commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya bahasa dalam masyarakat bersifat konvensional sebagai interaksi sosial serta bagian dari sistem, arti, bentuk dan ekspresi untuk
merealisasikan komunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran bahasa yang dapat membuat komunikasi berlangsung secara efektif dan efisien. Namun,
banyak pengamat dan pemerhati pendidikan menilai pembelajaran bahasa Indonesia belum sepenuhnya mampu merangsang siswa untuk berlatih berbahasa,
berpikir, dan melakukan curah pikir secara kritis, logis, dan kreatif. Padahal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang diterbitkan oleh Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan BSNP dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar “siswa mampu berkomunikasi secara
efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis dan memahami bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan”. BSNP, 2006 Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam bermacam-macam fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat-
kalimat lepas. Sebagai piranti untuk membangun hubungan dengan orang lain, bahasa memiliki fungsi yang sangat bervariasi.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kajian pragmatik sebagai telaah mengenai relasi antarbahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan
atau laporan pemahaman bahasa. Dengan demikian, ia merupakan telaah mengenai
kemampuan pemakai
bahasa dalam
menghubungkan serta
menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang
mampu memberi makna. Kemampuan untuk mengkaji hal-hal di luar bahasa
commit to user 2
pastilah akan sangat membantu peserta didik siswa dalam mengaplikasikan kompetensi berbahasa yang dimilikinya secara praktis dalam kondisi senyatanya.
Selain itu, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Menggunakan
bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Hal ini juga berlaku
dalam memahami atau memaknai sebuah informasi. Oleh karena itu, setiap
manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah
diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di
kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham misunderstanding yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan
dengan baik. Dalam lingkup yang luas massa informasi dapat disampaikan melalui
media massa baik lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang melakukan tindak tutur adalah penutur pembicara dan mitra tuturnya
penyimak; sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis penutur kepada mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui
media penutur dapat mengekspresikan tulisannya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media massa. Media massa yang dapat dimanfaatkan
untuk tuturan lisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio. Media elektronik ternyata mendapat tempat yang paling dominan dalam
masyarakat. Daya akses yang mudah dan kemudahan dalam mencerna informasi merupakan salah satu faktor mengapa orang lebih memilih televisi sebagai sumber
informasi utama bagi masyarakat. Terlepas dari pengaruh yang ditimbulkan baik yang positif maupun yang negatif, pada dasarnya media televisi telah menjadi
cerminan budaya, tontonan bagi pemirsa di zaman berkembang pesatnya informasi dan komunikasi sehingga sampai saat ini televisi menjadi media massa
yang paling banyak dikonsumsi. Oleh karena itu, pada umumnya setiap rumah
commit to user 3
tangga pasti telah memiliki televisi untuk dapat memberikan hiburan berupa tontonan murah dan gratis Darwanto, 2007:122.
Televisi menghadirkan berbagai bentuk program acara yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian penonton, salah satunya adalah
info berita. Kemajuan teknologi digital saat ini menyebabkan program berita lebih inovatif dan lebih aktual. Program berita kini tidak hanya berisi reportase dan
laporan kejadian dari berbagai peristiwa, namun juga disertai penyampaian opini dari redaksi. Opini atau pendapat wujud dari fungsi pers sebagai alat kontrol
sosial, opini ini bisa berupa opini umum public opinion dan bisa berupa opini redaksi desk opinion.
Setiap stasiun televisi yang menayangkan program berita biasanya memiliki editorial policy atau kebijakan redaksi atas suatu peristiwa atau kasus-
kasus yang sedang terjadi. Kebijakan ini juga menunjukkan keberpihakan stasiun TV tersebut dan sekaligus penerapan etika jurnalistik. Biasanya kebijakan redaksi
ini dikemas dalam bentuk paket berita yang sudah berlaku umum di televisi. Namun, tim News TVOne melakukan hal berbeda dengan menayangkan editorial
policy lewat penggunan animasi kartun. Program berita di TV One menampilkan tokoh kartun editorial pertama yang lahir di dunia broadcast Indonesia yang
dikenal dengan sebutan “Bang One” dalam program “Kabar Bang One” sebagai media untuk menyampaikan opini yang menyorot segala macam persoalan. Dari
masalah kriminal, hukum, politik, ekonomi hingga urusan politik tingkat tingggi dikritisi dengan karikatural redaktur TV One.
