ANALISIS WACANA PERCAKAPAN DEBAT TV ONE

(1)

commit to user

i

ANALISIS WACANA PERCAKAPAN

“DEBAT TV ONE”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh AMIR MUSTOFA

C0202007

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

ANALISIS WACANA PERCAKAPAN

“DEBAT TV ONE”

Disusun oleh

AMIR MUSTOFA C0202007

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Prof. Dr. H. D. Edi Subroto NIP 19440927 196708 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 19620610 198903 1 001


(3)

commit to user

iii

ANALISIS WACANA PERCAKAPAN

“DEBAT TV ONE”

Disusun oleh AMIR MUSTOFA

C0202007

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal ...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 19620610 198903 1 001

... Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.

NIP 19641231 199403 2 005

... Penguji I Prof. Dr. H. D. Edi Subroto

NIP 19440927 196708 1 001

... Penguji II Miftah Nugroho, S.S, M.Hum.

NIP 19770725 200501 1 002

...

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Soedarno, M.A. NIP 19530314 198506 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Amir Mustofa NIM : C0202007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Analisis Wacana Percakapan Debat TV One adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 15 April 2010 Yang membuat pernyataan,

Amir Mustofa


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Ibu (terima kasih atas kasih sayangmu)

Bapak (Perjuanganmu untuk kami anak-anakmu tak akan pernah tergantikan) Kakak-kakakku


(6)

commit to user

vi

MOTO

Iman dan ilmu adalah perhiasan di waktu senang dan tempat berlindung di waktu susah


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Wacana Percakapan Debat TV One.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak. Penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis tujukan kepada:

1 Drs. Soedarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2 Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia FSSR UNS, yang telah memberikan kepercayaan dan kemudahan selama penyusunan skripsi.

3 Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

4 Prof. Dr. H. D. Edi Subroto, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

5 Segenap dosen Jurusan Sastra Indonesia FSSR UNS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

6 Staf Perpustakaan UNS dan Perpustakaan FSSR yang telah memberikan kelonggaran kepada penulis untuk membaca dan meminjam buku-buku referensi yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

7 Kawan-kawan di persewaan komputer “UNIX” (Edi, Rahmanto, Toni, dan Danang)

8 Anung, Bakdal, Danang, Edi, Waluya, Yudi, Alfan, setyawan dan Agus yang telah memberikan waktu untuk sekedar diskusi ilmu bahasa dengan penulis.

9 Kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan 2002 (sebuah kisah yang kekal dan tak terlupakan)

10 Komunitas Musik dan Film FSSR

11 Kawan-kawan paguyuban seni tradisional Salma, Tak Terduga, Sang Sadewa, Roso Manunggal, dan Maya Putra yang telah banyak memberikan arti tentang perjuangan hidup.

12 Kawan-kawan Griya Nuansa (Taufik, Danang, Dwi, Boly, Yp, Cahyo, Guna, Wahyu, heru, dan semua yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu) yang telah memberikan bantuan kepada penulis (bersama kalian kami bisa merasakan persahabatan dan makna hidup yang sesungguhnya.

Thanks all)

13 Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu oleh penulis dalam kesempatan ini. Surakarta, 10 April 2010


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .. ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... .. ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... .. ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .. ... vi

KATA PENGANTAR ... .. ... vii

DAFTAR ISI ... .. ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... .. …xiv

ABSTRAK ... .. ... xv

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah ... ... 1

B Pembatasan Masalah ... ... 3

C Perumusan Masalah ... ... 4

D Tujuan Penelitian ... ... 4

E Manfaat Penelitian ... ... 4

F Sistematika Penulisan ... ... 5

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A Kajian Pustaka ... ... 7

B Landasan Teori...7

1. Pengertian Wacana ... ... 8

2. Jenis-Jenis Wacana ... ... 9

3. Percakapan ... ... 11


(10)

commit to user

x

5. Giliran Bicara (Turn-Taking)...17

BAB III METODE PENELITIAN A Jenis Penelitian ... ... 22

B Populasi dan sampel... ... 23

C Data dan Sumber Data... ... 24

D Teknik Pengumpulan Data…………. ... ... ... .25

E Klasifikasi Data ... ……26

F Metode Analisis Data ... ... 27

G Teknik Penyajian Data ... ... 28

BAB IV HASIL ANALISIS DATA A Pendistribusian Giliran Bicara dan pemarkah pergantian giliran bicara... 30

a. Menyilakan ... ... 33

b. Pertanyaan... ... 34

c. Pernyataan... ... 36

B Pasangan Ujaran Terdekat ... ... 37

1. Pasangan Tanya Jawab ... ... 38

a. Jawaban Bersifat Ajeg ... ... 39

b. Jawaban Bersifat Kreatif... ... 39

2. Pasangan Pujian Penerimaan dan Penolakan ... ... 40

a. Pasangan Pujian Penerimaan. ... ... 40

b. Pasangan Pujian Penolakan ... ... 41

3. Pasangan Keluhan dan Alasan ... ... 42

4. Pasangan Ajakan Persetujuan dan Penolakan... ... 43

a. Tindak Ujar Ajakan Berpasangan dengan Persetujuan... ... 43


(11)

commit to user

xi

5. Pasangan perintah penerimaan, penolakan ... ... 45

a. Pasangan perintah penerimaan ... ... 45

b. Pasangan perintah penolakan pembalikan ... ... 46

6. Pasangan tawaran dan penerimaan ... ... 47

7. Pasangan panggilan dan jawaban ... ... 48

8. Pasangan ujaran permintaan izin pengabulan dan penolakan... ... 48

a. pasangan permintaan izin pengabulan ... ... 49

b. Pasangan permintaan izin penolakan ... ... 50

C Penyelaan (Interupsi) dan Tumpang Tindih (Overlap) ... ... 51

1. penyelaan (interupsi) ... ... 51

a. Penyelaan langsung ... ... 51

1) Penyelaan dengan tujuan meminta informasi yang lebih jelas..51

2) penyelaan dengan tujuan melanjutkan tuturan lawan bicara ... 61

3) Penyelaan dengan tujuan mengiyakan tuturan lawan bicara ... 64

4) Penyelaan dengan tujuan untuk mengganti pertanyaan ... ... 67

5) Penyelaan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi tuturan lawan bicara ... ... 70

6) Penyelaan dengan tujuan membantah tuturan lawan bicara ... 71

7) Penyelaan dengan tujuan untuk memperjelas pertanyaan .. ... 74

b. Penyelaan Dengan Tanda ... ... 77

2. Overlap/tumpang tindih ... ... 81

a. Pembantahan terhadap tuturan lawan bicara ... ... 82

b. Penutur memberikan pertanyaan baru ... ... 83

c. Mitra tutur menghentikan tuturan lawan bicara ... ... 86


(12)

commit to user

xii

e. Mitra tutur memperbaiki tuturan lawan bicara ... ... 90

f. Mitra tutur menjawab sebelum pertanyaan selasai ... ... 92

V PENUTUP A Simpulan ... ... 95

B Saran ... ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... ….. ... 97

Lampiran 1 Sumber Data Penelitian ... ... 98


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

C : Current speaker

KMPP : Kontroversi Majelis Perempuan Di Parlemen KPKL : Kontroversi Pedagang Kaki Lima

KPM : Kontroversi Pembebasan Muhdi PR. KR : Kontroversi Rokok

M1 : Moderator 1 M2 : Moderator 2 N : Next speaker NS1 : Narasumber 1 NS2 : Narasumber 2 NS3 : Narasumber 3 NS4 : Narasumber 4 Pn : penonton

T : Turn (pergantian giliran bicara) [ ] : Terjadi tumpang tindih

? : Mengidentifikasikan pertanyaan ! : Berintonasi perintah atau seruan - : Berintonasi naik

¯ : Berintonasi turun KAPITAL : Suara lebih keras


(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Amir Mustofa. C0202007. 2010. Analisis Wacana Percakapan Debat Tv One.

Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana proses pendistribusian dan pemarkah giliran bicara pada percakapan Debat Tv One? (2) Bagaimanakah. Pasangan berdekatan dalam percakapan Debat TV One? (3) Apakah maksud terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih pada percakapan Debat TV One?

Tujuan dari penelitian ini adalah; (1) Mendeskripsikan proses pendistribusian giliran bicara dan pemarkah giliran bicara pada percakapan Debat Tv One; (2) menunjukkan pasangan berdekatan dalam percakapan Debat Tv One; (3) Menjelaskan alasan terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap) dalam percakapan Debat Tv One.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi penelitian mencakup semua percakapan para penutur yang ada pada percakapan Debat Tv One yang mengandung peristiwa penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. teknik yang digunakan adalah analisis isi percakapan (conten analysis).

Berdasarkan analisis dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Dalam peristiwa tutur Debat Tv One, terdapat ciri khusus tentang pergantian bicara. Ciri khusus tersebut antara lain adanya kalimat perintah yang halus (penulis menggunakan istilah menyilakan), pertanyaan, dan pernyataan. Adapun pergantian giliran bicara di dalam analisis penulis sesuaikan dengan kaedah pergantian bicara yang dikemukakan oleh Levinson. (2) Pasangan berdekatan yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini berjumlah empat puluh enam pasangan dan secara keseluruhan didominasi oleh pasangan pertanyaan-jawaban. (3) Maksud terjadinya peristiwa penyelaan dan peristiwa tumpang tindih dalam percakapan debat secara umum terjadi karena lawan tutur tidak puas dengan tuturan penutur. Ketidakpuasan lawan tutur dalam melakukan penyelaan mempunyai beberapa tujuan, antara lain: Penyelaan terjadi dikarenakan lawan tutur ingin meminta informasi yang lebih jelas, melanjutkan tuturan lawan bicara, mengganti pertanyaan, mengkonfirmasi tuturan lawan bicara, membantah tuturan lawan bicara, mengiyakan tuturan lawan bicara.


(15)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpersona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan semata-mata untuk bertukar informasi melainkan juga dapat menunjukkan keberadaan manusia lain terhadap lingkungannya.

