Gambaran Electroencephalography (EEG) Pada Penderita Epilepsi Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Pada Tahun 2008-2010

(1)

GAMBARAN ELECTROENCEPHALOGRAPHY (EEG) PADA PENDERITA EPILEPSI DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN

2008-2010

Oleh :

ANNABELLE SINDA DOUGLAS 080100358

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ii

GAMBARAN ELECTROENCEPHALOGRAPHY (EEG) PADA PENDERITA EPILEPSI DI RUMASH SAKUT UMUM HAJI PUSAT ADAM MALIK

PADA TAHUN 2008-2010

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

ANNABELLE SINDA DOUGLAS 080100358

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN ELECTROENCEPHALOGRAPHY (EEG) PADA PENDERITA EPILEPSI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN 2008-2010

Nama : ANNABELLE SINDA DOUGLAS NIM : 080100358

Pembimbing Penguji I

(dr. Cut Aria, Sp.S) (dr Zulfikar Lubis, Sp.PK(K)) NIP: 197710202002122001

Penguji II

(dr Rina Amelia, MARS)

Medan, 19 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

iv

GAMBARAN ENCEPHALOGRAPHY (EEG) PADA PENDERITA EPILEPSI DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2008-2010

Abstrak

Pendahuluan: Epilepsi adalah perubahan parosismal pada aktifitas sistem syaraf yang dapat dideteksi secara klinis dan adalah kelainan otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang tidak dapat dikawal. Encephalography ( EEG) adalah suatu teknik untu merekam aktivias listrik ti bagian yang berbeda di otak dan diguna untuk mendiagnosa epilepsi.

Tujuan: Mengetahui bagaimana gambaran encephalography ( EEG) pada penderita epilepsi dan perbedaan pada gambaran encephalography ( EEG) pada jenis epilepsi yang berbeda di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2008-2010.

Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan satu kali berdasarkan pengamatan rekan medis pasien epilepsi di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2008-2010.

Hasil: Penderita epilepsi paling sering ditemukan adalah perempuan (52,7%), kelompok usia 20-29 (27,3%), suku Batak (25,0%). Tipe epilepsi yang sering ditemu adalah epilepsi umum (74,6%), kedua epilepsi umum dan parsial menunjuk lebih banyak gelombang tajam, umum (55,5%) dan parsial (63,0%). Berdasarkan lokasi timbulnya gelombang di otak, pada epilepsi umum ldan parsial ebih banyak ditemukan di seluruh lapangan, umum (77,7%) dan parsial adalah (57,0%).


(5)

ENCEPHALOGRAPHY (EEG) READINGS IN EPILEPSY PATIENTS IN RSUP H. ADAM MALIK IN 2008-2010

Abstract

Foreword: Epilepsy is a paroxysmal change in the activity of the nervous system that can be detected clinically and is also a brain disorder characterized by brain activity that is too high that can not be guarded. Encephalography (EEG) is a technique used to record electrical activity of different parts of the brain and used to diagnose epilepsy.

Objective: To know the characteristics of the encephalography (EEG) reading in patients with epilepsy and their differences between each types of epilepsy in RSUP. H. Adam Malik Year 2008-2010.

Results: Patients with epilepsy most frequently found were female (52.7%), age group 20-29 (27.3%), race was Batak (25.0%). The type of epilepsy that is often found is generalized epilepsy (74.6%), both generalized epilepsy and partial epilepsy present with sharp waves, generalized epilepsy (55.5%) and partial epilepsy (63.0%). Based on the location of where the waves were found, in both generalized and partial epilepsy it was mostly found spread throughout brain the onset of waves in the brain, generalized (77.7%) and partial is (57.0%).


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul Gambaran Electroencephalography (EEG) Pada Penderita Epilepsi di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2008-2010. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD-KGEH, selaku dekan FK USU. 2. dr. Cut Aria Sp.S selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa pendidikan. 4. Kedua orang tua penulis, yang tiada bosan-bosannya mendoakan serta

memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

5. Teman sejawat saya atas masukan dan bantuannya dalam pengambilan data untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Serta semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Kepada semua pihak tersebut, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi


(7)

kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 14 Desember 2011 Penulis


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .………... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 4

2.1. Encephalography (EEG) ... 4

2.2. Epilepsi ... 6

2.2.1. Klasifikasi Epilepsi ... 7

2.3.Kejang ... 8

2.4. Etiologi Epilepsi ... 13

2.5. Epileptogenesis... ... 15

2.6. Patofisiologi Epilepsi ... 15


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI

OPERASIONAL………... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 20

3.2. Definisi Operasional... 20

3.2.1. Cara ukur... 20

3.2.2.Alat ukur... 20

3.2.3.Skala pengukuran... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1. Jenis Penelitian ... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 22

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 23

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(10)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.2.1. Klasifikasi Epilepsi 9

2.3. Klasifikasi Kejang 11

5.1. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Umur 24 5.2. Frekuensi Epilepsi Berdasarkan Jenis Kelamin 24 5.3. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Tipe Epilepsi 25 5.4. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Tipe Gelombang Pada 25

Encephalography (EEG)

5.5. Frekuensi Tipe Epilepsi Berdasarkan Tipe Gelombang 26 Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG) Pada

Penderita Epilepsi.

5.6. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Lokasi Gelombang 27 Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG)

Penderita Epilepsi

5.7. Frekuensi Tipe Epilepsi Berdasarkan Lokasi Gelombang 27 Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG)

Penderita Epilepsi

5.8. Frekuensi Gelombang Abnormal pada Epilepsi Berdasarkan 28 Kelompok Umur Penderita

5.9. Frekuensi Gelombang Normal Pada Epilepsi Berdasarkan 29 Kelompok Umur Penderita


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan Lampiran 4 Data Induk


(12)

iv

GAMBARAN ENCEPHALOGRAPHY (EEG) PADA PENDERITA EPILEPSI DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2008-2010

Abstrak

Pendahuluan: Epilepsi adalah perubahan parosismal pada aktifitas sistem syaraf yang dapat dideteksi secara klinis dan adalah kelainan otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang tidak dapat dikawal. Encephalography ( EEG) adalah suatu teknik untu merekam aktivias listrik ti bagian yang berbeda di otak dan diguna untuk mendiagnosa epilepsi.

Tujuan: Mengetahui bagaimana gambaran encephalography ( EEG) pada penderita epilepsi dan perbedaan pada gambaran encephalography ( EEG) pada jenis epilepsi yang berbeda di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2008-2010.

Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan satu kali berdasarkan pengamatan rekan medis pasien epilepsi di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2008-2010.

Hasil: Penderita epilepsi paling sering ditemukan adalah perempuan (52,7%), kelompok usia 20-29 (27,3%), suku Batak (25,0%). Tipe epilepsi yang sering ditemu adalah epilepsi umum (74,6%), kedua epilepsi umum dan parsial menunjuk lebih banyak gelombang tajam, umum (55,5%) dan parsial (63,0%). Berdasarkan lokasi timbulnya gelombang di otak, pada epilepsi umum ldan parsial ebih banyak ditemukan di seluruh lapangan, umum (77,7%) dan parsial adalah (57,0%).


(13)

ENCEPHALOGRAPHY (EEG) READINGS IN EPILEPSY PATIENTS IN RSUP H. ADAM MALIK IN 2008-2010

Abstract

Foreword: Epilepsy is a paroxysmal change in the activity of the nervous system that can be detected clinically and is also a brain disorder characterized by brain activity that is too high that can not be guarded. Encephalography (EEG) is a technique used to record electrical activity of different parts of the brain and used to diagnose epilepsy.

Objective: To know the characteristics of the encephalography (EEG) reading in patients with epilepsy and their differences between each types of epilepsy in RSUP. H. Adam Malik Year 2008-2010.

