BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Plastik adalah salah satu bahan yang selalu digunakan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Penggunaan plastik terutama sebagai media untuk pengemas
produk sangat lazim digunakan oleh masyarakat baik untuk produk makanan, minuman, pakaian, alat elektronik, peralatan rumah tangga, dsb. Riset yang
dilakukan oleh PT Lion Superindo [1] menyatakan bahwa dalam satu tahun pengunaan kantong plastik masyarakat di dunia adalah sebesar 500 juta sampai
dengan 1 miliar kantong. Sampah plastik tergolong dalam sampah non organik yang sangat berbahaya
bagi lingkungan karena membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu 1.000 tahun untuk dapat diuraikan secara alami di tanah dan 450 tahun untuk terurai di air [2].
Penggunaan plastik ini banyak digunakan untuk kemasan pada bahan pangan dan masih bersifat nonbiodegradable.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memakai pengemas makanan yang biodegradable. Pengemas biodegradable ini dibuat dari
bahan alami, seperti kacang kedelai, singkong, dan sebagainya. Pengemas biodegradable ini termasuk ke dalam edible film karena berdasarkan sifat
mekaniknya dapat menggantikan plastik nonbiodegradable. Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan,
atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti air, oksigen, dan lemak. Edible film dapat bergabung dengan
bahan tambahan makanan untuk mempertahankan kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, serta untuk mengontrol pertumbuhan mikroba [3].
Kedelai Glycine max merupakan salah satu komoditas hasil pertanian tanaman pangan berprotein tinggi yang sudah meluas penggunaannya di masyarakat.
Sebagai bahan pangan, kedelai sering digunakan untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal harganya [4].
Polisakarida seperti pati dapat dijadikan sebagai bahan baku pada pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film
Universitas Sumatera Utara
untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik [5]. Tapioka sering digunakan sebagai
bahan tambahan atau pengisi karena kandungan patinya yang cukup tinggi [6]. Tapioka dan terigu mengandung gluten yaitu suatu protein yang memberikan sifat
elastis, kenyal dan tidak putus [7]. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan tapioka
berpengaruh pada sifat fisik edible film. Evi Suliastini 2011 menyimpulkan bahwa penambahan tapioka pada pembuatan edible film dari ekstrak wortel meningkatakan
sifat keelastisan dan tidak rapuh untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengemas makanan [8]. Pembuatan edible film dari ekstraksi pektin cincau hijau dengan
penambahan tapioka juga dipelajari oleh Arinda Rachmawati 2009 [9]. Pembuatan edible film dari kedelai dengan penambahan tapioka belum pernah
dilakukan sebelumnya. Peneliti sebelumnya Toni Yoyo 1995 mempelajari tentang karakteristik fisik edible film dari protein kedelai tanpa penambahan tapioka dengan
variasi konsentrasi gliserol 4, 6, 8, dan 10. Pada penelitian yang dilakukan oleh Toni Yoyo didapatkan bahwa persen pemanjangan saat pemutusan semakin
berkurang dengan penambahan konsentrasi gliserol, dan kuat tarik semakin berkurang dengan bertambahnya konsentrasi gliserol. Berdasarkan uraian tersebut
peneliti berharap dapat membuat edible film dari ekstrak kacang kedelai dengan penambahan tepung tapioka dan gliserol sebagai bahan pengemas makanan [10].
1.2 PERUMUSAN MASALAH