Dewasa ini banyak macam wacana dianalisis oleh kalangan akademisi di bidang linguistik. Sumarlam (2005:193) menjelaskan pada dasarnya fungsi wacana identik dengan fungsi bahasa. Dikatakan demikian karena wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa kpmunikasi. Komunikasi tersebut dapat disampaikan secara lisan maupun secara tertulis. Lebih lanjut ia menjelaskan seperti halnya bahasa, wacana bisa bersifat transaksional atau interaksional. Dikatakan bersifat transaksional bila yang dipentingkan adalah isi komunikasi, sedangkan bersifat interaksional jika ia merupakan interaksi timbal balik. Wacana interaksional bisa berupa percakapan, debat, tanya jawab, dsb. Wacana transaksional berupa intruksi, iklan, surat, cerita, esai, makalah, dsb.

Salah satu wacana yang layak dikaji dalam penelitian ini adalah wacana bersifat interaksional, yaitu acara berjudul “Debat TV One” yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta yaitu televisi One yang biasa di sebut dengan Tv One. Sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang bertaraf nasional, Tv One berusaha menampilkan permasalahan yang ada dalam masyarakat. Permasalahan tersebut dibahas dengan mendatangkan dua kelompok masyarakat yang mempunyai


(16)

commit to user

pandangan berbeda mengenai masalah tersebut. Pertemuan kedua kelompok masyarakat tersebut menimbulkan argumentasi yang berbeda-beda, sehingga perdebatanpun tidak terhindarkan, sehingga acara tersebut diberi nama Debat TV One.

Banyak sekali tema yang diangkat dalam acara tersebut, misalnya debat antar partai politik, debat antar calon presiden atau kepala daerah, debat antara tim pengacara dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, debat antara pemerintah kota dengan para pedagang kaki lima (PKL), dan masih banyak lagi tema-tema lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Debat TV One dipandu oleh dua moderator. Kedua moderator tersebut juga saling berseberangan pendapat dikarenakan mereka membela masing-masing kelompok. Peran moderator di sini sangat penting, hal itu bertujuan supaya ada pembatasan bahan pembicaraan. Moderator menuntun pembicara untuk menentukan arah pembicaraan dengan cara memberikan pertanyaan kepada narasumber. Narasumber memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut yang kemudian ditanggapi oleh kelompok lain. Proses itu berlangsung secara terus menerus sehingga akan menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat kontras antara keduanya dalam memandang satu permasalahan.

Moderator adalah seseorang yang bertugas sebagai pengendali dalam percakapan tersebut. Narasumber atau penonton tidak akan berbicara apabila moderator tidak bertanya atau mempersilakan untuk berbicara, akan tetapi pada penerapannya banyak peserta tutur yang melanggar ketentuan dalam percakapan. Pela nggaran aturan giliran bicara tersebut antara lain penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap). Hal itulah yang mendorong penulis untuk meneliti acara tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis memilih acara Debat TV One yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta yaitu Televisi One yang biasa di sebut dengan Tv One.


(17)

commit to user

Percakapan yang terjadi selama Debat Tv One berlangsung sangat menarik untuk diamati, sistem pendistribusian giliran bicara merupakan salah satu hal yang mendorong penulis untuk meneliti acara tersebut dikarenakan pendistribusian giliran bicara dalam acara tersebut sangat berbeda dengan acara-acara lain seperti diskusi, seminar dan lain sebagainya. Peristiwa penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap) juga banyak ditemukan dalam percakapan tersebut, kemudian akan penulis jelaskan maksud-maksud terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut pada bab IV. Selain pendistribusian giliran bicara, ciri khusus penanda pendistribusian giliran bicara, peristiwa penyelaan dan tumpang tindih tersebut, penelitian ini juga akan menjelaskan pasangan ujaran terdekat atau pasangan berdekatan selama percakapan berlangsung.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penelitian ini akan mengupas percakapan Debat TV One. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Analisis Wacana Percakapan Debat TV One”.

B. Pembatasan Masalah

Untuk mencegah timbulnya kerancuan pengertian, kekaburan wilayah persoalan, dan mengarahkan penelitian agar lebih intensif dan efisien, sesuai dengan tujuan penelitian, maka diperlukan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini, penulis membatasi wilayah penelitian pada deskripsi tentang pendistribusian giliran bicara, pemarkah pendistribusian giliran bicara, maksud penyelaan, alasan terjadinya tumpang tindih, serta pasangan ujaran terdekat dalam percakapan Debat TV One.


(18)

commit to user

C. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pendistribusian dan pemarkah giliran bicara dalam percakapan Debat TV One?

2. Bagaimana pasangan berdekatan dalam percakapan Debat TV One?

3. Apakah maksud terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap) dalam percakapan Debat TV One?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan proses pendistribusian dan pemarkah giliran bicara dalam percakapan Debat TV One

2. Menunjukkan pasangan berdekatan dalam percakapan Debat TV One 3. Menjelaskan maksud terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih

(overlap) dalam percakapan Debat TV One.

E. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan disiplin ilmu, sebuah penelitian harus mempunyai manfaat, baik teoretis maupun praktis. Untuk lebih jelasnya dapat di jelaskan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu, dan dalam hal ini ilmu linguistik atau kebahasaan. Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat menyingkap tuturan-tuturan yang melanggar aturan bicara, khususnya dalam percakapan Debat TV One.


(19)

commit to user

Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menambah perbendaharaan penelitian dibidang wacana.

2. Manfaat Praktis

Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan bagi pengajaran bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini secara praktis dapat membantu dalam mempelajari teori pengambilan giliran bicara dalam analisis wacana percakapan. Bagi penulis selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian yang sama dengan objek yang berbeda.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan sangat diperlukan dalam sebuah penelitian, karena dapat mengarahkan seorang penulis dalam cara kerja yang runtut dan jelas. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul Analisis Percakapan Debat TV One ini tersusun atas lima bab.

Bab pertama berupa pendahuluan, berisi latar belakang penelitian yang menjelaskan tentang alasan pemilihan topik dan objek penelitian. Pembatasan masalah diutarakan dalam bab ini untuk memberikan batasan pada penelitian ini. Dari pembatasan masalah yang diutarakan, penulis memperoleh beberapa rumusan masalah. Dalam bab I ini juga menguraikan tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Adapun sistematika penelitian juga diuraikan untuk menggambarkan urutan penelitian skripsi ini.

Teori-teori yang digunakan sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti dan dijadikan landasan atau acuan dalam analisis data ini akan dianalisis dalam bab dua.


(20)

commit to user

Bab ketiga berupa metodologi penelitian yang berisi penjelasan mengenai metodologi penelitian, sumber data, populasi, sampel, data penelitian, klasifikasi data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Analisis merupakan tahap inti dalam penelitian, karena analisis bertujuan untuk mencari jawaban dari perumusan masalah yang ada. Tahapan ini diuraikan dalam bab empat.

Simpulan berisi tentang pernyataan singkat hasil penelitian dan pembahasan, serta beberapa saran yang relevan dalam penelitian ini dicantumkan dalam bab lima.


(21)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajiaan Pustaka

Kajian yang sejenis dengan penelitian ini adalah sebuah penelitian tentang struktur percakapan dengan objek phone-live di radio FM di Surakarta. Penelitian tersebut dikerjakan oleh Dwi Lestari (2005) dengan judul Analisis Struktur Percakapan Phone-Live di Radio FM Surakarta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam phone-live di radio FM Surakarta terdapat perbedaan jumlah distribusi giliran bicara yang disebabkan oleh faktor keakraban. Pasangan berdekatan yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini berjumlah sebelas pasangan dan secara keseluruhan didominasi oleh pasangan pertanyaan-jawaban. Dalam phone-live di radio FM Surakarta dijumpai percakapan dengan struktur tidak lengkap. Topik yang mendominasi dalam penelitian tersebut adalah request lagu.

Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian yang dikerjakan oleh Dwi Lestari (2005) terletak pada penjelasan penyimpangan giliran bicara yang dilakukan oleh peserta tutur.

B. Landasan Teori

Penelitian ini bertumpu pada teori-teori wacana, lebih khususnya wacana percakapan yang meliputi pendistribusian giliran bicara, maksud terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap). Selain itu penelitian ini juga akan memaparkan pasangan ujaran terdekat atau pasangan berdekatan. Kesemua hal tersebut selengkapnya dipaparkan sebagai berikut.


(22)

commit to user

1. Pengertian Wacana

Batasan atau definisi wacana yang dikemukakan oleh para ahli bahasa masih beragam. Ada perbedaan antara satu pengertian dengan pengertian yang lain. Akan tetapi masih ada persamaan antara teori-teori tersebut. Berikut adalah beberapa definisi tentang wacana yang dikemukakan oleh para ahli.

Harimurti Kridalaksana (dalam Sumarlam, et,al, 2005:5) mengartikan bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Dia menegaskan hal yang paling penting dalam wacana adalah keutuhan atau kelengkapan maknanya. Adapun bentuk kongritnya dapat berupa kalimat, kata, paragraf, karangan utuh.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3) dinyatakan bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut. a. Komunikasi verbal; percakapan;

b. keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;

c. satuan bahasa yang terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan yang utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah;

d. kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat;

e. pertukaran ide secara verbal (Tim Penyusun, 2002: 1264).

Di dalam buku Pengajaran Wacana, Henry Guntur Tarigan (1987: 27) memberikan definisi sebagai berikut, “wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau kluasa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.”


(23)

commit to user

Renkema (dalam Sumarlam, et,al, 2003:11) mengemukakan ‘Discourse studies is the ddicipline devoted to the invesgation of teh relationship between form

and function in verbal comunity’.Studi wacana adalah disiplin (ilmu) yang ditekuni untuk mencari hubungan antara bentuk dan fungsi di dalam komunikasi verbal. Lebih lanjut ia menjelaskan dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa studi wacana satu merupakan disiplin ilmu tersendiri (dalam dunia linguistik) yang bertujuan menyelidiki bukan hanya hubungan bentuk dan makna, melainkan juga keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sarananya.

Soeseno Kartomiharjo (dalam Sumarlam, et,al, 2003:10) menyatakan bahwa “analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks, bacaan, undangan, parcakapan, cerpen, dan sebagainya.”

2. Jenis-Jenis Wacana

Tarigan (1987:57-59) membagi wacana berdasarkan bentuknya menjadi tiga, yaitu wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat tertulis atau lisan, dapat berupa wacana langsung atau tidak langsung, dapat pula pembeberan atau penuturan. Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah.

Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, baik secara tertulis ataupun lisan. Puisi dan syair adalah contoh jenis wacana puisi tulis,


(24)

commit to user

sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan, dan lagu-lagu merupakan contoh jenis wacana puisi lisan.

Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah atau naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.

Sumarlam (et.al, 2005:16) berpendapat bahwa, wacana dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan media yang digunakannya. Pertama, wacana tulis. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis (Sumarlam, et.al, 2005:16). Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis, terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Kedua, Wacana Lisan, wacana ini disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan (Sumarlam, et.al. 2005:16). Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan, terjadi komunikasi langsung antara pembicara dengan pendengar.

Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara wacana monolog dan wacana dialog (Sumarlam, et,al, 2005:17). Wacana dialog adalah wacana percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan dalam komunikasi tersebut, sehingga disebut komunikasi interaktif

(interactive comunication) (Sumarlam, et.al, 2005:17). Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog ini sifatnya searah dan termasuk


(25)

commit to user

komunikasi tidak interaktif (non-interactive comunication) (Sumarlam, et.al, 2005:17).

Mulyana (2005: 53) mengklasifikasikan wacana berdasarkan jumlah penutur menjadi dua, yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Penuturnya bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Beberapa bentuk wacana monolog, antara lain, adalah pidato, pembacaan puisi, khotbah jumat, pembacaan berita, dan sebagainya (Mulyana, 2005:53). Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini bisa berbentuk tulis atau lisan (Mulyana, 2005:53). Dalam kajian wacana, istilah penutur (addreser) atau orang pertama (O1), biasa disebut

sebagai penyapa, pembicara dan penulis (wacana tulis). Sedangkan petutur (addresee)

atau orang kedua (O2), sering disamakan dengan sebutan pesapa, mitra bicara, lawan

bicara, pasangan bicara, pendengar, pembaca (wacana tulis).

3. Percakapan

Gumperz (1982:94 dalam Rustono, 1995:45-46) menyebutkan ”percakapan merupakan suatu bentuk aktivitas kerja sama yang berupa interaksi komunikatif”. Jack Richard (edisi terjemahan oleh Ismari, 1995:3) berpendapat mengenai percakapan sebagai berikut.

Percakapan adalah interaksi oral dengan bertatap muka antara dua partisipan atau lebih. Tetapi percakapan adalah lebih dari sekedar pertukaran informasi. Bilamana orang mengambil didalamnya, mereka masuk kedalam proses percakapan tersebut, asumsi-asumsi dan harapan-harapan mengenai apa percakapan itu, bagaimana percakapan tersebut berkembang dan jenis kontribusi yang diharapkan dibuat oleh mereka, ketika orang bergabung dalam percakapan, mereka saling berbagi prinsip-prinsip umum yang membuat mereka dapat saling menginterprestasikan ujaran-ujaran yang mereka hasilkan.


(26)

commit to user Lebih jelasnya lihat contoh berikut.

(1) A : ‘Where did you buy thati shirt?’

(Dimana anda membeli kemeja ini?)

B : ‘And he shouldn’t say it anymay becouse that’s what he does)

(Dan, bagaimanapun, dia tidak seharusnya mengatakannya karena itu yang ia inginkan.)

(Jack Richard (edisi terjemahan oleh Ismari, 1995:3))

Salah satu asumsi dalam percakapan adalah apabila O1 menanyakan kepada

O2, maka perkataan O2 dapat diinterpretasikan sebagai jawaban terhadap pertanyaan

O1. Hal tersebut tidak muncul pada percakapan di atas, sehingga percakapan tersebut

tidak dapat diinterpretasikan. Apabila kita sebagai O1 mengalami peristiwa di atas,

maka kita akan mengulangi pertanyaan tersebut, dan apabila kita mendapatkan jawaban yang sama secara berulang-ulang, maka kita dapat memastikan keadaan jiwa dari lawan bicara kita. Kita bandingkan dengan contoh kedua berikut ini.

(2) A : ‘How much did you pay that blouse?’

(Berapa harga blus tersebut?) B : ‘Do you like it? I got it at Metro’

(Apakah anda menyukainya? Saya membelinya di Metro) (Jack Richard (edisi terjemahan oleh Dra. Ismari, 1995:3))

Pada percakapan nomor (2) di atas, meskipun B sebagai O2 tidak menjawab pertanyaan A, pengalihan topik, penghindaran terhadap jawaban yang diminta, tetap dapat diinterpretasikan sebagai jawaban. Jawaban tersebut dapat diartikan ‘saya tidak akan memberitahu anda mengenai hal itu’, oleh sebab itu jawaban tersebut sesuai dengan pertanyaannya, tidak seperti pada contoh nomor 1.


(27)

commit to user

Aktivitas bahasa merupakan aktivitas yang mendominasi kehidupan manusia. Manusia pada umumnya memanfaatkan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi. Aktivitas berbahasa yang banyak dilakukan oleh manusia adalah percakapan. Harimurti (2001:168) mendefinisikan percakapan sebagai satuan interaksi bahasa antara dua pembicara atau lebih.

Levinson (1983:286) mengungkapkan bahwa “percakapan adalah jenis pembicaraan antara dua atau lebih partisipan yang secara bebas memilih dalam berbicara yang secara umum terjadi di luar setting institusi khusus, seperti keagamaan, pengadilan, ruang kelas dan lainnya”.

Brown dan yule (dalam Pellba 7, 1994:128) menjelaskan Analisis wacana, khususnya yang diterapkan dalam bahasa percakapan, diartikan sebagai upaya penelitian penggunaan bahasa baik sebagai medium pernyataan fakta maupun perasaan seseorang terhadap orang lain.

4. Pasangan Ujaran Terdekat atau Pasangan Berdekatan

Levinson (1983:303) menyatakan bahwa “pasangan berdekatan merupakan bagian dari jenis tuturan yang berupa pertanyaan-pertanyaan, salam-salam, penawaran-penerimaaan, dan sebagainya”. Senada dengan pendekatan Mey (1993:243) bahwa “pasangan berdekatan merupakan urutan dua tuturan yang terdapat dalam pertukaran percakapan”. Lebih lanjut Levinson (1983:303) mengatakan bahwa “pasangan berdekatan adalah jenis ungkapan perpasangan”.

Bagian pertama dari pasangan dekat ini memprediksikan bagian keduanya. Sebagai contoh, sebuah pertanyaan lazimnya akan diikuti oleh sebuah jawaban. Pasangan berdekatan merupakan cara untuk menentukan penutur berikutnya karena ujaran pertama dalam pasangan ujaran terdekat menuntut munculnya ujaran yang


(28)

commit to user

kedua. Sebagian besar ujaran pertama dalam pasangan berdekatan pada percakapan berfungsi sebagai usaha untuk melakukan alih tutur.

Di bawah ini dijelaskan adanya hal yang tercakup dalam pasangan berdekatan, yaitu:

· Salam-penerimaan A : mobil anda bagus B : terima kasih Persetujuan B : bagus

Penolakan B : Ya, saya rasa untuk membuat diriku tampak keren.

Pertukaran B : Anton membelikannya untuk saya. Kembali B : terima kasih, saya suka mobilmu.

· Complain-penerimaan maaf A : kamu makan mie yang saya taruh di meja.?

B : Maaf.

Menyangkal B : tidak, bukan saya, pasti Anton.

Alasan B : Saya lapar, lagipula itu kan cuma sedikit

Menyesal B : Kamu seharusnya tidak meletakan di sana.

Menentang B : Memangnya kenapa.

· Penawaran penerimaan A : Mau saya bonceng? B : Kamu Baik sekali.


(29)

commit to user

Penolakan B : Terima kasih, tapi saya menunggu teman.

· Permintaan memberi A : Bisa mengantar buku ini? B : Ya, pasti

Menunda B : Ya, tapi hari ini saya tidak punya waktu.

Menentang B :Mengapa kamu selalu menyuruh saya?

Menolak B : Maaf, saya tidak ada waktu.

Pola peralihan tutur yang menggunakan pasangan ujaran terdekat itu banyak digunakan oleh peserta percakapan. Pasangan ujaran terdekat itu terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran pertama. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran pertama.

Levinson (1983:307) mengatakan "tidak semua pasangan kedua dalam pasangan berdekatan berkedudukan sama, tetapi terdapat operasional tingkatan yang melebihi alternatif-alternatif yakni paling tidak tanggapan-tanggapan suka atau tidak suka".

Respon negatif yaitu respon yang menolak atau menyangkal undangan atau ajakan seseorang disebut respon yang tidak disukai. Respon yang tidak disukai sering kali menghasilkan unkapan-ungkapan dengan penyangkalan. Contoh:

A :"Bisakah kamu belikan saya rokok?" B :"Saya nggak punya uang.”

Respon positif yaitu tanggapan atau respon yang menerima permintaan seseorang atau undangan disebut respon yang disukai. Respon yang disukai secara normal menghasilkan ungkapan-ungkapan tanpa penundaan. Contoh:


(30)

commit to user A :"Bisakah kamu belikan saya rokok?" B :"Ya."

Sejalan dengan Levinson, Cook (dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin dan Martutik, 2006:207) membedakan ujaran tanggapan menjadi dua macam yaitu ujaran yang tidak disukai dan disukai. Misalnya, ujaran permintaan dapat ditanggapi dengan ujaran yang menunjukkan pengabulan dan penolakan. Pengabulan merupakan tanggapan yang menyenangkan sedangkan penolakan merupakan tanggapan yang tidak menyenangkan. Tanggapan yang menyenangkan itu, pada dasarnya merupakan tanggapan yang diharapkan oleh pembicara sebelumnya. Perbedaan tanggapan dengan dua sisi tersebut sebenarnya sulit untuk diterima, karena dalam kenyataannya ujaran tanggapan tersebut memiliki beberapa kemungkinan tafsiran, misalnya sebuah pujian akan ditanggapi dengan pelbagai kemungkinan seperti penerimaan, persetujuan, pergeseran dan pembalikan, misalnya:

A:"Bajumu bagus sekali!" (pujian) Kemungkinan tanggapan:

B :"terimakasih." (penerimaan) B :"ya, memang ini bagus (persetujuan) B :"Ah, jangan begitu. Ini kan baju bekas." (penolakan) B :"ibu saya yang membelikan ini." (penggeseran) B :"terimakasih, saya juga senang model bajumu." (pengembalian)

(Abdul Rani, Bustanul Arifin dan Martutik. (2006:207))

Apabila diperhatikan lebih jelas, tampak bahwa ujaran tanggapan bukan hanya ada dua macam kemungkinan. Richard dan Schmidt (dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin dan Martutik, 2006:207) mendeskripsikan beberapa kemungkinan pasangan ujaran tersebut, antara lain:


(31)

commit to user 1) salam diikuti salam.