Results: Patients with epilepsy most frequently found were female (52.7%), age group 20-29 (27.3%), race was Batak (25.0%). The type of epilepsy that is often found is generalized epilepsy (74.6%), both generalized epilepsy and partial epilepsy present with sharp waves, generalized epilepsy (55.5%) and partial epilepsy (63.0%). Based on the location of where the waves were found, in both generalized and partial epilepsy it was mostly found spread throughout brain the onset of waves in the brain, generalized (77.7%) and partial is (57.0%).


(14)

xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Menurut World Health Organisation (WHO), epilepsi adalah kelainan otak primer yang paling sering berlaku. Epilepsi dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua umur. Secara global, jumlah orang yang menderita daripada epilepsi adalah kira-kira 50 juta orang. Epilepsi terjadi pada semua umur, ras dan jenis kelamin (Meinardi H, Scott, Reis dan Sander, 2001). Sebanyak 90% daripada semua penderita epilepsi adalah daripada negara berkembang. 70% daripada penderita epilepsi respon terhadap pengobatan tetapi, ¾ daripada seluruh penderita epilepsi di negara berkembang tidak mendapat pengobatan yang diperlukan (WHO, 2009). Menurut Centre of Disease Control (CDC), di Amerika Syarikat sebanyak 2 juta orang menderita daripada epilepsi. Pada tahun 2010 sahaja, terdapat 140.000 kasus epilepsi yang baru pada negara tersebut. Menurut CDC juga, sebanyak 10% orang akan mengalami kejang pada seumur hidupnya. Daripada 10% itu, 3% akan mendapat diagnosa epilepsi.

Menurut suatu penelitian komunitas, sebab-sebab epilepsi adalah : idiopatik (54-65%) yaitu yang terbanyak, diikuti dengan penyakit serebrovaskular (11-21%), tumor (4-7%), trauma (2-6%) dan infeksi (0-3%) (Sander, 1990). Menurut WHO pada 2002, data insidens yang berkenaan dengan semua sindroma epileptik hanya pernah dilakukan di Bordeaux, Perancis. Pada penelitian itu, didapati insidens localization-related epilepsy adalah 1.7/100.000. Symptomatic localization epilepsy adalah 13.6/100.000 (56%). Kejadian epilepsi paling banyak adalah pada usia anak-anak. Terdapat perbedaan usia yang bermakna pada jenis epilepsi. Usia tertentu terdapat kecenderungan terbentuk jenis epilepsi tertentu (Husam, 2008).

Akurasi diagnostik adalah salah satu masalah yang sering berlaku pada epilepsi. Ini karena, kejang, yaitu ciri utama pada epilepsi mempunyai etiologi yang luas dan biasanya tidak terdapat manifestasi klinis. Di kalangan spesialis, kesalahan pada diagnosis terjadi sebanyak 5.6% dan pada dokter umum adalah 18.9% (Leach, Launder, Nicolson dan Smith, 2005).


(15)

Klasifikasi yang digunakan untuk epilepsi adalah menurut klasifikasi daripada International League Against Epilepsy (ILAE) yaitu menurut gambaran pada electroencephalography (EEG) dan gejala klinis pasien (Shih, 2008). Rekaman electroencephalography (EEG) yang pertama sekali dilakukan pada tahun 1924 oleh Hans Berger. Sejak itu, electroencephalography (EEG) menjadi suatu proses evaluasi yang rutin pada epilepsi dan kejang. Suatu studi yang dilakukan Shinnar et al. telah menemui bahawa electroencephalography (EEG) adalah suatu alat yang penting dalam prediksi jika pasien epilepsi ini akan kambuh (Tan, 1989). Jelas sekali electroencephalography (EEG) mengambil peranan yang besar dalam mendiagnosa epilepsi.

Penelitian pada gambaran electroencephalography (EEG) penderita epilepsi bermanfaat karena, electroencephalography (EEG) adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang penting dalam mendiagnosa epilepsi. Jika kualitas diagnosa epilepsi dapat ditingkatkan, penanganan kasus epilepsi boleh dilakukan dengan lebih dini dan efektif. Dengan itu, diharapkan kualitas pasien epilepsi dapat ditingkatkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti amat berminat untuk melakukan penelitian mengenai gambaran electroencephalography (EEG) pada penderita epilepsi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran electroencephalography (EEG) pada penderita epilepsi di RSUP H. Adam Malik Medan pada 2008-2010?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran electroencephalography (EEG) pada penderita epilepsi di RSUP H. Adam Malik Medan pada 2008-2010

1.3.2. Tujuan Khusus


(16)

xiv

2. Mengetahui distribusi frekuensi usia pada epilepsi di RSUP H. Adam Malik Medan pada 2008-2010.

3. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin pada epilepsi di RSUP H. Adam Malik Medan pada 2008-2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai gambaran encephalography (EEG) pada penderita epilepsi.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan pada penelitian lain yang ingin mengembangkan ilmu yang berkenaan.

3. Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat membantu dalam diagnosa epilepsi dan meningkatkan kualitas hidup pasien epilepsi.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Electroencephalography ( EEG)

Menurut Kamus Oxford, electroencephalography (EEG) adalah suatu teknik untuk merekam aktifitas listrik di bahagian yang berbeda di otak dan mengubah informasi ini menjadi suatu pola atau gambaran baik secara digital atau dicatat di atas kertas yang dinama sebagai electroencephalogram. Alat yang merekod aktifitas listrik di otak ini dinama sebagai encephalograph. EEG ada beberapa fungsi klinis. Ia dapat digunakan untuk menkonfirmasi diagnosa kejang atau epilepsi, penting untuk menklasifikasi jenis kejang dan sindrom epilepsi, dapat menemukan kelainan struktural, fungsional dan metabolik yang terjadi di otak. Selain itu, EEG berguna untuk menkonfirmasi jika pasien itu brain dead. EEG juga dapat mendiagnosa sindrom neurologik seperti Creutzfeldt-Jakob disease, subacute sclerosing panencephalitis dan juga diguna untuk monitor perfusi otak ketika endarterectomi karotid (Shih, 2008).

Encephalogram akan membanding tegangan volt yang direkod pada 2 bahagian yang berlainan di otak. Pada EEG, susunan elektroda logam akan diletakan pada kulit kepala pasien dan aktifitas listrik akan direkod selama 30 menit. Aktivitas listrik otak ini dibaca di bahagian yang berlainan pada korteks otak pada masa yang sama. Dulu, encephalogram adalah dalam bentuk kertas, sekarang sudah ada dalam bentuk digital. Suasana yang sesuai untuk melakukan bacaan EEG adalah pada ruangan yang tenang dan sepi supaya pasien dapat mencapat tahap relaksasi (relaxed wakefulness). Sewaktu EEG dilakukan, pasien disuruh untuk hiperventilasi selama 180 saat dan diberi stimulasi seperti strobe light flashes. Apa yang dilihat adalah jenis gelombang yang dicatat pada encephalogram (Shih, 2008). Pada orang yang normal, gambaran EEG akan menunjukkan beberapa jenis gelombang yang spesifik mengikut dengan keadaan seseorang itu.

Terdapat 4 jenis gelombang di otak normal yaitu gelombang alfa, gelombang beta, gelombang theta dan gelombang delta.


(18)

xvi

Gelombang alfa gelombang otak yang ritmis dan mempunyai frekuensi diantara 8-13 siklus per saat dan biasanya dijumpai pada EEG seorang yang terbangun dan dalam keadaan relaksasi. Gelombang ini biasanya lebih kuat pada bahagian oksipital otak, dan juga ada pada bahagian lobus parietalis dan lobus frontalis tetapi kurang kuat. Tegangan volt yang biasanya direkod untuk gelombang ini adalah 50mV. Ketika tidur, gelombang alfa akan menghilang.

Gelombang kedua adalah gelombang beta yang mempunyai frekuensi lebih besar dari 14 siklus per saat sampai 80 siklus per saat. Biasanya berlaku pada lobus parietalis dan frontalis.

