemerintahan daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah. Variabel visibilitas pers tidak digunakan karena tingkat kesulitan mendapatkan data tergolong tinggi. Variabel visibilitas pers diukur dari jumlah berita tentang pemerintahan daerah yang muncul pada media massa daerah setempat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah dan tipe pemerintahan daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah ukuran pemerintah daerah, rasio


(25)

kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah secara parsial dan simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Bagi akademisi, penelitian ini bisa menjadi bahan literatur untuk pengembangan penelitian selanjutnya tentang sektor publik, khususnya untuk menganalisa lebih mendalam tentang pelaporan keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi peneliti, dapat memberikan kontribusi keilmuan terutama dalam

menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan mengenai keuangan pemerintah daerah, khususnya pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.

3. Bagi pemerintah daerah, dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah daerah mulai memperhatikan perkembangan dan kegunaan dari internet. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi feedback value untuk perkembangan daerahnya serta memotivasi pemerintah daerah lain untuk mengembangkan


(26)

9

situs resminya menggunakan sarana dalam penyampaian informasi pelaporan keuangannya.

4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada regulator, terutama mengenai pentingnya pelaporan keuangan di dalam media internet untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah daerah kepada masyarakat. Hal ini selaras dengan semakin berkembangnya kemampuan internet di Indonesia. 5. Bagi publik, dengan penelitian ini masyarakat dapat mengetahui pemerintah

daerah mana saja yang memberikan informasi keuangan pada situs resmi pemerintah daerahnya dan dapat melihat sejauh mana pelaporan keuangan pemerintah daerah.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Laswad dkk (2005), yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan secara sukarela oleh pemerintah daerah di internet Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:

1. Variabel penelitian terdahulu adalah ukuran pemerintah daerah, pembiayaan hutang, kekayaan pemerintah daerah, visibilitas pers, kompetisi politik, dan tipe pemerintahan. Sedangkan pada penelitian ini, variabel independennya adalah ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah dan tipe pemerintahan daerah. Variabel dependennya adalah Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan menghilangkan variabel visibilitas pers dan


(27)

penambahan variabel Belanja Daerah. Peneliti menghilangkan variabel visibilitas pers dengan alasan variabel visibilitas pers diukur dari jumlah berita tentang pemerintahan daerah yang muncul pada media massa daerah setempat. Penambahan variabel belanja daerah dengan alasan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah (UU No.32 Tahun 2004 pasal 167 ayat 1). Apabila semakin tinggi belanja daerah, pemerintah daerah seharusnya memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakat melalui keterbukaan pelaporan keuangan pemerintah daerahnya (Rora, 2010).

2. Sampel penelitian terdahulu adalah pemerintah daerah di Selandia Baru tahun 2005 sedangkan dalam penelitian pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2011. Atas dasar perbedaan Negara dengan karakteristik pemerintah daerah yang berbeda maka peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian ini.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Keuangan Pemerintah Daerah

Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Perubahan ini terkait terbitnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Jika pada UU No. 5 tahun 1974, pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) hanya merupakan panjang tangan dari pemerintah pusat, maka dalam UU No. 22 tahun 1999, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab tersendiri dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat di daerah tersebut.

Di Indonesia, reformasi pengelolaan keuangan dimulai dengan dikeluarkannya tiga buah paket undang-undang pada tahun 2003 dan 2004. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan dasar dari pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan di Indonesia. Reformasi pengelolaan keuangan dimulai dari proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan dan audit.


(29)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 merupakan dasar dalam reformasi pada bidang perencanaan dan penganggaran. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menjadi dasar dalam reformasi bidang pelaksanaan anggaran. Undang-Undang No. 15 tahun 2004 menjadi dasar dalam reformasi di bidang pertanggungjawaban keuangan dan audit. Menurut undang-undang ini, pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

Keuangan daerah menurut PP No. 58 tahun 2005 adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut PP No. 58 tahun 2005 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD. Dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kurun satu tahun. APBD juga merupakan instrument dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pemborosan sumber daya, meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian, serta harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hal ini merupakan tuntutan dari fungsi alokasi dan fungsi distribusi APBD.


(30)

13

Standar akuntansi pemerintah yang berlaku di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005. Standar akuntansi pemerintah dalam PP ini dinyatakan dalam bentuk Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP). PSAP dibuat oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).

PSAP dalam PP No. 24 tahun 2005 merupakan SAP transisi dari basis kas ke basis akrual atau biasa disebut cash toward accrual basis. Dengan basis ini, pendapatan, belanja, dan pembiayaan menggunakan basis kas sedangkan aset, hutang, dan ekuitas dicatat dengan menggunakan basis akrual.

Dalam membuat laporan keuangan, pemerintah wajib membuat Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. Pembuatan Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh banyak pihak tidak terbatas pada pihak-pihak yang tertentu. Padahal, laporan keuangan mempunyai potensi kesalahpahaman bagi pembacanya terutama yang tidak biasa dalam membaca laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi yang dapat digunakan bagi pembaca laporan keuangan untuk membantu memahami laporan keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan yang dibuat oleh Pemerintah menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.

