Pengertian wayang Pengertian Sastra Wayang

commit to user 33 Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya terhadap keseluruhan wacana.

d. Pengertian wayang

Perkataan wayang mengandung berbagai pengertian yakni gambaran tentang suatu tokoh, boneka, atau boneka pertunjukkan wayang, berjalan berkali-kali, lalu lalang, tidak tetap, samar-samar, remang-remang Sri Mulyono dalam Imam Sutardjo, 2006: 49. Hazeu mengatakan bahwa wayang berkaitan dengan kata hya ng , yang berarti leluhur . Akar kata hya ng adalah ya ng , maksudnya bergerak berkali-kali, simpang siur, lalu lalang, melayang. Oleh karena itu wayang dapat pula berarti suksma, roh, yang melayang, yang mengitar. Jadi makna dan arti hya ng dapat dirinci menjadi dua, yakni 1 suksma, roh, 2 orang telah meninggal leluhur . Maka dari itu dalam pertunjukan wayang purwa itu menghasilkan bayangan wa ya nga n , sehingga dinamakan wayang atau sha dow play dalam Imam Sutardjo, 2008: 58. Wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia Jawa asli yang berarti baya ng atau bayang-bayang yang berasal dari akar kata ya ng dengan mendapat awalan wa menjadi kata waya ng. Kata-kata di dalam bahasa Jawa yang mempunyai akar kata ya ng dengan berbagai variasi vokalnya antara lain adalah layang , dhoyong, puyeng, reyong , yang berarti: selalu bergerak, tidak tetap, samar-samar dan sayup-sayup. Kata waya ng, hama ya ng pada waktu dulu berarti: mempertunjukkan baya nga n. Lambat commit to user 34 laun menjadi pertunjukkan bayang-bayang. Kemudian menjadi seni pentas bayang-bayang atau wayang Sri Mulyono,1979: 51-52.

