Pembuatan Edible Film Dari Campuran Ekstrak Pepaya(Carica papaya L.), Kanji Dan Gliserin Sebagai Bahan Pengemas.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola kehidupan manusia sekarang ini hampir tidak terpisahkan dari keberadaan bahan pengemas. Peningkatan laju konsumsi dan teknologi pangan dapat meningkatkan laju pembuangan kemasan bekas bahan pangan yang dapat menimbulkan limbah. Sehingga mulai didapatilah masalah-masalah yang berasal dari sampah kemasan bahan pangan, apalagi kemasan dengan bahan yang sukar didegradasi secara alami seperti gelas, plastik, dan kaleng. Hal tersebut memunculkan dorongan untuk mengkaji dan mencari solusi permasalahan ini, diantaranya adalah penelitian mengenai bahan kemasan yang bersifat ramah lingkungan tetapi juga mempunyai keunggulan khas jika diterapkan sebagai kemasan pada bahan pangan. Hasil pengkajian dan penelitian tersebut antara lain adalah bahan kemasan edible film
(Galih, 2009).
Edible film merupakan jenis bahan untuk pelapis dan pembungkus berbagai makanan untuk memperpanjang umur simpan produk, yang mungkin dimakan bersama-sama dengan makanan (Embuscado, 2009). Sedangkan menurut Wahyu, 2008: edible film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan, dapat memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Pengembangan edible film pada makanan selain dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan
(2)
Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan substansi lain untuk mempertinggi kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, serta untuk meningkatkan seluruh kenampakan. Asam benzoat, natrium benzoat, asam sorbat, potasium sorbat, dan asam propionate merupakan beberapa antimikroba yang ditambahkan pada edible film untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Asam sitrat, asam askorbat, dan ester lainnya, Butylated Hydroxyanisole (BHA), Buthylated Hydroxytoluen (BHT), Tertiary Butylated Hydroxyquinone (TBHQ) merupakan beberapa antioksidan yang ditambahkan pada
edible film untuk meningkatkan kestabilan dan mempertahankan komposisi gizi dan warna makanan dengan mencegah oksidasi ketengikan, degradasi, dan pemudaran warna (discoloration) (Wahyu, 2008).
Pepaya adalah buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C, flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan vitamin B (Superkunam, 2010). Sehingga pepaya adalah salah satu alternatif yang baik sebagai bahan tambahan pada edible film dimana pepaya kaya akan antioksidan.
Berdasarkan penelitian dari Helmi Harris (2001) “Kemungkinan Penggunaan
Edible film dari Pati Singkong untuk Pengemas Lempuk”. Oleh karena itu penulis memodifikasi dengan menambahkan ekstrak pepaya sebagai pengganti air untuk meningkatkan kualitas warna dalam edible film yang dihasilkan. Beberapa peneliti lain juga memanfaatkan penggunaan pati dalam pembuatan edible film seperti Macharani Hasibuan (2009) yang menyimpulkan penggunaan gliserol 1 ml memiliki sifat mekanis yang lebih baik. Dari uraian diatas peneliti berharap Pembuatan Edible film
dari campuran ekstrak pepaya (Carica papaya L.), kanji dan gliserin untuk pembungkus.
(3)
1.2 Permasalahan
Dari beberapa penelitian tersebut permasalahan yang didapat adalah bagaimana cara untuk membuat edible film dari campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin untuk pembungkus, dimana ini bertujuan untuk memberikan warna yang lebih baik lagi pada
edible film, sehingga edible film yang dihasilkan dapat lebih menarik.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Pepaya, kanji dan gliserin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh secara komersil.
2. Gliserin yang digunakan sebanyak 1 ml.
3. Proses pengeringan berlangsung dengan suhu pemanasan yang konstan yaitu 30oC dengan waktu 2 hari.
4. Edible film yang diperoleh diuji SEM, kekuatan tarik, protein, lemak, karbohidrat, air, abu, beta karoten dan organoleptis.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui karakteristik dari edible film yang meliputi kekuatan tarik, kemuluran, ketebalan dan struktur film yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui kandungan nutrisi dari edible film yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan organoleptik.
(4)
3. Untuk mengetahui kadar beta karoten dalam edible film sehingga edible film
yang dihasilkan menjadi berwarna.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah menambah pengetahuan masyarakat bahwa pepaya banyak memiliki manfaat, disamping untuk makanan penutup (buah), selai, campuran saus cabai, saus tomat, dan dapat juga dimanfaatkan sebagai aditif bagi
pembuatan edible film yang ramah lingkungan, sehingga dapat memberikan masukan pada
pemerintah dalam strategi dan prospek pengembangan edible film, serta mendorong
pemerintah untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap sumber daya alam yang ada dan melimpah di Indonesia untuk pengembangan industri lainnya.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, adapun langkah – langkah yang di lakukan sebagai berikut :
- Edible film dibuat dengan melarutkan kanji dalam ekstrak pepaya, kemudian di aduk sambil dipanaskan sampai homogen, kemudian ditambahkan gliserin, diaduk hingga mengental, dicetak diatas plat plastik, kemudian dikeringkan kedalam oven suhu 30oC selama ± selama 2 hari. Untuk hasil tersebut dianalisa kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, uji SEM, uji tarik, kadar beta karoten dan nilai organoleptik.
- Analisa SEM Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan Analisa mikroskopi.
- Uji kuat tarik Edible film yang dihasilkan ditentukan deangan menggunakan alat Torsee’s Electrinic system.
(5)
- Analisa kadar protein Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode Mikro Kjedahl.
- Analisa kadar lemak Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan cara ekstraksi dengan alat soklet.
- Penentuan kadar air Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pengeringan dalam oven pada suhu 100 – 105oC.
- Penentuan kadar abu Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pembakaran dalam tanur pada suhu 550 – 570oC hingga diperoleh abu berwarna putih.
- Penentuan kadar karbohidrat Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.
- Analisa beta karoten Edible film yang dihasilkan dengan menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang beta karoten 269 nm.
- Uji organoleptik terhadap kesukaan panelis pada Edible film yang dihasilkan ditentukan dengan skala hedonik.
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
(6)
PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK
PEPAYA(Carica papaya L.), KANJI DAN GLISERIN
SEBAGAI BAHAN PENGEMAS
SKRIPSI
DWI RAAFIAH ULPA
090822035
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(7)
PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK PEPAYA
(Carica papaya L.), KANJI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN
PENGEMAS
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat gelar sarjana sains DWI RAAFIAH ULPA
090822035
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(8)
PERSETUJUAN
Judul : PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK PEPAYA(Carica papaya L.), KANJI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN PENGEMAS
Kategori : SKRIPSI
Nama : DWI RAAFIAH ULPA
Nomor Induk Mahasiswa : 090822035
Program Studi : KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Agustus 2011
Komisi Pembimbing:
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dr. Yuniarti Yusak, MS Dra. Emma Zaidar, M.Si
NIP. 130 809 726 NIP. 195512181987012001
Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
DR. Rumondang Bulan, Nst, MS NIP.195408301985032001
(9)
PERNYATAAN
PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK PEPAYA (Carica papaya L.), KANJI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN
PENGEMAS SKRIPSI
Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.