Gelombang theta mempunyai frekuensi diantara 4-7 siklus per saat dan biasanya datang dari lobus parietalis dan temporalis dalam anak-anak. Pada dewasa gelombang ini biasa terjadi pada orang yang mengalami frustrasi akau kecewa. Gelombang theta juga ada terjadi pada golongan orang yang mempunyai penyakit otak degeneratif.

Gelombang delta adalah gelombang pada frekuensi yang kurang daripada 3.5 siklus per saat dan mempunyai tegangan volt 2-4 kali lebih besar daripada gelombang otak lain. Ini sering berlaku pada tidur yang dalam, pada bayi atau penyakit organik yang serius (Guyton dan Hall, 2006).


(19)

2.2. Epilepsi

Epilepsi adalah perubahan parosisimal pada aktifitas sistem syaraf yang dapat dideteksi secara klinis (Harrison's, 2006) dan (Hughes M. dan Miller T., 2007). Epilepsi adalah kelainan di otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang tidak dapat dikawal (Guyton dan Hall, 2006). Seseorang yang dapat dikatakan sebagai menderita daripada epilepsi jika telah mengalami kejang yang tidak dipicu oleh apapun dan yang rekuren (lebih daripada 2 insiden terjadi kejang). Kejang adalah suatu episode dimana terjadi disfungsi pada otak akibat daripada terdapat abnormalitas di aktivitas listrik pada syaraf di otak (Shih, 2008). Status epileptikus adalah kejang yang berlangsung lebih dari 30 detik atau adanya 2 bangkitan lebih tanpa pemulihan kesadaran diantaranya. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subjektif), gangguan motorik atau kejang (objektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenalah bermacam jenis epileps.


(20)

xviii

klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

Tabel 2.2.1. : Klasifikasi Epilepsi Tipe Epilepsi Pembahagian

Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik) - Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana diikuti

dengan gangguan kesadaran

- Gangguan kesadaran saat awal serangan c. Serangan parsial dengan kejang umum

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial tonik-

klonik Serangan umum a. Absens (Lena)

b.Mioklonik c. Klonik d.Tonik

e. Atonik (Astatik) f. Tonik-klonik

Serangan yang tidak terklasifikasi

-


(21)

Kejang adalah kejadian paroxysmal atau sawan yang disebabkan oleh pelepasan yang abnormal, berlebihan dan hypersynchronous oleh agregasi neuron pada sistem syaraf pusat. Kejang atau perkataan Seizure dalam Bahasa Ingris datangnya dari bahasa latin Sacire yang bermaksud dikuasai atau possessed (Harrison, 2008). Menentukan tipe kejang yang telah terjadi pada pasien yang mengalami epilepsi adalah penting supaya dapat membantu diagnosa jenis epilepsi, mencari etiologi, untuk menentukan intervensi dan penatalaksanaan yang perlu dilakukan dan memberikan informasi yang penting sehubungan dengan prognosis. Pada 1981, International League against Epilepsy (ILAE) telah mempublikasi klasifikasi untuk kejang yang telah dimodifikasi daripada International Classification of Epileptic Seizures. Sistem ini adalah berdasarkan ciri-ciri klinis kejang yang dialami oleh pasien dan gambaran EEG.


(22)

xx

Klasifikasi kejang menurut International League against Epilepsy (ILAE), (Harrison, 2008):

Tabel 2.3. : Klasifikasi kejang Tipe kejang

1. Kejang parsial • Kejang parsial sederhana • Kejang parsial kompleks

• Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

2. Kejang primer umum • Absens (petit mal) • Tonik-klonik • Tonik

• Atonik • Myoklonik

3. Kejang yang tidak terklasifikasi

• Kejang neonatus • Spasme infantil


(23)

Kejang parsial

Kejang parsial berlaku pada sebahagian kecil otak. Jika seseorang itu sadar sewaktu kejang itu terjadi maka, manifestasi klinisnya adalah sederhana dan jenis kejang ini diistilah sebagai kejang parsial yang umum. Jika kesadaran pasien terganggu sewaktu terjadi kejang ini, kejang jenis ini diistilah sebagai kejang parsial yang kompleks, Selain dua tipe tersebut, terdapat satu lagi sub-kelompok yaitu kejang parsial dengan kejang umum yang sekunder. Mula-mulanya pada kejang ini terjadi kejang parsial yang hanya berlaku pada sebahagian kecil otak dan kemudian ia akan menyebar ke bahagian korteks secara difus.

a) Kejang parsial yang sederhana

Kejang jenis ini menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem motorik, sensorik, otonom dan psikik. Kejang jenis ini, biasanya menunjukkan pergerakkan jenis klonik yaitu pergerakkan fleksi/ekstensi yang berulang pada frekuensi 2-3 Hertz. Pergerakkan jenis tonik juga dapat berlaku pada kejang jenis ini. Disebabkan bagian otak yang mengawal pergerakkan tangan adalah berhampiran dengan pengawalan ekspresi wajah, kejang jenis ini dapat menyebabkan pergerakkan yang tidak normal pada muka yang berlaku bersamaan dengan pergerakkan tangan. Selain itu, terdapat gangguan motorik lain yang akan dialami oleh pasien yang mengalami kejang ini. Pertama adalah Jacksonian March. Pada gangguan ini, pasien tersebut akan mengalami pergerakan motor yang tidak normal mulai di jarinya, beberapa saat atau menit kemudian, gangguan motor ini akan menyebar ke bagian ekstremitas yang lebih luas seperti lengan atas. Ini terjadi akibat daripada penyebaran aktifitas kejang secara progresif pada bahagian yang luas pada korteks motorik. Kedua, pasien akan mengalami paresis yang terlokalisasi ( Todd’s Paresis) selama beberapa menit hingga beberapa jam. Ada keadaan dimana kejang ini akan berlanjutan selama berjam-jam atau beberapa hari. Ini dinama sebagai Epilepsia Partialis Continua. Pasien untuk kejang ini dapat mengalami perubahan pada sensasi somatik seperti parestesia, gangguan penglihatan ( halusinasi atau terlihat cahaya), gangguan keseimbangan ( sensasi terjatuh atau vertigo), dan gangguan fungsi otonom. Kejang


(24)

xxii

umum yang terjadi akibat gangguan di lobus temporalis dan frontalis akan menyebabkan terjadi gangguan fungsi kortikal bahagian atas.

b) Kejang Partial yang kompleks

Kejang ini diciri sebagai kejang yang mempunyai aktifitas fokal. (Harrison , 2008) Pasien kejang ini tidak dapat respons secara normal apabila diberi arahan secara verbal atau visual sewaktu kejang ini terjadi. Pasien juga tidak dapat mengiingati apa yang terjadi pada fase iktal. Kejang ini sering diawali dengan aura. Pada permulaan fase iktal pasien ini sering mengalami behavioural arrest atau motionless stare. Sewaktu ini, pasien tidak dapat mengingati apa yang terjadi. Gejala ini sering diikuti dengan automatisms, yang berlaku secara diluar kawalan, dan otomatis.Contoh gejala automatisms adalah pasien akan ternampak seperti mengunyah, menelan , menggerakkan bibirnya, pergerakkan tangan seperti mengutip sesuatu, dan memperlihatkan emosi. Setelah kejang ini terjadi pasien akan berasa bingung. Transisi daripada kesembuhan total selepas kejang dapat mengambil masa selama beberapa saat sehingga 1 jam. Pada pemeriksaan, pasien menunjukkan amnesia anterograde yang melibatkan hemisfer dominan, yang dinama sebagai amnesia posiktal. EEG pasien yang mempunyai kejang ini sering normal atau menunjukkan epileptiform spikes, atau sharp waves. Kejang jenis ini sering bermulanya di lobus temporalis medial atau lobus frontalis inferior. Kejang ini biasanya dideteksi menggunakan elektroda jenis sphenoidal atau elektroda yang diletakkan secara bedah. Gejala klinis yang berkaitan dengan kejang ini amat luas dan dokter perlu berhati-hati sewaktu ingin memberi kesimpulan bahawa episode perlakuan atipikal pada pasien dengan kejang tipe ini adalah tidak berkaitan dengan aktivitas kejang ini. Pada situasi jenis ini, bacaan pada EEG yang teliti adalah amat berguna.

c) Kejang parsial dengan kejang umum

Ini adalah akibat daripada penyebaran aktivitas listrik di hemisfer cerebral otak. Ini biasanya tonik-klonik. Kejang tipe ini sulit untuk dibedakan dengan kejang umum tonik klonik. Ia dapat dibedakan dengan menggunakan EEG (Harrison, 2008).