2.1.2 Pelaporan Keuangan

Pelaporan keuangan merupakan suatu bentuk pengungkapan informasi keuangan. Pengungkapan berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak


(31)

yang memerlukan. Tujuan pelaporan keuangan diupayakan mempunyai cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai dan melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan hanya untuk kebutuhan khusus kelompok tertentu saja (Kieso dkk, 2007). Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial Negara. FASB mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem dan sarana penyampaian (means of communication) informasi tentang segala kondisi kinerja entitas terutama dari segi keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui laporan keuangan. Maka, pelaporan keuangan lebih luas daripada laporan keuangan.

Pelaporan keuangan daerah adalah struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi tentang keuangan pemerintah daerah disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial Negara. Unsur-unsur didalam informasi keuangan daerah berdasarkan PP No. 56 tahun 2005 yang dibahas dalam penelitian ini adalah LKPD dan APBD. APBD terdiri atas :

1. Anggaran Pendapatan, diantaranya :

a. Pendapatan Asli Daerah : Pajak daerah, Retribusi daerah, dan Penerimaan lain-lain.

b. Dana Perimbangan : Dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).


(32)

15

2. Anggaran belanja, diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Anggaran belanja digunakan untuk membiayai penyelenggaraan tugas pemerintah daerah.

3. Pembiayaan, terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Peraturan mengenai APBD ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan setidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) oleh pemerintah daerah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 Pasal 31 dan UU Nomor 1 tahun 2004. UU Nomor 1 tahun 2004 menyatakan bahwa penyampaian LKPD oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

2.1.3 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Sesuai Pernyataan Nomor 1 Standar Akuntansi Pemerintahan tentang penyajian laporan keuangan, laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja


(33)

keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.

Menurut Mardiasmo (2002), secara spesifik tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

b) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

c) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

d) Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

e) Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

f) Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

g) Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan


(34)

17

ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:

a) Indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan

b) Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.

Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah:

a) Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan reaisasinya dalam satu periode pelaporan.

b) Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan pemerintahan daerah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.

c) Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

d) Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas.


(35)

2.1.4 Sistem Informasi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) menurut http://www.kemendagri.go.id adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah yang digunakan meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan pada asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel dan auditabel. Selanjutnya, UU nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah pasal 103 yang menyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam sistem informasi keuangan daerah adalah data yang terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh masyarakat. Ini artinya bahwa pemerintah daerah dituntut membuka akses kepada masyarakat secara luas atas informasi keuangan yang dihasilkan pemda, misalnya dengan mempublikasikan informasi keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau lainnya.

Pasal 101 UU Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan tujuan pemerintah dalam rangka menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional adalah:

1. Merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional 2. Menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional

3. Merumuskan kebijakan keuangan daerah, seperti dana perimbangan, pinjaman daerah dan pengendalian defisit anggaran

4. Melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan desentralisasi daerah, dan defisit anggaran daerah.


(36)

19

Untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari UU Nomor 33 Tahun 2004 maka Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Informasi Keuangan Daerah yang tertuang dalam PP Nomor 56 Tahun 2005 Pasal 4 pada pelaksanaanya disampaikan oleh daerah kepada pemerintah mencakup :

1. APBD dan realisasi APBD provinsi, kota dan kabupaten 2. Neraca daerah

3. Laporan arus kas

4. Catatan atas laporan keuangan daerah

5. Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan 6. Laporan keuangan perubahan daerah, dan

7. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah. Informasi keuangan tersebut harus disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian informasi keuangan daerah dilakukan secara berkala melalui dokumen tertulis dan media lainnya. Pemerintah daerah juga berkewajiban untuk menyajikan informasi keuangan daerah secara terbuka kepada masyarakat. Pemerintah daerah dapat menggunakan situs resminya sebagai media publikasi informasi keuangan.

2.1.5 Struktur Pemerintahan Indonesia

Struktur pemerintahan Indonesia terdiri dari pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengatur tentang


(37)

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab atas sumber daya yang berasal dari dana-dana masyarakat yang dikelola olehnya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 bahwa pemerintah daerah meliputi Gubernur, Walikota atau Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah di Indonesia dituntut untuk melaksanakan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Pemerintah daerah dapat manjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali untuk urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan otonomi daerah berdampak pada perimbangan/pembagian keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 tentang hak-hak yang dimiliki pemerintah daerah.

2.1.6 Manfaat Pelaporan Keuangan

Menurut Styles dan Tennyson (2007), suatu cara yang mungkin paling nyaman dan cost effective bagi pihak pemerintahan untuk menyebarkan informasi di zaman sekarang adalah menggunakan internet. Peraturan menggunakan internet untuk menyebarkan laporan tahunan pemerintahan kepada masyarakat sudah menjadi perhatian Governance Finance Officers Association (GFOA) di Amerika Serikat. GFOA meyakini banyak manfaat dari publikasi dengan menggunakan internet, diantaranya :


(38)

21

1. Meningkatkan kepedulian terhadap dokumen. Pemerintahan daaerah akan semakin peduli dengan dokumen-dokumen daerah karena sewaktu-waktu dokumen tersebut harus dapat dipublikasikan.