Medan, Agustus 2011
DWI RAAFIAH ULPA 090822035
(10)
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Edible Film dari Campuran Ekstrak Pepaya, Kanji dan Gliserin sebagai Bahan Pengemas” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak makalah ini tidak akan terselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang selalu sabar membimbing penulis, kepada ayahanda Suyono dan ibunda Nelly Herawati S. Kepada mpok Nisa, Ari, Paklek Wardi, Mak fia terima kasih buat doa dan motivasinya, tanpa kalian dan keluarga semua penulis bukanlah apa - apa. Juga kepada M. Fadli Azmi yang selalu memberikan semangat bagi penulis buat menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Dosen Pembimbing I; Ibu Dra.Emma Zaidar, M.Si. dan Dosen Pembimbing II; Ibu Dr. Yuniarti Yusak, MS yang telah membimbing penulis dengan kesabaran tinggi mulai tahap awal orientasi penelitian sampai tahap akhir selesainya penulisan skripsi ini, kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku ketua Departemen Kimia yang telah mensyahkan skripsi ini. Penghargaan untuk persahabatan spesial kepada Arin, Evi, Imel, Ika dan Novi terima kasih telah menjalani hari-hari bersama penulis dalam menjalankan amanah ilmu pengetahuan.
Penulis juga menyadari dengan kemampuan dan pemahaman terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
(11)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak pepaya
(Carica papaya l.), kanji dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film
diawali dengan pembuatan ekstrak pepaya terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan mencampurkan ekstrak pepaya, kanji dan gliserin hingga homogen kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 hari dengan suhu 30oC. Edible film yang dihasilkan kemudian diuji karakteristik dan kadar nutrisinya. Hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik yang meliputi kuat tarik, kemuluran, ketebalan dan SEM yaitu 0,02 Kgf/mm2; 24,88%; 0,18 mm dan memiliki struktur film yang memiliki pori-pori yang rapat dan halus. Dan kadar nutrisi yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan beta karoten yaitu 20,99%; 2,03 %; 0,41 %; 5,06%; 70,50% dan 4,22 ppm. Hasil organoleptis menunjukkan hasil yang baik yaitu 3 (suka). Hal ini menunjukkan bahwa edible film yang dihasilkan dapat diterima dan dikonsumsi
(12)
THE MAKING OF EDIBLE FILM WITH MIXTURE OF PAPAYA’S EKSTRACT, STARCH, AND GLYCERYN FOR
PACKING MATERIALS ABSTRACT
Has done research on the making of edible films from extracts of papaya (Carica papaya l.), starch and glycerin as packaging materials. Processing of edible film-making begins with the first extract of papaya. Edible films made by mixing papaya extract, starch and glycerin until homogeneous and then dried in an oven for 2 days with a temperature of 30oC. Edible films produced and then tested the characteristics and nutrient levels. Survey results revealed that the characteristics which include tensile strength, kemuluran, thickness and SEM of 0.02 Kgf/mm2; 24.88%, 0.18 mm and has a film structure that has pores that are tight and smooth. And levels of nutrients that include moisture content, ash, protein, fat, carbohydrates, and beta carotene which is 20.99%, 2.03%, 0.41%, 5.06%, 70.50% and 4.22 ppm. The results showed good results organoleptis is 3 (like). This indicates that edible film produced can be accepted and consumed
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
` 1.6 Metodologi Penelitian 4
1.7 Lokasi Penelitian 5
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Pepaya (Carica papaya L.) 6
2.2 Zat Warna Alamiah 9
2.3 Pati 11
2.4 Edible film 13
2.4.1 Hidrokoloid 13
2.4.2 Lipida 14
2.4.3 Komposit 15
2.5 Kegunaan Edible film 15
2.6 Gliserol 17
BAB 3 Metode Penelitian
3.1 Alat-alat 19
3.2 Bahan-bahan 20
3.3 Prosedur penelitian 20
3.3.1 Pembuatan Reagen 21
3.3.2 Pembuatan Edible film 21
(14)
3.3.4 Pengukuran Kuat Tarik 22
3.3.5 Penetuan Kadar Air 22
3.3.6 Penentuan Kadar Abu 22
3.3.7 Penentuan Kadar Protein 23
3.3.8 Penentuan Kadar Lemak 24
3.3.9 Penentuan Kadar Karbohidrat 24
3.3.10 Penentuan Nilai Organoleptik 24
3.3.11 Penentuan Kadar Beta karoten 25
3.4 Bagan Penelitian 26
3.4.1 Pembuatan Edible film 26
3.4.2 Penentuan Kadar air 26
3.4.3 Penentuan Kadar abu 27
3.4.4 Penentuan Kadar Protein 28
3.4.5 Penentuan Kadar Lemak 29
3.4.6 Penentuan Kadar Karbohidrat 29
3.4.7 Penentuan Nilai Organoleptik 30
3.4.8 Penentuan Kadar Beta karoten 30
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil 31
4.1.1 Analisa Kadar Air Edible fim campuran ekstrak pepaya,
kanji dan gliserin 32
4.1.2 Analisa Kadar Abu Edible fim campuran ekstrak
pepaya, kanji dan gliserin 33
4.1.3 Analisa Kadar Protein Edible fim campuran ekstrak
pepaya, kanji dan gliserin 33
4.1.4 Analisa Kadar Lemak Edible fim campuran ekstrak
pepaya, kanji dan gliserin 34
4.1.5 Analisa Kadar Karbohidrat Edible fim campuran ekstrak
pepaya, kanji dan gliserin 35
4.1.6 Analisa Kuat Tarik Edible fim campuran ekstrak pepaya,
kanji dan gliserin 36
4.1.7 Analisa Beta Karoten Edible fim campuran ekstrak
pepaya, kanji dan gliserin 37
4.1.8 Uji Organoleptik Edible fim campuran ekstrak pepaya,
kanji dan gliserin 38
4.2 Pembahasan 39
4.2.1 Kadar air Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji
dan gliserin 39
4.2.2 Kadar Abu Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji
dan Gliserin 39
4.2.3 Kadar Protein Edible film campuran ekstrak pepaya,
(15)
4.2.4 Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak pepaya,
kanji Dan Gliserin 40
4.2.5 Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak
pepaya, kanji dan Gliserin 40
4.2.6 Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak
pepaya, kanji dan Gliserin 40
4.2.7 Analisa Beta Karoten Edible film campuran ekstrak
pepaya, kanji dan Gliserin 41
4.2.8 Analisa SEM Edible film campuran ekstrak pepaya,
kanji Dan Gliserin 41
4.2.9 Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak pepaya,
kanji dan Gliserin 42
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 42
Daftar Pustaka 43
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda, dan
Daun pepaya per 100 gram 7
Tabel 2.2 Kemungkinan Penggunaan Edible film dan Coating 16
Tabel 3.1 Skala Hedonik Organoleptis 26
Tabel 4.1 Kandungan Karakteristik edible film yang diperoleh 31 Tabel 4.2 Kandungan Nutrisi edible film yang diperoleh 31 Tabel 4.3 Hasil Penentuan Absorbansi Beta Karoten pada Edible film ekstrak
Pepaya, kanji dan gliserin 37
(17)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Beta Karoten 9
Gambar 2.2 Struktur Amilosa 12
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin 12
Gambar 4.1 Grafik analisa Organoleptik edible film campuran ekstrak pepaya,
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tabel Hasil Analisa Kadar Air 45
Lampiran 2 Tabel Hasil Analisa Kadar Abu 45
Lampiran 3 Tabel Hasil Analisa Protein 46
Lampiran 4 Tabel Hasil Analisa Lemak 46
Lampiran 5 Tabel Hasil Analisa Karbohidrat 46 Lampiran 6 Tabel Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran 47 Lampiran 7 Tabel Hasil Uji Organoleptik 47 Lampiran 8 Gambar Permukaan Edible film pembesaran 500x 48
(19)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak pepaya
(Carica papaya l.), kanji dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film
diawali dengan pembuatan ekstrak pepaya terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan mencampurkan ekstrak pepaya, kanji dan gliserin hingga homogen kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 hari dengan suhu 30oC. Edible film yang dihasilkan kemudian diuji karakteristik dan kadar nutrisinya. Hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik yang meliputi kuat tarik, kemuluran, ketebalan dan SEM yaitu 0,02 Kgf/mm2; 24,88%; 0,18 mm dan memiliki struktur film yang memiliki pori-pori yang rapat dan halus. Dan kadar nutrisi yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan beta karoten yaitu 20,99%; 2,03 %; 0,41 %; 5,06%; 70,50% dan 4,22 ppm. Hasil organoleptis menunjukkan hasil yang baik yaitu 3 (suka). Hal ini menunjukkan bahwa edible film yang dihasilkan dapat diterima dan dikonsumsi
(20)
THE MAKING OF EDIBLE FILM WITH MIXTURE OF PAPAYA’S EKSTRACT, STARCH, AND GLYCERYN FOR
PACKING MATERIALS ABSTRACT
Has done research on the making of edible films from extracts of papaya (Carica papaya l.), starch and glycerin as packaging materials. Processing of edible film-making begins with the first extract of papaya. Edible films made by mixing papaya extract, starch and glycerin until homogeneous and then dried in an oven for 2 days with a temperature of 30oC. Edible films produced and then tested the characteristics and nutrient levels. Survey results revealed that the characteristics which include tensile strength, kemuluran, thickness and SEM of 0.02 Kgf/mm2; 24.88%, 0.18 mm and has a film structure that has pores that are tight and smooth. And levels of nutrients that include moisture content, ash, protein, fat, carbohydrates, and beta carotene which is 20.99%, 2.03%, 0.41%, 5.06%, 70.50% and 4.22 ppm. The results showed good results organoleptis is 3 (like). This indicates that edible film produced can be accepted and consumed
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini turut menyebar ke berbagai benua dan Negara, termasuk ke benua Afrika dan Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai Negara tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke 17(Kalie, M.B, 2000).