2) panggil diikuti jawab. 3) tanya diikuti jawab.

4) salam pisah diikuti salam jawab.

5) menuduh diikuti: (a) menjawab, (b) mengingkari, (c) membenarkan, (d) memaafkan diri, dan (e) menentang.

6) menawari diikuti: (a) menerima, (b) menolak.

7) memohon diikuti: (a) mengabulkan, (b) menangguhkan, (c)menolak, dan (d) menentang.

8) pujian diikuti: (a) menerima, (b) menyetujui, (c) menolak, (d) menggeser, (e) mengembalikan.

5. Giliran Bicara (Turn-Taking)

Dalam suatu percakapan, distribusi giliraan bicara berkaitan dengan pergantian peran pembicara dan pendengar. Sebuah percakapan ditandai dengan adanya perubahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya. Pergantian peran itulah yang dinamakan giliran bicara atau alih tutur.

Pengambilan giliran bicara dalam percakapan meliputi beberapa aspek, antara lain distribusi giliran bicara, penyelaan, perhentian sementara, dan tumpang tindih. adapun aspek-aspek lain yang tidak penulis jabarkan antara lain selang dan perhentian sementara. Hal itu dikarenakan adanya pembatasan masalah yang dlakukan oleh penulis.

a. Distribusi Giliran Bicara

Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik (2006:201) menyebutkan bahwa “terjadinya peralihan tutur merupakan syarat percakapan yang sangat penting, karena peralihan tutur itu akan menimbulkan pergantian peran peserta


(32)

commit to user

dalam percakapan. Sebuah percakapan yang berhasil biasanya ditandai dengan tidak adanya kesenyapan panjang dalam pergantian peran pembicara pendengar.

Alih tutur yang terjadi dalam percakapan itu ditentukan oleh kemauan dan tanggung jawab para peserta percakapan untuk mengembangkan percakapan (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006:203). Untuk menghasilkan percakapan yang berstruktur, partisipan harus mengikuti aturan-aturan yang membangun aktivitas percakapan.

Dalam percakapan sehari-hari, ada suatu konvensi bahwa apabila ada peserta yang lain berbicara, peserta lain tidak diperkenankan memotong pembicaraan (Abdul Rani, Bastanul Arifin, dan Murtatik (2006:203). Untuk menghasilkan percakapan yang berstruktur, partisipan harus mengikuti aturan-aturan yang membangun aktivitas percakapan. Aturan dalam pengambilan bicara ini biasa disebut Transition Relevance place (TRP). Adapun aturan TRP menurut sacks, Schegloff, dan Jefferson (dalam Levinson, 1983:298) adalah sebagai berikut. C adalah pembicara sekarang, N adalah pembicara berikutnya dan TRP adalah akhir yang dideteksi dari unut konstruksional giliran.

Rule 1- applies initially at the TRP of any turn

(a)if C selects N in curent turn, than C must stop speaking, and N must

speak next, transition accuring at the first TRP after N-selection

(b) if C does not select N, then any (other) parti may self-select, first

speaker gaining rights to the next turn

(c) if C has not selection N, and no other party any self-selects under

option (b), than C may (but need not) continue


(33)

commit to user

When rule 1 (c) has been applied by C, than at the next, TRP Rule 1

(a)-(c) apply, and recursively at the next TRP, until speaker change is

effected

Aturan 1- menerapkan secara inisial pada TRP dari suatu giliran.

(d)Jika C memilih N pada giliran sekarang, maka C harus berhenti bicara dan N menjadi pembicara berikutnya, pergantian terjadi pada TRP pertama setelah N terpilih.

(e) jika C tidak memilih N, kemudian grup atau kelompok lain bias memilih sensiri, pembicara pertama berusaha mendapatkan hak untuk mendapatkan giliran berikutnya.

(f) jika C belum memilih N, dan tidak ada kelompok lain memilih sendiri gagasan (b), kemudian C mungkin (tapi tidak membutuhkan) melanjutkan pembicaraan.

Aturan 2- menerapkan pada semua TRP yang berikutnya.

ketika aturan 1 (c) sudah diterapkan oleh C, kemudian pada aturan satu TRP berikutnya penerapan (a)-(c), dan secara berulang pada TRP berikutnya, sampai pergantian terjadi.

Edmondson (dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006: 213) mengusulkan kaedah pergantian tutur yang lain sebagai berikut.

(a) jika aku memberikan bicara, kamu harus mengambilnya.

(b)Jika aku menunjukkan kesiapan untuk memberikan giliran bicara, kamu harus berbicara.


(34)

commit to user

Berdasarkan pendapat dari Sack, Schegloff, dan Jefferson di atas, akan coba penulis perjelas sebagai berikut. Pembicara sekarang atau biasa disebut dengan O1, dan pembicara berikutnya disebut dengan O2.

(a) Jika O1 memilih O2 pada giliran sekarang, maka O1 harus berhenti

bicara dan O2 menjadi pembicara berikutnya.

(b) Jika O1 tidak memilih O2, kemudian grup atau kelompok lain bisa

memilih sendiri, pembicara pertama berusaha mendapatkan hak untuk mendapatkan giliran berikutnya.

(c) Jika O1 tidak memilih O2, maka O1 dapat melanjutkan pembicaraan.

Levinson (1983:296) menyatakan bahwa “giliran bicara adalah satu partisipan, A, bicara, berhenti; lawan bicara (B), mulai, bicara, berhenti; sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A terhadap dua partisipan. Namun, distribusi ini tidak selalu urut, seperti pada A-B-B-A atau A + B berbicara bersama, dan sebagainya. Hal seperti ini terjadi karena terdapat overlap, jeda, atau interupsi selama terjadi percakapan.

b. Interupsi

Interupsi adalah peristiwa ketika partisipan lain ingin berbicara sementara yang sebelumnya masih berbicara. Interupsi berbeda dengan overlap. Interupsi terjadi karena lawan bicara melanggar giliran berbicara pembicara sebelumnya. Jika diperlukan, penginterupsi bisa memberi tanda bahwa ia ingin menginterupsi, seperti “bisa saya menyela?: sebentar, saya ingin mengatakan sesuatu.

c. Overlap

Levinson (1983:296), overlap (two speakers speaking simultaneously)“, dapat juga diartikan dua pembicara berbicara serempak/berbarengan. Overlap


(35)

commit to user

sering terjadi pada jumlah pembicara yang lebih dari dua orang dan masing-masing ingin berbicara.


(36)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Edi Subroto (1992:7) berpendapat bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data-data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar/foto, catatan harian, memorandum, video tape”. Lebih lanjut Edi Subroto (1992:7) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan antar bagian yang diteliti itu akan menjadi jelas maknanya manakala diamati dalam proses.

“Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya” (Sudaryanto, 1992: 62).

Fakta-fakta yang dideskripsikan tersebut meliputi: (1) ciri khusus dan cara pendistribusian giliran bicara pada percakapan Debat TV One, (2) pasangan terdekat dalam percakapan Debat TV One, (3) maksud terjadinya penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap) pada percakapan Debat TV One.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Arikunto (dalam Mulyana, 2005:83)


(37)

commit to user

mengungkapkan bahwa dalam kajiannya, metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya).

B. Populasi dan sampel

Populasi adalah objek penelitian atau jumlah keseluruhan objek yang diteliti. Edi Subroto menyatakan bahwa “dalam penelitian linguistik, populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu dan segi-segi tertentu bahasa. Populasi pada umumnya ialah bahasa yang dipakai sekelompok orang tertentu yang diteliti” (1992:32). Penelitian mempunyai ruang lingkup tertentu yang sangat berkaitan dengan keberadaan objek. Objek penelitian yang telah ditetapkan merupakan populasi penelitian. “Populasi yang dimaksud dimengerti sebagai jumlah keseluruhan pemakaian bahasa tertentu yang tidak diketahui batasan-batasannya akibat dari banyaknya orang yang memakai (dari ribuan sampai jutaan), lamanya pemakaian (di sepanjang hidup penutur-penuturnya), dan luasnya daerah serta lingkungan pemakaian” (Sudaryanto, 1990:36).

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan percakapan atau dialog yang ada pada percakapan Debat TV One yang disiarkan seminggu sekali setiap hari rabu pukul 19.30 WIB sejak bulan Juli 2008 sampai dengan sekarang. “Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek langsung penelitian, atau dengan kata lain, sampel adalah wujud konkret dalam pemakaian bahasa oleh pembicara asli yang sekiranya mewakili populasi-populasi” (Edi Subroto, 1992:9). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili keseluruhan populasi.

Dalam penelitian ini, pengambilan sample bersifat purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dipandang memiliki


(38)

commit to user

sangkut-paut erat dengan tujuan penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan lebih selektif untuk mendapatkan data yang lebih relevan dengan tujuan penelitian. Pemilihan sampel tersebut didasarkan bahwa sampel tersebut dapat mewakili keseluruhan populasi. Selain itu, tema yang diangkat pada sampel tersebut merupakan hal banyak diperbincangkan orang dan selalu menjadi berita utama dalam media massa maupun elektronik pada waktu itu. Sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Episode penayangan tanggal 28 November 2008 dengan tema “Kontroversi Halal Haram Rokok” (KR). Debat antara masyarakat petani tembakau, pengusaha dan buruh pabrik rokok dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2. Episode penayangan tanggal 10 Desember 2008 dengan tema “Kontroversi

Pedagang Kaki Lima (KPKL)”. Debat antara pedagang kaki lima yang didampingi oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan Dinas Penataan Kota Jakarta Pusat.

