Latar Belakang Historis Keadaan Tanah dan Pemilikan Tanah

beribadah di Desa Parbuluan ada 5 unit, 1 adalah gereja khatolik dan 4 adalah gereja Protestan.

2.3 Latar Belakang Historis

Desa Parbuluan muncul setelah masuknya orang Batak Toba. Tetapi kapan perpindahan itu terjadi, tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi diperkirakan terbentuk tidak lebih dari tiga generasi. Sesuai dengan tradisi adat Batak Toba, perkiraan urutan generasi ke generasi berikutnya mempunyai arti tersendiri di dalam pelaksanaan adat istiadatnya. Dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda, memiliki nomor- nomor tersendiri sehingga generasi berikutnya dengan sendirinya bisa mengetahui urutankeberadaanya. Urutan ini merupakan tolok ukur di dalam interaksi sosialnya. Perpindahan penduduk ke Desa Parbuluan awalnya ketika pemuda marga Sinaga dan Situmorang yang tinggal di Samosir berladang ke Tele untuk mengambil kayu api, akan tetapi mereka tidak berhasil kembali ke kampung asalnya karena kondisi alam yang ganas membuat mereka bertahan di tempat tersebut. Kemudian mereka mendirikan sebuah rumah kecil sopo. Lalu kedua marga inilah yang menjadi pemilik tanah dan kepala Kampung Huta awalnya di Desa Parbuluan. Salah satu aktivitas Lottung Sinaga Situmorang adalah mencari ikan ke sungai yang ada di sekitar wilayah yang namanya sungai Parduluan. Dengan kata lain, Parduluan diambil sesuai keseringan mereka melakukan menjala dan berbubu ikan di sungai tersebut. Setelah itu, mereka memulai pola hidup untuk melangsungkan hidup mereka yang umumnya dari pertanian. Universitas Sumatera Utara

2.4 Keadaan Tanah dan Pemilikan Tanah

Desa Parbuluan memiliki luas sekitar 3100 ha. Penggunaan tanah di Desa Parbuluan I meliputi tanah sawah, tanah kering, bangunan dan lainya. Luas wilayah Desa Parbuluan menurut penggunaannya, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 1. Penggunaan Tanah di Desa Parbuluan NO Jenis Tanaman Luasha 1 Pemukiman 54 2 Perladangan 1963 3 Tidak dikelola 628 4 HutanPadang Rumput 455 Jumlah 3100 Sumber: Kantor Kepala Desa Parbuluan 1998 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat penggunaan lahan terluas adalah untuk tanah perladangan 1963 Ha dan penggunaan lahan terkecil adalah untuk tanah pemukiman 10 Ha. Hal ini disebabkan mereka mebuka hutan sebagian besar fungsinya untuk dijadikan lahan pertanian. Secara umum pemilikan tanah pada mulanya didasarkan pada yang pertama kali mendirikan kampung huta. Dalam hal ini Marga Sinaga Situmorang berhak mengatur pemakaian tanah dan membuat peraturan-peraturan yang menyangkut dengan tanah seperti: perkembangan penggunaan hutan, penggunaan tanah untuk perladangan dan persawahan serta membuat peraturan-peraturan tentang tata tertib terhadap kehidupan masyarakat sehingga jika orang yang datang dan tinggal menetap di kampung tersebut haruslah seijin pendiri kampung yang disebut sebagai kepala huta. Universitas Sumatera Utara

2.5 Struktur Sosial Budaya