garis pantai sepanjang tepi terumbu karang pada kedalaman 6-7 m. Data yang diambil berupa genus karang yang menyinggung transek, dan bentuk pertumbuhan life form.
Identifikasi genus karang menggunakan buku identifikasi coral id oleh Veron 1995.
Gambar 9 Skema cara pencatatan data karang hidup dengan metode PIT.
c Pengambilan Rekrutmen Karang
Pengambilan data rekrutmen karang dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat, dicatat dengan menggunakan 50 cm x 50 cm transek
kuadrat yang ditempatkan pada transek substrat benthik sepanjang 150 meter dengan interval 10 meter, karang diindentifikasi sampai dengan tingkat genus. Pengamatan
terhadap rekruitmen karang dilakukan sejalan dengan pengamatan karang.
Gambar 8 Posisi peletakan transek untuk survei substrat WCS 2006.
d Ikan Karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Fish Visual Census
UVC termodivikasi yang diadopsi dari English et al. 1997, ikan diamati di atas roll meter yang telah di bentangkan sepanjang 150 meter pada metode Point
Intercept Transek . Pengamatan dan pengambilan data ikan berupa jenis dan
kelimpahan ikan karang dilakukan secara visual pada radius 2,5 meter di sebelah kiri dan kanan sepanjang garis transek.
Gambar 10 Transek untuk pengamatan ikan karang dengan batas pengamatan masing-masing 2,5 m pada bagian kiri dan kanan transek garis WCS
2006.
Data ikan yang diamati untuk kemudian dicatat ke dalam kolom tabel yang telah disusun pada kertas ukuran A4 tahan air dengan alat pensil dan sabak.
Pengambilan data ikan per masing-masing stasiun pengamatan dilakukan sebanyak 1 kali dengan 2 kali pengulangan dan di bantu dengan kamera undewater.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari Wildlife Conservation Society
WCS – Marine Program Indonesia, data yang di ambil seperti: data time series rekrutmen, persentase karang hidup dan ikan karang 2006,
2008 dan 2009.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Persentase Tutupan Karang
Persentase tutupan karang digunakan untuk menduga kondisi terumbu karang pada suatu lingkungan. Rumus yang digunakan untuk menghitung penutupan biota
karang English et al. 1997. 100
1
x L
n L
i
=
Keterangan : Li = persentase penutupan biota karang ke-i
ni = jumlah boita yang ditemukan L = jumlah titik yang ditemukan.
Data persentase penutupan karang hidup yang diperoleh dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap 1988, yaitu :
a. Buruk : 0-24,90
b. Sedang : 25-49,90
c. Baik : 50-74,90
d. Sangat Baik : 75-100
3.4.2 Persentase Rekrutmen Karang
Rekrutmen adalah jumlah biota tertentu yang ditemukan pada satu lokasi pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan komunitas terpilih dapat
dihitung dengan rumus Odum 1994.
A ni
Xi =
Keterangan : Xi = Kelimpahan komunitas terpilih
ni = jumlah total biota pada stasiun pengamatan A = Luas transek pengamatan
3.4.3 Kelimpahan ikan karang
Kelimpahan ikan karang adalah jumlah biota ikan karang yang ditemukan pada suatu lokasi pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan
karang dapat dihitung dengan rumus: A
n
i
= N
Keterangan : N = Kelimpahan individu750 m
2
n
i
A = Luas area sensus ikan 750 m
= Jumlah individu ikan spesies ke i
2
3.4.4 Biomassa ikan karang
Biomassa ikan dicari dengan mengkonversi estimasi panjang individu ikan hasil pengamatan visual ke dalam berat. Rumus yang digunakan adalah:
W = a.L Keterangan: W = weight kg
b
L = total length a, b = index spesifik spesies
Konstanta hubungan panjang berat ikan berdasarkan Froese dan Pauly 2010; Kulbicki et al 1993. Pertumbuhan ikan untuk tiap-tiap spesies mempunyai perbedaan
untuk tiap-tiap lokasi. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, bahwa berat ikan mengikuti kaidah pada konstanta hubungan panjang-berat ikan berdasarkan publikasi
tersebut.