(25)

Kejang umum

Secara definisi, kejang umum adalah kejang yang datangnya daripada gangguan yang terjadi pada kedua belah serebral hemisfer yang terjadi secara serentak. (Harrison’s, 2008)

a) Kejang absens

Kejang ini adalah kehilang kesadaran pada suatu masa yang pendek tanpa terdapat gangguan postural. Ia biasanya terjadi pada beberapa saat yang diikuti dengan tanda mata kelopak mata berkelap-kelip atau pergerakkan tangan klonik yang lemah. Ini biasanya terjadi pada anak kecil dan dapat berlaku 100 dalam satu hari, Pada EEG, akan menunjukkan gambaran gelombang Spike and wave pada 3Hz (Harrison’s, 2008).

b) Kejang Grand Mal

Kejang ini adalah jenis tonik-klonik. Pada fase awal kejang ini, akan terjadi kontraksi otot yang tonik-klonik. Terdapat juga tanda yang dinama sebagai "Ictal Cry" yang disebabkan oleh kontraksi secara tonik otot respirasi dan juga larinks. Ini dapat diikuti dengan gangguan pernafasan yang menyebabkan terjadi sianosis. Selain itu terjadi peningkatan tonus simpatis. Selain beberapa saat terjadi fase tonik, ia akan diikuti dengan fase klonik. Selepas fase iktal, diikuti dengan fase postictal yaitu, ditandai oleh otot pasien akan menjadi flasid, tidak respons, perembesan air liur meningkat dan bingung. Beberapa jam kemudian, pasien akan sadar kembali. Pada EEG ketika fase tonik, akan menunjuk gelombang tegangan volt rendah umum yang meningkat secara progresif yang diikuti dengan gelombang yang beramplitud tinggi dengan polyspike discharge. Pada fase klonik, EEG akan menunjuk gelombang amplitud tinggi yang diantara gelombang itu terdapat slow-wave (spike and wave pattern).


(26)

xxiv

Kejang ini ditandai oleh kelemahan yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi pada 1-2 saat. Kesadaran sering terganggu. Pada EEG akan menunjukkan gambaran spike and wave yang umum yang diikuti oleh slow wave.

d. Kejang mioklonik

Terjadi kontraksi otot secara tiba-tiba yang dapat melibatkan seluruh tubuh atau separuh tubuh, Pada EEG, terdapat gambaran spike and wave yang bilateral dan sinkron.

2.4. Etiologi Epilepsi

Menurut WHO pada tahun 2002, etiologi epilepsi adalah: Metabolik

1. Hypoglikemi 2. Hipokalsemia

3. Ketidakseimbangan elektrolit 4. Hipomagnesimia

5. Hiperblilirubinemia (kernikterus) 6. Uremia

7. Fenilketonuria 8. Porphyria Infeksi

1. Intrakranial

a. Meningitis b. Ensefalitis c. AIDS

d. Serebral malaria e. Rabies

f. Cysticercosis g. Encephalopathy


(27)

a. Febrile convulsion b. Pertusis

c. Imunisasi pertusis d. Tetanus

Trauma

1. Trauma lahir 2. Trauma kepala

3. Luka dingin ( Cold Injury) pada bayi baru lahir 4. Hipotermi

Anoxia

1. Asfiksia sewaktu lahir Bahan toksik

1. Alkohol

2. Karbon monoksida

3. Obat-obatan ( penisilin, strychinine) 4. Plumbum

5. Organofosfat

Space-occupying lesion (SOL) 1. Hemorrhage

2. Abses 3. Tumor 4. Tuberculoma 5. Cysticercosis 6. Toxoplasmosis Gangguan peredaran

1. Strok

2. Kelainan vascular 3. Krisis sel sabit


(28)

xxvi

2. Eklampsia

Kelainan kongenital 1. Hidrosefalus 2. Mikrosefali

3. Tuberous Sclerosis 4. Neurofibromatosis

5. Sturge-Weber’s syndrome Penyakit degeneratif

1. Niemann-Pick disease 2. Demensia

2.5. Epileptogenesis

Epileptogenesis adalah proses transformasi syaraf yang normal kepada syaraf yang hipereksitibilitas. Ini disebabkan oleh akibat terjadi trauma, strok, atau infeksi. Akibat daripada kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh perkara tadi, terjadi reorganisation atau sprouting syaraf yang belum rusak. Akibat daripada proses ini, eksitabilitas syaraf berubah menjadikan seseorang itu lebih senang untuk mendapat kejang (Harrison’s, 2008 )

Selain daripada terjadi kerusakan otak dan menyebabkan berubahnya struktur syaraf, epilepsi juga disebabkan oleh faktor genetik dimana terjadi perubahan pada fungsi ion channel (Channelopathies). Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus

2.6. Patofisiologi Epilepsi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan.Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.


(29)

baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:

a. Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter

b. GABA(Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter.

Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamin, serotonin (5- HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis- jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis) (Meldrum, 1988) . Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.

Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak (Meldrum, 1988) dan (Cotman, 1995).


(30)

xxviii

mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsik dari sel untuk menimbulkan bangkitan, hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron, dan perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul. Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya (Meldrum, 1988) Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion (Adam dan Victor, 1993).

2.7. Diagnosis

3 Langkah untuk mendiagnosa epilepsi: I : pastikan epilepsi/ bukan.

II : tentukan jenis bangkitan

III : tentukan sindrom epilepsi + etiologi

Epilepsi ditegakkan diatas dasar gambaran epileptoform dan juga melalui gambaran pada EEG.

Urutan pemeriksaan: Anamnesis


(31)

Pada anamnesia kita perlu menanya karakeristik bangkitan (Pola / bentuk, waktu, durasi frekuensi, faktor pencetus, Gejala (sebelum, selama & sesudah))

Selain itu kita menanya ada atau tidak ada penyakit penyerta pada saat ini dan menanya usia saat bangkitan pertama.Kita juga perlua menanya riwayat (perinatal, tumbuh kembang, penyakit penyebab, keluarga, pengobatan terdahulu)

Pemeriksaan Fisik : Umum & Neurologik •Trauma kepala

•Infeksi telinga / sinus •Gangguan kongenital

•Gangguan neurologik fokal/ difus •Kecanduan alkohol/ obat terlarang • Kanker.

Pemeriksaan Penunjang: EEG dan Gambaran epileptiform

b) Brain imaging : MRI, CT Scan

c) Laboratorium : – Darah

–Cairan serebrospinal (infeksi SSP) Diagnosa banding

1. Pada Neonatus • Apneic spells Jittering Spells

2. Pada Anak

Breath holding spells • Sinkope

• Migren

• Bangkitan psikogenik/konversi • Prolonged QT syndrome Night terror

Tics


(32)

xxx

3. Pada Dewasa

Sinkope : Vasovagal Attack, Sinkope

• Kardiogenik, Sinkope Hipovolumic, Sinkope Hipotensi & Sinkope Saat Miksi (Micturition Syncope)

• Serangan Iskemik Sepintas (Transient Ischemic Attack) • Vertigo

Transient Global Amnesia • Narkolepsi

• Bangkitan Panik, Psikogenik • Sindrom Menier


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

1. Epilepsi

Jenis epilepsi yang akan diambil kira dalam penelitian ini adalah: a. Epilepsi jenis serangan parsial

b. Epilepsi jenis serangan umum

2. Gambaran pada EEG

Gambaran yang diambil pada semua gambaran EEG oleh pasien epilepsi, termasuk jenis gelombang dan lokasi di mana terjadinya epilepsi.

a. Jenis gelombang b. Lokasi gelombang

3.2.1. Cara ukur

Informasi didapat daripada rekam medis.