Meski semakin banyak jenis dan ragam buah impor, pepaya tetap populer di Indonesia. Selain murah, zat gizi yang dikandungnya pun lengkap. Biji, daun, batang, dan akarnya sangat bermanafaat sebagai obat. Pepaya juga dikenal sebagai buah yang murah harganya dan enak rasanya. Varietas yang beragam dan ketersediaannya sepanjang tahun turut memperkokoh posisi pepaya sebagai buah idola (Anonim, 2010).
Disamping gizinya yang tinggi, pepaya adalah buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C, flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan vitamin B. Antioksidan memerangi radikal bebas dalam tubuh dan menjaga kesehatan sistem kardiovaskular dan memberikan perlindungan terhadap kanker usus besar (Superkunam,2010).
(22)
Karena pepaya merupakan sumber antioksidan yang sangat baik, buah pepaya membantu mencegah oksidasi kolesterol dalam hati. Kolesterol tinggi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Selain itu pepaya juga sarat akan serat yang kemudian dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam hati. Asam folat yang ditemukan dalam pepaya menghilangkan zat-zat berbahaya yang dapat merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan serangan jantung. Salah satu manfaat buah pepaya lainnya yaitu sebagai pencegahan penyakit jantung, dan diabetes.
Tabel 2.1. Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda, dan daun pepaya per 100 gram.
Zat Gizi Buah pepaya masak Buah pepaya muda Daun pepaya
Energi (kkal) 46 26 79
Protein (g) 0,5 2,1 8,0
Lemak (g) 0 0,1 2,0
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Kalsium (mg) 23 50 353
Fosfor (mg) 12 16 63
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Vitamin A (SI) 365 50 18.250
Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Air (g) 86,7 92,3 75,4
Sumber: Anonim, 2010
Buah pepaya banyak mengandung vitamin A yang diperlukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan mengkonsumsi buah pepaya diyakini
(23)
dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mencegah beberapa penyakit yang terjadi sebagai hasil menurunkan kekebalan, seperti pilek dan batuk, infeksi dan flu. Pepaya juga mengandung enzim papain dan enzim chymopapain yang dapat mengurangi peradangan sehingga membantu tubuh dalam penyembuhan luka bakar dan luka lainnya. Beberapa penyakit tertentu menjadi lebih buruk ketika tubuh meradang. Karena itu disarankan bahwa orang-orang yang menderita kondisi ini harus mengkonsumsi buah pepaya (Superkunam, 2010).
Manfaat buah pepaya yang tidak kalah pentingnya adalah berperan dalam mencegah kanker usus besar. Ini tidak lepas karena banyaknya kandungan serat. Serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Vitamin A yang ada dalam buah pepaya, sangat bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki paru-paru yang lemah. Termasuk pepaya dalam makanan mereka, akan mengurangi kemungkinan mereka tertular penyakit yang muncul sebagai hasil dari paru-paru yang lemah, seperti bronkitis, kanker dan lain-lain (Superkunam, 2010).
Jenis-jenis Pepaya diterangkan di bawah ini: 1. Pepaya Semangka
Jenis ini paling disukai, daging buahnya berwarna merah semangka, manis dan berair banyak. Bila masak kuning menarik warna kulit buahnya. Bentuknya lonjong dengan berat ± 1 kilogram.
2. Pepaya jingga
Pepaya ini mirip pepaya semangka juga. Daging buah merah berair banyak, hanya kalah manis. Kulit buah berwarna kuning juga. Besar papaya ini ± 1,5 kilogram.
3. Pepaya Cibinong
Bentuk dan besarnya jauh berbeda dengan kedua jenis diatas. Bentuk buah panjang besar dan lancip pada bagian ujungnya. Bentuk buah ini membesar dari pangkal ke
(24)
bagian tengah buah, kemudian melancip di bagian ujung buah. Berat ± 2,5 kilogram. Cara masaknya dari ujung buah bagian pangkal tetap berwarna hijau.
4. Pepaya Bangkok atau pepaya Thailand
Bentuknya mirip dengan pepaya cibinong hanya pepaya ini bentuknya lebih bulat dan lebih besar. Berat papaya ini ± 3,5 kilogram. Daging buahnya jingga semu merah dan keras.
5. Pepaya Mexico
Bentuk dan besar buahnya mirip alpukat bulat berleher, beratnya ± 0,5 kilogram. Daging buah berwarna kuning dan rasanya manis (Kalie, 2000).
2.2 Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam tumbuh-tumbuhan. Zat warna tersebut terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil dan anthosyanin. Zat warna tersebut menyebabkan tumbuhan masing-masing berwarna merah jingga atau kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotein bersifat tidak stabil pada suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna merah jingga itu akan hilang. Karoten tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Sudarmadji. 1989).