3.4.5 Distribusi spasial dan temporal antara kawasan penelitian dengan genus karang dan famili ikan karang
Distribusi spasial genus karang dan famili ikan karang pada habitatnya kawasan penelitian dianalisis dengan analisis koresponden Coresponden Analysis,
CA. Analisi tersebut didasarkan pada data baris I dan kolom J, dimana keduanya disajikan dalam bentuk tabel kontigensi antara misalnya: genus karang x modalitas
karakteristik kawasan penelitian. Matriks data disusun dengan menggunakan perangkat lunak. Ms.Excel. Data
matriks dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak MVSP versi 3.1 Multi Variate Statistical Package
dan statistica versi 6.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Pulau Weh dan Pulau Aceh
Pulau Weh terletak di ujung barat pulau Sumatra memiliki luas wilayah 153 km
2
atau 15.300 ha. Dilihat dari letak geografis, Pulau Weh terletak antara 05 -
46
’
28
”
-05 54
’
28
”
LU dan 95 13
’
02
”
-95 22’36
”
Kecamatan Pulo Aceh dengan pusat pemerintahan di Lampuyang terdiri dari 17 gampong desa dan 3 mukim dengan luas wilayah adalah 24,075 Km
BT. Berdasarkan letak geografis Indonesia wilayah kota Sabang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu
Malaysia, Thailand dan India. Pulau Weh berada pada ketinggian rata-rata 28 meter diatas permukaan laut, berbatasan dengan Selat Malaka di utara dan timur,
Samudra Hindia di selatan dan barat. Pulau Weh dikenal dengan selogan Point of Zero Kilometer Republic of Indonesia
Titik Nol Kilometer Indonesia, ditandai dengan didirikan monumen untuk menandai dimulainya perhitungan jarak dan
luas teritorial Negara Republik Indonesia Bappeda Aceh 2005. Wilayah administrasi Kota Sabang terdiri atas 5 lima pulau yaitu Pulau Weh 153 km²,
Pulau Rubiah 0,357 km², Pulau Seulako 0,055 km², Pulau Klah 0,186 km² dan Pulau Rondo 0,650 km².
2
atau 24.075 Ha. Batas wilayah kecamatan di sebelah utara Selat Malaka, dan di
sebelah selatan, barat dan timur adalah Samudra Hindia. Pulau Aceh yang secara geografis terletak pada koordinat 5°40’-5°45 LU; 95°00’-95°10 BT. Secara
geografis, Pulau Aceh terletak di kawasan pantai barat Aceh yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia Bapeda Aceh 2005.
4.2 Kualitas Perairan Pulau Weh dan Pulau Aceh
Kondisi perairan baik secara fisik maupun kimiawi akan sangat menentukan ada tidaknya ekosistem terumbu karang, jika pun telah terbentuk faktor
lingkungan akan menyebabkan perubahan ekosistem terumbu karang. Setiap perubahan kondisi perairan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
ekosistem karang. Hasil pengambilan data kondisi fisik dan kimiawi pada titik penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 3 Kualitas perairan pada setiap titik lokasi penelitian.
Stasiun Suhu
°C Salinitas ‰
Kecerahan Kedalaman
m
Anoi Itam 27.00
32.50 100
6-7 Ba Kopra
28.30 32.50
100 6-7
Batee Meurenon 29.00
32.50 100
6-7 Benteng
29.00 32.50
100 6-7
Beurawang 29.00
32.70 100
6-7 Canyon
28.00 32.50
100 6-7
Deudap 31.20
32.50 100
6-7 Gapang
29.00 32.30
100 6-7
Jaboi 28.30
33.00 100
6-7 Lamteng
28.00 32.60
100 6-7
Leun Balee 1 27.80
33.00 100
6-7 Lhoh
28.40 33.00
100 6-7
Lhok Weng 28.00
32.40 100
6-7 Lhong Angin 2
29.00 33.50
100 6-7
Paloh 28.00
33.50 100
6-7 Pasi Janeng 2
27.70 33.60
100 6-7
Pulau Klah 28.30
32.50 100
6-7 Reuteuk
28.40 33.70
100 6-7
Rubiah Channel 29.20
33.50 100
6-7 Rubiah Sea arden
29.00 32.50
100 6-7
Sumur Tiga 28.50
32.00 100
6-7 Ujong Seuke
27.80 32.30
100 6-7
Ujung Kareung 28.00
33.00 100
6-7 Ujung Seurawan
29.00 34.00
100 6-7
MAKSIMUM 30.20
34.00 100
6 MINIMUM
27.00 32.00
100 7
Perbedaan suhu pada masing-masing stasiun yang di ukur relatif kecil yaitu berkisar antara 27,00-30,20 °C. Suhu terendah diperoleh pada Anoi Itam dan suhu
tertinggi diperoleh pada stasiun Deudap. Kisaran suhu yang diperoleh dari keseluruhan stasiun yang diamati masih berada dalam kisaran suhu yang baik bagi
pertumbuhan biota karang. Menurut Nybakken 1997, terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23°C-25°C,
sedangkan suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36°C-40°C. Salinitas yang diperoleh pada semua stasiun penelitian berkisar antara 32-34
‰. Salinitas terendah diperoleh pada stasiun Sumur Tiga sedangkan salinitas lainnya relatif seragam. Kisaran salinitas yang diperoleh ini menunjukkan bahwa