pH Rumen Metabolisme Protein Dalam Rumen

commit to user 9 kelapa, bungkil kedelai, dan dedak Williamson dan Payne, 1993. Beberapa usaha menyelimuti coating urea dengan zat yang bersifat lilin mungkin dapat mengurangi laju pembentukan NH 3 dari urea di dalam rumen, namun dilaporkan kurang palatable Parrakasi, 1999.

D. pH Rumen

Kondisi dalam rumen adalah anaerobik, dan mikroorganisme adalah yang paling sesuai dan dapat hidup di dalamnya. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38 sampai 42 C, dan pH dipertahankan oleh adanya absorbsi asam lemak dan amonia, kondisi pH rumen akan mempengaruhi absorbsi amonia melalui dinding rumen. Absorbsi amonia akan menurun apabila pH rumen rendah dan sebaliknya akan meningkat bila pH 7,3 Arora, 1989. Ditambahkan oleh Soebarinoto et al., 1991 kondisi lingkungan rumen mempunyai hubungan yang erat dengan pH cairan rumen, karena tinggi rendahnya pH di rumen akan berpengaruh terhadap aktivitas mikrobia rumen. Umumnya pH rumen berkisar antara 6,7-7,0. Semakin banyak asam- asam hasil fermentasi makin cepat terjadinya absorbsi. Keasaman rumen diatur oleh adanya natrium bikarbonat dan fosfat pada waktu adanya fermentasi yang cepat, keasaman di dalam rumen dipengaruhi oleh jenis pakan, produk fermentasi dan saliva. Bila pakan mengandung banyak konsentrat maka pH akan turun, sedangkan hijauan akan meningkatkan pH Soebarinoto et al., 1991. Menurut Van Soest 1994, kondisi pH rumen tetap konstan ini disebabkan adanya buffering capacity yang berasal dari saliva karena banyak mengandung bicarbonat dan fosfat serta sistem absorbsi VFA melalui dinding rumen.

E. Metabolisme Protein Dalam Rumen

Protein adalah salah satu kebutuhan nutrien yang penting bagi ternak ruminansia. Kebutuhan protein digunakan untuk pertumbuhan sel atau jaringan, membentuk enzim, hormon serta proses metabolik lainnya. Sumber protein ternak ruminansia dapat berasal dari protein pakan yang lolos dari commit to user 10 degradasi rumen dan protein mikroba. Protein pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh enzim proteolisis yang dihasilkan mikrobia. Sebagian peptida digunakan untuk membentuk protein tubuh mikrobia, dan sebagian dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Sebagian dari asam amino mengalami degradasi lebih lanjut menjadi asam organik, amonia dan karbondioksida. Amonia akan diabsorbsi lewat dinding rumen masuk peredaran darah dan di bawa ke hati yang kemudian diubah menjadi urea. Sebagian urea kembali masuk rumen lewat saliva dan dapat juga langsung melalui dinding rumen, sedangkan sebagian urea keluar lewat urin Kamal, 1994. Absorbsi NH 3 melalui dinding rumen dipengaruhi oleh konsentrasi NH 3 dan pH rumen. Absorbsi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi NH 3 dalam rumen dan menurun bila pH rumen rendah Owens dan Zinn, 1988 cit Suprayogi, 1998. Dalam usaha memperlambat pembentukan NH 3 dari urea dapat dilakukan dengan pembuatan biuret , preparat ini dibuat dari pemanasan urea secara berlebihan overheating. Beberapa laporan mengatakan bahwa biuret memerlukan adaptasi yang lebih lama dalam penggunaannya; pembentukan NH 3 dari biuret memang relative lamban tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa walaupun produk tersebut secara teoritis dapat digunakan secara efisien, namun dalam prakteknya tidak lebih dari urea Parrakasi, 1999. Biosintesis protein mikroba berkisar antara 1 sampai 34 mg100ml, untuk pertumbuhan maksimal dan aktivitas mikrobia diperlukan konsentrasi NH 3 antara 5,0 sampai 23,5 mg100ml. Kelebihan produksi amonia diatas nilai tersebut, walau telah dicoba ditingkatkan sampai mencapai konsentrasi 98,3 mg100ml, ternyata tidak lagi merangsang pertumbuhan mikroba, tetapi akan diserap rumen dan akhirnya diekskresikan dalam urine. Dalam merombak protein mikroba rumen tidak mengenal batas, perombakan tersebut dpat berlangsung terus walaupun amonia yang dihasilkan telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen Soebarinoto et al., 1991 . Ditambahkan oleh Sutardi 1976 cit Erwanto, 1995 bahwa degradasi protein commit to user 11 dan deaminasi asam amino akan terus berlangsung, walaupun telah terjadi akumulasi amonia yang cukup tinggi di dalam rumen. Gam bar 1. Digesti dan metabolisme nitrogen dalam retikulo-rumen McDonald et al. 1988 cit Soebarinoto et al., 1991

F. Metabolisme Karbohidrat Dalam Rumen

Dokumen yang terkait

Suplementasi Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dan Mineral Esensial dalam Ransum Berbasis Limbah Perkebunan Terhadap Produksi VFA Total dan NH3 Pada Domba Jantan

0 31 49

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Diamoniasi Pada Pakan Domba terhadap Populasi Mikroba, konsentrasi VFA dan NH3 domba lokal jantan lepas sapih.

0 33 71

Pemanfaatan Tepung Kulit Umbi Ubi kayu (Manihot utilisima) Fermentasi Aspergillus niger pada Ransum terhadap Populasi Mikroba, Konsentrasi VFA dan Konsentrasi NH3 Domba Jantan

0 37 60

Pengaruh rasio pemberian pakan yang berbeda terhadap produksi VFA dan NH3 rumen serta kapasitas lambung domba lokal jantan

0 15 47

PENGARUH PENGGUNAAN AMPAS TEMPE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN DOMBA LOKAL JANTAN

0 6 53

PENGARUH COATING MINYAK SAWIT PADA UREA TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, NEUTRAL DETERGENT FIBER (NDF) DAN ACID DETERGENT FIBER (ADF) DALAM RANSUM DOMBA LOKAL JANTAN

0 4 38

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS UREA DALAM AMOMASI BATANG PISANG TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, Konsentrasi N-NH3, dan VFA) SECARA IN-VITRO.

0 0 6

PENGARUH PEMAKAIAN KONSENTRASI UREA DALAM AMONIASI KULIT BUAH COKLAT (KBC) TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, N-NH3, dan VFA) SECARA IN-VITRO.

0 0 6

Pengaruh Pemberian Urea Dan Amonium Sulfat Pada Amoniasi Ampas Tebu Terhadap Ph Dan Konsentrasi N-Nh3 Cairan Rumen Domba Lokal Sumedang.

0 0 8

PENGARUH COATING UREA DALAM RANSUM TERHADAP pH, KONSENTRASI NH3 DAN VFA PADA DOMBA LOKAL JANTAN JurusanProgram Studi Peternakan

0 0 42