2. Meningkatkan pemakaian oleh stakeholders. Laporan keuangan pemerintah dan dokumen anggaran menyediakan sumber informasi yang penting bagi partisipasi stakeholder dalam proses penganggaran pemerintahan dan demonstrasi akuntabilitas keuangan (GFOA, 2003). Dengan begitu, dokumen-dokumen harus siap tersedia bagi beragam stakeholder. Internet menyediakan kesempatan yang relatif mudah dan murah untuk menyediakan informasi keuangan bagi semua stakeholder (Lavigne, dalam Styles dan Tennyson, 2007).

3. Merupakan alat analisis yang lebih mudah untuk diaplikasikan. Informasi keuangan yang disediakan pada suatu website dalam format elektronik seperti berkas kertas kerja (spreadsheet) atau eXtensible Financial Reporting Markup Language (XFRML) memungkinkan pengguna untuk lebih mudah dan lebih luas dalam menganalisis data keuangan (FASB, dalam Styles dan Tennyson, 2007).

4. Mencegah kelebihan pengungkapan dan menghemat biaya publikasi. Styles dan Tennyson (2007) berpendapat bahwa informasi keuangan yang dipublikasikan secara elektronik dapat menjangkau lebih banyak pengguna namun tidak meningkatkan biaya cetak dan distibusi.

2.1.7 Ukuran Pemerintah Daerah

Ukuran pemerintah daerah biasanya menjadi faktor yang paling banyak diteliti dalam mencari besarnya tingkat pengungkapan wajib (mandatory) maupun


(39)

sukarela (voluntary). Terdapat beberapa pendapat dalam penelitian-penelitian terdahulu mengenai ada tidaknya asosiasi antara ukuran pemerintah daerah dengan pelaporan keuangan pemerintah daerah pada situs resminya. Hasil penelitian Laswad dkk (2005), tidak menemukan adanya hubungan antara ukuran pemerintah daerah dengan pelaporan keuangan pemerintah daerah di Selandia Baru. Sedangkan Serrano dkk (2008), menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara ukuran pemerintah daerah dengan pelaporan keuangan secara sukarela di internet.

Ukuran pemerintahan daerah juga mempengaruhi pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah daerah secara positif karena semakin besar ukuran pemerintahan daerah menandakan jumlah dan transfer kekayaan yang dikelola oleh perangkat pemerintahan daerah semakin besar pula sehingga biaya pemantauan tinggi. Mengingat kebutuhan untuk pengungkapan yang lebih banyak oleh ukuran pemerintahan daerah yang besar, internet dapat menjadi sarana sangat efisien dan memuaskan bagi pemerintahan daerah berukuran besar (Ettredge dkk; Pirchegger dan Wagenhofer; dalam Laswad dkk, 2005).

2.1.8 Rasio Kemandirian Daerah

Rasio kemandirian menunjukkan kemampuan daerah dari sumber-sumber pendapatan asli daerah untuk membiayai pengeluaran operasional daerah dalam mewujudkan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Hasil penelitian Laswad dkk (2005), besarnya kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pada daerah menunjukkan kinerja pemerintahnya yang baik. Kinerja pemerintah yang baik akan menunjukkan kualitas dari manajemen


(40)

23

pemerintahan yang baik. Pemerintah daerah yang memiliki kualitas manajemen yang baik cenderung untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak dan menggunakan sistem yang dapat meningkatkan kualitas dari pemerintah daerah tersebut seperti penyediaan informasi keuangan pemerintah daerah pada situs resminya.

2.1.9 Rasio Pembiayaan Hutang

Styles dan Tennyson (2007) berpendapat bahwa dengan melakukan pembiayaan terhadap pengeluaran-pengeluaran pemerintah saat ini akan memberikan dampak pada kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan dan program-program terpadu bagi masyarakat dimasa yang akan datang. Namun besaran dari hutang tidak boleh melebihi jumlah dari modal yang dimiliki. Hubungan keagenan antara otoritas daerah dan pemerintah pusat (kreditur) memberikan dampak pada besarnya tingkat pengungkapan. Kreditur cenderung memonitor para debiturnya dalam pengelolaan keuangan. Pengungkapan informasi keuangan melalui media tradisional maupun internet dapat memfasilitasi kreditur untuk mengawasi kinerja pemerintah (Gore, 2004).

2.1.10 Belanja Daerah

Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, belanja daerah


(41)

adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran yang bersangkutan.

Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja daerah dikelompokkan kedalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Maka, semakin tinggi tingkat pelayanan yang diberikan seharusnya semakin tinggi keinginan pemerintah daerah untuk mengungkapkan informasi laporan keuangannya pada situs resmi pemerintah daerah (Rora, 2010).