3. Episode penayangan tanggal 7 Januari 2009 dengan tema “Kontroversi Pembebasan Muhdi P.R.. Mengenai Pembunuhan Munir (KPM)”. Debat antara tim pengacara Muhdi P.R. dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) komite solidaritas untuk Munir.

4. Episode penayangan tanggal 4 Februari 2009 dengan tema ”Kontroversi Majelis Perempuan di Parlemen (KMPP)”. Debat antara perwakilan beberapa partai dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

C. Data dan Sumber Data

Data sebagai bahan penelitian bukanlah bahan mentah atau calon data, melainkan bahan jadi yang siap untuk dianalisis (Sudaryanto, 1990:3). Data dalam


(39)

commit to user

penelitian ini berupa percakapan yang mengandung peristiwa giliran bicara, penyelaan, tumpang tindih, serta pasangan ujaran terdekat selama percakapan berlangsung. Data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek dalam pengambilan giliran bicara. Aspek yang dijadikan dasar klasifikasi dipilih sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.

Sumber data penelitian bahasa dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber data lisan dan sumber data tertulis (Edi Subroto, 1992:33). Penelitian ini memakai sumber data lisan. Oleh sebab itu, yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan bahasa yang dilakukan oleh narasumber, penonton (yang menyampaikan pendapat), dan moderator dalam acara Debat TV One.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data-data yang berkualitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode simak, metode rekam, dan metode catat. Sudaryanto (1988:2) menyatakan bahwa metode simak yaitu menyimak penggunaan bahasa, teknik simak adalah kegiatan menyadap yang dilakukan dengan tidak berpartisipasi ketika menyimak. Metode ini dilakukan penulis dengan cara menonton dan menyimak pembicaraan yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses percakapan Debat Tv One.

teknik rekam dilakukan oleh penulis secara tertutup dengan alat bantu tape recorder, sebagai alat rekam. Metode ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang alami dan wajar. Hasil rekaman tersebut kemudian ditranskrip ke dalam kartu data untuk memudahkan proses penganalisisan.

Teknik catat dilakukan untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu untuk mendukung data yang diperoleh melalui rekaman. Teknik catat dilakukan dengan


(40)

commit to user

mencatat data pada sebuah kartu. Kemudian, diberi nomor kode yang terdiri atas nomor data, tema acara yang berbentuk singkatan, dan nomor episode penayangan acara Debat TV One. Contoh tampilan kartu data adalah sebagai berikut.

Kartu data yang berkode (6/KR/I) dibaca sebagai data nomor 6 yang di ambil pada tema kontroversi rokok episode penayangan bulan pertama yaitu bulan November 2008. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dari bulan November 2008 sampai dengan bulan Februari 2009. Setiap bulan penulis ambil satu episode dengan alasan kejelasan rekaman. Adapun singkatan-singkatan mengenai peserta tutur antara lain sebagai berikut. M adalah moderator, Ns adalah narasumber, dan Pn adalah penonton yang ikut terlibat dalam percakapan.

E. Klasifikasi Data

Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah pengklasifikasian data. Data diklasifikasikan atau dikelompokkan menjadi beberapa bagian sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Sebagaimana rumusan masalah pada bab II, data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat kelompok, antara lain: (1) pergantian giliran bicara, (2) pasangan berdekatan, (3) interupsi, dan (4) tumpang tindih.

(6/KR/I)

M1 : Oke, pendapat pribadi, kalo Bapak ditanya, pendapat pribadi Bapak gimana?

NS1 : Saya di sini mewakili MUI jadi saya belum berpendapat. M1 : //saya ingin tahu apakah anda merokok?

NS2 : Ya, saya merokok kebetulan. M1 : Enak merokok?

NS2 : Ya enak, menurut saya ada kemaslahatan, meskipun saya bener-bener bukan pecandu, sesekali.


(41)

commit to user

F. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Arikunto (dalam Mulyana, 2005:83) mengungkapkan bahwa dalam kajiannya, metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya).

Metode deskriptif yang digunakan untuk meneliti wacana pada umumnya berusaha membuat klasifikasi objek penelitian. Hasil klasifikasi tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Berikut adalah contoh analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

(1) 1 M1 :“Aturan yang anda harapkan dari pemerintah seperti apa? Melarang peredaran rokok, menutup industri rokok?”

2 NS3 : “Sekarang ini, kita ini hampir tidak ada yang mengatur soal rokok. Pertama, distribusi rokok kita di posisikaan sebagai sembako. Masyarakat bisa membeli kapanpun dan dimanapun dengan harga yang sangat murah.”

3 M1 : //“Sekarang relatif menjadi mahal.”

4 NS3 : “Rokok kita itu sepertujuh dari rokok singapur dan Negara lain.” 5 M1 : //“maksudnya sepertuju apa itu pak?”

6 NS3 : “Harga jualnya.”

(69/KR/I)

M1 pada data nomor (1) menanyakan kepada Ns1 tentang aturan yang diharapakan pemerintah tentang rokok, apakah melarang peredaran rokok atau menutup industri rokok. Ns3 menjawab bahwa sekarang ini tidak ada aturan yang mengatur soal rokok, distribusi rokok kita posisikan sebagai sembako, masyarakat bisa memperoleh kapanpun dan dimanapun dengan harga yang murah. Ada penyelaan yang terjadi setelah Ns2 berbicara. Penyelaan tersebut dilakukan secara langsung dan merupakan penyelaan yang membantah lawan tuturnya, dan penyelaan tersebut akan di bahas lebih lanjut pada poin penyela membantah tuturan lawan bicara.


(42)

commit to user

Masih pada data analisi (1) di atas, Ns3 mengatakan, "rokok kita itu sepertujuh rokok singapura dan negara lain". Sebelum Ns3 selesai mengatakan itu, moderator melakukan penyelaan dengan bertanya (T5) kepada narasumber dengan maksud menginginkan informasi yang lebih jelas apa yang dimaksud sepertuju dari tuturan Ns3.

Pada saat mencuri giliran bicara Ns3, moderator telah melanggar aturan 1 (a) pergantian giliran bicara Sack, Schegloff, dan Jefferson. M1 sebagai C dan menunjuk Ns3 sebagai N. Menurut aturan 1 (a) jika C memilih N pada giliran sekarang, maka C harus berhenti berbicara sampai N selesai berbicara. Aturan itu dilanggar oleh C yang berbicara pada saat N belum selesai bicara dengan memberikan pertanyaan kepada N.

G. Teknik Penyajian Data

Ada dua macam cara dalam menyajikan hasil temuan sebuah penelitian. Kedua metode ini adalah metode formal dan informal (Mahsun, 2005: 255). Metode penyajian informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya; sedangkan penyajian formal adalah penyajian data melalui tabel, diagram, grafik, atau gambar dsb.

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam wujud deskripsi tentang struktur pangambilan giliran bicara yang terjadi selama percakapan Debat TV One. Deskripsi yang dimaksud antara lain berupa gambaran tentang giliran bicara dan ciri-ciri khusus pendistribusian giliran bicara, menjelaskan maksud terjadinya penyelaan, dan tumpang tindih, serta menjelaskan pasangan berdekatan dalam percakapan Debat Tv One tersebut. Penyajian seperti ini biasa dikenal dengan model penyajian informal, yaitu penyajian dengan cara pendeskripsian data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.


(43)

commit to user

Selain penyajian dengan cara pendiskripsian kata atau kalimat, penelitian ini juga menggunakan penyajian formal. Sebagaimana teori di atas, penyajian dalam bentuk tabel, diagram, grafik atau gambar di sebut dengan penyajian formal. Hasil penelitian ini juga disajikan dalam tabel dan gambar sebagaimana tercantum dalam bab IV.


(44)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DATA

Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah penelitian. Tahap ini dilakukan untuk menemukan jawaban-jawaban yang berhubungan dengan perumusan masalah. Analisis penelitian dalam Debat TV One ini meliputi 3 hal, yaitu (a) pendistribusian giliran bicara, (b) pasangan ujaran terdekat atau pasangan berdekatan, dan (c) penyelaan (interupsi) dan tumpang tindih (overlap).

A. Pendistribusian Giliran Bicara dan Pemarkah Terjadinya Giliran

Bicara

Sesuai dengan rumusan masalah dalam Bab I, penulis akan menjelaskan bagaimana sistem pendistribusian giliran bicara yang meliputi cara mengambil alih bicara percakapan Debat TV One. Pada percakapan tersebut, peran kedua moderator sangat penting dikarenakan mereka mempunyai hak untuk menentukan siapa yang berhak berbicara dan menentukan kapan peserta tutur untuk memulai dan mengakhiri pembicaraannya.

Alur pendistribusian giliran bicara pada percakapan Debat TV One adalah sebagai berikut:

· M1 dan M2 memulai acara dengan menerangkan pokok permasalahan yang akan dibahas pada waktu itu.

· M1 memberi kesempatan Ns 2 untuk berbicara dengan memberikan pernyataan dan atau pertanyaan kepada Ns 2. Sebaliknya pada waktu yang berbeda M2 memberikan pernyataan atau pertanyaan untuk ditanggapi Ns 1. · Kedua moderator juga memberi kesempatan kepada penonton untuk


(45)

commit to user

Hal itu berulang secara terus menerus, sehingga yang dikatakan oleh penutur mungkin tidak sejalan dengan lawan tutur sehingga menimbulkan masalah baru yang akan dibahas. Moderator memegang peran penting dalam menyikapi permasalahan baru tersebut, sehingga moderator mendapatkan bahan pembicarakan untuk dikonfirmasi kepada lawan tutur. Adanya benturan-benturan permasalahan dan argumen-argumen yang saling beradu kekuatan itulah yang kemudian dikatakan sebagai debat. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menggambarkan alur pembicaraan dengan sebuah gambar sebagai berikut.

Gambar 1. Alur pendistribusian giliran bicara

Sebelum sampai pada analisis data, ada beberapa singkatan yang digunakan penulis pada data penelitian, antara lain sebagai berikut.

1. M, adalah moderator atau biasa disebut degan host. Dalam Debat TV One, terdapat 2 moderator yang keduanya juga berseberangan pendapat. Penulisan M1 dan M2 bertujuan untuk memudahkan dalam hal membedakan kedua moderator tersebut.

