Sedangkan di Indonesia prevalensi Sindrom Metabolik sekitar 13,13 Soegondo, 2004.
II.1.3. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon anabolik tubuh yang prinsipil, yang mengatur perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dan juga sebagai maintenance
dari sistem homeostasis glukosa di seluruh tubuh. Hormon insulin disekresi oleh sel
β pulau Langerhan dari organ pankreas. Insulin berperan dalam menurunkan kadar gula darah melalui beberapa cara; 1. supressi hepatic
glucose output melalui penurunan gluconeogenesis dan glycogenolysis, 2. merangsang penyimpanan terutama ke otot dan jaringan lemak melalui
glucose transporter yaitu Glucose Transporter -4 GLUT-4 Mittal, 2008. Reseptor insulin terdistribusi secara luas di sistem sarap pusat, terutama
di daerah hipotalamus dan pituitary. Pada eksperimen hewan percobaan, gangguan gen reseptor insulin di sistem sarap pusat memperlihatkan suatu
keadaan kebutuhan asupan makanan yang meningkat pada hewan tersebut sehingga menginduksi keadaan obesitas dan resisten insulin. Aksi Insulin di
sistem sarap pusat memberikan negatif feedback bagi inhibisi postprandial dari asupan makanan dan berperan sebagai pusat pengaturan berat badan
Martini, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, hal ini didukung oleh studi eksperimen pada binatang percobaan dimana dengan penambahan insulin
pada cairan reperfusi berhubungan dengan pengurangan ukuran miokard infark sekitar 50. Sedangkan studi pada manusia, pemberian infus insulin
dosis rendah dengan heparin dan agen trombolitik menunjukkan efek kardioprotektif Dandona, 2005.
Efek anti inflamasi juga terdapat pada insulin hal ini didukung oleh eksperimen pada binatang percobaan bahwa pemberian insulin menunjukkan
pengurangan mediator-mediator inflamasi IL- β, IL-6, macrophage migration
inhibitor factor [MIF], TNF- α, dan expression of proinflammatory transcription
factors CEBP C enhancer binding protein dan cytokines. Kemampuan insulin dalam efek antioksidan didukung dengan kemampuannya untuk
menekan reactive oxygen species ROS Dandona, 2005. Patogenesis sindrom metabolik masih tidak jelas, tetapi kelainan
dasarnya adalah resistensi insulin Poerjoto, 2007. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal
namun telah terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel
Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi.
Universitas Sumatera Utara
Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan Sindrom Metabolik Reaven, 1988.
Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik merupakan faktor yang menentukan terjadinya disfungsi endotel. Resistensi Insulin menyebabkan
menurunnya produksi Nitric Oxide NO yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, sedangkan hipertensi menyebabkan disfungsi endotel melalui beberapa cara
seperti; secara kerusakan mekanis, peningkatan sel-sel endotel dalam bentuk radikal bebas, pengurangan bioavailabilitas NO atau melalui efek
proinflamasi pada sel-sel otot polos vaskuler. Disfungsi endotel ini berhubungan dengan stres oksidatif dan menyebabkan penyakit
kardiovaskuler Barnet, 2004. Proses-proses seluler yang penting yang berkenaan dengan disfungsi endotel ini dapat dilihat pada gambar-1.
Menurut Kuusisto 1993 pada keadaan hiperinsulinemia insulin dapat
ditemukan pada otak, berperan sebagai neuromodulator yang menghambat aktifitas sinap. Reseptor-reseptor insulin telah ditemukan pada daerah
hipotalamus dan hipokampus. Dipercaya bahwa insulin yang ada berasal dari plasma dan berakses ke otak pada daerah circumventricular yang
merupakan daerah yang sedikit mengandung sawar darah otak. Insulin juga bertransportasi melewati sawar darah otak melalui reseptor spesifik dan
masuk ke jaringan syaraf secara langsung atau masuk melalui cairan serebrospinal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar-1. Proses seluler yang berkenaan dengan disfungsi endotel
menyebabkan vascular injury dan aterosklerosis.
Ang-II, angiotensin-II; ET-1, endothelin-1; FFA, free fatty acids; FGF, fibroblast growth factor; ICAM, intracellular cell adhesion molecule; NO, nitric
oxide; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1; PDGF, platelet-derived growth factor; RAGEs, receptor for advanced glycation end products promotes
inflammation and oxidation, particularly in cells involved in atherogenesis; VCAM-1, vascular cell adhesion molecule-1.
Dikutip dari: Staels B. PPARgamma and atherosclerosis. Curr Med Res Opin 2005;21suppl 1:S13–20.
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa studi ditemukan bahwa dalam keadaan hiperinsulinemia, insulin dapat mengurangi aktifitas kolinergik yang bersifat reversibel pada
kultur neuron striatum dan dapat mempercepat turnover dari monoamin di otak.
Sebagaimana diketahui bahwa neuron-neuron kolinergik banyak yang rusak pada demensia atau penyakit Alzheimer. Fakta-fakta tersebut
menjelaskan bahwa insulin dapat mengganggu fungsi kognitif melalui penghambatan aktifitas sinap secara langsung, penurunan aktifitas kolinergik
ataupun melalui keterlibatan metabolisme monoamin di otak Kuusisto dkk,
1993.
Faktor-faktor resiko untuk gangguan fungsi kognitif seperti demensia vaskuler adalah umumnya sama dengan faktor resiko untuk stroke yaitu
hipertensi, diabetes, hiperlipidemi, merokok, aritmia jantung. Pengobatan medis untuk demensia vaskuler ini ditujukan sebagai kontrol terhadap
berbagai keadaan seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia yang dapat menyebabkan infark Kempler, 2005.
Hubungan antara kolesterol dengan fungsi kognitif telah banyak diteliti, dan hasilnya banyak yang saling bertentangan. Reitz, dkk 2005 melakukan
studi terhadap 1147 lanjut usia yang sehat tanpa demensia ataupun
Universitas Sumatera Utara
gangguan kognitif, didapati hasilnya tidak ada hubungan yang bermakna antara kolesterol total, HDL dan LDL dengan gangguan fungsi kognitif.
Launer, dkk 2001 menyatakan bahwa hubungan antara kadar lipid di usia paruh baya terhadap resiko terjadinya gangguan kognitif dibuktikan
dengan autopsi dengan hasilnya bahwa kadar kolesterol total yang rendah di usia paruh baya dihubungkan dengan jumlah neuritik yang lebih sedikit,
adanya plak amyloid dan neurofibrillary tangels.
II.2. MILD COGNITIVE IMPAIRMENT II.2.1. Definisi