2.1.11 Tipe Pemerintahan

Daerah yang populasinya banyak dan memiliki beragam latar belakang sosial, maka permasalahan pemerintah daerahnya semakin kompleks. Permasalahan yang dihadapi pemerintah kota cenderung lebih kompleks dibandingkan kabupaten. Hal ini dikarenakan dari jumlah masyarakat yang


(42)

25

memiliki keberagaman latar belakang sosial dan pendidikan. Kepala daerah memiliki dorongan yang lebih besar untuk secara sukarela memberikan informasi guna pemantauan secara proporsional dengan wilayah metropolitan yang memiliki populasi penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang memiliki jumlah penduduk relatif besar. Wilayah metropolitan merupakan daerah tujuan urbanisasi yang memiliki penduduk lebih heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih dalam melayani kebutuhan warganya. Semakin kompleks permasalahan di suatu daerah maka semakin besar pula tanggung jawab pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi warganya. Pemerintah daerah perlu untuk membangun suatu sistem yang terintegrasi karena pemerintah daerah mengemban tanggung jawab yang besar. Untuk itu diperlukan adanya transparansi dalam setiap tindakan pemerintah daerah, termasuk transparansi dalam mengelola keuangan daerah. Internet merupakan media yang paling efisien dalam memberikan pelayanan penduduk di suatu daerah. Karena internet dapat menjangkau populasi penduduk yang lebih besar dalam memberikan pelayanan bagi pemerintah daerah. Laswad dkk (2005), menyatakan bahwa tipe pemerintahan yang berbentuk kota yang penduduknya lebih besar dan beragam, situs pemerintah daerahnya lebih canggih dan lebih banyak informasi yang diungkap pada situsnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pelaporan keuangan melalui internet di Indonesia masih jarang dilakukan. Tetapi penelitian ini sudah banyak dilakukan diluar negeri. Pada


(43)

awal tahun 1999 telah terjadi reformasi pelaporan keuangan sektor publik di Selandia Baru yang mendorong penelitian tentang pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet yang dilakukan oleh Laswad dkk (2005). Laswad dkk (2005), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan di internet. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa rasio pembiayaan hutang, kekayaan daerah, dan visibilitas pers mempengaruhi pelaporan keuangan di ineternet. Sedangkan tipe pemerintahan daerah, ukuran dan kompetensi politik berpengaruh tidak signifikan pelaporan keuangan di internet.

Disamping itu, penelitian yang dilakukan Serrano dkk (2008), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan di internet oleh pemerintah daerah di Spanyol. Penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah, surat obligasi daerah, situasi politik, visibilitas internet, kekayaan masyarakat dan tingkat budaya masyarakat berpengaruh terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah di Spanyol sedangkan fitur keuangan dan e-government berpengaruh tidak signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah di Spanyol.

Penelitian lainnya dilakukan di Indonesia oleh Yurisca (2011), penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah daerah di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan ukuran pemerintah daerah dan kekayaan pemerintah daerah berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela sedangkan tipe pemerintahan, kompetisi politik, dan leverage berpengaruh tidak signifikan terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela. Berikut daftar peneliti sebelumnya yang dideskripsikan sebagai berikut:


(44)

27

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Peneliti / Tahun

Judul Penelitian Variabel yang digunakan

Hasil Penelitian

Laswad dkk (2005)

Determinants of Voluntary Internet Financial Reporting by Local Government Authorities

Variabel Dependen : Pelaporan Keuangan secara sukarela oleh Pemda (Y).

Variabel Independen : Kompetensi Politik (X1),

Ukuran (X2), Pembiayaan

hutang (X3), Kekayaan

(X4), Visibilitas Pers (X5),

Tipe Pemda (X6).

Adannya pengaruh signifikan

leverage, kekayaan, dan visibilitas pers berpengaruh terhadap pelaporan keuangan. Sedangkan tipe pemerintah daerah, ukuran, dan kompetisi politik berpengaruh tidak signifikan terhadap pelaporan keuangan.

Styles & Tennyson (2007)

The Accessibility of Financial Reporting U.S. Municipalities on the internet

Variabel Dependen : Ketersediaan dan aksesibilitas (Y).

Variabel Independen : Ukuran daerah (X1),

Struktur Pemda (X2),

Kualitas Accounting disclosure (X3),

Pendapatan Perkapita (X4), Tingkat hutang (X5),

Kondisi Financial (X6).

Adanya pengaruh signifikan ketersediaan CAFR dengan : ukuran daerah, kualitas

accounting disclosure, pendapatan perkapita dan tingkat hutang. Dan juga terdapat pengaruh signifikan aksesibilitas CAFR dengan : ukuran daerah, pendapatan perkapita, dan tingkat hutang.

Serrano dkk (2008)

Factors Influencing E-disclosure in Local Public

Administrations

Variabel Dependen : Pengungkapan laporan Keuangan Pemda di internet (Y)

Variabel Independen : Ukuran (X1), Surat

Obligasi Daerah (X2),

Fitur Keuangan (X3),

Situasi politik (X4),

e-government (X5),

visibilitas internet (X6),

Kekayaan masyarakat (X7), Tingkat budaya

masyarakat (X8).