3.2.2. Alat ukur Rekam medis.

3.2.3. Skala Pengukuran Gambaran pada

electrocencephalography (EEG) Pasien epilepsi  


(34)

xxxii

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat gambaran pada electroencephalography (EEG) pada jenis epilepsi. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpul data yaitu gambaran EEG pada jenis-jenis epilepsi.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan berdasarkan data yang didapat dari Rumah Sakit Haji Adam Malik, Kota Medan.

4.2.2 .Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan bermula 2008-2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 110 orang penderita epilepsi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Kota Medan pada tahun 2008-2010.

4.3.2. Sampel Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada penderita epilepsi yang datang untuk mendapat rawatan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Kota Medan yaitu total sampling adalah seluruh populasi yaitu 110 orang.

Kriteria inklusi adalah semua pesakit epilepsi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik yang telah dilakukan EEG yaitu 110 orang.


(35)

4.4. Teknik pengumpulan data

Data pada penelitian ini akan dilakukan dengan mendapatkan rekam medis daripada Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Kota Medan. Data pada penelitian ini adalah data primer, yaitu kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Di sini, datanya adalah gambaran EEG dan jenis epilepsi. Data ini juga akan dalam bentuk kualitatif, bermaksud data yang menjelaskan sifat, yaitu gambaran EEG dan jenis epilepsi. Data yang akan diambil juga jika dikelompokkan dan tingkat pengukurannya adalah data pada skala nominal. Skala nominal bermaksud pengukuran yang paling lemah tingkatnya, terjadi apabila atau lambing-lambang lain digunakan untuk menklasifikasikan objek pengamatan. Urutan, jarak antara kelompok dan perbandingan antara kelompok semua tidak data ditentukan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang didapat daripada rekam medis, yaitu gambaran EEG pasien epilepsi akan dibanding dengan jenis epilepsi. Data lalu dikelompokkan mengikuti jenis epilepsi gambaran EEG menurut jenis epilepsi diteliti. Data dimasukkan kedalam Microsoft Excel dan ditabulasi. Frekuensi penderita epilepsi berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, tipe epilepsi dicari. Frekuensi jenis epilepsi berdasarkan jenis gelombang dan lokasi gelombang juga dicari. Dikira juga frekuensi kelompok umur berdasarkan jenis gelombang. Selain itu, dikelompok frekuensi gelombang abnormal dan normal berdasarkan kelompok umur.


(36)

xxxiv

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. RSUP. H. Adam Malik mulai berfungsi dengan pelayanan rawat jalan sejak tanggal 17 Juni 1991. Mulai tanggal 2 Mei 1992, rumah sakit ini turut menyediakan pelayanan rawat inap.

RSUP. H. Adam Malik Medan berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, RSUP. H. Adam Malik Medan juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Pada tahun 1993, Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke rumah sakit ini secara resmi.

5.1.2. Deskripsi Karakterisktik Responden

Informasi berikut ini menunjukkan distribusi proporsi gambaran penderita epilepsi di Bagian Neurologi RSUP. H. Adam Malik. Mulai bulan Juli 2008 sehingga Juli 2010, terdapat 110 pasien epilepsi berobat ke Bagian Neurologi RSUP. H. Adam Malik.


(37)

Tabel 5.1. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Umur

Kelompok Umur n (%)

<10 tahun 19 17,2

10-19 tahun 26 23,6

20-29 tahun 30 27,3

30-39 tahun 18 16,4

40-49 tahun 7 6,4

>50 tahun 10 9,1

Total 110 100,0

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa kelompok usia yang tertinggi penderita epilepsi adalah 20- 29 tahun yaitu sebanyak 30 orang (27,3 %) diikuti dengan kelompok umur 10 - 19 tahun yaitu sebanyak 26 orang ( 23,6 %), < 10 tahun sebanyak 19 orang ( 17,2 %), 30 – 39 18 orang (16,4 %) dan > 50 tahun yaitu 10 orang (9,1 %). Kelompok usia yang paling rendah adalah kelompok usia 40-49 tahun yaitu sebanyak 7 orang (6,4 %).

Tabel 5.2. Frekuensi Epilepsi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin n (%)

Perempuan 58 52,7

Lelaki 52 47,3

Total 110 100,0

`

Dari tabel 5.2. dapat terlihat bahwa proporsi tertinggi penderita epilepsi dijumpai pada kelompok perempuan yaitu sebanyak 58 orang kasus (52.7%) sedangkan laki-laki dijumpai sebanyak kasus (47.3%).


(38)

xxxvi

Tipe Epilepsi n (%)

Umum 82 74,5

Parsial 28 25,5

Total 110 100,0

Tabel 5.3. menunjukkan tipe epilepsi yang mempunyai frekuensi tertinggi adalah tipe epilepsi umum yaitu sebanyak 82 orang kasus (74.5 %) diikuti tipe epilepsi yang parsial sebanyak 28 orang kasus (25.5 %).

Tabel 5.4. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Tipe Gelombang Pada Encephalography (EEG)

Gelombang n (%)

Beta 3 2,7

Lambat 10 9,1

Tajam 63 57,3

Tajam + Paku 8 7,3

Lambat + Tajam 8 7,3

Normal 18 16,4

Total 110 100,0

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa penderita epilepsi yang mempunyai frekuensi yang tertinggi berdasarkan jenis gelombang pada gambaran encephalography (EEG) adalah gelombang tajam yaitu sebanyak 63 orang (57,3 %), diikuti dengan tidak terklasifikasi yaitu 18 orang (16,4 orang), dan tajam + paku dan juga lambat + tajam yaitu sebanyak 8 orang (7,3 %). Gelombang yang mempunyai proporsi yang terendah adalah gelombang beta yaitu 3 orang (2,7 %).


(39)

Tabel 5.5. Frekuensi Tipe Epilepsi Berdasarkan Tipe Gelombang Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG) Pada Penderita Epilepsi.

Gelombang Umum Parsial

n (%) n (%)

Beta 1 1,2 2 7,1

Lambat 6 7,3 4 14,2

Tajam 46 56,0 17 60,7

Tajam + Paku 7 8,5 1 3,5

Lambat + Tajam 8 9,8 0 0,0

Normal 14 17,0 4 14,2

Total 82 100,0 28 100,0

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa tipe gelombang tambahan pada encephalography (EEG) penderita epilepsi umum yang mempunyai frekuensi yang tertinggi adalah gelombang tajam yaitu sebanyak 46 orang (55,4 %), diikuti dengan tidak terklasifikasi yaitu 14 orang (17,0%), lambat dan tajam yaitu sebanyak 8 orang (9,6%), tajam + paku yaitu 7 orang (8,4%), dan lambat 6 orang (7,3%).Gelombang yang mempunyai proporsi yang terendah adalah gelombang beta yaitu 1 orang (1,2 %). Tipe gelombang tambahan pada encephalography (EEG) penderita epilepsi parsial yang mempunyai frekuensi yang tertinggi adalah gelombang tajam yaitu sebanyak 17 orang (63,0 %), diikuti dengan yang lambat yaitu 4 orang (14,8%), tidak terklasifikasi yaitu 4 orang (14,2%) dan beta yaitu 2 orang (7,4%). Gelombang yang mempunyai frekuensi yang terendah adalah gelombang lambat dan tajam yaitu 0 orang (0,0 %).


