Psikoneuroimunologi dan depresi post partum DPP Sisitem imun bawaan

Pada saat persalinan, CRH plasma dan ACTH serta kortisol plasma meningkat beberapa kali lipat ketika dimulainya onset persalinan sampai dengan kelahiran. Persalinan dan kelahiran merupakan sutu fase stres akut dimana saat ini terjadi peningkatan ACTH sampai 10 kali lipat dibandingkan perempuan sehat tidak hamil. Dalam suatu penelitian, persalinan pervaginam dihubungkan dengan kadar kortisol yang lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan seksio sesarea. Dalam penelitian lanjutan, kadar ACTH, -endorpin dan -lipotropin didapatkan lebih tinggi pada persalinan pervaginam dibandingkan dengan persalinan seksio sesarea. Namun, bila dibandingkan dengan perempuan tidak hamil, peningkatan kadar cortisol pada persalinan dengan seksio sesarea didapatkan angka yang lebih tinggi Jhon, 2005.

b. Psikoneuroimunologi dan depresi post partum DPP

Kelahiran bayi, hampir selalu merupakan saat-saat yang paling membahagiakan. Namun, pada ibu-ibu baru, kedatangan seorang bayi dapat merupakan suatu stresor tersendiri yang dapat menyebabkan gangguan depresi post partum. Dalam laporan terakhir, angka kejadian depresi post partum didapatkan sekitar 15-20 perempuan pada tahun pertama setelah melahirkan Elizabeth 2008, Mary 2012. Gejala ringan dari depresi post partum ditunjukan dengan gejala-gejala yang disebut post partum blues atau “baby blues” syndrome. Dalam perkembanganya, partum blues atau “baby blues” syndr ome dapat berkembang menjadi periode yang lebih berat dan sampai jatuh kepada commit to user depresi post partum atau sampai kepada psikosis post partum. Keadaan ini sangat berdampak biruk bagi ibu maupun perkembangan janin. Penemuan penting dari penelitian psikoneuroimunologi adalah untuk mengungkapkan berbagai cara bahwa perilaku dan kesehatan adalah saling berkaitan, dengan fokus pada mekanisme imunologi yang mendasari interaksi ini. Penelitian pada mekanisme psikoneuroimunologi manusia telah menunjukkan bahwa proses imunoregulator merupakan bagian integral dari jaringan kompleks respon adaptif. Dengan demikian, interaksi dari sistem psikoimunologi menentukan hubungan antara perilaku dan kekebalan, untuk mengidentifikasi hubungan mekanisme HPA-axis dan hipotalamus- pituitari dan hubunganya dengan sistem saraf pusat dan respon imun, untuk memeriksa implikasi klinis perubahan imun selama depresi atau stres dan untuk mengetahui mekanisme pertahanan manusia dalam menerima stresor dari dalam maupun dari luar tubuh. Mary 2012. Dalam kehamilan, psikoimunologi yang menjadi fokus pengamatan adalah hubungan antara kemampuan dari sistim imun bawaan dan HPA-axis.

c. Sisitem imun bawaan

Respon sisitem imun bawaan di stimulasi oleh adanya infeksi, cedera, keganasan, penyakit auto imun dan stres. Respon sistem imun merupakan sutu kesatuan sintesis dan pengeluaran sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi. Sitokin pro inflamasi termasuk didalamnya: commit to user interleukin-1-beta IL-1- , IL-2, IL-6, tumor necroting factor-alfa INF- α, interferon-alfa IFN-α dan interferon-gama INF- , merupakan protein yang dilepaskan oleh sel-sel darah putih sebagai respon inflamasi terhadap kondisi-kondisi di atas. Pelepasan dari sitokin pro inflamasi mengakibatkan gejala tubuh antara lain: demam, frekuensi tidur yang meningkat, penurunan aktivitas, kelelahan, menurunya nafsu makan, gangguan aktivitas sexual, penurunan mood Mary 2012. Gambar 2.6. Mekanisme interaksi psikoimunologi dalam sistem tubuh manusia Mary 2008. Penelitian menunjukan bahwa berlangsung lamanya atau dan meningkatnya intensitas aktivasi dari respon imun pro inflamasi dapat merupakan suatu mekanisme timbulnya depresi pada manusia. Para klinisi mendapatkan bahwa konsentrasi pro inflamasi sebesar commit to user nanomollar pada pasien kanker, hepatitis C atau penyakit lainya disertai dengan gejala-gejala depresi. Pada individu dengan gejala depresi, pro inflamasi, termasuk: IL- 1 , IL-6, TNF-α didapatkan kadarnya meningkat Mary 2012.

d. HPA-axis