Adanya pengaruh signifikan pelaporan keuangan pemda dengan : ukuran, surat obligasi daerah, situasi politik, visibilitas internet, kekayaan masyarakat, tingkat budaya masyarakat. Sedangkan, fitur keuangan dan

e-government berpengaruh tidak

signifikan terhadap

pengungkapan laporan keuangan pemda di ineternet.

Rora (2010)

Analisis pengaruh

kinerja dan

karakteristik pemda terhadap tingkat pengungkapan dan kualitas informasi dalam website pemda

Variabel dependen : Pengungkapan dan kualitas informasi (Y)

Variabel Independen : PAD (X1), Tingkat

Ketergantungan (X2),

Ukuran Pemda (X3),

Kompleksitas Pemerintahan (X4),

Belanja Daerah (X5).

Adanya pengaruh signifikan pengungkapan dan kualitas informasi terhadap tingkat ketergantungan, ukuran pemda, kompleksitas pemerintahan. Sedangkan, PAD dan belanja daerah berpengaruh tidak

signifikan terhadap

pengungkapan dan kualitas informasi.

Yurisca (2011)

Aalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh Pemda

Variabel dependen :

Pelaporan Keuangan (Y)

Variabel Independen : Kompetisi Politik (X1),

Ukuran Pemda (X2),

Leverage (X3), Kekayaan

Pemda (X4), Tipe Pemda

(X).

Adanya pengaruh signifikan pelaporan keuangan dengan : ukuran pemda dan kekayaan

pemda sedangkan tipe

pemerintahan, kompetisi politik, dan leverage berpengaruh tidak signifikan terhadap pelaporan keuangan di internet.


(45)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sekaran, 2006). Kerangka konsep yang baik akan menjelaskan secara teoritis antara pertautan antar variabel yang akan diteliti (Daulay, 2010).

Untuk mengetahui pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah maka digunakan kerangka konseptual seperti gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

Sesuai dengan Gambar 3.1, dapat dijelaskan bahwa manfaat dari internet apabila digunakan sebagai media pelaporan keuangan. Penggunaan internet dapat menciptakan budaya transparansi yang juga akan mewujudkan akuntabilitas. Pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah daerah adalah

Ukuran Pemerintah Daerah (X1)

Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

(Y) Rasio Kemandirian Daerah (X2)

Tipe Pemerintahan Daerah (X5)

Belanja Daerah (X4)


(46)

29

pemberian informasi keuangan melalui media internet yang dilakukan oleh pemerintah daerah sekalipun tidak diwajibkan dalam suatu peraturan.

Pelaporan keuangan sering dihubungkan dengan ukuran pemerintah daerah. Ukuran pemerintah daerah digambarkan dengan seberapa besar aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Besarnya aset yang dimiliki pemerintah daerah akan menggambarkan seberapa besar ukuran pemerintah daerah tersebut. Internet merupakan media yang efisien dalam mengungkapkan informasi bagi pemerintah daerah karena biaya untuk mengungkapkan informasi pada internet tidak akan terpengaruh oleh besarnya aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Hal ini berimplikasi pada keuntungan pengungkapan dengan menggunakan media internet yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran pemerintah daerah.

Rasio kemandirian daerah bertujuan untuk mengukur kemampuan suatu pemerintah daerah untuk tetap dapat menjalankan pemerintahannya tanpa adanya dana perimbangan dari Pemerintah pusat dan tanpa pembiayaan utang dari pihak luar. Hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki suatu Pemerintah daerah. Didalam PSAP No. 02 dijelaskan bahwa PAD terdiri dari pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli daerah lain yang sah yang sebagian besar dibayarkan oleh masyarakat. Tuntutan terhadap transparansi atas pengungkapan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah juga akan semakin tinggi.

Dalam melakukan pembiayaan terhadap pengeluaran-pengeluaran pemerintah saat ini akan memberikan dampak pada kemampuan pemerintah


(47)

dalam memberikan pelayanan dan program-program terpadu bagi masyarakat dimasa yang akan datang. Namun besaran dari hutang tidak boleh melebihi jumlah dari modal yang dimiliki. Hubungan keagenan antara otoritas daerah dan pemerintah pusat (kreditur) memberikan dampak pada besarnya tingkat pengungkapan. Pelaporan keuangan melalui media tradisional maupun internet dapat memfasilitasi kreditur untuk mengawasi pengelolaan keuangan pemerintah.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak, dan mengembangkan sistem jaminan sosial. Semakin tinggi belanja daerah seharusnya pemerintah daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakatnya. Merujuk pada pernyataan diatas, diduga semakin tinggi tingkat pelayanan yang diberikan maka akan semakin tinggi pula keinginan pemerintah daerah untuk memberikan informasi pelayanan pada situs resmi pemerintah daerah dalam bentuk pelaporan keuangannya.