(40)

xxxviii

Tabel 5.6. Frekuensi Penderita Epilepsi Berdasarkan Lokasi Gelombang Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG) Penderita Epilepsi

Lokasi n (%)

Seluruh lapangan 65 59,1

Oksipital 12 10,9

Tempo-parietal-oksipital 5 4,6

Fronto sentral 4 3,6

Tidak dinyatakan 24 21,8

Total 110 100,0

Tabel 5.6 menunjukkan penderita epilepsi yang mempunyai frekuensi tertinggi berdasarkan lokasi gelombang tambahan adalah pada seluruh lapangan yaitu 65 orang (59,1%), diikuti oleh tidak terklasifikasi 24 orang (21,4%), oksipital yaitu 12 orang (10,9%), temporo-parietal-oksipital yaitu sebanyak 4 orang (3,6%). Frekuensi yang terendah ada pada fronto sentral yaitu 4 orang (3,6%).

Tabel 5.7. Frekuensi Tipe Epilepsi Berdasarkan Lokasi Gelombang Tambahan Pada Gambaran Encephalography (EEG) Penderita Epilepsi

Lokasi Umum Parsial

n (%) n (%)

Seluruh lapangan 53 64,6 12 42,9

Oksipital 9 10,9 3 10,7

Temporo-parietal-oksipital

3 3,6 2 7,1

Fronto sentral 2 2,4 2 7,1

Tidak terklasifikasi 15 18,3 9 32.1


(41)

Tabel 5.7. menunjukkan pada penderita epilepsi umum, lokasi yang mempunyai frekuensi tertinggi adalah pada seluruh lapangan yaitu 53 orang (76,8%), diikuti oleh oksipital yaitu 9 orang (13,0%), dan temporo-parietal-oksipital yaitu 3 orang (4,4%). Proporsi yang terendah ada pada frontosentral dan tidak terklasifikasi yaitu 15 orang (18,3%).

Pada penderita epilepsi parsial, lokasi yang mempunyai frekuensi tertinggi adalah pada seluruh lapangan yaitu 12 orang (57,1%), diikuti oleh oksipital yaitu 3 orang (14,3%). Proporsi yang terendah ada pada temporo-parietal-oksipital, fronto sentral dan tidak terklasifikasi yaitu 9 orang (32,1%).

Tabel 5.8. Frekuensi Gelombang Abnormal pada Epilepsi Berdasarkan Kelompok Umur Penderita

Kelompok Umur N (%)

<10 tahun 16 17,4

10-19 tahun 24 26,1

20-29 tahun 25 27,2

30-39 tahun 15 16,3

40-49 tahun 5 5,4

>50 tahun 9 9,8

Total 92 100,0

Tabel 5.8. menunjukkan bahwa pada penderita yang menderita epilepsi dengan gelombang abnormal, kelompok umur yang paling banyak terdiri dari 20 hingga 29 tahun dengan 25 orang (27,2%) diikuti 10 hingga 19 tahun dengan 24 orang (26,1%) , <10 tahun dengan 16 orang (17,4%) 30 hingga 39 tahun adalah 15 orang (16,3%), >50 tahun dengan 9 orang (9,8%) . Kelompok umur yang paling sedikit adalah penderita berumur 40 hingga 49 yaitu 5 orang (5,4%).


(42)

xl

Tabel 5.9. Frekuensi Gelombang Normal Pada Epilepsi Berdasarkan Kelompok Umur Penderita

Kelompok Umur N (%)

<10 tahun 3 16,6

10-19 tahun 2 11,1

20-29 tahun 5 27,7

30-39 tahun 3 16,6

40-49 tahun 2 22,2

>50 tahun 1 5,5

Total 18 100,0

Pada Tabel 5.9. dapat dilihat bahwa penderita yang berumur antara 20 hingga 29 merupakan kelompok paling banyak pada epilepsi dengan gelombang normal yaitu sebanyak 5 orang (27,7%). Kelompok di atas umur >50 tahun paling sedikit dengan seorang sahaja (5,5%).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan pada 110 penderita epilepsi yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik pada periode Juli 2008 hingga juli 2010. Gambar 5.1. menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak dijumpai, yaitu sebesar 58 orang (52,7%) dibandingkan laki-laki yaitu 52 orang (47,3%) dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1,11:1. Hasil ini tidak sesuai dengan sumber lain yang mengatakan bahwa epilepsi ini sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan (Jallop, Smadja, Cabre, Le dan Bazin, 1999) dan (Mac et al, 2007). Menurut Mac et al, lebih banyak lagi pada lelaki tetapi perbedaannya adalah sedikit. Ini mungkin karena perbedaan suku sampel, atau terjadi keterbatasan kepada satu rumah sakit.

Kelompok umur yang tertinggi adalah 20-29 tahun yaitu 30 orang (27,3 %). Ini sesuai dengan sumber yang mengatakan pada negara yang berkembang, kelompok yang tertinggi menderita daripada epilepsi adalah dewasa muda. Ini berbeda sekali dengan negara yang sudah berkembang


(43)

dimana onsetnya adalah semasa beberapa bulan pertama hidup atau kelompok usia lanjut (Banerjee dan Hauser, 2005). Menurut Mac et al., terdapat penelitian yang dilakukan di Shanghai yang mengatakan bahwa kelompok umur tertinggi untuk epilepsi adalah dalam bentuk bimodal dimana antara 10 – 30 tahun dan > 60 tahun.

Didapati jenis epilepsi yang lebih banyak adalah yang jenis umum yaitu 82 orang (74,6%) dibandingkan parsial yaitu 28 orang (25,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Mac et al yang mengatakan epilepsi yang jenis umum lebih banyak ditemukan daripada parsial yaitu pada penelitian tersebut 69% adalah pada umum dan 31% adalah pada parsial.

Gelombang yang sering ada pada penderita epilepsi adalah gelombang tajam. Hasil ini sesuai sumber lain yang mengatakan gelombang tajam yang lebih banyak pada pasien epilepsi (Li dan Cramer, 2006). Pada penelitian ini didapati sebanyak 68 daripada 100 penderita epilepsi mempunyai gambaran gelombang tajam pada encephalography (EEG). Gelombang yang sering terjadi pada kedua umum dan parsial adalah gelombang tajam. Ini sesuai dengan sumber yang mengatakan epilepsi umum dan parsial sering diikuti oleh gelombang tajam (Nelson, 2007).

Kebanyak gelombang yang timbul pada encephalography (EEG) adalah pada seluruh lapangan. Ini adalah kerana lebih banyak proporsi epilepsi jenis umum yang terjadi pada penelitian ini. Pada epilepsi umum, kareristiknya adalah gelombang akan timbul pada seluruh lapangan ( Guyton, 2008) , ( Nelson, 2007) dan (Shih, 2008).

Epilepsi parsial sering menunjukkan gelombang abnormal pada seluruh lapangan. Ini tidak sesuai dengan sumber yang mengatakan bahwa epilepsi parsial sering timbulnya kelainan pada bagian temporal otak dan diikuti oleh kelainan pada Lobus Frontalis (Shih, 2008). Ini mungkin kerana penyebaran gelombang dari satu lokasi ke lokasi yang lain yang dinama sebagai Secondary generalised tonic-clonic epilepsy ( Shih, 2008) dan (Nelson, 2007). Pada epilepsi umum, lokasi gelombang yang paling banyak


(44)

xlii

yang mengatakan bahwa epilepsi umum akan menunjukkan gelombang yang abnormal pada seluruh lapangan (Shih, 2008), (Nelson, 2007) dan (Guyton, 2008).

