commit to user 33
penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Sehingga, kontribusi penutur
harus singkat, tertib dan teratur. Berkaitan dengan prinsip kerja sama Grice, pada kenyataannya, dalam
komunikasi kadang kita tidak mematuhi prinsip tersebut. Hal ini, seperti diungkap oleh Gunarwan 2004: 12-14, didasarkan atas beberapa alasan, misalnya untuk
memberikan informasi secara tersirat implicature dan menjaga muka lawan bicara politeness justru pelanggaran-pelanggaran itulah yang menarik untuk
dikaji. Rohmadi dan Wijana 2009:41 mengungkapkan bahwa “berbahasa
termasuk aktivitas sosial yang baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya”. Ketika seseorang berbicara kepada orang lain pasti ingin
mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa hal yang dikemukakan. Dengan adanya tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas
mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar termasuk volume suara yang wajar. Hanya saja dalam pragmatik terdapat
penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui
maksudnya.
B. Penelitian yang Relevan
Salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Purwanti 2006. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian
yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa: 1 Fenomena-
fenomena pragmatik yang muncul dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja meliputi fenomena inferensi, praanggapan, dan implikatur; 2Teknik
penciptaan bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja memanfaatkan penyimpangan prinsip kerja sama yang memuat penyimpangan maksim kuantitas,
penyimpangan maksim kualitas, penyimpangan maksim relevansi, dan penyimpangan maksim pelaksanaan. Bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja
juga memanfaatkan bentuk singkatan, bentuk ungkapan asing, aspek situasional dan entailment, aspek visual yang populer, dan aspek bunyi dan lagu yang
commit to user 34
populer; dan 3 Tindak tutur yang terdapat dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja meliputi tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Marsonet 2009. Dalam penelitian tersebut kartun editorial yang
kebanyakan menggunakan manusia sebagai pengantar pesan, bentuk ekspresi dan wajah, gerak tubuh menjadi pesan khusus yang dipahami pengamat sebagai
bentuk pragmatik dalam pluralisme politik, khususnya pembentukan opini. Dengan kata lain, pragmatik kartun editorial tidak mengarah pada resolusi tertentu
dan tepat dari masalah, tetapi meninggalkan lebih ruang untuk alternatif dan cara- cara bersaing untuk membentuk opini.
Selain dua penelitian tersebut, Gezgin 2004 dalam penelitianya mengungkapkan bahwa analisis pragmatis kartun menggunakan studi teoritis,
pragmatis dan eksperimental untuk mengungkap kualitas humor, tetapi tidak ada teori khusus dirancang untuk memperhitungkan sumber dan tingkat humorosity di
kartun maupun teori umum berlaku untuk domain dari kartun. Namun tiga model yang lazim dalam penelitian humor: model pertama teori script berbasis semantik
humor; SSTH alamat apa yang membuat teks lucu dan account cognitivistic memobilisasi gagasan skrip dan oposisi script. Model kedua Setup, keganjilan,
Resolusi; SIR, dan yang ketiga menyangkut tahap-tahap yang terlibat dalam pemahaman humor: tiga tahap diusulkan. Akhirnya model ketiga teori umum
humor verbal; GTVH membahas masalah apa yang membuat sebuah teks lucu lagi dengan cara yang tampaknya komprehensif meskipun gagal untuk
mempertimbangkan sifat kartun karena merupakan teori humor lisan saja dan sejak kartun tidak selalu didasarkan pada humor verbal untuk menjadi lucu.
Dalam studi ini, kartun Band Piyale Madra diambil untuk diteliti. Berdasarkan potongan-potongan ini kartun gambaran umum dari teori kartun disajikan
meskipun teori semacam kebutuhan cross-validasi melampaui keistimewaan seorang kartunis tunggal. Artinya, dalam rangka untuk membangun sebuah teori,
studi lebih lanjut diperlukan di mana kartun oleh kartunis mentalitas yang sangat berbeda diperlukan. Ini adalah salah satu keterbatasan utama dari Gezgin.
Kesamaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan metode deskriptif kualitatif dan kajian pragmatik. Namun, ada sedikit perbedaan
commit to user 35
dalam objek kajian, yaitu penelitian ini difokuskan pada kartun editorial Bang One sedangkan dalam penelitian Purwanti difokuskan pada wacana plesetan pada
kaos Dagadu Djokdja. Sementara Marsonet 2009 hanya mengungkapkan secara umum bahwa kartun editorial merupakan bentuk pragmatis dalam pluralisme
politik untuk pembentukan opini, dan Gezgin 2004 hanya menyoroti tentang humor dalam kartun. Penelitian ini memiliki kelebihan dengan mengkaji lebih
dalam berdasarkan pada konteks tuturan, implikatur, penyimpangan maksim kerjasama, dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial Bang One.
C. Kerangka Berpikir