Zat warna β karoten mempunyai rumus kimia C40H56, dimana mempunyai persenyawaan yang simetris. Bagian tengahnya adalah suatu rantai atom C yang panjang dengan ikatan-ikatan rangkap yang dapat ditukar dengan ikatan tunggal. Pada kedua ujung rantai ini terdapat cincin segi enam (6) (Allen, 1998). Struktur betakaroten dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
(25)
Gambar 2.1. Struktur Betakaroten (Allen, 1998)
Disamping itu senyawa karoten mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air
2. Sedikit larut dalam alkohol dam metil alkohol 3. Larut dalam kloroform, benzene, dan petroleum eter
4. Tidak stabil pada suhu tinggi atau stereo isomer yang telah berubah 5. Sensitif terhadap oksidasi, auto-oksidasi dan cahaya
6. Mempunyai karakteristik adsorbsi cahaya 7. Mudah dioksidasi oleh enzim lipoksidase (Sudarmadji. 1989).
Beta karoten merupakan komponen yang paling penting dalam makanan yang berwarna jingga. Beta karoten yang kita konsumsi terdiri atas 2 grup retinil, yang di dalam usus kecil akan dipecah oleh enzim betakaroten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif dari vitamin A. Karoten dapat disimpan di hati dalam bentuk provitamin A dan akan diubah menjadi vitamin A sesuai dengan kebutuhan tubuh (Astawan, 2008).
Cukup banyak manfaat beta karoten yang diketahui, namun dalam salah satu artikel yang dimuat dalam Journal of Laboratory and Clinical Medicine, David A. Hughes, Ph.D., dan kolega-koleganya menerangkan bahwa zat ini bisa meningkatkan daya kekebalan/ imunitas tubuh.
(26)
Manfaatnya yang lain adalah:
Menjaga Kesehatan Mental
Hasil penelitian yang dilakukan melaporkan bahwa mereka yang mengkonsumsi 0,9 mg beta karoten per hari, mengalami 2 kali lipat menderita kesukaran mengingat, kesulitan memecahkan berbagai persoalan dan sering bingung (disorientasi) dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi beta karoten lebih dari 2,1 mg per hari.
Arthritis (Radang Sendi)
Manfaat beta karoten dalam memperlambat laju perkembangan penyakit (progresitas) arthritis rheumatoid dan eritematous lupus telah diteliti oleh seorang ilmuan dari Baltimore. Pasien-pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kadar beta karoten darah yang rata-rata kurang dari 29% dari orang-orang sehat.
Kanker Prostat
Suplemen beta karoten juga bisa menurunkan resiko terkenanya kanker prostat.
Proteksi Kulit
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Jerman dan Israel menyimpulkan bahwa konsumsi beta karoten (diminum) bisa memproteksi efek sinar matahari. Dengan mengukur kemerahan dan radang pada kulit, para peneliti menemukan bahwa dengan meminum suplemen beta karoten sebelum terpapar matahari, yang dikombinasi dengan kri pelindung matahari (sunscreen) adalah lebih baik dalam hal melindungi kulit dibandingkan penggunaan krim
sunscreen sendiri (Tapan, 2005).
(27)
2.3 Pati
Pati atau sering juga disebut dengan amilum (zat tepung) merupakan suatu glukosan atau cadangan persediaan makanan bagi tanaman. Dalam tanaman, amilum terdapat pada akar, umbi atau biji tanaman. Poliosa ini merupakan sumber kalori yang sangat penting untuk tubuh karena sebagian besar karbohidrat terbentuk pada proses asimilasi dalam tanaman. Amilum dengan penambahan iodium memberikan warna biru yang segera hilang bila dipanaskan dan timbul kembali jika didinginkan. Suatu penelitian membuktikan bahwa struktur molekul amilosa bukan berbentuk rantai lurus, melainkan berupa polimer berantai panjang berbentuk spiral (α-heliks) (Sumarjo, 2009).
Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).
(28)
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin
Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH tertentu untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Wahyu, 2009).
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film
untuk menggantikan polimer plastik karena harganya yang ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang, dan singkong (Cui, 2005). Pati singkong sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Hui, 2006).
(29)
Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.
2.4. Edible film
Edible film merupakan jenis bahan untuk pelapis dan pembungkus berbagai makanan untuk memperpanjang umur simpan produk, yang mungkin dimakan bersama-sama dengan makanan (Embuscado, 2009). Sedangkan menurut Wahyu, 2008: edible film
didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan, dapat memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Pengembangan edible film pada makanan selain dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan (Bourtoom, 2007).
Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit (Wahyu, 2008).
2.4.1 Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (seperti contoh alginat, dan pektin), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan
(30)
kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur (Wahyu, 2008).
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan
edible film. Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini sangat penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat nontoksik (Wahyu, 2008).
Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat membentuk film seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein kacang, keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena sifat dari protein tersebut yang mudah membentuk film. Albumin telur dapat digunakan sebagai bahan pembetuk film yang baik yang dikombinasikan dengan gluten gandum, dan protein kedelai ( Wahyu, 2008).
2.4.2 Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula.Film
yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Wahyu, 2008). Karakteristik film yang dibentuk oleh lemak tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunakan sebagai edible film antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan
(31)
Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik (Wahyu, 2008).
2.4.3 Komposit
Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit
film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran yang telah diolah minimal (Wahyu, 2008).
2.5. Kegunaan edible film
Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film.
Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbon dioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH(Anonim, 2009).
(32)
Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air atau sebagai bahan pelapis. Tetapi, kegunaannya sebagai film murni terbatas karena integritas dan ketahanannya tidak terlalu baik. Edible film dari komposit (gabungan hidrokolid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen kecil atau penggabungan polimer-polimer. Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil (Anonim, 2009).
Edible film dan coating dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Pembuatan edible film meliputi beberapa tahap, diantaranya pembentukan suspensi pati, pencampuran larutan pembentuk film yaitu suspensi pati, CMC dan gliserol, pemanasan campuran pembentuk film, penghilangan gas terlarut, pencetakan dan perataan film dan pengeringan edible film (Anonim, 2009).
Tabel 2.2. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dan Coating (Wahyu, 2008).
No. Penggunaan Jenis film yang sesuai
1. Menghambat penyerapan uap air Lipida, komposit
2. Menghambat penyerapan gas Hidrokoloid, lipida, atau komposit 3. Menghambat penyerapan minyak dan Lemak Hidrokoloid
4. Menghambat penyerapan zat-zat larut Hidrokoloid, lipida, atau komposit 5. Meningkatkan kekuatan struktur atau memberi
kemudahan penanganan
(33)
Film dari pati dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer memiliki permebilitas yang rendah terhadap uap air dibandingkan dengan glikol, gliserol, polietilen glikol, maupun sukrosa pada konsentrasi yang sama (Bourtoom, 2007). Jenis dan konsentrasi dari plasticizer akan berpengaruh terhadap kelarutan dari film
berbasis pati. Semakin banyak penggunaan plasticizer maka akan meningkatkan kelarutan. Begitu pula dengan penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik juga akan meningkatkan kelarutannya dalam air. Gliserol memberikan kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan sorbitol pada edible film berbasis pati (Bourtoom, 2007).
2.6. Gliserol
Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (1,2,3,-propanatiol) CH2OCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir pada semua jenis lemak hewani dan nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat (Austin, 1985). Giserol merupakan senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu sekitar 290oC. Gliserol dapat larut secara sempurna didalam air dan alkohol tetapi tidak pada minyak. Sebaliknya banyak zat yang dapat larut pada gliserol dibandingkan dalam air maupun alkohol (Anonymous, 2006). Senyawa gliserol bermanfaat sebagai senyawa anti beku (anti freeze) dan juga merupakan suatu senyawa higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985).
Gliserol banyak dihasilkan di industri Sumatera Utara, merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk dikembangkan untuk menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Gliserol dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari
(34)
plastisizer. Plastisizer merupakan bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet dan kuat agar meningkatkan sifat plastisitasnya (Wirjosentono,1995).
Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastisizer seperti gliserol sering digunakan. Penambahan gliserol yang didispersikan membuat film lebih mudah di cetak, karena gliserol digunakan sebagai plastisizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaaan spesimen pati dengan gliserol sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hal ini disebabkan gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang selanjutnya interaksi hidrogen ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela, 2009). Suhu gelatinisasi terjadi pada rentang suhu 55,12oC (mulai transisi) sampai 74,17oC (transisi berakhir) dengan puncak pada suhu 64,96oC. Bertambahnya jumlah gliserol dalam campuran pati-air mengurangi nilai tegangan dan perpanjangan. Rendahnya kandungan gliserol juga mengakibatkan kuat tarik semakin berkurang.
(35)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Nama Alat Merek
Beaker Glass Pyrex
Gelas Ukur Pyrex
Oven Gallenkamp
Labu Kjedahl Pyrex
Labu Takar Pyrex
Erlenmeyer Pyrex
Pipet volumetrik Pyrex
Alat destilasi Gerhard Born
Buret Pyrex
Tanur Memmert
Alat Soklet Gerhard Born Spektrofotometer UV-Visble
Cawan porselin Desikator Statif dan Klem Kertas saring
(36)
Crucible Spatula Hotplate Pipet tetes Plat Plastik
3.2. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Gliserin p.a. (E-Merk)
K2SO4 : HgO p.a. (E-Merk) H2SO4(p) p.a. (E-Merk)
NaOH p.a. (E-Merk)
Borat p.a. (E-Merk)
HCl p.a. (E-Merk)
N-Heksan p.a. (E-Merk) Indikator Tashiro
Akuades Pepaya Tepung Kanji
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Reagen
Pembuatan larutan NaOH 30% (b/v)
(37)
Pembuatan larutan H2BO3 4% (b/v)
Ditimbang dengan tepat 4,0013 gram H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml smpai garis tanda.
Pembuatan Indikator Tashiro
Ditimbang 425 mg metil merah dan 500 mg Metil biru dan dilarutkan dalam alkohol 96% dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.
Pembuatan larutan HCl 0,01N
Sebanyak 0,83 ml HCl 37% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1L sampai garis tanda.
Standarisasi HCL 0,1N
Sejumlah 0,05 g Na2B4O7.H2O dimasukkan kedalam beker glass. Ditambahkan 10 ml aquadest, dimasukkan ke dalam mikroburet.
Sejumlah HCl 0,01N dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator Metil Merah, dititrasi dengan lautanNa2B4O7.10H2O. Dilakukan 3 kali perlakuan. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,01 N.
3.3.2 Pembuatan Edible film
Sebanyak 10 gram tepung kanji dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahknan dengan 100 ml ekstrak pepaya. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan diatas hotplate. Kemudian ditambahkan 1 ml gliserin. Diaduk kembali hingga homogen dan mengental. Dituang ke plat plastik sambil diratakan. Dikeringkan dalam oven ± selama 2 hari pada suhu 30oC.
(38)
3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)
Analisa mikroskopi dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. Dalam hal ini dapat dilihat permukaan hasil pencampuran kanji dengan ekstrak pepaya dan gliserol. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan kimia yang digunakan meresap ke dalam pori.
3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik
Dihidupkan alat Torsee’s Elektronik System. Dibiarkan selama 1 jam. Dijepit sampel dengan menggunakan griff. Diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Dihidupkan
recorder (ON). Dipasang Tinta pencatat. Diatur sumbu x (regangan) dan sumbu y (tegangan) serta diatur satuannya. Dipasang sampel. Ditekan tombol start. Dinolkan nilai load dan stroke. Dilihat angka di load (tegangan) dan stroke (regangan), bila sampel sudah putus. Dicatat nilai load dan stroke sampel.
Perhitungan Uji Kuat Tarik :
Kekuatan tarik =
Ao Load Ao
Fmaks
Keterangan : Load = tegangan Ao = Luas spesimen
3.3.5. Penentuan Kadar Air
Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama sekitar 6 jam. Didinginkan cawan kedalam desikator. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya
(39)
3.3.6. Penentuan Kadar Abu
Dipastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa ash content dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan. Ditimbang sampel yang sudah dihitung kadar airnya. Ditimbang cruisble kosong, catat nomor cruisiblenya. Dipanaskan
cruisible berisi sampel diatas hotplate didalam fume cupboard sampai dengan sampel terdekomposisi menjadi karbon lalu dipindahkan ke muffle furnance dengan suhu 550 – 570oC. Setelah 2 jam, keluarkan cruisible dari muffle furnance dan dimasukkan ke dalam desikator hingga mencapai suhu ruangan. Dilakukan penimbangan cruisible
berisi abu dengan teliti untuk mendapatkan hasilnya. Dihitung kadar abunya. Rumus Perhitungan :
Ash Content = 2 1100%
Mo M M
Dimana : Mo = Berat contoh
M1 = Berat cruisible M2 = Berat cruisible + abu
3.3.7. Penentuan Kadar Protein
Sampel sebanyak 100 mg ditambahkan 0,5 gram campuran K2SO4 : HgO (20:1), kemudian dibungkus dengan kertas saring. Dimasukkan ke dalam labu kjeldhal. Ditambah larutan H2SO4 pekat 3 ml lalu didekstruksi diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijauan (sekitar 2 jam). Dibiarkan dingin kemudian larutan sampel ditambah 10 ml aquadest, didihkan dan dibilas dengan aquadest. Didestilasi dengan 15 ml NaOH. Didestilasi selama lebih kurang 10 menit, destilat ditampung menggunakan 5 ml larutan asam Borat 4% yang telah
(40)
dicampur dengan indikator tashiro. Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Dihitung %N.
3.3.8. Penentuan Kadar Lemak
Sampel di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat soklet. Kedalam labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu, kemudian sampel tersebut diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus. Ekstrak yang diperoleh dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarutnya diuapkan diatas penganas air hingga semua pelarut menguap. Didinginkan di desikator dan ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.
3.3.9. Penentuan Kadar Karbohidrat
Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak dan protein. Karbohidrat diketahui
dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut. Kadar karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + air + abu ).
3.3.10. Penentuan Nilai Organoleptik
Uji ini meliputi warna, bau, rasa dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15 orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonik sebagai berikut:
(41)
Tabel 3.1 Skala Hedonik Uji Organoleptik
Uji Kesukaan (skala hedonik) Skala numerik
Amat sangat suka 5
Sangat suka 4
Suka 3
Kurang suka 2
Tidak suka 1
3.3.11. Penentuan Kadar Beta Karoten
Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml. Diencerkan hingga garis tanda kemudian dihomogenkan. Dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm. Dicatat absorbansinya. Kemudian dihitung nilai beta karotennya dengan menggunakan rumus:
Beta Karoten =
(g) sampel berat
Pelarut Volume
x 383 x nm 269 pada Abs
(42)
Edible Film 3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Edible Film
Dimasukkan kedalam bekerglass
Ditambahkan 10 gram Tepung kanji
Dipanaskan di atas Hotplate Diaduk
Ditambahkan 1 ml Gliserin
Diaduk hingga homogen
Dicetak di atas Plat plastik
Dikeringkan dalam oven pada suhu 30oC
3.4.2. Penentuan Kadar Air
Dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama sekitar 6 jam
Didinginkan cawan dalam desikator
Setelah dingin ditimbang berat kering
Dihitung kadar airnya
100 ml ekstrak pepaya
sampel sampel
(43)
3.4.3. Penentuan Kadar Abu
Ditimbang sampel
Ditimbang cruisible kosong, catat nomor cruisiblenya
Dimasukkan sampel ke dalam cruisible
Dipanaskan crusible yang berisi sampel diatas hotplate didalam fume cupboard
sampai sampel terkomposisi menjadi karbon
Dipindahkan ke dalam muffle furnance
dengan suhu 550 - 570oC selama ± 2 jam
Didinginkan dalam desikator hingga sampai suhu ruangan
Ditimbang cruisible berisi abu dengan teliti
Sampel kering
Abu
(44)
3.4.4. Penentuan Kadar Protein
Dimasukkan kedalam labu kjedahl 100 ml
Ditambahkan 0,5 gram campuran K2SO4:HgO (20:1)
Ditambahkan 3 ml H2SO4(p)
Didestruksi diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijuan
Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan 10 ml aquadest dididihkan dan dibilas dengan aquadest.