Prognosa penderita epilepsi tergantung pada gambaran encephalography (EEG). Suatu studi yang dilakukan Shinnar et al. telah menemui bahawa electroencephalography (EEG) adalah suatu alat yang penting dalam prediksi jika pasien epilepsi ini akan kambuh (Tan, 1989). Pada penelitian ini dijumpai sebanyak 18 (16,4%) orang penderita epilepsi mempunyai gambaran encephalography (EEG) yang normal. Kebanyakkan penderita epilepsi tersebut dibawah kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 5 orang (27,7%). Frekuensi penderita epilepsi dengan gambaran encephalography (EEG) yang abnormal adalah sebanyak 92 orang (83,6%) dimana kelompok umur yang terbanyak adalah juga pada kelompok umur 20 - 29 tahun yaitu sebanyak 25 orang (27,2%). Maksud gelombang abnormal disini adalah termasuk adalah gelombang tajam, tajam dan paku, tajam dan lambat, dan lambat pada gambaran encephalography (EEG). Dinyatakan pada jurnal oleh Nair et al. , jika gambaran encephalography (EEG) adalah normal prognosa adalah lebih bagus daripada gambaran encephalography (EEG) yang mempunyai gelombang yang abnormal. Kejadian kekambuhan dalam waktu 2 tahun pada penderita dengan gambaran encephalography (EEG) yang normal adalah 27% dan pada pasien dengan gambaran encephalography (EEG) dengan gelombang abnormal adalah 58%. Tetapi tidak dapat disimpulkan lagi bahwa kelompok umur yang mempunyai lebih banyak gelombang abnormal adalah kelompok umur yang mempunyai prognosa yang lebih jelek. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi prognosa. Bukan it saja, mungkin karena lebih banyak lagi kelompok umur 20-29 tahun yang terdapat pada penelitian ini, jadi ini akan menjadi bias dan tidak dapat digunakan untuk menyimpulkan kelompok umur yang lebih berisiko untuk relaps atau kambuh kembali.


(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita epilepsi mulai Juli 2008 – Juli 2010 didapatkan 110 orang penderita, dapat diambil kesimpulan seperti berikut:

1. Frekuensi penderita epilepsi menurut kelompok umur yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 30 orang (27,3%) manakala terendah pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 7 penderita (6,4%). Penderita epilepsi paling banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan sebanyak 58 penderita (52,7%) dengan perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 1,11 : 1.

2. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan jenis epilepsi terbanyak adalah epilepsi jenis umum sebanyak 82 orang (74,5%). 3. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan tipe gelombang

tambahan pada gambaran encephalography (EEG) pada penderita epilepsi adalah gelombang tajam yaitu 63 penderita yaitu (57,3%) 4. Distribusi frekuensi gelombang pada kedua umum dan parsial adalah

gelombang tajam yaitu pada umum sebanyak 46 orang (56%) dan pada parsial yaitu sebanyak 17 orang (60,7%).

5. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography yang paling tinggi adalah pada seluruh lapangan yaitu 65 orang (59,0%)

6. Distribusi frekuensi penderita epilepsi umum berdasarikan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography (EEG) adalah di seluruh lapangan yaitu 53 penderita ( 64,6%).

7. Distribusi frekuensi penderita epilepsi parsial berdasarikan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography (EEG) adalah di seluruh


(46)

xliv

8. Distribusi kelompok umur penderita epilepsi dengan gelombang yang abnormal yang tertinggi adalah 20-29 tahun yaitu 18 orang (16,4%). 9. Distribusi kelompok umur penderita epilepsi dengan gelombang yang

normal adalah pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu 5 orang (27,7%).

6.2 Saran

6.2.1 Untuk RSUP. H. Adam Malik, harap data rekam medis perlu dilengkapkan dan dirapikan sehingga informasi yang ingin digali dapat dibaca dengan lebih mudah, lebih sistematik dan sempurna, misalnya yang berhubungan dengan klasifikasi epilepsi dan biodata penderita. Banyak pada rekam medis pasien dimana tulisan dokter tidak dapat dibaca sehingga untuk mendapat informasi daripada rekam medis adalah sulit atau banyak rekam medis pasien tidak dapat digunakan kerana tidak dapat digali informasinya. Banyak rekam medis yang tidak diikuti dengan suku pasien.

6.2.2 Penelitian lanjutan yang berkaitan epidemiologi di Indonesia penyakit epilepsi harus dilakukan supaya penanganan terhadap penyakit ini lebih bagus sehingga pasien mempunyai prognosa yang lebih baik. 6.2.3 Penelitian lanjutan mengenai gambaran electroencephagraphy (EEG)

harus dilakukan juga dimana lebih banyak sampel lagi pada tipe epilepsi yang berbeda.


(47)

Adams R.D., Victor M., 1993. The nature of the discharging. In: Principles of Neurology 5th ed. USA: McGraw Hill Lange: 284-286

Cotman C.W., 1995. Excitatory Aminocid Neurotransmission.

In:Psychopharmacology. The Fourth Generation in Progress. New York: Raven Press:75-85

Centre of Disease Control and Prevention (CDC). Epilepsy, Available from: http://www.cdc.gov/Epilepsy/ [Accessed on 26 April 2011]

Dekker P.A., 2002. A manual for Medical and Clinical Officers In Africa, World Health Organisation, Geneva: 4-8

Guyton A.C. , Hall J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders.

Harrison T.R., 2008. Principles of Internal Medicine. USA: McGraw Hill Lange: 2498-2504

Hughes M., dan Miller T., 2007. Nervous System Crash Course. 3rd ed. USA: Mosby Elsevier.

Husam, 2008. Perbedaan usia dan jenis kelamin pada jenis epilepsi di RSUP Dr. Kariadi. Falkutas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang:16 Leach J.P., Launder R, Nicolson A, Smith D.F., 2005. Epilepsy in the UK:

Misdiagnosis, mistreatment, and undertreatment? The Wrexham area epilepsy project. Seizure

Li W.R., Cramer F.S., 2006. Proceedings of the Eleventh International Congress on Hyperbaric Medicine. HBOT Manual.

Mac T.L., Tran D.S , Quet F., Odermatt P., Preux P.M., Tan C.T., 2007.

Epidemiology, Aetiology and Clinical Management of Epilepsy in Asia: A Systematic Review. Lancet.

Martin E.A., Burton J.L., Choksy S., Edwards S.J.L., Glennon P., Hall P.A., et al., 2007. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. USA: Oxford University Press. Meinardi H, Scott R.A., Sander J.W., 2001. The treatment gap in epilepsy: the

current situation and ways forward. Epilepsia: 136-149

Meldrum B.S., 1988. Pathophysiology. In: A textbook of epilepsy. USA: Laidlaw: 203-235


(48)

xlvi

Nair C.G., Bharucha N.E., 2008. Prognostic of Pediatic Epilepsy. Journal of Pediatrict Neurosciences:41-47

Nelson A., 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Elsevier Saunders. Sander J.W., Hart Y.M., Johnson A.L., Shorvon S.D., 1990. National General

Practice Study of Epilepsy. Lancet.

Shih T., 2008. Electroencephalography. In: Brust C.M. Current Diagnosis and Treatment for Neurology. USA: McGraw Hill Lange, 1-4, 47-64

Shih T., 2008.Epilepsy and Seizures. In: Brust C.M. Current Diagnosis and Treatment for Neurology. USA: McGraw Hill Lange, 52-55

 

Tan C.B., 1989. The EEG and Epilepsy. Sing Med J: Singapore: 424-425 Wahyuni A.S., 2008. Statistika Kedokteran, Jakarta

World Health Organisation (WHO), 2009. Epilepsy, Available from:

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/index.html [ Accessed on 4 Mei 2011]


(49)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Annabelle Sinda Douglas

Tempat/ Tanggal Lahir : Sarawak, Malaysia/ 8 Agustus 1988

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Dr. Mansyur, No 3A, 20155 Medan Riwayat Pendidikan :

1. SRK Satria Jaya 1995-2000

2. SMK St. Mary’s 2000-2004


(1)

yang mengatakan bahwa epilepsi umum akan menunjukkan gelombang yang abnormal pada seluruh lapangan (Shih, 2008), (Nelson, 2007) dan (Guyton, 2008).