M1 M2

Pokok permasalahan

Narasumber 1

Penonton / audience


(46)

commit to user

2. Ns, adalah narasumber. Narasumber dalam percakapan Debat TV One

terdiri dari 4 (empat) orang, sehingga dalam data terdapat adanya Ns 1, Ns 2, Ns 3, dan Ns 4 yang berturut-turut kami singkat menjadi Ns1, Ns2, Ns3, dan Ns 4.

3. Pn, adalah penonton atau pendukung dalam Debat TV One. Penonton atau pendukung mempunyai jumlah yang tidak menentu, penonton rata-rata dalam setiap episode penayangan berjumlah 50 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok yang saling berseberangan pendapat. Penonton kami cantumkan dalam data dikarenakan penonton juga merupakan peserta tutur. Penonton yang terlibat dalam percakapan kami singkat dengan Pn1, Pn2, dan seterusnya.

Dalam percakapan Debat TV One, terdapat ciri khusus pendistribusian giliran bicara. Ciri-ciri khusus yang terdapat dalam percakapan Debat TV One meliputi kalimat perintah, kalimat pertanyaan, serta suatu pernyataan yang dilakukan oleh penutur ditujukan kepada lawan tutur. Kalimat perintah yang menjadi ciri khusus pergantian giliran bicara pada percakapan Debat TV One cenderung diungkapkan dengan nada halus, dikarenakan perintah tersebut biasanya dilakukan oleh moderator kepada orang yang dihormati pada forum tersebut, yaitu narasumber dan penonton.

Penulis menggunakan istilah menyilakan untuk mengganti kalimat perintah. Menyilakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti minta (menyuruh, mengajak, mengundang) dengan hormat supaya (Tim Penyusus Kamus Pusat Bahasa, 2008:1447). Dalam percakapan Debat TV One, penutur yang biasa melakukan perintah, pertanyaan, dan pernyataan tersebut adalah moderator dikarenakan moderatorlah yang mengatur dan memilih siapa yang berhak untuk berbicara. Banyak ditemukan data yang menunjukkan peristiwa tersebut. Penulis menemukan 48 data dengan rincian 29 data berupa perintah, 11 data berupa pertanyaan, dan 8 data berupa pernyataan. Penulis hanya akan mengambil beberapa


(47)

commit to user

data untuk dianalisis. Data lain tidak dianalisis dengan alasan bahwa data tersebut mempunyai kemiripan dengan analisis seperti di bawah ini.

1. Menyilakan

Kalimat perintah yang ada pada percakapan Debat TV One merupakan sebuah kalimat yang diujarkan oleh penutur dengan tujuan agar lawan tutur menuruti apa yang disuruh oleh penutur. Sebelum sampai pada analisis data nomor (1), konteks dari percakapan tersebut adalah M1 memberikan kesempatan berbicara sepenuhnya kepada seorang penonton, dan penonton tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya dan dia mulai berbicara.

(1) 1 M2 : Silakan-silakan!

2 Pn6 : Kalau dilihat dari sisi kesehatan, jelas bahwa rokok itu memberikan

banyak mudhorot hal-hal buruk dari kesehatan. Orang yang merokok setiap menghisap sebatang rokok terdapat empat ribu bahan kimia dari bahan yang paling simpel sampai bahan bom ada dalam kandungan rokok tersebut. Indikasi penyakit bisa timbul dari ujung rambut sampai ujung kaki, jadi kesimpulanya bagi kesehatan adalah buruk.

3 M2 : Jadi anda merekomendasikan?

4 Pn6 : Buat saya merokok tidak boleh dilakukan, karena secara

kesehatan…

5 M2 : Bahasa kesehatan berarti haram? 6 Pn6 : Yaa..

7 M1 : Oke. Silakan pak Ya’kub!

8 NS1 : Untuk menguji kemaslahatan, kemudharatan itu harus jeli. Standar

yang digunakan itu apa?

9 M1 : Ukuran jeli apa untuk mengukurnya?

10 NS1 : Yaa, tapi persoalannya prosentasenya berapa, berapa prosen orang

yang...

11 M1 : Merokok.

(74/KR/I)

Pada data nomor (1), pergantian bicara terjadi antara M2 (T1), Pn6 (T2), kemudian M2 (T3), dan seterusnya. Terdapat ciri khusus dalam data (1), yaitu adanya kata silakan (T1) dan (T7) yang diujarkan oleh M2. Kata tersebut merupakan perintah kepada lawan tutur agar segera melakukan apa yang diperintahkan. Adapun ciri khusus lain adalah perintah tersebut dilakukan secara halus, dikarenakan orang yang


(48)

commit to user

diperintah adalah orang yang dihormati. Tingkat kehormatan seseorang tidak begitu diperhatikan dalam forum tersebut, mereka dianggap sama, hanya pendapat dan pandangan mengenai suatu masalah yang membedakan mereka.

Pendistribusian giliran bicara pada analisis data nomor (1) di atas sesuai dengan kaedah yang diungkapkan oleh levinson (1983:296) yang menyatakan bahwa giliran bicara adalah satu partisipan, A, bicara, berhenti; lawan bicara (B), mulai, bicara, berhenti; sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A terhadap dua partisipan. Pada data nomor (1) di atas, M2 (T1) sebagai O1 atau A memulai bicara kemudian

berhenti, dilanjutkan oleh (Pn6) sebagai O2 atau B. Pergantian tersebut berlangsung

terus secara urut sampai pada (T6) sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A-B. Masih pada data nomor (1), M1 pada (T7) melanjutkan tuturan dengan memilih Ns1 sebagai penutur berikutnya. Ns 1 (T7) segera mengambil kesempatan tersebut. Pergantian giliran bicara terjadi secara urut, dimulai pada (T7) sampai (T11) sehingga ditemukan distribusi A-B-A-B-A. Pendistribusian tersebut juga sesui dengan pendapat Levinson sebagaimana di jelaskan pada Bab II.

Data sejenis yang berkaitan dengan perintah pada percakapan Debat TV One

adalah data dengan nomor kode (10/KR/I), (11/KR/I), (13/KR/I), (19/KR/I), (21/KR/I), (22/KR/I), (23/KR/I), (24/KR/I), (29/KPKL/II), (45/KPKL/II), (64/KPM/III), (68/KR/1), (70/KPKL/II), (72/KPM/III), (73/KPM/III), (83/KPM/III), (101/KMPP/IV) (103/KR/I), (109/KPM/III), (121/KR/I), (124/KPKL/II), (128/KPM/III), (134/KR/I), (135/KR/I), (163KPM/III), (188/KR/I), dan (288/KR/I).

2. Pertanyaan

Pertanyaan merupakan ciri penanda terjadinya giliran bicara. Dalam suatu percakapan, akan ada pergantian giliran bicara apabila salah satu penutur memberikan


(49)

commit to user

pertanyaan kepada lawan tutur. Berikut adalah analisis pergantian giliran bicara pada percakapan Debat TV One.

(2) 1 M1 :“Aturan yang anda harapkan dari pemerintah seperti apa? Melarang peredaran rokok, menutup industri rokok?”

2 Ns3 : “Sekarang ini, kita ini hampir tidak ada yang mengatur soal rokok. Pertama, distribusi rokok kita diposisikaan sebagai sembako. Masyarakat bisa membeli kapan pun dan dimanapun dengan harga yang sangat murah.”

3 M1 : //“Sekarang relatif menjadi mahal.”

4 Ns3 : “Rokok kita itu sepertujuh dari rokok Singapur dan negara lain.” 5 M1 : “//Maksudnya sepertuju apa itu, Pak?”menyela

6 Ns3 : “Harga jualnya.”

(69/KR/I) Sebelum sampai pada analisis data nomor (2), Ns3 (T3) mengungkapkan adanya aturan yang belum jelas dari pemerintah mengenai rokok, baik peredarannya, siapa yang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi rokok maupun aturan tentang industri rokok sehingga menimbulkan pertanyaan oleh M1 (T1). Pada data (2), pergantian giliran bicara dilakukan dengan adanya pertanyaan yang dilakukan oleh M1 (T1) kepada NS3 (T3). Dengan adanya pertanyaan tersebut, NS3 sebagai lawan tutur harus menjawab (T2). Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang menjadi penanda terjadinya pertukaran bicara atau gililian bicara.

Pendistribusian giliran bicara pada data nomor (2) di atas sesuai dengan kaedah giliran bicara yang dibuat oleh Levinson (1983:296) bahwa giliran bicara adalah satu partisipan, A, bicara, berhenti; lawan bicara (B), mulai, bicara, berhenti; sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A terhadap dua partisipan. Analisis data nomor (2) terdiri dari dua partisipan. Kedua partisipan tersebut berbicara secara runtut. Moderator 1 berperan sebagai O1 atau A, nara sumber 3 berperan sebagai O2

atau B. Moderator 1 dan nara sumber 2 berbicara secara bergantian dimulai pada (T1) kemudian (T2), dan seterusnya sampai pada (T6) sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A-B. Pada (T5) terdapat penyelaan yang dilakukan oleh moderator 1, akan tetapi


(50)

commit to user

penyelaan tersebut tidak merubah urutan giliran bicara dikarenakan nara sumber 3 pada (T4) menuturkan pernyataan yang kemudian dengan cepat dilanjutkan oleh moderator 1 pada (T5).

Data lain yang yang sejenis dan merupakan ciri penanda giliran bicara adalah data dengan nomor kode (84/KPM/III), (85/KPM/III), (91/KMPP/IV), (92/KR/I/41) (93/KR/I), (105/KPKL/II), (114/KR/I), (118/KR/I), (130/KMPP/IV), (293/KPKL/II). 3. Pernyataan

Selain perintah dan pertanyaan, pernyataan juga merupakan ciri khusus terjadinya pergantian giliran bicara pada percakapan Debat TV One. Dengan memberikan pernyataan, lawan tutur berusaha menanggapi pernyataan tersebut sehingga terjadi pergantian tutur. Berikut adalah analisis mengenai pernyataan yang menimbulkan peristiwa pergantian tutur dalam percakapan Debat TV One.

(3) 1 M2 :"Anda mempertanyakan kemampuan majelis hakim dalam menilai kasus ini."