Didestilasi dengan 15 ml NaOH
Ditampung dengan 5 ml larutan asam Borat 4% yang telah dicampuri indikator tashiro
Didestruksi selama lebih kurang 10 menit
Dititrasi dengan larutan HCl 0,01N sampel
Larutan jernih kehijau - hijauan
Destilat
(45)
3.4.5. Penentuan Kadar Lemak
Dibungkus dengan kertas saring
Dimasukkan ke dalam alat soklet
Dimasukkan petroleum eter ke dalam labu destilasi sebanyak 2/3 bagian labu Diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus
Diuapkan pelarutnya diatas penangas air hingga semua pelarutnya menguap
Didinginkan di desikator ditimbang
3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat
Dikurangkan kadar Protein (%)
Dikurangkan kadar Lemak (%)
Dikurangkan kadar Air (%)
Dikurangkan kadar Abu (%) sampel
Ekstrak + pelarut
Hasil
Berat Aliquot (100%)
(46)
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik
Diundang ke Laboraturium
Disajikan Edible Film dari Ekstrak pepaya
Dilakukan uji kesukaan
Ditentukan skor nilainya
3.4.8. Penentuan Kadar Beta Karoten
Dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml hingga garis tanda
Dihomogenkan
Dimasukkan ke dalam kuvet
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm
Dihitung nilai beta karotennya Hasil
Panelis
Hasil Sampel
(47)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil edible film yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Analisa Karakteristik edible film yang diperoleh
No. Parameter Hasil
1. Kuat Tarik 0,02 Kgf/mm2
2. Kemuluran 24,88%
3. Ketebalan 0,18 mm
Tabel 4.2 Analisa Nutrisi edible film yang diperoleh
No Parameter Hasil
1. Kadar air 20,99%
2. Kadar abu 2,03%
3. Kadar Protein 0,41%
4. Kadar Lemak 5,06%
5. Kadar Karbohidrat 70,50%
(48)
4.1.1 Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Kadar Air = 100%
basah sampel Berat n pengeringa selama hilang yang uap Berat
Sebagai contoh penentuan kadar air edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin :
Berat cawan kosong : 55,32 g
Berat edible film basah : 2,08 g
Berat cawan + berat sampel edible film basah : 57,41 g Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering : 56,99 g
Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat edible film dari ekstrak pepaya) – (Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan) = 57,4 g – 56,99 g
= 0,41 g
Kadar air = 100% 2,08
0,41
= 19,71 %
Kadar Air untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 1
(49)
4.1.2 Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Kadar abu = 2 1100%
Mo M M
Dimana, Mo : Berat Sampel (g)
M1 : Berat Crusible Kosong (g) M2 : Berat Crusible + Abu (g)
Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin :
Berat Sampel (Mo) : 1,66 g Berat Crusible Kosong (M1) : 30,73 g Berat Crusible + Abu (M2) : 30,76 g
Kadar Abu = 100%
66 , 1
73 , 30 76 , 30
= 1,80%
Kadar Abu untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 2.
(50)
4.1.3 Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar protein Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
%N = 100%
sampel berat 14,008 x HCl N x tb) -(ts
Dengan, ts : volume titrasi sampel tb : volume titrasi blanko % protein = % N x fk
Dengan, fk : faktor konversi / perkalian = 6,25
Sebagai contoh penentuan kadar protein edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin :
ts : 0,60 ml
tb : 0,30 ml
N HCl : 0,01 N Berat sampel : 100 mg
%N = 100%
100 14,008 x 0,01 x 0,30) -(0,60
= 100%
100 14,008 x 0,003
= 0,04 %
%Protein = 0,04 % x 6,25
= 0,25%
Kadar protein untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 3.
(51)
4.1.4 Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
% 100 l beratsampe beratlemak Kadarlemak
Sebagai contoh penentuan kadar lemak edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin :
Berat Sampel : 5,00 g Berat Beaker glass kosong : 148,47 g Berat Beaker glass + lemak : 148,73 g Berat lemak : 0,25 g
Kadar Lemak = 100% 00 , 5 25 , 0
= 5 %
Kadar Lemak untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 4.
4.1.5 Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar karbohidrat Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
(52)
% Karbohidrat = 100% - (% Protein + % Lemak + % Air + % Abu)
Sebagai contoh penentuan kadar karbohidrat edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin:
% Karbohidrat = 100% - (0,25% + 5 % + 19,71% + 1,80%)
= 100% - 26,76
= 73,24 %
Kadar Karbohidrat untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 5.
4.1.6 Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Kadar kuat tarik Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Kuat Tarik =
Ao Load Ao
Fmaks
Kemuluran =
lo Stroke
Sebagai contoh penentuan kuat tarik dan kemuluran edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin :
Load : 0,12 KgF
Stroke : 27,41 mm/menit
Panjang sampel mula-mula (lo) : 110 mm
(53)
Tebal sampel : 0,18 mm
Ao = Lebar sampel x Tebal sampel = 30 mm x 0,18 mm
= 5,4 mm2
Kuat Tarik = 4 , 5 12 , 0
= 0,02 KgF/mm2
= 0,2 Mpa
Kemuluran = 100% 110
41 , 27
= 24,91 %
Hasil Kuat tarik dan kemuluran untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran 6.
4.1.7 Analisa Beta karoten Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Penentuan Beta karoten Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Kadar Beta karoten =
(g) sampel berat Pelarut Volume x 383 x nm 269 pada Abs
Sebagai contoh penentuan kadar betakaroten edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin:
(54)
Tabel. 4.3 Hasil Penentuan Absorbansi beta karoten pada edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin
No. Perlakuan Absorbansi
1. I 0,00045
2. II 0,00047
3. III 0,00041
Kadar betakaroten edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Volume pelarut = 0,25 ml Berat sampel = 0,1 g
Kadar Beta karoten =
0,1
0,25 x 383 x 0,00045
= 0,43 ppm
Tabel 4.4 Kadar Beta karoten pada edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin
No. Perlakuan Kadar Beta karoten (ppm)
1. I 0,43
2. II 0,45
3. III 0,39
(55)
4.1.8 Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak papaya,kanji dan gliserin
Berdasarkan analisa organoleptik edible film campuran ekstrak wortel kanji dan gliserin kepada panelis dapat dilihat hasilnya dalam grafik di bawah ini:
Gambar 4.1 Grafik analisa Organoleptik edible film campuran ekstrak pepaya, kanjidan gliserin
(56)
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1 Kadar Air Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Kadar air edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin yang dihasilkan adalah 20,99%. Menurut Winarno (1980): kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dari bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini dihasilkan dengan kadar yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan penelitian Helmi harris (2001): kadar air yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sekitar 45,60%. Ini disebabkan karena edible film dari campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin yang dihasilkan kurang kering pada proses pengeringan.