Tipe pemerintahan yang berbentuk kota yang penduduknya lebih besar dan beragam, situs pemerintah daerahnya lebih canggih dan lebih banyak informasi yang diungkap pada situs resmi pemerintah daerahnya. Selain itu, penggunaan internet membutuhkan sumber daya manusia yang familiar dengan teknologi informasi. Pelaporan informasi keuangan di internet juga mempertimbangkan kemampuan daerah baik kota maupun kabupaten dalam mengakses internet. Semakin besar populasi pada suatu daerah maka seharusnya semakin besar pula tekanan yang diberikan kepada pemerintah daerah tersebut, pemerintah daerah


(48)

31

bertanggung jawab untuk membuat ketersediaan informasi pelaporan keuangan untuk publik.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.


(49)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif yang menekankan pada hubungan kausal (causal effect). Penelitian kausal adalah tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa sebab akibat antara dua variabel atau lebih (Lubis, 2012). Penelitian kausal bertujuan untuk menguji hipotesis dan merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel (Erlina, 2011). Penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian pada seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2011. Adapun jangka waktu penelitian ini yakni selama bulan Juli 2013 sampai dengan Oktober tahun 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia berjumlah 491, yang terdiri dari pemerintahan kota berjumlah 94 dan pemerintahan kabupaten berjumlah 397. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2011 (terlampir di Lampiran


(50)

33

II). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Daulay, 2010).

Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sampel sebagai berikut:

(1)Menyediakan informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011 kabupaten/kota yang telah diaudit oleh BPK,

(2)Hasil pemeriksaan LKPD oleh BPK menunjukkan opini WTP dan WDP, (3)Menyediakan situs resmi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia dan

masih aktif,

(4)Pemerintah daerah yang mempublikasikan informasi keuangan yang lengkap pada situs resmi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia.

Tabel 4.1

Ringkasan Pemilihan Sampel

Keterangan Kriteria

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2011 di Indonesia yang telah diaudit oleh BPK

398 LKPD yang mendapat opini tidak wajar (TW) dan Tidak memberikan Pendapat

(TMP)

-40

Pemerintah daerah yang tidak memiliki situs resmi dan offline -68

Pemerintah daerah kab/kota yang tidak mempublikasikan informasi keuangan -210

Sampel Terkumpul 80

Sumber : Lampiran II

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna (Kuncoro, 2003). Data-data tersebut adalah berupa LKPD, APBD, dan laporan hasil pemeriksaan BPK tahun 2012 semester I yang


(51)

diperoleh dari www.kemendagri.go.id atau www.elocalgovernment.com, www.bpk.go.id serta di download dari internet melalui situs resmi pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.

4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

4.5.1 Variabel Dependen

Pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah daerah adalah pemberian informasi keuangan melalui media internet yang dilakukan oleh pemerintah daerah sekalipun tidak diwajibkan dalam suatu peraturan. Sesuai dengan penelitian Laswad dkk (2005), variabel dummy digunakan dalam pengukuran variabel pelaporan keuangan di internet secara sukarela. Pelaporan keuangan di internet secara sukarela dinilai dari ada tidaknya APBD, laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) pada situs resmi pemerintahan daerah. Apabila salah satu dari bagian pelaporan keuangan tersebut terdapat pada situs resmi pemerintahan daerah diberi nilai 1 sedangkan apabila bagian pelaporan keuangan tidak terdapat pada situs resmi pemerintahan daerah diberi nilai 0.

4.5.2 Variabel Independen

Berikut ini adalah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian, yaitu :

1. UkuranPemerintah Daerah (SIZE) (X1)

Ukuran pemerintah daerah adalah variabel untuk mengukur seberapa besar atau kecil sampel pemerintah daerah yang digunakan sebagai proksi tersedianya informasi pada situs pemerintah daerah. Laswad dkk (2005), menggunakan ukuran total asset pemerintah daerah di Selandia Baru sebagai faktor yang


(52)

35

mempengaruhi pelaporan keuangan secara sukarela pada situs resminya. Penelitian Rora (2010) juga menggunakan logaritma natural (Ln) total asset sebagai proksi dari variabel independen ukuran pemerintah daerah. Pada penelitian ini variabel ukuran pemerintah daerah dihitung dengan menggunakan proksi dari besarnya total aset pemerintah daerah.

SIZE = Ln Total Aset 2. Rasio Kemandirian Daerah (INDEP) (X2)

Rasio kemandirian daerah dihitung dari besarnya Pendapatan Asli Daerah berbanding dengan total realisasi pendapatan yang diterima (Rora, 2010). Liestiani (2008) juga menggunakan rasio PAD sebagai indikator ukuran kekayaan atau independensi pemerintah daerah. Tingginya pendapatan asli daerah menunjukkan pemerintah daerah yang semakin baik. Sebaliknya jika pendapatan asli daerah menurun menunjukkan pemerintah daerah yang kurang baik, maka rasio kemandiriannya akan semakin kecil.