2 Ns1 :"Saya mempertanyakan independensi, profesionalitas, impeksialitas dari majelis hakim."

3 M2 :"Kenapa begitu?

4 Ns1 :"Ya, karena faktanya, misalkan, soal komunikasi soal plat misalnya. Memang majelis hakim mengakui memang tidak pernah disebutkan di pengadilan. Karena menurut Indra Styawan, kontak saksi yang telah dihukum beberapa tahun suratnya hilang. Ini ada peristiwa menarik yang disini dianulir oleh majelis hakim. Apa peristiwa tersebut? Ketika Indra Styawan menerima surat dari Policarpus, dia meminta kepada Policarpus. Tolong saya pertemukan dengan....

5 M2 : “Surat itu yang buat siapa?

6 Ns1 :"Tolong, tolong saya dipertemukan dengan... 6 M2 : “Si pembuat surat.

8 Ns1 :"Si pembuat surat. Akhirnya Policarpus berhasil mempertemukan mereka.

(127/KPM/III)

Data dengan nomor kode (3) diambil dari percakapan Debat TV One episode Kontroversi Pembebasan Muhdi. P.R. mengenai pembunuhan aktivis HAM, Munir. Pada percakapan tersebut, M1 (T1) membuat suatu pernyataan yang isinya bahwa Ns2


(51)

commit to user

sebagai aktivis solidaritas terhadap Munir, mempertanyakan kemampuan majelis hakim dalam menilai kasus tersebut. Mendengar hal itu Ns2 (T2) segera mengambil giliran bicara dan mengatakan bahwa yang dimaksud sebenarnya adalah Ns2 tersebut mempertanyakan independensi, profesionalitas dan impeksialitas dari majelis hakim.

Dari analisis Data dengan nomor (3), dapat disimpulkan bahwa pernyataan yang dituturkan M1 (T1) menyebabkan terjadinya pergantian giliran bicara sehingga hal itu menjadi penanda terjadinya alih tutur dalam percakapan Debat TV One.

Pendistribusian giliran bicara pada data nomor (3) di atas sesuai dengan kaedah giliran bicara yang dibuat oleh Levinson (1983:296) bahwa giliran bicara adalah satu partisipan, A, bicara, berhenti; lawan bicara (B), mulai, bicara, berhenti; sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A terhadap dua partisipan. Analisis data nomor (3) terdiri dari dua partisipan. Kedua partisipan tersebut berbicara secara runtut. M2 berperan sebagai O1 atau A, Ns1 berperan sebagai O2 atau B. M2 dan Ns 2

berbicara secara bergantian dimulai pada (T1) kemudian (T2), dan seterusnya sampai pada (T8) sehingga didapatkan distribusi A-B-A-B-A-B-A-B.

Data lain yang sejenis dengan pembahasan tersebut di atas adalah data dengan nomor kode (67/KR/I), (126/KPM/III), (132/KMPP/IV), (138/KPKL/II), (142/KPM/III), (209/KPM/III),dan (228/KPKL/II).

B. Pasangan Ujaran Terdekat

Pasangan ujaran terdekat terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran kedua. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran pertama. Cook (1989:54) membedakan ujaran tanggapan menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan yang tidak disukai. Misalnya, ujaran permintaan dapat ditanggapi dengan ujaran yang menunjukkan pengabulan dan


(52)

commit to user

penolakan Berdasarkan hasil penelitian Debat TV One, penulis menemukan 46 data pasangan berdekatan. Pasangan yang paling banyak ditemukan adalah pasangan tanya jawab, yaitu sembilan belas data atau sekitar empat puluh satu persen.

Selain pasangan tanya jawab, urutan kedua adalah pasangan ajakan persetujuan dan penolakan yang mencapai sepuluh data atau sekitar dua puluh satu persen dari data pasangan berdekatan. Adapun urutan data paling bawah adalah pasangan panggilan dan jawaban, penulis hanya menemukan satu data tentang pasangan tersebut. Minimnya penemuan pasangan panggilan jawaban dikarenakan peserta tutur jarang menggunakan panggilan kepada lawan tutur.

Berikut adalah rincian data pasangan berdekatan yang penulis perjelas dengan tabel pasangan berdekatan.

Sesuai dengan landasan teori pada bab II, penulis akan menjelaskan pasangan-pasangan berdekatan yang ada pada percakapan Debat TV One. Pasangan-pasangan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Pasangan Tanya Jawab

Pasangan tanya jawab merupakan dua pasangan ujaran yang berupa pertanyaan dan jawaban. Ujaran yang pertama berupa kalimat pertanyaan, sedangkan ujaran kedua berupa kalimat jawaban. Ada dua macam jenis jawaban, yang pertama adalah jawaban yang bersifat ajeg, yaitu jawaban yang lazim seperti biasanya. Jawaban itu sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari di masyarakat. Kedua, jawaban yang bersifat kreatif, yaitu ujaran jawaban yang logis, tetapi tidak sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari. (Bustanul Arifin, Abdul Rani, dan Martutik, (2002:222).


(53)

commit to user a. Jawaban Bersifat Ajeg

Pada percakapan Debat TV One, Jawaban yang bersifat ajeg sering di jumpai pada awal dimulainya acara. Moderator mambuka pertanyaan kepada narasumber yang hampir sama pada setiap episode. Jawaban yang bersifat ajeg juga ada pada saat penutur yang bertanya memberikan pertanyaan mengenai sebuah fakta yang harus dijawab apa adanya oleh seseorang yang diberi pertanyaan, dalam hal ini bisa narasumber atau pun penonton. Berikut adalah contoh pasangan tanya jawab yang bersifat ajeg.

(4) 1 M1 : Selamat datang, Pak, gimana kabarnya? 2 Ns1 : Ya. Alhamdulillah baik.

(2/KPKL/II) Pada data nomor (4) di atas, tuturan M1 (T1) berpasangan dengan tuturan Ns1 (T2). Tuturan M1 pada (T1) merupakan pertanyaan, M1 menanyakan kabar dari Ns1, sedangkan tuturan Ns2 pada (T2) merupakan jawaban dengan mengatakan “Ya

Alhamdulillah baik”. Pasangan tanya jawab ini sangat lazim dijumpai pada percakapan sehari-hari di masyarakat.

Data lain yang menunjukkan jawaban yang bersifat ajeg terdapat pada data nomor (1/KR/I), (36/KPM/II), (97/KMPP/IV), (35/KPKL/II), (42/KPM/III), dan (49/KPKL/II).

b. Jawaban Bersifat Kreatif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki daya cipta;memiiki kemampuan untuk menciptakan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 817). Dalam hal ini, jawaban bersifat kreatif bisa diartikan sebagai jawaban yang membutuhkan pemikiran yang dalam dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam percakapan Debat TV One banyak sekali dijumpai pasangan tanya jawab yang bersifat kreatif. Hal ini terjadi dikarenakan si penutur ingin


(54)

commit to user

menjawab dan mempertahankan jawabannya dengan memberikan alasan-alasan untuk menguatkan pendapatnya, dengan kata lain, jawaban itu merupakan pembelaan diri. Berikut adalah contoh pasangan tanya jawab bersifat kreatif. Data diambil pada episode Kontroversi Rokok.

(5) 1 M2 : “Mengapa makruh disebut haramtapi halal?

2 Ns1 : ”Begini, ada ayat yang mengatakan “jangan kamu mengatakan ini

haram dan ini halal, karena kedustaan dari lidahmu sendiri. Maka, untuk menghindari ini para ulama klasik dulu tidak mau mengatakan haram, mereka hanya mengatakan makruh padahal subtansinya adalah haram”.

(9/KR/I) Data nomor (5) merupakan pasangan tanya jawab yang bersifat kreatif. M2 pada (T1) berpasangan dengan NS2 pada (T2). M2 pada (T1) menanyakan bahwa mengapa makruh disebut haram tapi halal. NS 2 pada (T2) menjawab pertanyaan dari M2 dengan memberikan alasan yang merupakan perluasan jawaban. Jawaban tersebut dikatakan kreatif dikarenakan NS2 berusaha memberikan alasan dan dasar dari jawabannya. Hal itulah yang disebut sebagai jawaban yang bersifat kreatif.

Data lain yang menunjukkan jawaban bersifat kreatif adalah data nomor (14/KR/I), (7/KR/I), (32/KPKL/II), (46/KPKL/II), (52/KPKL/II), (53KPKL/II), (54/KPKL/II), (55/KPKL/II), .(57KPKL/II), (61/KPM/III), dan (62KPM/III).

2. Pasangan Pujian Penerimaan dan Penolakan

Pada percakapan Debat TV One, penulis menemukan beberapa data pasangan ujaran terdekat yang berupa pujian penerimaan dan pujian penolakan.

a. Pasangan Pujian Penerimaan.

Pasangan ujaran terdekat yang berupa pujian penerimaan terjadi apabila pujian itu ditanggapi dengan respon yang diharapkan. Berikut ini adalah analisis data tentang pasangan pujian penerimaan.

(6) 1 M1 : “Sebentar, satu-satu dulu. Silakan bapak yang baju merah ini, kayaknya punya pikiran jernih ini.”


(1)

commit to user

3 Pn : “Di Jakarta utara ada 55 lokasi yang diperuntukkan untuk PKL, kemudian di Jakarta barat ada 32, di Jakarta selatan ada 40 dan di Jakarta timur ada 71.”

(217/KPKL/II) Pada data nomor (47), seorang penonton yang sudah diberikan kesempatan untuk berbicara mengungkapkan data jumlah PKL yang ada di Jakarta Pusat. Jumlah tersebuat adalah dua ribu delapan ratus sembilan puluh jiwa, akan tetapi, sebelum

selesai penonton mengatakan kata “sembilan puluh”, Ns 1 (Tn3) juga

mengungkapkan kata “sembilan puluh lima”. Tuturan Ns 1 (Tn3) pada data di atas bertujuan untuk memperbaiki tuturan lawan. Penonton mengungkapkan bahwa jumlah PKL adalah dua ribu delapan ratus sembilan puluh, sedangkan menurut Ns 1, data yang benar adalah dua ribu delapan ratus sembilan puluh lima.