Prognosa penderita epilepsi tergantung pada gambaran encephalography (EEG). Suatu studi yang dilakukan Shinnar et al. telah menemui bahawa electroencephalography (EEG) adalah suatu alat yang penting dalam prediksi jika pasien epilepsi ini akan kambuh (Tan, 1989). Pada penelitian ini dijumpai sebanyak 18 (16,4%) orang penderita epilepsi mempunyai gambaran encephalography (EEG) yang normal. Kebanyakkan penderita epilepsi tersebut dibawah kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 5 orang (27,7%). Frekuensi penderita epilepsi dengan gambaran encephalography (EEG) yang abnormal adalah sebanyak 92 orang (83,6%) dimana kelompok umur yang terbanyak adalah juga pada kelompok umur 20 - 29 tahun yaitu sebanyak 25 orang (27,2%). Maksud gelombang abnormal disini adalah termasuk adalah gelombang tajam, tajam dan paku, tajam dan lambat, dan lambat pada gambaran encephalography (EEG). Dinyatakan pada jurnal oleh Nair et al. , jika gambaran encephalography (EEG) adalah normal prognosa adalah lebih bagus daripada gambaran encephalography (EEG) yang mempunyai gelombang yang abnormal. Kejadian kekambuhan dalam waktu 2 tahun pada penderita dengan gambaran encephalography (EEG) yang normal adalah 27% dan pada pasien dengan gambaran encephalography (EEG) dengan gelombang abnormal adalah 58%. Tetapi tidak dapat disimpulkan lagi bahwa kelompok umur yang mempunyai lebih banyak gelombang abnormal adalah kelompok umur yang mempunyai prognosa yang lebih jelek. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi prognosa. Bukan it saja, mungkin karena lebih banyak lagi kelompok umur 20-29 tahun yang terdapat pada penelitian ini, jadi ini akan menjadi bias dan tidak dapat digunakan untuk menyimpulkan kelompok umur yang lebih berisiko untuk relaps atau kambuh kembali.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita epilepsi mulai Juli 2008 – Juli 2010 didapatkan 110 orang penderita, dapat diambil kesimpulan seperti berikut:

1. Frekuensi penderita epilepsi menurut kelompok umur yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 30 orang (27,3%) manakala terendah pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 7 penderita (6,4%). Penderita epilepsi paling banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan sebanyak 58 penderita (52,7%) dengan perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 1,11 : 1.

2. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan jenis epilepsi terbanyak adalah epilepsi jenis umum sebanyak 82 orang (74,5%). 3. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan tipe gelombang

tambahan pada gambaran encephalography (EEG) pada penderita epilepsi adalah gelombang tajam yaitu 63 penderita yaitu (57,3%) 4. Distribusi frekuensi gelombang pada kedua umum dan parsial adalah

gelombang tajam yaitu pada umum sebanyak 46 orang (56%) dan pada parsial yaitu sebanyak 17 orang (60,7%).

5. Distribusi frekuensi penderita epilepsi berdasarkan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography yang paling tinggi adalah pada seluruh lapangan yaitu 65 orang (59,0%)

6. Distribusi frekuensi penderita epilepsi umum berdasarikan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography (EEG) adalah di seluruh lapangan yaitu 53 penderita ( 64,6%).

7. Distribusi frekuensi penderita epilepsi parsial berdasarikan lokasi timbulnya gelombang pada encephalography (EEG) adalah di seluruh


(3)

8. Distribusi kelompok umur penderita epilepsi dengan gelombang yang abnormal yang tertinggi adalah 20-29 tahun yaitu 18 orang (16,4%). 9. Distribusi kelompok umur penderita epilepsi dengan gelombang yang

normal adalah pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu 5 orang (27,7%).

6.2 Saran

6.2.1 Untuk RSUP. H. Adam Malik, harap data rekam medis perlu dilengkapkan dan dirapikan sehingga informasi yang ingin digali dapat dibaca dengan lebih mudah, lebih sistematik dan sempurna, misalnya yang berhubungan dengan klasifikasi epilepsi dan biodata penderita. Banyak pada rekam medis pasien dimana tulisan dokter tidak dapat dibaca sehingga untuk mendapat informasi daripada rekam medis adalah sulit atau banyak rekam medis pasien tidak dapat digunakan kerana tidak dapat digali informasinya. Banyak rekam medis yang tidak diikuti dengan suku pasien.

6.2.2 Penelitian lanjutan yang berkaitan epidemiologi di Indonesia penyakit epilepsi harus dilakukan supaya penanganan terhadap penyakit ini lebih bagus sehingga pasien mempunyai prognosa yang lebih baik. 6.2.3 Penelitian lanjutan mengenai gambaran electroencephagraphy (EEG)

harus dilakukan juga dimana lebih banyak sampel lagi pada tipe epilepsi yang berbeda.


(4)

Adams R.D., Victor M., 1993. The nature of the discharging. In: Principles of Neurology 5th ed. USA: McGraw Hill Lange: 284-286

Cotman C.W., 1995. Excitatory Aminocid Neurotransmission.

In:Psychopharmacology. The Fourth Generation in Progress. New York: Raven Press:75-85

Centre of Disease Control and Prevention (CDC). Epilepsy, Available from:

http://www.cdc.gov/Epilepsy/ [Accessed on 26 April 2011]

Dekker P.A., 2002. A manual for Medical and Clinical Officers In Africa, World Health Organisation, Geneva: 4-8

Guyton A.C. , Hall J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders.

Harrison T.R., 2008. Principles of Internal Medicine. USA: McGraw Hill Lange: 2498-2504

Hughes M., dan Miller T., 2007. Nervous System Crash Course. 3rd ed. USA: Mosby Elsevier.

Husam, 2008. Perbedaan usia dan jenis kelamin pada jenis epilepsi di RSUP Dr. Kariadi. Falkutas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang:16

Leach J.P., Launder R, Nicolson A, Smith D.F., 2005. Epilepsy in the UK:

Misdiagnosis, mistreatment, and undertreatment? The Wrexham area epilepsy project. Seizure

Li W.R., Cramer F.S., 2006. Proceedings of the Eleventh International Congress on Hyperbaric Medicine. HBOT Manual.

Mac T.L., Tran D.S , Quet F., Odermatt P., Preux P.M., Tan C.T., 2007.

Epidemiology, Aetiology and Clinical Management of Epilepsy in Asia: A Systematic Review. Lancet.

Martin E.A., Burton J.L., Choksy S., Edwards S.J.L., Glennon P., Hall P.A., et al., 2007. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. USA: Oxford University Press.

Meinardi H, Scott R.A., Sander J.W., 2001. The treatment gap in epilepsy: the current situation and ways forward. Epilepsia: 136-149

Meldrum B.S., 1988. Pathophysiology. In: A textbook of epilepsy. USA: Laidlaw: 203-235


(5)

Nair C.G., Bharucha N.E., 2008. Prognostic of Pediatic Epilepsy. Journal of Pediatrict Neurosciences:41-47

Nelson A., 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Elsevier Saunders.

Sander J.W., Hart Y.M., Johnson A.L., Shorvon S.D., 1990. National General Practice Study of Epilepsy. Lancet.

Shih T., 2008. Electroencephalography. In: Brust C.M. Current Diagnosis and Treatment for Neurology. USA: McGraw Hill Lange, 1-4, 47-64

Shih T., 2008.Epilepsy and Seizures. In: Brust C.M. Current Diagnosis and Treatment for Neurology. USA: McGraw Hill Lange, 52-55

 

Tan C.B., 1989. The EEG and Epilepsy. Sing Med J: Singapore: 424-425

Wahyuni A.S., 2008. Statistika Kedokteran, Jakarta

World Health Organisation (WHO), 2009. Epilepsy, Available from:

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/index.html [ Accessed on 4


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Annabelle Sinda Douglas

Tempat/ Tanggal Lahir : Sarawak, Malaysia/ 8 Agustus 1988

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Dr. Mansyur, No 3A, 20155 Medan Riwayat Pendidikan :

1. SRK Satria Jaya 1995-2000

2. SMK St. Mary’s 2000-2004