INDEP = 3. Rasio Pembiayaan Hutang (LEV) (X3)

Leverage merupakan proporsi yang menggambarkan besarnya utang dari pihak eksternal dibandingkan dengan modal sendiri. Dengan demikian, jika total utang lebih besar dari modal, mengindikasikan bahwa sumber utama pendanaan entitas adalah dari pihak eksternal. Penelitian ini menggunakan proksi pembiayaan hutang yang sama dengan penelitian Laswad dkk (2005), dimana rasio pembiayaan hutang diukur dengan menghitung total kewajiban dengan total ekuitas dana pemerintah daerah.


(53)

4. Belanja Daerah (EXPEN) (X4)

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Menurut UU No. 32/2004 Pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan urusan wajib dan pilihan yang diantaranya berupa pelayanan dasar di bidang pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak, dan mengembangkan sistem jaminan sosial.

EXPEN = Ln Total Realisasi Belanja 5. Tipe Pemerintahan Daerah (TYPE) (X5)

Tipe pemerintahan daerah, yaitu pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten, memiliki komposisi penduduk yang berbeda. Penduduk di pemerintahan kabupaten umumnya melakukan urbanisasi sehingga komposisi penduduk di pemerintahan kabupaten lebih homogen dibandingkan pemerintahan kota. Pemakaian dan akses internet di daerah tujuan urbanisasi lebih tinggi. Hal tersebut memungkinkan bahwa pelaporan keuangan di internet secara sukarela akan lebih banyak dipraktekkan di pemerintahan yang besar dibanding pemerintahan yang kecil. Tipe pemerintahan didefinisikan seberapa besar total populasi penduduk yang tinggal didaerah tersebut. Semakin besar jumlah populasi pada daerah tertentu maka akan semakin kompleks pemerintahan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut. Penelitian Laswad dkk (2005), menggunakan variabel dummy sebagai ukuran dari tingkat kompleksitas pemerintah daerah yaitu


(54)

37

memberi nilai 1 untuk pemerintahan kota dan nilai 0 untuk pemerintahan kabupaten.

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Parameter Skala

Ukur

Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Y)

Pelaporan Keuangan adalah pemberian informasi keuangan melalui media internet yang dilakukan oleh pemerintah daerah sekalipun tidak diwajibkan dalam suatu peraturan.

Variabel dummy pelaporan keuangan pemda di internet (nilai 1 untuk pemda yang mempublikasikan laporan keuangan dan nilai 0 untuk

pemda yang tidak

mempublikasikan laporan keuangan)

Nominal

Ukuran Pemerintah Daerah (X1)

Ukuran pemerintah daerah

menunjukkan besarnya

pemerintahan daerah.

SIZE = Ln Total Aset Rasio

Rasio Kemandirian Daerah (X2)

Rasio kemandirian daerah dihitung dari besarnya realisasi pendapatan asli daerah dengan total realisasi pendapatan yang diterima.

INDEP = Rasio

Rasio Pembiayaan Hutang (X3)

Proporsi yang

menggambarkan besarnya utang dari pihak eksternal dibandingkan dengan modal sendiri.

LEV = Rasio

Belanja Daerah (X4)

Belanja daerah terkait

penganggaran yaitu

menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran.

EXPEN = Ln Total Realisasi Belanja

Rasio

Tipe

Pemerintahan (X5)

Tipe Pemerintahan Daerah adalah bentuk pemerintahan daerah.

Variabel dummy tipe

pemerintahan daerah (kode 1 untuk pemerintah kota, 0 untuk pemerintah kabupaten).

Nominal

4.6 Metode Analisis Data

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression). Regresi logistik adalah regresi yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan non metrik (nominal) (Ghozali, 2006). Regresi logistik tidak memerlukan uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya. Gujarati (2006) menyatakan bahwa


(55)

regresi logistik mengabaikan heterokedastisitas, artinya variabel terikat tidak memerlukan homoskedastisitas untuk masing-masing variabel bebasnya.

4.6.1 Model Regresi Yang Digunakan

Model analisis data yang digunakan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik untuk menguji dan menganalisis, pengaruh ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah melalui internet. Data diolah dengan program Statistical Package For Social Science (SPSS).

Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:

P =

(

)

Keterangan:

P = Probabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah e = Logaritma natural

X1 = Ukuran Pemerintah Daerah

X2 = Rasio Kemandirian Daerah

X3 = Rasio Pembiayaan Hutang

X4 = Belanja Daerah

X5 = Tipe Pemerintahan Daerah

b0 = Konstanta regresi

b1– b5

= Koefisien regresi

4.7 Pengujian Hipotesis

Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik (Logistic Regresion).


(56)

39

H0 : b1= b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari

ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah secara simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan dari ukuran

pemerintah daerah, rasio kemandirian daerah, rasio pembiayaan hutang, belanja daerah, dan tipe pemerintahan daerah secara simultan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan Omnibus Test of Model Coefficient. Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial maka digunakan regresi logistik sercara parsial dengan melihat tabel variables in the equation.

