PEMBAHASAN Hubungan kadar kortisol Dengan kejadian postpartum blues Pada persalinan dengan seksio sesarea Tesis Dr PONCO

BAB V PEMBAHASAN

Persalinan merupakan suatu fase yang menimbulkan dampak psikologis besar, terutama pada wanita primipara. Adanya perasaan takut, cemas dan kurang yakin akan dapat melalui fase tersebut, menyebabkan dampak stres yang berlebihan. Perbedaan metode persalinan memiliki dampak stresor yang berbeda. Beberapa hipotesis mendapatkan adanya perbedaan raksi neuroendokrin tubuh pada setiap metode persalinan. Stres persalinan dapat memicu terjadinya reaktivitas HPA-aksis dan berdampak pada pelepasan kortisol oleh korteks adrenal. Gunther 2010. Tindakan pembedahan khususnya seksio sesarea secara umum menyebabkan tingkat stres yang tinggi, hal ini karena rasa takut yang berlebihan akan tindakan tersebut. Ketakutan dari pasien dapat menimbulkan stres yang meningkat, bukan hanya berasal dari pembedahan, melainkan juga terjadi akibat pengaruh obat-obatan anetesi, ruang operasi, peralatan operasi, serta nyeri daerah insisi, infeksi dan reaksi inflamasi pasca operasi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya rangsangan pada hipotalamus-hipofisis-adrenal axis HPA-axis dengan dampak meningkatnya seksresi ACTH oleh hipofisis anterior yang selanjutnya korteks adrenal akan terangsang untuk mensekresi kortisol, dengan dampak meningkatnya kejadian postpartum blues . Diana 2012. 66 commit to user Hasil pengamatan penulis mendapatkan nilai mean kadar kortisol pada persalinan dengan seksio sesarea lebih rendah yaitu sebesar 31,27±11,72 dibanding nilai mean kadar kortisol pada persalinan normal yaitu sebesar 35,17±11.18 dengan p-value 0,05 p=0,36, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata kadar kortisol kedua kelompok penelitian. Poncoroso 2012 dalam penelitianya mendapatkan peningkatan kadar kortisol lebih tinggi pada persalinan normal dibandingkan dengan seksio sesarea 33,59+11,17 pada persalinan spontan dibanding seksio sesarea 20,96 +9,54; dengan nilai p=0,002. Pada tulisan ini, studi dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan yang direncanakan elektif. Hal ini juga menyebabkan tingkat stress yang lebih rendah dibanding operasi darurat. Selimuzzaman 2007 mendapatkan kadar kortisol pasien yang menjalani pembedahan elektif tidak berbeda dengan wanita sehat tanpa intervensi apapun. Sedangkan pada pasien yang menjalani pembedahan darurat didapatkan peningkatan kadar kortisol yang signifikan. Pada orang sehat didapatkan kadar kortisol 36,8+2,4, pasien yang menjalani pembedahan elektif 40,3+2,8 dan pada pasien yang menjalani pembedahan darurat didapatkan angka kortisol 84,7+6,3. Dalam hubunganya dengan postpartum blues , ada perbedaan metode persalinan normal dan seksio sesarea dengan kejadian postpartum blues . Dari temuan penulis, mendapatkan angka kejadian postpartum blues sebanyak 10 dari 15 kasus 66,7 sedangkan pada persalinan normal 5 kasus dari 15 33,33. Namun, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Sword 2013 dalam suatu perpustakaan.uns.ac.id commit to user prospective cohort study mendapatkan bahwa metode persalinan termasuk seksio sesarea berhubungan dengan meningkatnya odds ration kejadian depresi. Namun, peningkatan ini juga tidak bermakna secara statistik OR:1,10, p=0,6586. Hasil berbeda dikemukakan oleh Rauh 2012, dimana metode persalinan dalam hal ini partus spontan dan seksio sesarea menunjukan perbedaan yang signifikan mengenai risiko depresi postpartum p=0,04. Kejadian postpartum blues sangat dipengaruhi multi faktor, sehingga beberapa penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil tang berbeda. Untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif dan valid, diperlukan dalam penelitian selanjutnya untuk menyeragamkan karakteristik subjek dan mengendalikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kejadian kejiwaan pada ibu. Dari temuan penulis, rerata kadar kortisol pada ibu yang mengalami postpartum blues lebih tinggi dibanding ibu yang tidak mengalami postpartum blues 45,80+10,08 dibanding 30,72+8,06; p=0,00; CI 95:8,26-21,91. Neirop 2006 mendapatkan mean kadar kortisol saliva yang tinggi pada wanita hamil yang mengalami gejala depresi postpartum 48,09+5,59; ; OR:2,41; p0.001. Namun, pada penelitian yang dilakukan Neirop ini pemeriksaan dilakukan pada kadar kortisol saliva. Dalam kondisi stres, hipotalamus-hipofisis-adrenal HPA dikontrol oleh suatu regulasi dengan down-regulasicontrol atau umpan balik negatif. Corticotropin-releasing factor CRF hipersekresi dari hipotalamus akan menginduksi pelepasan hormon adrenocorticotropin ACTH dari hipofisis. ACTH berinteraksi dengan reseptor pada sel adrenocortical dan kortisol commit to user dilepaskan dari kelenjar adrenal. Keadaan ini juga mengakibatkan hipertrofi kelenjar adrenal. Pelepasan kortisol ke dalam sirkulasi memiliki sejumlah efek, termasuk efek metabolik peningkatan kadar glukosa darah. Umpan balik negatif kortisol ke hipotalamus, hipofisis dan sistem kekebalan akan terjadi bila kadar cortisol plasma meningkat. Hal ini menyebabkan aktivasi terus-menerus dari HPA-axis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal terus terjadi yang menyebabkan kadar kortisol plasma selalu tinggi. Reseptor kortisol menjadi peka menyebabkan peningkatan aktivitas mediator kekebalan pro-inflamasi dan gangguan dalam transmisi neurotransmitter Jhon 2012. Postpartum blues adalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Keadaan ini biasanya muncul antara hari ke-tiga hingga ke-sepuluh pasca persalinan, seringkali setelah pasien keluar dari rumah sakit. Apabila gejala ini berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang lebih berat, ataupun psikosis postpartum dan tidak boleh diabaikan. Elizabeth 2008, Michael 2008, Mary 2012. Dukungan dari orang terdekat sangat membantu kesiapan ibu dalam menjalani persalinan, baik persalinan spontan maupun persalinan dengan pembedahan, termasuk seksio sesarea. Dukungan akan menimbulkan perasaan tenang dan meningkatkan keyakinan ibu untuk melewati semua fase persalinan, sehingga tingkat stres ibu dapat ditekan atau bahkan dihindari. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Keterbatasan Penelitian Penelitina ini tidak bisa mengendalikan faktor perancu lain sebagai predisposisi terjadinya postpartum blues , seperti hasil laboratorium, status gizi, riwayat kehidupan keluarga dikarenakan serta riwayat pre morbid yang diduga berpengaruh terhadap risiko stres pada ibu, dikarenakan keterbatasan sumber daya dan waktu penelitian untuk lebih menggali hal di atas. perpustakaan.uns.ac.id commit to user

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN