untuk menggunakan air suhu 70 °C saat merekonstitusi susu formula bubuk untuk menginaktivasi E. sakazakii yang kemungkinan ada dan bertahan pada produk
susu formula bubuk. Penelitian Lin dan Beuchat 2005 serta Gurtler dan Beuchat 2007
menunjukkan bahwa E. sakazakii mampu bertahan pada lebih dari 12 bulan pada produk formula dan sereal bayi. Pada kedua tipe produk tersebut E. sakazakii
memiliki ketahanan lebih besar pada pada kondisi a
w
rendah 0.25 – 0.30 dan
penyimpanan pada suhu rendah 4 °C dibandingkan pada kondisi a
w
tinggi 0.40- 0.50 dan penyimpanan suhu tinggi 21 °C dan 30 °C. Edelson-Mammel et al.
2005 melaporkan E. sakazakii dengan populasi awal 6 log CFUg yang diinokulasikan dalam susu bubuk formula a
w
0.14-0.27 mengalami penurunan populasi sel sebesar 2.4 log cfug pada penyimpanan suhu 20-22 °C selama 150
hari, selanjutnya terjadi kembali penurunan 1 siklus log setelah penyimpanan 534 hari. Caubilla-Barron dan Forsythe 2007 melaporkan bahwa Cronobacter spp
yang disimpan pada kondisi kering selama 2.5 tahun, rata-rata penurunan jumlah sel pada 1 bulan pertama adalah 0,58 siklus log antara 0.26 - 1.15 siklus log.
Penurunan jumlah sel yang lebih besar terjadi pada 6 bulan pertama yaitu sebesar 3.34 siklus log, setelah 24 bulan total penurunan jumlah sel adalah sebesar 4.52
siklus log. Kemampuan E. sakazakii untuk bertahan pada kondisi kekeringan juga dilaporkan oleh Breeuwer et al. 2003, 3 jenis galur E. sakazakii yang disimpan
pada suhu 25°C RH 20,7 selama 46 hari menunjukkan penurunan populasi sebesar 1-1.5 log CFUml, selanjutnya terjadi penurunan kurang dari 1 log
CFUml selama penyimpanan sampai 18 bulan. Penurunan sebesar 1.5 sampai 3 log CFUml terjadi pada sel yang disimpan pada suhu 45°C.
Kemampuan bertahan dari Cronobacter spp dalam jangka waktu yang lama diduga karena kemampuannya mengakumulasi trehalosa dan membentuk kapsul
ekstraseluler polisakarida. Di bawah ini adalah beberapa mekanisme dan respon sel bakteri terhadap kondisi kering dan stres osmosis.
a. Akumulasi Trehalosa
Menurut Breeuwer et al. 2003 sel E. sakazakii pada fase stationer dapat mengakumulasi trehalosa, hal ini berhubungan dengan ketahanannya pada kondisi
kering. Secara umum bakteri melindungi dirinya pada kondisi kering dengan
meningkatkan tekanan osmosis di dalam selnya dengan mengakumulasi komponen intraseluler, dimulai dari ion K
+
dan diikuti dengan solut seperti prolin, glisin, betain, aktoin, karnitin dan trehalosa. Trehalosa 1-
α-D-glucopyranosyl- 1,1-
α-D-glucopyranoside merupakan disakarida non reduksi dari glukosa yang umum ditemukan pada bakteri, kapang dan berbagai tanaman yang berperan
dalam melindungi integritas membran plasma serta protein. Pada kondisi kekeringan jumlah trehalosa E. sakazakii dalam sel meningkat 5 kali lipat. Pada
kondisi kering tanpa adanya air, sel membutuhkan perlindungan integritas selnya, trehalosa merupakan komponen polar yang sangat mudah terlarut, mampu
menjaga tekanan osmosis sehingga dapat menstabilkan protein dan membran. Komponen polihidroksil seperti trehalosa dapat menggantikan posisi air disekitar
makromolekul sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Solut dalam sel akan meningkatkan volum jumlah air bebas dalam sitoplasma sehingga denaturasi
protein kerusakan komponen dalam sel dapat dicegah serta sel bisa tetap melakukan aktivitas metabolismenya Yance 2001. Saat organisme tersebut
dikontakkan dengan air, akan terjadi pengembangan sel dengan cepat sehingga akan mulai terjadi aktivitas metabolisme Gambar 3A
Hipotesis yang menjelaskan tentang mekanisme perlindungan trehalosa pada sel yang mengalami dry stress adalah 1 water- replacement hypothesis, trehalosa
akan berikatan ikatan hidrogen secara langsung dengan gugus polar dari fosfolipid sehingga dapat menstabilkan ikatan yang sebelumnya ditempati air.
Trehalosa dapat meningkatkan tegangan permukaan dengan cairan intraseluler sehingga terjadinya autolisis dapat dicegah karena mobilitas cairan dapat
diturunkan. Semakin banyak cairan intraseluler terikat dengan trehalosa maka interaksi hidrofobik intramolekuler akan semakin meningkat, sehingga kerusakan
membran dan protein dapat dicegah. 2 Water structuring, sakarida seperti trehalosa akan dapat mengikat air lebih baik dibandingkan solut lain atau air itu
sendiri, ikatan hidrogen antara air dengan air dapat menjadi lebih baik dan hidrasi pada permukaan membran sel dapat dikurangi Yance 2001 Gambar 3B
Gambar 3 A Mekanisme ketahanan kekeringan dengan mengakumulasi solut untuk meningkatkan jumlah air bebas dalam sitoplasma dan B
meningkatkan tegangan permukaan antara membran dengan cairan intraseluler Yance 2001
Penelitian tentang dasar genetika ketahanan dari E. sakazakii saat terpapar kondisi kering a
w
0,23 dilakukan oleh Breeuwer et a.l 2004. Pengeringan menyebabkan induksi dari 7 gen dari heat shock regulon, 4 gen dari cyclic AMP
receptor protein regulon, 6 gen yang terlibat dalam stringent response dan sejumlah gen yang terlibat dalam sintetis trehalosa serta biosintetis komponen
yang berfungsi dalam dinding sel seperti lipid A dan lipopolisakarida. Sehingga dapat disimpulkan jika respon dari C. sakazakii terhadap kondisi dry stress adalah
dengan melibatkan ekspresi berbagai gen. Mekanisme ketahanan terhadap kondisi kekeringan dengan mengakumulasi
trehalosa juga terjadi pada Eschericia coli. Bakteri ini dapat mensintetis trehalosa sebagai respon perubahan osmosis osmotic stress, trehalosa disintesis oleh enzim
trehalosa-6-phosphat synthase dan trehalosa- 6-phosphat phosphatase. Enzim pertama merubah glukosa dari UDP-glukosa menjadi glukosa-6-phosphat,
sedangkan enzim kedua merubah trehalosa-6-phosphat internal trehalosa. Sintesis trehalosa dalam sel bakteri juga dapat diinduksi dengan menambahkan trehalosa
pada medium pertumbuhannya sehingga sel bakteri akan memiliki ketahanan lebih baik pada kondisi kering dan stress osmosis, namun akumulasi intraseluler
trehalosa tetap memberikan perlindungan lebih baik Welsh Herbet 1999.
b. Pembentukan Kapsul Ekstraseluler Polisakarida