e. Pengertian Sastra Wayang

Sastra wayang adalah jenis sastra Jawa Kuna yang menampilkan kisah tokoh-tokoh wayang yang bersumber dari Ra ma ya na, Ma haba ra ta , dan Pustaka Ra ja Purwa. Jumlah sastra wayang sangat banyak. Sebagian gubahanya dalam bentuk tembang macapat dan selebihnya dalam bentuk prosa. Selain kedua bentuk itu, naskah sastra wayang juga digubah dalam bentuk pakem pedha la ngan yang berisi teks pedalangan lengkap yang terdiri atas narasi dalang, dialog tokoh wayang, sulukan , dan gendhing- gendhing pengiring yang disertai dengan sasmita-sasmita gendhing. Fungsi pakem pedalangan pa kem pedha la nga n ja ngkep sesungguhnya tidak untuk dinikmati sebagai bahan bacaan tetapi sebagai tuntunan teknis bagi para dalang dan terutama bagi para calon dalang. Pa kem pedha la nga n jangkep Dewasa ini juga dihasilkan dengan cara mentranskripsi seutuhnya rekaman pergelaran wayang. Transkripsi itu kemudian disunting dan diterbitkan. Naskah hasil transkripsi dapat dinilai sebagai bentuk transformasi sastra lisan. Selain pakem pedha la ngan ja ngkep , ada pula teks lain yang berfungsi sebagai tuntunan para dalang, terutama dalam hal penguasaan lakon wayang, yaitu yang dikenal dengan sebutan pakem balunga n . Isinya dari awal sampai akhir pergelaran wayang dalam pola yang sudah baku. Tiap adegan memuat nama tempat, tokoh-tokoh, yang tampil, dan inti pembicaraan ataupun persoalan yang terjadi dalam adegan commit to user 35 tersebut. Meskipun uraiannya serba singkat, bagi dalang sudah cukup memadai sebagai sebagai pegangan untuk mempergelarkan lakon tertentu yang dipilihnya berdasarkan pakem balungan tadi. Jumlah naskah pakem ba lunga n ini dalam khasanah kesusastraan Jawa cukup banyak dan sebagian telah diterbitkan, antara lain oleh Balai Pustaka, dilengkapi dengan ilustrasi tokoh-tokoh wayang purwa. Sastra wayang yang ada di dalam khasanah kesusastraan modern Jawa Baru kebanyakan berupa transformasi dari sumber-sumber sastra Jawa Kuna. Proses transformasi tersebut terjadi setelah para sastrawan yang menggubahnya didapat dari sumber kuna itu. Karya gubahan itu merupakan tanggapan dirinya atas karya sastra yang dijadikan sumber karyanya. Gubahan itu ada yang sepenuhnya berinduk pada sumbernya dan sebagian lainnya hanya terbatas pada hal-hal yang menarik perhatiaannya. Saduran atau bentuk gubahan baru lainnya sebagai proses transformasi berdasarkan penafsiran dirinya atas teks yang menjadi sumber gubahannya. Tidak mustahil jika terjadi penyimpangan yang kadang- kadang amat jauh dari sumber aslinya sebagai bentuk resepsi pembaca sesuai dengan kaidah yang berlaku pada zamannya. Lakon-lakon wayang purwa, yang semula hanya terbatas pada cerita pakem, yang masih dengan ketat berinduk pada sumber ceritanya, misalnya Ra ma ya na, Ma haba ra ta , baik yang tertulis dalam bahasa Jawa Kuna, Jawa Tengahan, maupun Jawa Baru, dalam masa-masa selanjutnya commit to user 36 mengalami perkembangan yang sangat pesat. Maka lahirlah lakon-lakon gubahan baru yang masih tetap menampilkan tokoh-tokoh utama wayang purwa tetapi dengan garapan yang sangat bervariasi dan dikenal dengan istilah ca ra nga n. Jumlah naskah sastra wayang cukup banyak. Kenyataan ini menunjukkan bahwa peminat dan perhatian masyarakat terhadap sastra wayang. Dikalangan masyarakat Jawa yang belum seberapa mengenal buku-buku cetakan, maka mereka harus menyalin naskah sastra wayang Dhanu Priyo Prabowo. dkk, 2007:275-277. Berbagai macam jenis wayang yang ada di Indonesia, yaitu wayang kulit, wayang golek Sunda, wayang Betawi, wayang sasak, wayang timplong, wayang krucil, wayang thengul, wayang jemblung, wayang cepak, wayang kancil, wayang beber, wayang orang, wayang topeng, wayang suluh, wayang wahyu dan lain-lain. Dari sekian banyak jenis wayang, yang paling populer dan mempunyai usia ribuan tahun adalah adalah wayang kulit. Cerita-cerita pokoknya bersumberkan kitab Ma ha bha ra ta dan Ra ma ya na yang bernafaskan kebudayaan dari filsafat Hindu, India, tetapi telah diserap ke dalam kebudayaan setempat Kanti Walujo, 2000: xi. Cerita pokok bagi wayang klitikkrucil, wayang timplong, wayang tengul, wayang cepak, wayang sasak bersumberkan pada babad tanah Jawi untuk mengagungkan raja-raja Jawa dan serat Menak untuk penyebaran agama Islam. Salah satu contoh lakon yang pernah dimainkan oleh commit to user 37 wayang tengul antara lain lakon Da marwula n Ngar it, suatu cerita yang diambil dari zaman kerajaan Majapahit. Contoh lakon yang bersumber dari serat Menak yang dibawakan oleh wayang Sasak. Lakon Uma r Ma ya Uma r Madi , yang dibawakan oleh wayang Jemblung. Wayang Suluh mengambil cerita dari sejarah kebangsaan Indonesia. Contoh lakon Pa ngera n Diponegoro , Untung Suropa ti. Sedangkan cerita pokok dari wayang Wahyu berfungsi untuk penyebaran agama Kristen. Misalnya lakon Yusuf Winisuda , Da wud Menda pa tka n Wa hyu dan lain-lain Kanti Walujo, 2000: xi-xii.

2. Nilai Pendidikan dalam Cerita