4.2.2 Kadar Abu Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Kadar abu edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin yang dihasilkan adalah 2,03%. Kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan mineral-mineral yang terkandung didalam bahan pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada bahan dan cara pengabuanya. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
4.2.3 Kadar Protein Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
(57)
tidak memiliki kandungan protein. Kemungkinan protein ini berasal dari pepaya, dimana sebanyak 100 g pepaya memiliki kandungan protein sebesar 0,5 g. Edible film
ini layak dikonsumsi karena kandungan proteinnya yang tinggi.
4.2.4 Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Kadar lemak dari edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin adalah 5,11%. Kadar lemak ini tidak berasal dari kanji. Dimana kanji atau pati memiliki kandungan lemak yang sangat sedikit atau tidak memiliki kandungan lemak. Karena kanji merupakan amilopektin yaitu fraksi dari glukosa yang tidak terlarut oleh air panas (Winarno, 1980).
4.2.5 Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Kadar karbohidrat dari edible film ekstrak pepaya, kanji dan gliserin yang dihasilkan sebesar 70,50%. Kadar karbohidrat yang tinggi ini berasal kanji yang dipakai sebagai salah satu bahan pembuat edible film, dimana kandungan karbohidrat dalam pati sebesar 82,13% (Harris, 2001).
4.2.6 Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Kuat tarik dan persen elongasi merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat mekanis yang pentiung dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya kurang
(58)
kuat dan mudah patah. Pengukuran kuat tarik edible film dilakukan dengan menggunakan Tensile Streght and elongation terster (Jamaluddin, 2009).
Karakteristik mekanis dari edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin meliputi kuat tarik dan kemuluran (plastisitas). Dimana dihasilkan uji kuat tarik edible film sebesar 0,02 KgF/mm2 dan kemuluran sebesar 24,88%. Bila dibandingkan dengen penelitian Machrani Hasibuan (2009) dihasilkan kekuatan tarik sebesar 21,7 Mpa atau setara dengan 2,17 KgF/mm2 dan kemuluran sebesar 23,79%.
Dari perbandingan hasil kuat tarik dapat disimpulkan bahwa edible film
campuran ekstrak papaya, kanji dan gliserin lebih rendah dari edible film dari pati sagu. Ini disebabkan karena proses pencampuran yang kurang homogen sehingga permukaan film menjadi kurang merata sehingga mudah patah jika ditarik.
4.2.7 Analisa Beta Karoten Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Analisa beta karoten dilakukan dengan metode spektroskopi. Dimana beta karoten diukur pada panjang gelombang 269 nm. Hasil pengujian beta karoten edible film
dihasilkan sebanyak 0,42 ppm. Nilai beta karoten ini berasal dari bahan pembuat
edible film yaitu pepaya. Dimana kadar beta karoten dalam pepaya sebanyak 267 mikrogram/100 g pepaya. Jika dikonversikan 267 mikrogram/100 g menjadi ppm maka nilai beta karoten dari pepaya adalah berkisar 2,67 ppm. Nilai beta karoten yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan nilai standar beta karoten dalam pepaya. Kadar beta karoten inilah yang membuat edible film menjadi berwarna sehingga memiliki daya tarik tersendiri untuk pembungkus.
(59)
4.2.8 Analisa SEM Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin. Analisa ini dilakukan dengan alat yang biasa disebut dengan mikroskopi kamera. Analisa ini bertujuan untuk melihat permukaan penampang untuk melihat permukaan melintang dan membujur suatu spesimen secara mikroskopis dengan pembesaran tertentu. Sehingga topografi, tonjolan, lekukan dan pori-pori pada permukaan dapat terlihat. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan dan perubahan struktur dari permukaan suatu bahan, maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi. Energi tersebut dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya pada foto mikroskopi kamera (Hasibuan, 2009).
Hasil analisis permukaan edible film yang dihasilkan ada pembesaran 500x yang terdapat pada lampiran 8 dapat diketahui bahwa masih banyaknya tonjolan-tonjolan pada permukaan edible film, ini disebabkan karena proses pencampuran yang tidak merata. Namun struktur film yang dihasilkan memiliki pori - pori yang rapat.
4.2.9 Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin.
Uji Organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa dan aroma edible film dilakukan pada panelis. Uji organoleptik terhadap tekstur dan aroma edible film yang dihasilkan disukai oleh panelis dengan skor rata-rata 3. Dimana edible film yang dihasilkan memiliki tekstur yang halus dan memiliki aroma pepaya. Untuk uji rasa dihasilkan skor rata-rata 2,6. Ini menyimpulkan bahwa panelis kurang menyukai rasa dari edible film ini karena rasanya yang kurang manis. Sedangkan untuk pengujian terhadap warna memiliki skor tertinggi yaitu 3,4. Panelis menyukai edible fim ini karena warna yang dihasilkan menarik yaitu oranye muda. Dari hasil rata-rata uji organoleptik dihasilkan skor 3 yang berarti panelis menyukai edible film yang dihasilkan. Dimana hasilnya dapat dilihat pada lampiran 7.
(60)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik dari edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin mengkasilkan kekuatan tarik sebesar 0,02 Kgf/mm2, kemuluran sebesar 24,88% , ketebalan 0,18 mm dan memiliki struktur film yang memiliki pori-pori yang rapat.
2. Kandungan nutrisi dari edible film campuran ekstrak pepaya, kanji dan gliserin yang dihasilkan memiliki kadar air sebesar 20,99%, kadar abu sebesar 2,03%, kadar protein sebesar 0,41%, kadar lemak 5,06%, kadar karbohidrat sebesar 70,50% dan untuk uji organoleptik memberikan hasil yang baik yaitu 3 (suka). 3. Edible film yang dihasilkan memiliki warna yang menarik yaitu warna oranye
muda, dengan kandungan betakaroten 0,42 ppm.
5.1. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut pada pembuatan edible film dengan mengganti ekstrak buah yang lain misalnya wortel, nenas, jeruk dan lain-lain sehingga warna dari edible film yang dihasilkan menjadi lebih menarik dan beragam.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Allen, S.E. (1998). Chemical Analysis of Ecological Materials. Second Edition. Blackwell Scientific Publications: Oxford London.
Anonim, 2009, Pembuatan dan Penggunaan Edible film dari Metil Selulosa sebagai Pelapis pada Bahan Pangan, www.kimiakita.com, diakses pada tanggal 20 September 2010.
Anonymous, 2006, Glycerin, www.pioneerthinking.com/glycerin.html, diakses pada tanggal 29 September 2010.
Astawan, M. (2008). Khasiat Warna - Warni Makanan. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Austin, 1985, Shereve’s Chemical Process Industries, Mc. Graw Hill Co: Tokyo
Bhat, S.G, 1990, Oleic Acid a Value Added Product from Palm Oil, The Conference Chemistry Technology. Porim : Kuala Lumpur.
Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and Production of Cassava by Province. Available at : http://www.datastatistik indonesia.com/ component/option ,com_tabel/kat,1/idtabel,111/Itemid,165. Diakses tanggl 6 Januari 2011.
Bourtoom, T., 2007, Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared From Starch, Department of Material Product Technology, Songkhala.
http://vishnu.sut.ac.th/iat/food_innovation/up/rice%20starch%20film.doc, diakses pada tanggal 9 Oktober 2010.
Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and Aplications. CRC press: Boca Raton, London, New York, Singapore.
Embuscado, M.E. (2009). Edible films and Coating for Food Applications. Springer : London.
Galih,N., 2009, Aplikasi Edible Film Komposit Dari Pati Ubi Kayu Dan Karagenan Sebagai Kemasan Ramah Lingkungan Pada Bumbu Instan Kering.
http://nugrohogalih. wordpress.com/009/02/18/aplikasi-edible-film-komposit- dari-pati-ubi-kayu-dan-karagenan-sebagai-kemasan-ramah-lingkungan-pada-bumbu-instan-kering/. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
(62)
Hari, E.R.(2006). Pembuatan edible Film dari komposit Karanginan, Tepung Tapioka, dan lilin lebah (Beeswax). Jurnal Pascapanen dan bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Vol.1 No.2.
Harris, H. (2001). Kemungkinan Penggunaan Edible film dari Pati Singkong sebagai pengemas Lempuk. Jurnal-jurnal ilmu pertanian Indonesia. Volume 3. No. 2. Halaman 99-106.
Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology and Engineering, Volume I, CRC Press : USA
Lehninger, A., L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Penterjemah: M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta
Macharani, H. 2009. Penggunaan Film Layak Makan dari Pati Sagu dengan menggunakan bahan pengisi serbuk batang sagu dan gliserol sebagai plastisizer. Tesis. Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara: Medan.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. UGM-Press: Yogyakarta.
Sumardjo, D., 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Kedokteran, Cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Superkunam, 2010, Manfaat Konsumsi Buah Pepaya, www.google.co.id/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2010.
Tapan, E., 2005, Kanker, Antioksidan, Terapi Komplementer. Seri Keshatan Keluarga, PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Wahyu, M., 2008, Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible film, Bandung : Indonesia.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Wirjosentono, B., 1995, Perkembangan Polimer di Indonesia, Orasi Ilmiah Lustrum 6. FMIPA USU : Medan
Yusmarlela, 2009. Studi Pemanfaatan Plastisiser Gliserol dalam Film Pati Ubi Kayu dengan Pengisi Serbuk Batang Ubi Kayu. Tesis. Medan: PPs USU.
(63)
(64)
Lampiran 1
Tabel Hasil Analisa kadar Air
No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Cawan (g)
Berat Cawan + Sampel Kering (g)
Kadar air (%)
1. I 2,08 55,32 56,99 19,71
2. II 2,09 54,88 56,54 20,57
3. III 2,07 48,75 50,35 22,70
Rata – rata 20,99
Lampiran 2
Tabel Hasil Analisa Kadar Abu
No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Crusible (g)
Berat Crusible +
Abu (g) Kadar abu (%) M0 M1 M2
1. I 1,66 30,73 30,76 1,80
2. II 1,65 35,81 35,85 2,42
3. III 1,59 31,91 31,94 1,88
Rata – rata 2,03
Lampiran 3
Tabel Hasil Analisa Protein
No. Perlakuan Ts (ml) %N (%) Protein (%)
1. I 0,6 0,04 0,25
2. II 0,8 0,07 0,43
3. III 1 0,09 0,56
(65)
Lampiran 4
Tabel Hasil Analisa Lemak
No Perlakuan
Berat
Sampel (g) Berat beaker glass kosong (g)
Berat beaker glass + lemak
(g)
Berat lemak (g)
KadarLemak (%)
1. I 5,00 148,47 148,73 0,25 5,00
2. II 5,01 163,12 163,38 0,26 5,18
3. III 5,00 150,36 150,62 0,25 5,00
Rata – rata 5,06
Lampiran 5
Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat
No. Perlakuan Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak
(%) Karbohidrat (%)
1. I 19,71 1,80 0,25 5,00 73,24
2. II 20,57 2,42 0,43 5,18 71,40
3. III 22,70 1,88 0,56 5,00 69,86
Rata – rata 70,50
Lampiran 6
Tabel Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran
No Perlakuan Load (KgF)
Stroke (mm/menit)
Ao (mm2)
Lo (mm)
Kuat Tarik (KgF/mm2)
Kemuluran (%)
1. I 0,12 27,41 5,4 110 0,022 24,91
2. II 0,14 27,52 5,4 110 0,022 25,01
3. III 0,10 27,21 5,4 110 0,019 24,73
(66)
Lampiran 7
Tabel Hasil Uji Organoleptik
Panelis Tekstur Warna Rasa Aroma
1 4 3 2 3
2 3 4 4 4
3 3 3 3 2
4 3 3 2 3
5 2 3 3 3
6 3 3 3 2
7 4 4 3 3
8 2 4 2 3
9 3 4 3 2
10 3 3 2 4
11 3 4 3 3
12 2 3 2 2
13 3 4 2 4
14 3 4 3 3
15 4 3 2 4
(67)
Lampiran 8
(68)
Lampiran 9
(1)
(2)
Lampiran 1
Tabel Hasil Analisa kadar Air
No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Cawan (g)
Berat Cawan + Sampel Kering (g)
Kadar air (%)
1. I 2,08 55,32 56,99 19,71
2. II 2,09 54,88 56,54 20,57
3. III 2,07 48,75 50,35 22,70
Rata – rata 20,99
Lampiran 2
Tabel Hasil Analisa Kadar Abu
No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Crusible (g)
Berat Crusible +
Abu (g) Kadar abu (%) M0 M1 M2
1. I 1,66 30,73 30,76 1,80
2. II 1,65 35,81 35,85 2,42
3. III 1,59 31,91 31,94 1,88
Rata – rata 2,03
Lampiran 3
Tabel Hasil Analisa Protein
No. Perlakuan Ts (ml) %N (%) Protein (%)
1. I 0,6 0,04 0,25
2. II 0,8 0,07 0,43
3. III 1 0,09 0,56
(3)
Lampiran 4
Tabel Hasil Analisa Lemak
No Perlakuan
Berat
Sampel (g) Berat beaker glass kosong (g)
Berat beaker glass + lemak
(g)
Berat lemak (g)
KadarLemak (%)
1. I 5,00 148,47 148,73 0,25 5,00
2. II 5,01 163,12 163,38 0,26 5,18
3. III 5,00 150,36 150,62 0,25 5,00
Rata – rata 5,06
Lampiran 5
Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat
No. Perlakuan Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak
(%) Karbohidrat (%)
1. I 19,71 1,80 0,25 5,00 73,24
2. II 20,57 2,42 0,43 5,18 71,40
3. III 22,70 1,88 0,56 5,00 69,86
Rata – rata 70,50
Lampiran 6
Tabel Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran
No Perlakuan Load (KgF)
Stroke (mm/menit)
Ao (mm2)
Lo (mm)
Kuat Tarik (KgF/mm2)
Kemuluran (%)
1. I 0,12 27,41 5,4 110 0,022 24,91
2. II 0,14 27,52 5,4 110 0,022 25,01
3. III 0,10 27,21 5,4 110 0,019 24,73
(4)
Lampiran 7
Tabel Hasil Uji Organoleptik
Panelis Tekstur Warna Rasa Aroma
1 4 3 2 3
2 3 4 4 4
3 3 3 3 2
4 3 3 2 3
5 2 3 3 3
6 3 3 3 2
7 4 4 3 3
8 2 4 2 3
9 3 4 3 2
10 3 3 2 4
11 3 4 3 3
12 2 3 2 2
13 3 4 2 4
14 3 4 3 3
15 4 3 2 4
(5)
Lampiran 8
(6)
Lampiran 9