Sejenis dengan data nomor (47I), data nomor (48) juga menunjukkan adanya peristiwa tumpang tindih. Data nomor (48I) merupakan percakapan Debat TV One pada episode kontroversi pedagang kaki lima. Sebelum menganalisis data

(219/KPKL/II), penulis akan membahas percakapan sebelumnya yang

memperdebatkan masalah pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pemerintahan yang bejerja dilapangan. Para pedagang kaki lima sebenarnya terpaksa memberikan uang, dikarenakan mereka takut pada seragam yang dipakai pemungut yang memakai baju dinas. Mereka takut apabila tidak dituruti maka tempat mereka akan digusur.

Ns 1 pada (T2) mengatakan apabila ada pungutan liar seperti itu, lawan saja, tolak saja, akan tetapi yang menjadi masalah adalah para pedagang takut apabila mereka melawan akan di datangkan Sapol PP untuk menggusur tempat mereka. (48) 1 NS2 : “Saya tertarik ketika bapak bilang, lawan saja, tolak saja. Begini

masalahnya bapak menggunakan kaca mata bapak sebdiri untuk melihat masalah ini. Masalahnya banyak orang takut dengan baju itu.”

2 NS1 :”lho, nggakperlu takut.”


(2)

commit to user

4 NS1 : “[sekarang kalau] menolak, ya pak ya di

datengkan satpol PP gitu.”

5 NS1 :“artinya di tingkat Pak Wiryatmoko, dengan ditingkat lapangan ini ada kesenjangan.”

6 M2 :”artinya pada awaalnya PKL ini juga tau bahwa mereka

melakukan pelanggaran.”

(219/KPKL/II) Peristiwa tumpang tindih yang ada pada data nomor (48I) terjadi pada (T3) dan (T4). Ns 1 dan 2 melesapkan tuturan secara bersamaan. Maksud dari tuturan Ns 1 pada (T2), mengharap para PKL jangan merasa takut pada pungutan liar tersebut. Ns 2 (T3) segera menyela tuturan tersebut dengan mengatakan “bukan gitu , Pak”, dan ternyata Ns 1 tidak mau mengalah dengan mengungkapkan tuturan pada (T4) sehingga keduanya berbicara secara serempak. Maksud tuturan Ns 2 (T4) mengungkapkan pendapatnya adalah untuk memperbaiki tuturan lawan bicaranya.

Data lain yang menunjukkan peristiwa tumpang tindih dengan maksud penyela ingin berpendapat pada saat lawan bicara masih berbicara adalah nomor (218KPKL/II), (220/KPM/III), dan (221/KMPP/IV).

6) Mitra Tutur Menjawab Sebelum Pertanyaan Selasai

Dalam percakapan Debat TV One, penulis menemukan 19 data peristiwa tumpang tindih yang terjadi karena penyela menjawab sebelum pertanyaan selesai. Kedelapan belas data tersebut penulis ambil 2 data untuk analisis. Analisis data tersebut adalah sebagai berikut.

(54) 1 M1 : “Nmong-ngomong anda merokok ya?”

2 nS1 : “Nak, itu ngggak ada hubungannya.”

3 NS2 : “Kena anda tidak merokok anda tidak suka rokok.”

4 M1 : “Saya ingin tahu apakah [anda merokok]?”

5 NS2 : “[ya, saya ] merokok kebetulan.”

(222/KR/I)

Data nomor (49) merupakan percakapan Debat TV One pada episode

kontroversi rokok. Peristiwa tumpang tindih pada data nomor (49) terjadi karena pada saat M1 belum menyelesaikan pertanyaan, Ns 2 sudah menjawab pertanyaan tersebut.


(3)

commit to user

M1 (T1) menanyakan kepada Ns 1 apakah dia merokok, akan tetapi Ns 1 tidak menjawab pertanyaan itu. Ns 1 hanya mengatakan nggak, itu nggak ada hubungannya. Maksud dari tuturan Ns 1 tersebut adalah bahwa sebelumnya mereka membahas tentang fatwa haram tentang rokok, dalam hal ini Ns 1 sebagai pihak yang keberatan dengan fatwa tersebut sehingga muncul ide dari M1 untuk menanyakan apakah dia merokok. Jawaban Ns 1 pada (T2) jelas mempunyai tujuan apabila kita lihat alasan sebelumnya.

Peristiwa tumpang tindih pada data nomor (49) terjadi pada (T4) dan (Tn 5), M1 dan Ns 2 melakukan tuturan secara serempak. M1 (T4) bertanya, sedangkan Ns 2 (T5) menjawab pertanyaan itu. Apabila kita logika, tidak mungkin sebuah pertanyaan yang belum selesai diberikan, seseorang dapat menjawabnya. Hal itu bisa terjadi apabila oraang yang menjawab sudah mengetahui maksud dari pertanyaan itu. Begitu juga yang terjadi pada data nomor (49) di atas, Ns 2 dapat menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya sebekum pertanyaan itu selesai dikarenakan dia sudah mengetahui maksud dari pertanyaan tersebut.

Sama halnya dengan data nomor (49), data nomor (50) juga mengandung peristiwa tumpang tindih. Peristiwa tumpang tindih yang terjadi pada data nomor (50) dilakukan oleh Ns 1 dengan salah satu penonton. Sebelum menganalisis data nomor (50), kita melihat konteks dari percakapan tersebut. Percakapan tersebut memperdebatkan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh seorang petugas pemerintah. Ns 1 pada percakapan sebelumnya mengatakan apabila ada pungutan seperti itu diharap untuk ditolak saja, kalau perlu lawan saja. Penonton yang memberikan pendapat mengatakan kepada Ns 1, bahwa mereka masih membayar pungutan, akan tetapi juga masih tetap digusur.

(50) 1 Pn1 :“Bapak bilang tolak aja, sedangkan kami bayar aja kami masih digusur.”


(4)

commit to user 2 Pn2 : “Betuul itu, betul.”

3 M1 : “Siapa itu bu?”

4 Pn1 : “Kan ada yang menagih.”

5 NS1 : “Siapa?’

6 Pn : “Ada.”

7 M1 : “Yang menagih siapa itu bu?”

8 NS1 : “[Pake baju apa itu bu, baju dinas]?” 9 Pn3 : “[yang mengutip retribusi itu lho ]” 10 NS2 : “oo, ga boleh itu.”

(227/KPKL/II)

Peristiwa tumpang tindih pada data nomor (50) di atas, terjadi dikarenakan penutur menjawab sebelum pertanyaan selesai. Sejak mengutarakan pendapatnya (T1), penonton terus dihujani pertanyaan tentang siapa yang menagih pungutan tersebut. Penonton 1 tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya, dia masih berbelit-belit untuk menjawabnya. Sampai pada (T9), penonton itu baru mau menjawab. Tuturan jawaban penonton 3 bersamaan dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ns 1 kepadanya (T9) sehingga timbullah peristiwa tumpang tindih. Pn 3 pada (T9) menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan itu selesai dikarenakan penonton 3 juga ingin menjawab pertanyaan yang sama yang ditujukan kepadanya pada tuturan sebelumya.

Data lain yang menunjukkan peristiwa tumpang tindih dengan maksud penyela ingin berpendapat pada saat lawan bicara masih berbicara adalah nomor (223/KR/I), (224/KR/I), (225/KR/I), (226/KR/I), (228/KPKL/II), (229/KPKL/II), (230/KPKL/II), (231/KPKL/II), (232/KPM/III), (233/KPM/III), (234/KPM/III), (235/KPM/III), (236/KMPP/IV), (237/KMPP/IV), (238/KMPP/IV), (239/KMPP/IV), dan (240/KMPP/IV).


(5)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Ada tiga hal pokok yang perlu disampaikan dalam simpulan ini. Pada dasarnya, ketiga hal ini merupakan rangkuman jawaban atas perumusan masalah. Rangkuman yang dimaksud dapat dilihat pada uraian berikut.

1. Dalam peristiwa tutur Debat TV One, terdapat ciri khusus tentang pergantian bicara. Ciri khusus tersebut antara lain adanya kalimat perintah yang halus (penulis menggunakan istilah menyilakan), pertanyaan, dan pernyataan. Adapun pergantian giliran bicara di dalam analisis penulis sesuaikan dengan kaedah pergantian bicara yang dikemukakan oleh Levinson.

2. Dalam peristiwa tutur Debat TV One, penulis menemukan 8 (delapan) pasangan ujaran terdekat atau pasangan berdekatan antara lain,

a) Pasangan tanya jawab

b) Pasangan pujian ditanggapi dengan penerimaan dan penolakan c) Pasangan keluhan dan alasan

d) Pasangan ajakan persetujuan dan penolakan e) Pasangan perintah penerimaan, penolakan f) Pasangan tawaran dan penerimaan

g) Pasangan panggilan dan jawaban

h) Pasangan ujaran permintaan izin pengabulan dan penolakan

Dari beberapa pasangan tersebut, pasangan Tanya jawab merupakan pasangan yang paling dominan dari pada jenis pasangan lain. Pasangan tanya jawab dalam Debat TV One dikatakan dominan dikarenakan dalam Debat TV One


(6)

commit to user

merupakan sebuah forum bertemunya dua kelompok orang untuk mengkonfirmasi suatu permasalahan, sehingga dapat dikatakan peristiwa tutur yang terjadi berupa pertanyaan dan jawaban.

3. Sesuai dengan aturan giliran bicara yang dibuat oleh Sack, Schegloff dan Jefferson, penyimpangan tersebut berupa penyelaan (interupsi), dan tumpang tindih (Overlap). Penyelaan dibagi menjadi 2, yaitu penyelaan langsung dan penyelaan dengan tanda. Tanda yang di maksud adalah tuturan atau perbuatan yang menandakan penutur melakukan penyelaan, yang berupa tuturan verbal maupun nonverbal. Penyelaan langsung banyak ditemukan dalam data penelitian. Peristiwa tersebut terjadi dikarenakan dalam percakapan Debat TV One peserta tutur seolah-olah ingin mempertahankan pendapatnya dan saling berebut untuk mengambil giliran bicara.

B. SARAN

Penelitian wacana Debat TV One masih memerlukan penelitian dalam bentuk

lain, dikarenakan penelitian ini hanya mencakup aspek giliran bicara. Banyak hal lain yang sebenarnya layak untuk diteliti antara lain karakteristik kebahasaan yang digunakan penutur dan lain sebagainya. Penelitian analisis wacana Debat TV One semacam ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui proses pengambilan giliran bicara yang dilakukan oleh peserta tutur.