4.7.1 Uji Kelayakan Model (Chi-Square Goodness-of-Fit Test)

Chi-square goodness-of-fit test menghasilkan model yang menunjukkan variabel independen yang secara paling baik memprediksi variabel dependennya. chi-square goodness-of-fit test menunjukkan sejauh mana variabel independen dalam model dengan benar mengklasifikan pengamatan dalam sampel. Untuk menganalisis chi-square goodness-of-fit test, nilai aktual dari observasi dibandingkan dengan nilai prediksi pada variabel dependen. Perbandingan nilai aktual dan prediksi bisa dicapai dengan menggunakan beberapa pengukuran untuk mengukur kelayakan regresi, yaitu: (1) dengan melihat -2 Log Likelihood (2)


(1)

65 KAB. LEBAK Rp 1,159,550,230,381.00 27.779053 0

66 KOTA SERANG Rp 704,437,307,183.00 27.280665 1

67 KOTA TANGERANG SELATAN Rp 1,289,438,935,283.00 27.885228 1

68 KAB. JEMBRANA Rp 546,848,475,424.76 27.027438 0

69 KAB. LOMBOK BARAT Rp 836,763,678,512.76 27.452808 0

70 KAB. LOMBOK TIMUR Rp 1,083,145,317,704.00 27.71089 0

71 KAB. SUMBAWA Rp 798,243,086,424.55 27.405679 0

72 KOTA MATARAM Rp 668,098,804,275.54 27.227702 1

73 KOTA KUPANG Rp 585,355,871,422.00 27.095486 1

74 KOTA PONTIANAK Rp 891,949,464,346.75 27.516675 1

75 KOTA SINGKAWANG Rp 467,244,876,676.69 26.870119 1

76 KAB FLORES TIMUR Rp 495,239,367,771.00 26.928307 0

77 KOTA BITUNG Rp 483,991,924,455.00 26.905334 1

78 KAB. SINJAI Rp 519,697,558,650.00 26.976513 0

79 KOTA GORONTALO Rp 527,658,979,423.00 26.991716 1

80 KAB. MIMIKA Rp 1,354,169,478,863.00 27.934209 0


(2)

Lampiran IV

Hasil Uji dengan Menggunakan SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Y 80 .00 1.00 .7500 .43574

X1 80 1.25E10 3.34E13 3.0651E12 4.26761E12

X2 80 .02 .50 .1066 .07491

X3 80 .00 .06 .0064 .01000

X4 80 3.19E11 3.75E12 1.0825E12 6.26772E11

X5 80 .00 1.00 .2875 .45545

Valid N (listwise) 80

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

.00 0


(3)

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients Constant

Step 0 1 90.122 1.000

2 89.974 1.096

3 89.974 1.099

4 89.974 1.099

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 89.974

c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Y Percentage

Correct

.00 1.00

Step 0 Y .00 0 20 .0

1.00 0 60 100.0

Overall Percentage 75.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.099 .258 18.104 1 .000 3.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables X1 .000 1 .986

X2 4.931 1 .026

X3 10.412 1 .001

X4 .277 1 .598

X5 2.461 1 .117

Overall Statistics 16.359 5 .006


(4)

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log

likelihood

Coefficients

Constant X1 X2 X3 X4 X5

Step 1 1 75.009 5.295 -.366 6.686 -62.194 .209 .025

2 68.847 9.412 -1.225 15.220 -100.009 .932 -.056

3 66.839 11.820 -2.208 22.321 -136.936 1.847 -.037

4 66.713 12.396 -2.441 24.860 -148.979 2.063 -.031

5 66.713 12.439 -2.457 25.099 -149.934 2.078 -.030

6 66.713 12.439 -2.457 25.101 -149.940 2.078 -.030

7 66.713 12.439 -2.457 25.101 -149.940 2.078 -.030

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 89.974

d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 23.261 5 .000

Block 23.261 5 .000

Model 23.261 5 .000

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 66.713a .252 .374

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


(5)

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Y = .00 Y = 1.00

Total

Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 7 6.202 1 1.798 8

2 3 3.824 5 4.176 8

3 4 2.861 4 5.139 8

4 1 2.232 7 5.768 8

5 2 1.684 6 6.316 8

6 0 1.279 8 6.721 8

7 1 .837 7 7.163 8

8 1 .679 7 7.321 8

9 1 .342 7 7.658 8

10 0 .060 8 7.940 8

Classification Tablea

Observed Predicted

Y Percentage

Correct

.00 1.00

Step 1 Y .00 8 12 40.0

1.00 2 58 96.7

Overall Percentage 82.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 -2.457 1.129 4.737 1 .030 .086

X2 25.101 10.627 5.579 1 .018 7.965E10

X3 -149.940 49.575 9.148 1 .002 .000

X4 2.078 1.287 2.606 1 .106 7.988

X5 -.030 1.031 .001 1 .976 .970

Constant 12.439 21.724 .328 1 .567 252584.187

a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4, X5.


(6)

Correlation Matrix

Constant X1 X2 X3 X4 X5

Step 1 Constant 1.000 -.179 .428 -.002 -.459 -.459

X1 -.179 1.000 -.321 .533 -.792 -.188

X2 .428 -.321 1.000 -.439 .010 -.471

X3 -.002 .533 -.439 1.000 -.481 .089

X4 -.459 -.792 .010 -.481 1.000 .457