Kartun editorial menyampaikan opini dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di dalam kartun editorial sama seriusnya dengan pesan-
pesan yang disampaikan lewat berita, pesan-pesan kartun sering lebih menarik dibandingkan berita utama sehubungan dengan sifatnya yang menghibur.
Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat lucu, menggelitik, dan mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pemirsa
untuk berpikir kritis dan merenungkan pesan-pesan yang tersirat di dalamnya. Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu
dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Kartun editorial tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik.
commit to user 4
Tanpa bahasa makna yang terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit dipahami oleh pemirsa. Bahasa yang digunakan dalam kartun editorial biasanya
berupa tuturan singkat yang dipadukan dengan gambar. Penggunaan bahasa terutama dalam wacana kartun editorial memang
agak berbeda dengan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada umumnya. Dalam wacana kartun editorial sering dijumpai penggunan bahasa yang tidak
sesuai dengan prinsip atau aturan yang telah ada sehingga menjadikan bahasa dalam kartun tersebut menjadi rancu dan menjadi sulit dipahami. Sebuah tuturan
yang terdapat dalam kartun editorial mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar. Sebuah kartun editorial dapat dilihat maknanya secara
tersirat atau penafsiran melalui gambar. Tuturan tanpa gambar dalam kartun opini dapat menyulitkan penafsiran pemirsa.
Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain,
bila salah satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran sehingga tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam
kartun ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering
mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi haruslah
dipahami secara tepat oleh penutur dan mitratuturnya sehingga penggunaannya tidak menimbulkan salah pengertian. Makna tersurat suatu ujaran dapat
dimengerti dengan mencari arti semantis kata-kata yang membentuk ujaran tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran,
pengetahuan semantis saja tidaklah memadai, diperlukan pengetahuan pragmatik. Pemilihan kajian pragmatik dalam penelitian ini dilandasi karena
penelitian ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa dalam Kartun editorial melalui pendekatan pragmatik. Fungsi dan makna bahasa
yang tidak dapat dianalisis dalam pendekatan struktural dapat dijabarkan melalui pendekatan pragmatik. Analisis dalam tataran struktural hanya
melihat bentuk bahasa form. Bentuk dalam hal ini merupakan satuan-satuan lingual linguistic units bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa,
commit to user 5
kalimat, dan sebagainya. Walaupun makna terdapat di balik satuan-satuan lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan pendekatan struktural hanya dapat
membahas makna dalam tataran makna literal atau tersurat, sedangkan dalam tataran fungsi function, makna bahasa dapat ditelaah, dianalisis sampai pada
makna non-literal, implisit, atau tersirat. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur
yang juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau
bisa ditangkap oleh lawan bicara. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dibutuhkan pendekatan pragmatik yang meliputi tindak tutur,
prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam bahasa kartun
editorial para pengarang atau kartunis berusaha agar wacana yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada.
Dalam pragmatik, pengkajian bahasa didasarkan pada penggunaan bahasa bukan pada struktural semata. Wijana 1996:14 menyatakan bahwa
pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.
Kartun editorial dipilih karena berkenaan dengan isu-isu aktual, adanya
perbedaan kartun editorial dengan wacana yang lain, yaitu kartun sebagai wacana yang singkat, sederhana, humoris, dan memuat informasi, dewasa ini kartun
editorial memegang peranan yang cukup penting dalam media massa. Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai
perangkat dasarnya. Berdasarkan fungsinya, bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa
yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut, dengan arti media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang
dapat membentuk opini publik. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan
dari realitas yang dikonstruksikan. Dengan kata lain, dapat menciptakan
commit to user 6
peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran. Untuk itu, kajian ini menelaah makna dan fungsi bahasa dalam lingkup kajian pragmatik. Selain itu,
penelitian ini menarik untuk dilakukan karena beragamnya konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan maksim kerjasama yang dimunculkan dalam kartun
editorial “Kabar Bang One”.
B. Pembatasan Masalah